Waduk Jatigede

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Waduk Jatigede
NegaraIndonesia
LokasiSumedang, Jawa Barat
Koordinat6°51′23″S 108°05′41″E / 6.85639°S 108.09472°E / -6.85639; 108.09472Koordinat: 6°51′23″S 108°05′41″E / 6.85639°S 108.09472°E / -6.85639; 108.09472
KegunaanSerbaguna
StatusDigunakan
Mulai dibangun2007
Mulai dioperasikan2015
Biaya konstruksiUS$ 467 juta
PemilikKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KontraktorSinohydro, Wijaya Karya, Hutama Karya, Waskita Karya, Pembangunan Perumahan
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan
Tinggi110 m (361 ft)
Panjang1.715 m (5.627 ft)
Lebar puncak12 m (39 ft)[1]
Volume bendungan6.700.000 m3 (8.763.269 cu yd)
Ketinggian di puncak265 m (869 ft)
MembendungSungai Cimanuk
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahLuncur
Kapasitas pelimpah4.468 m3/s (157.786 cu ft/s)
Waduk
Kapasitas normal980.000.000 m3
Kapasitas aktif877.000.000 m3
Luas tangkapan1.462 km2 (564 sq mi)
Luas genangan41,22 km2 (16 sq mi)
Ketinggian normal260 m (853 ft)
PLTA Jatigede
PengelolaPerusahaan Listrik Negara
Mulai dioperasikan2024 (estimasi)
JenisKonvensional
Kepala hidraulik170 m (558 ft) (desain)
Jumlah turbin2
Kapasitas terpasang110 MW[2]

Waduk Jatigede adalah sebuah waduk yang terletak di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.[3] Pembangunan waduk ini telah lama direncanakan sejak zaman Hindia Belanda. Waduk ini mulai dibangun pada tahun 2008 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan baru diresmikan pada tahun 2015 serta beroperasi penuh pada tahun 2017 di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.[4]

Waduk ini dibangun dengan membendung aliran Sungai Cimanuk di Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang. Kapasitas tampung waduk ini mencapai 979,5 juta meter kubik. Waduk ini merupakan waduk dengan kapasitas tampung terbesar kedua di Indonesia, setelah Waduk Jatiluhur.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Pembangunan waduk ini telah direncanakan sejak zaman Hindia Belanda. Kala itu, Pemerintah Hindia Belanda merencanakan pembangunan tiga waduk di sepanjang aliran Sungai Cimanuk dengan waduk ini sebagai waduk utama dan terbesar. Akan tetapi, pembangunan ketiga waduk tersebut mendapat penolakan dari masyarakat sekitar sehingga pembangunannya dibatalkan. Pada tahun 1963, Presiden Soekarno kembali menggagas pembangunan waduk ini, tetapi pembangunan waduk ini ditunda, karena ketiadaan dana. Baru pada dekade 1990-an, rencana pembangunan waduk ini diseriusi.[5]

Langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah merelokasi masyarakat yang tinggal di wilayah calon genangan. Area genangan Waduk Jatigede meliputi 28 desa di Kecamatan Darmaraja, Kecamatan Wado, Kecamatan Jatigede dan Kecamatan Jatinunggal. Relokasi pertama dilakukan pada tahun 1982. Waduk ini lalu mulai dirancang pada tahun 1988, dan baru mulai dibangun 20 tahun kemudian, yakni pada tahun 2007-2015.[6] Pada tanggal 31 Agustus 2015, dilakukan penggenangan waduk sekaligus peresmian waduk ini oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono. Waduk Jatigede dibangun dengan biaya mencapai US$ 467 juta atau setara dengan Rp 6.538.000.000.000 (asumsi kurs rupiah Rp 14.000).[7]

Fungsi[sunting | sunting sumber]

Foto 360 derajat
Berkas info • Tampilkan sebagai foto 360° derajat

Waduk Jatigede terutama difungsikan untuk mengairi lahan pertanian dan membangkitkan listrik. Selain itu, waduk ini juga difungsikan sebagai sarana budidaya perikanan air tawar, sarana olahraga air, sarana rekreasi, dsb.

Waduk Jatigede difungsikan untuk mengairi lahan pertanian seluas 87.804 hektar di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka. Selain itu, air dari Waduk Jatigede juga akan dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 110 MW yang saat ini sedang dibangun oleh PLN. Waduk ini juga akan memasok air bersih bagi warga sekitar dengan kapasitas hingga 3.500 meter kubik per detik. Selain itu, waduk ini juga akan meredam terjadinya banjir di wilayah seluas 14.000 hektar di Jawa Barat.[8][1]

Selain memiliki manfaat teknis, Waduk Jatigede juga menawarkan keindahan alam yang 'tak sengaja' terbentuk akibat proses penggenangan. Puncak-puncak bukit yang berada di area genangan berpadu dengan hamparan air yang merefleksikan birunya warna langit menciptakan pemandangan indah yang memanjakan mata. Memanfaatkan keindahan tersebut, masyarakat sekitar pun menjadikan lokasi tersebut sebagai kawasan wisata alam.[9]

Dampak sosial[sunting | sunting sumber]

Demonstrasi penolakan penggenangan waduk

Pembangunan Waduk Jatigede menimbulkan persoalan yang kompleks. Selain mengakibatkan 16.000 warga Kabupaten Sumedang terdampak, pembangunan Waduk Jatigede juga menimbulkan bencana ekologi yang menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta lahan hijau produktif, ancaman pengangguran masif, dan puluhan situs kebudayaan Sunda sejak era abad ke-8 hingga Kerajaan Pajajaran terancam tenggelam. Proyek strategis nasional ini pun menyisakan persoalan yang belum terselesaikan hingga peresmian penggenangan waduk ini oleh Presiden Joko Widodo pada akhir bulan Agustus 2015.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Joga, Nirwono dan Soetomo, Agus (2020). 75 Bendungan Sumber Kehidupan dan Kesejahteraan Rakyat (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. hlm. 36–41. ISBN 978-623-94752-4-6. 
  2. ^ Rahmawati, Debby (2011). "Jatigede Dam" (dalam bahasa Indonesian). Department of Civil Engineering University Gunadarma. Diakses tanggal 20 January 2012. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Goldsmith, Edwards dan Nicholas Hildyard (1993). Dampak Sosial dan Lingkungan Bendungan Raksasa. Yayasan Obor Indonesia. 
  4. ^ Waduk Jatigede Beroperasi Penuh
  5. ^ Novrianto, R., dan Waluyo, D., ed. (April 2016). Membangun Infrastruktur dari Pinggiran: Rahasia Satu Tahun Membangun Infrastruktur Indonesia (PDF). Pustaka Spirit. hlm. 31. ISBN 978-602-1118-66-5. 
  6. ^ Ini Latar Belakang Proyek Jatigede, Waduk Terbesar Kedua di RI
  7. ^ Pembangunan Waduk Jatigede Habiskan Dana Rp 6,5 Triliun
  8. ^ Ini Penampakan Waduk Jatigede Setelah Digenangi Air
  9. ^ Manfaatkan Indahnya Waduk Jatigede, Warga Kembangkan Kawasan Wisata[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]