Undang-Undang Koronavirus 2020

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Undang-Undang Koronavirus 2020
(Coronavirus Act 2020)
Judul panjangUndang-undang untuk membuat ketentuan yang berhubungan dengan koronavirus; dan untuk tujuan yang terkait.
Kutipan2020 k. 7
Introduced byMatt Hancock, Sekretaris Negara untuk Kesehatan dan Perawatan Sosial (Commons)
James Bethell, Baron Bethell ke-5 (Lords)
Territorial extentInggris dan Wales, Skotlandia, Irlandia Utara (bervariasi menurut ketentuan)[1]
Dates
Pengesahan kerajaan25 Maret 2020
Commencement25 Maret 2020[a]
Other legislation
Relates toUndang-Undang Kontinjensi Sipil 2004
Undang-Undang Koronavirus (Skotlandia) 2020
Status: Unknown
History of passage through Parliament
Text of statute as originally enacted
Revised text of statute as amended

Undang-Undang Koronavirus 2020 (Inggris: Coronavirus Act 2020 (c. 7)) merupakan sebuah undang-undang di Parlemen Britania Raya sehingga pemerintah memiliki kekuatan darurat untuk menangani pandemi COVID-19 di Britania Raya. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membatasi atau menangguhkan acara-acara pertemuan di area publik, mengisolali setiap warga yang diduga terinfeksi COVID-19, dan berhak untuk mengatur berbagai sektor demi meminimalkan penularan wabah penyakit, serta mempermudah para pelayan kesehatan masyarakat, dan yang terkena dampak ekonomi karena COVID-19. Ruang publik yang dimaksudkan ke dalam undang-undang tersebut diantaranya kantor Layanan Kesehatan Nasional, kawasan perawatan sosial, sekolah, kantor polisi, kantor Border Force, kantor dewan lokal, pemakaman dan juga kantor pengadilan. Undang-undang Koronavirus diperkenalkan ke parlemen pada tanggal 19 Maret 2020, dan disahkan di House of Commons tanpa pemungutan suara pada 23 Maret 2020, dan di House of Lords pada 25 Maret 2020. Kemudian undag-undang diterima dengan persetujuan kerajaan pada tanggal 25 Maret 2020.[2]

Para politikus dari berbagai partai di Britania Raya, termasuk partai Konservatif, partai Tenaga Kerja, partai Liberal Demokrat, dan juga partai Hijau menuntut supaya parlemen mengawasi dengan ketat pembentukan undang-undang koronavirus sementara hal itu diperdebatkan di Parlemen.[3] Berbagai kelompok advokasi seperti Liberty dan Hak Disabilitas Inggris, meminta supaya undang-undang ini diteliti dengan baik dan dianggap memiliki pengaruh tidak baik terhadap hak asasi manusia, baik selama ataupun sesudah pandemi terjadi.[4]

Sejarah legislatif[sunting | sunting sumber]

Pada tanggal 19 Maret 2020, undang-undang koronavirus ini diperkenalkan pertama kali oleh Matt Hancock, yang merupakan Sekretaris Negara untuk Kesehatan dan Perawatan Sosial Britania Raya.[5] Kemudian dilakukan tahapan pertimbangan di House of Commons pada tanggal 23 Maret tanpa melalui pemungutan suara.[6] Selanjutnya pada tanggal 25 Maret 2020, undang-undang tersebut menerima tahap pertimbangan di House of Lords, dan akhirnya menerima persetujuan kerajaan (royal assent) pada 25 Maret 2020.[7]

Pada tanggal 21 Maret 2020, David Davis, seorang anggota parlemen dari partai Konservatif dan juga mantan Sekretaris Brexit, mengajukan adanya amandemen dalam membatasi waktu RUU selama satu tahun, dan mengancam melakukan pemberontakan backbench jika hal tersebut tidak dilakukan.[8][b] Tanggal 23 Maret 2020, pemerintah kemudian mempertimbangkan usulan dari anggota parlemen Konservatif dan Buruh, sehingga RUU wajib diperbaharui setiap enam bulan.[10]

Ketentuan[sunting | sunting sumber]

Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang koronavirus ini memiliki batas waktu yakni hanya selama dua tahun setelah disahkan. Hal-hal yang dibatasi atau dilarang menurut undang-undang ini termasuk mengatur pertemuan di tempat umum, mengontrol penggunaan transportasi publik, pembatasan jam operasi atau bahkan ditutup untuk toko dan restoran, melakukan isolasi bagi warga yang diduga terinfeksi COVID -19, menangguhkan pelayanan di pelabuhan dan bandara, menutup sementara lembaga pendidikan dan tempat penitipan anak, mendaftarkan setiap mahasiswa kedokteran dan juga pensiunan petugas kesehatan ke dalam layanan kesehatan, melonggarkan peraturan bagi petugas kesehatan, dan setiap kasus kematian dijaga dengan ketat untuk beberapa wilayah tertentu.[11][12][13][14][15]

Undang-undang koronavirus juga mengatur strategi dalam memulihkan ekonomi pasca terjadinya pandemi COVID-19. Beberapa kekuatan yang disahkan yakni tidak melalukan penggusuran bagi penyewa, melindungi para sukarelawan darurat supaya tidak menganggur, serta memberikan perlindungan asuransi khusus bagi staf perawatan kesehatan yang mengambil tanggung jawab tambahan.[16] Pemerintah juga akan mengganti biaya gaji bagi karyawan yang terkena dampak COVID-19, juga kepada pemberi kerja, dan supermarket diminta untuk melaporkan kepada pemerintah jika mengalami masalah pasokan barang.[17]

