Tantu Pagelaran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gunung Pawitra (Penanggungan) di Jawa Timur, dikelilingi bukit yang simetris, dipercaya sebagai bagian pucuk Gunung Meru yang disebutkan dalam kitab Tantu Pagelaran

Tantu Pagelaran atau Tangtu Panggelaran adalah kitab Jawa kuno berbahasa Kawi yang berasal dari masa Majapahit sekitar abad ke-15. Kitab ini berkisah tentang mitos asal mula pulau Jawa.[1]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Naskah ini ditulis pada abad ke-15 masehi, dan berasal dari Jawa Timur.[2] Stuart Robson dan Hadi Sidomulyo mengajukan pendapat bahwa asal mula kisah ini mungkin sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Kediri karena referensi topografi dan historis dalam naskah ini.[3] Meskipun naskah asli ini tidak terpisah dalam jeda, sejarahwan kontemporer mencoba membagi naskah ini dalam beberapa bagian untuk alasan kemudahan. Pada tahun 1924 naskah terjemahan dalam bahasa Belanda karya Theodoor Pigeaud membagi naskah ini dalam tujuh bab, terkait dengan pokok bahasan naskah. Terjemahan berbahasa Inggris oleh Robson dan Sidomulyo membagi naskah kedalam tiga bagian utama.[2]

Legenda pemindahan Meru ke Jawa[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab ini dikisahkan Batara Guru (Siwa) memerintahkan dewa Brahma dan Wishnu untuk mengisi pulau Jawa dengan manusia. Karena pulau Jawa saat itu masih mengambang di lautan luas, terombang-ambing, dan senantiasa berguncang, para dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Mahameru di India ke atas Pulau Jawa.[4]

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular naga raksasa yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.

Dewa-dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Siwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru.[5]

Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. Wisnu kemudian menjadi raja yang pertama yang berkuasa di pulau Jawa dengan nama Kandiawan. Ia mengatur pemerintahan, masyarakat, dan keagamaan.

Penafsiran[sunting | sunting sumber]

Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali yang bergunung-gunung sesuai dengan mitologi Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru atau Mahameru yang dianggap sebagai tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara bumi (manusia) dan Kahyangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan mahluk halus. Selain itu legenda yang menyebutkan pulau Jawa yang kadang-kadang terguncang dianggap sebagai cara pandang tradisional untuk menjelaskan fenomena gempa bumi.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Nurhajarini, Dwi Ratna; Suryami; Guritno, Sri (1999). Kajian Mitos dan Nilai Budaya dalam Tantu Panggelaran (dalam bahasa Indonesia). Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia. 
  2. ^ a b Stuart, Robson; Sidomulyo, Hadi (2021). Threads of the Unfolding Web: The Old Javanese Tantu Panggĕlaran. ISEAS - Yusof Ishak Institute. hlm. 4–5. ISBN 9789814881999. 
  3. ^ Stuart, Robson; Sidomulyo, Hadi (2021). Threads of the Unfolding Web: The Old Javanese Tantu Panggélaran. ISEAS - Yusof Ishak Institute. hlm. 4. Beberapa tempat keagamaan yang ditulis juga disebutkan dalam pupuh 78.7 kitab Desawarnana (1365), tetapi nagara ("kota") yang disebutkan hanya Daha dan Galuh, menugarah ke kemungkinan bahwa asal mula naskah ini harus dicari pada zaman Kadiri, sebelum zaman Singhasari atau Majapahit, ditaksir sebelum tahun 1222. 
  4. ^ Soekmono, Dr R. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Kanisius. hlm. 119. ISBN 979-413-290-X. 
  5. ^ Andryanto, S. Dian (2021-12-06). "Kitab Kuno Tantu Panggelaran: Asal Mula Gunung Semeru dan Tonggak Pulau Jawa". Tempo. Diakses tanggal 2023-08-27. 

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Dr. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta, Kanisius, 1973