Lompat ke isi

Posisi utang luar negeri Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejak krisis ekonomi tahun 1997, Indonesia terus menerus dibelit oleh utang. Kurang lebih separuh dari anggaran negaranya adalah untuk pembayaran utang.

Jumlah dan asal utang Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.[1]

Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:

  1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
  2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
  3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
  4. Jerman dengan USD 3,808 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
  5. Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.

Pembayaran utang

[sunting | sunting sumber]

Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun.[2] Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.[3]

Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.[4] Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.[5]

Angka kemiskinan dan pengangguran

[sunting | sunting sumber]

Sejak krisis, angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Berdasar data Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia (BPS) bahwa 17,7 persen atau 39 juta penduduk Indonesia tergolong kategori penduduk miskin. Pengangguran sebanyak 10,4 persen. Di antara 100 juta angkatan kerja menganggur, 10,5 j pengangguran terbuka. pelunasan tersebut berdampak ekonomis dan politis

Perbaikan ekonomi makro

[sunting | sunting sumber]

Adanya perbaikan ekonomi makro ditandai dengan:

  • Rendahnya angka inflasi pada September 2006 yang hanya mencapai 0,38 persen yang membuat ekspektasi inflasi tahun 2006 kembali satu digit dibawah 8 persen.
  • Pembayaran utang yang berimbang (balance of payment) yang membaik
  • Nilai tukar rupiah yang cukup stabil, yaitu sebesar Rp.9.200 per USD.

Angka-angka tersebut cukup menjanjikan bagi peningkatan perekonomian.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Suara Pembaruan[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ "Walhi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-03. Diakses tanggal 2007-06-04. 
  3. ^ "Harian Sinar Indonesia Baru, 25 Mei 2007". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 2007-06-04. 
  4. ^ Kompas Cyber Media, Kamis, 12 Oktober 2006
  5. ^ Kompas Cyber Media, Selasa, 14 Februari 2006[pranala nonaktif permanen]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]