Penerimaan[sunting | sunting sumber]

Pada 19 Maret 2020, BBC News melaporkan bahwa ada kesepakatan di Parlemen tentang ketentuan yang terkandung di dalam undang-undang tersebut, namun beberapa anggota parlemen mengkritik terkait jangka waktu penerapan yang diperpanjang.[16] Backbencher dari partai Konservatif, Steve Baker, enggan untuk mendukung RUU tersebut, tetapi mengatakan bahwa hal itu menjadikan "masyarakat distopia" (masyarakat yang tidak didambakan) dan mendesak pemerintah untuk tidak membiarkan tindakan tersebut berlanjut.[18]

Mantan pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn menulis surat kepada Perdana Menteri, Boris Johnson pada tanggal 18 Maret 2020 dan meminta supaya anggota parlemen memiliki suara untuk dapat memperbarui RUU tersebut setiap enam bulan,[19] sementara anggota parlemen dari Partai Buruh Chris Bryant berpendapat bahwa RUU tersebut harus diperbarui setiap 30 hari.[20] Sementara itu, pemimpin partai Liberal Demokrat, Ed Davey, juga meminta supaya RUU tersebut lebih sering diteliti oleh parlemen.[19]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Menurut bagian 87–88 dari Undang-undang tersebut, Undang-undang koronavirus secara keseluruhan dapat mulai diterapkan pada hari disahkan, namun berbagai ketentuan spesifik akan mulai berlaku sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah; otoritas nasional dapat menangguhkan dan juga menghidupkan kembali ketentuan Undang-undang.
  2. ^ Dalam sistem parlementer dunia barat, backbencher adalah anggota parlemen (MP) atau legislator yang tidak menduduki jabatan pemerintahan dan bukan juru bicara barisan depan di Oposisi, melainkan hanya anggota dari "pangkat dan arsip". Istilah ini berasal dari tahun 1855.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Section 100 of the Act". www.legislation.gov.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 21 Maret 2021. 
  2. ^ "Coronavirus Act 2020 receives Royal Assent | Cambridge Network". www.cambridgenetwork.co.uk. Diakses tanggal 21 Maret 2021. 
  3. ^ "The coronavirus crackdown sets a dangerous precedent". www.spectator.co.uk. Diakses tanggal 21 Maret 2021. 
  4. ^ Fouzder, Monidipa (10 September 2020). "Civil liberties group campaigns to scrap Coronavirus Act". Law Gazette (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 21 Maret 2021. 
  5. ^ "Coronavirus Bill 2019-21". www.parliament.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  6. ^ Morrison, Sean (24 Maret 2020). "Emergency coronavirus legislation clears Commons as strict lockdown measures introduced across UK". The Evening Standard (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  7. ^ "Lords debates emergency Covid-19 legislation". www.parliament.uk (dalam bahasa Inggris). 24 Maret 2020. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  8. ^ Schofield, Kevin (21 Maret 2020). "Boris Johnson faces Commons rebellion over coronavirus emergency powers bill". PoliticsHome (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  9. ^ "Backbench", Merriam-Webster Dictionary; Diakses pada tanggal 22 Maret 2021.
  10. ^ Cowburn, Ashley (23 Maret 2020). "Coronavirus: MPs will review new emergency measures every six months after government relents to pressure". The Independent (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  11. ^ O'Donoghue, Daniel (18 Maret 2020). "Coronavirus: What new powers will Boris Johnson have under emergency virus legislation?". The Press and Journal. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  12. ^ "Coronavirus: Emergency laws will give powers to close airports and detain and quarantine people". Sky News. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  13. ^ "Government to get right to force people into self-isolation under emergency laws". i. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  14. ^ Walker, Peter (17 Maret 2020). "Retired and student medics may be called in to tackle Covid-19 in UK". The Guardian. ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2 Maret 2021. 
  15. ^ "Police allowed to detain infected people under emergency coronavirus laws". The Independent. 17 Maret 2020. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  16. ^ a b "Coronavirus: Emergency legislation set out". BBC News. 19 Maret 2020. Diakses tanggal 21 Maret 2021. 
  17. ^ Davies, Gareth (20 Maret 2020). "UK coronavirus lockdown plans: What the Government advice means for you". The Daily Telegraph. Diarsipkan dari versi asliPerlu langganan berbayar tanggal 2020-03-21. Diakses tanggal 22 Maret 2021. Mewajibkan setiap supermarket untuk memberikan informasi kepada Pemerintah tentang apakah akan ada masalah terhapa pasokan barang mereka; Mengizinkan pemberi kerja untuk mengklaim biaya pembayaran sakit menurut undang-undang dari Pemerintah di mana seorang karyawan mengidap koronavirus 
  18. ^ Diver, Tony; Bowman, Verity; Davies, Gareth; Gartner, Annelies (22 March 2020). "Coronavirus: Boris Johnson announces three-week UK lockdown". The Daily Telegraph. Diakses tanggal 22 Maret 2021 – via www.telegraph.co.uk. 
  19. ^ a b Cowburn, Ashley (19 Maret 2020). "Coronavirus: Labour demands Boris Johnson give MPs votes every six months on emergency powers". The Independent. Diakses tanggal 22 Maret 2021. 
  20. ^ Bryant, Chris (19 Maret 2020). "Some powers in the Coronavirus Bill are draconian and impinge on people's liberty". PoliticsHome. Diakses tanggal 22 Maret 2021.