Perang Saudara Finlandia
Perang Saudara Finlandia | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Dunia I | |||||||
Bangunan warga di Tampere yang hancur akibat perang saudara. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kaum Putih Finlandia | RSFS Rusia | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
C.G.E. Mannerheim |
Ali Aaltonen | ||||||
Kekuatan | |||||||
Garda Putih 80.000–90.000 Jäger 1.450 Pasukan Kekaisaran Jerman 14.000 Sukarelawan Swedia 1.000[2] Estonian volunteers[3] Polish Legion 1,737[4] |
Garda Merah 80.000–90.000 (2.000 wanita) Bekas pasukan Kekaisaran Rusia 7.000–10.000[2] | ||||||
Korban | |||||||
Putih 3.000–3.500 gugur dalam pertempuran 1.650 dihukum mati 46 hilang 4 tewas di kamp penjara Swedia 55 gugur dalam pertempuran Jerman 450–500 gugur dalam pertempuran[5] Total 5.300–5.600 korban jiwa |
Merah 4.500–5.500 gugur dalam pertempuran 10.000 dihukum mati 2.000 hilang 11.000–13.500 tewas di kamp penjara Rusia 800-1.000 gugur dalam pertempuran 1.500–1.800 dihukum mati[5] Total 27.400–33.100 korban jiwa |
Perang Saudara Finlandia (27 Januari – 15 Mei 1918) adalah perang saudara yang memperebutkan kepemimpinan Finlandia pada masa transisi dari periode keharyapatihan di bawah kendali Rusia menjadi negara merdeka. Konflik ini merupakan bagian dari kekacauan nasional, politik dan sosial yang diakibatkan oleh Perang Dunia I di Front Timur Eropa. Perang ini berlangsung antara kaum merah yang dipimpin oleh Partai Demokratik Sosial melawan kaum putih yang dipimpin oleh Senat yang non-sosialis dan konservatif. Kelompok paramiliter Garda Merah yang terdiri dari pekerja industri dan agrarian menguasai kota-kota dan pusat industri di Finlandia selatan. Kelompok paramiliter Garda Putih yang terdiri dari para petani dan faksi kelas menengah dan atas menguasai wilayah pedesaan di Finlandia utara dan tengah.[6]
Pada tahun 1917 (ketika Finlandia masih bagian dari kekaisaran Rusia), Finlandia mengalami pertumbuhan penduduk yang tinggi, industrialisasi, preurbanisasi dan munculnya gerakan buruh. Sistem politik dan pemerintahan Finlandia sedang melewati fase demokratisasi dan modernisasi yang tidak stabil, sementara keadaan sosioekonomi dan budaya rakyat secara perlahan membaik. Perang Dunia I telah memicu runtuhnya Kekaisaran Rusia dan perebutan kekuasaan, militerisasi, serta krisis antara gerakan buruh Finlandia melawan kaum konservatif. Deklarasi kemerdekaan Finlandia pada 6 Desember 1917 telah gagal mencegah disintegrasi masyarakat.
Kaum merah melancarkan serangan yang gagal pada Februari 1918 meskipun mendapat bantuan senjata dari Rusia Soviet. Serangan balasan oleh kaum putih dimulai pada bulan Maret dan diperkuat oleh pasukan Jerman pada bulan April. Pertempuran yang menentukan jalannya perang ini adalah pertempuran Tampere dan Viipuri yang dimenangkan oleh kelompok putih dan pertempuran Helsinki dan Lahti yang dimenangkan oleh tentara Jerman, sehingga membawa kemenangan kepada mereka. Baik kelompok merah maupun putih menggunakan taktik teror politik. Banyak anggota kelompok merah yang tewas akibat malagizi dan penyakit di kamp-kamp penjara. Secara keseluruhan, 39.000 orang tewas dalam perang, termasuk 36.000 orang Finlandia (dari jumlah populasi sekitar 3 juta).
Setelah perang ini berakhir, Finlandia lepas dari cengkeraman Rusia dan masuk ke lingkup pengaruh Kekaisaran Jerman. Senat Finlandia yang konservatif mencoba mendirikan monarki Finlandia, tetapi rencana ini dibatalkan setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I. Finlandia kemudian menjadi republik demokratik yang independen. Perang ini telah memecah bangsa Finlandia selama bertahun-tahun dan masih menadi salah satu peristiwa yang paling bermuatan emosional dalam sejarah Finlandia. Masyarakat Finlandia disatukan kembali melalui kompromi sosial yang didasarkan pada budaya politik dan agama moderat serta pemulihan ekonomi pasca perang.[7]
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Conspirative co-operation between Germany and Russian Bolsheviks 1914-1918, Pipes 1996, hlm. 113–149, Lackman 2009, hlm. 48–57
- ^ a b Arimo 1991, hlm. 19–24, Manninen 1993a, hlm. 24–93, Manninen 1993b, hlm. 96–177, Upton 1981, hlm. 107, 267–273, 377–391
- ^ Ylikangas 1993a, hlm. 55–63
- ^ Muilu 2010, hlm. 87–90
- ^ a b Paavolainen 1966, Paavolainen 1967, Paavolainen 1971, Upton 1981, hlm. 191–200, 453–460, Eerola & Eerola 1998, Roselius 2004, hlm. 165–176, Westerlund & Kalleinen 2004, hlm. 267–271, Westerlund 2004a, hlm. 53–72, Tikka 2014, hlm. 90–118
- ^ Upton 1980b, Alapuro 1988, Payne 2011, hlm. 25–32, Tepora & Roselius 2014a
- ^ Tepora & Roselius 2014b, hlm. 1–16