Lompat ke isi

Teungku Chik di Tiro: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 5°24′52.3″N 95°28′29.2″E / 5.414528°N 95.474778°E / 5.414528; 95.474778
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
 
(41 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
{{Infobox Person
| honorific_prefix =
| name = Muhammad Saman Tiro
| name = Teungku Chik di Tiro
| image = Cik Di Tiro.jpg
| honorific_suffix =
| image_size =
| native_name =
| caption = Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman
| native_name_lang =
| native_name = Muhammad Saman
| birth_date = [[1 Januari]] [[1836]]
{{double image|center|Cik Di Tiro.jpg|145|Cik Di Tiro.jpg|134|Chik di Tiro.jpg|150|<center><small>Teungku Chik di Tiro.}}
| birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Tiro]], [[Kabupaten Pidie|Pidie]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| alt =
| birth_name = Muhammad Saman
| known_for = Ulama <br> Pahlawan Kemerdekaan Aceh
| birth_date = {{birth year|1836}}
| death_date = {{death date and age|1891|1|31|1836|1|1}}
| birth_place = Tiro, [[Aceh]], [[Hindia Belanda]]
| death_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Aceh Besar|Aneuk Galong, Aceh Besar]], [[Kesultanan Aceh Darussalam]]
| death_cause = Meninggal karena diracun oleh Belanda
| death_date = {{death year and age|1891|1836}}
| death_place = [[Banda Aceh|Kutaraja]], Aceh, Hindia Belanda
| burial_place = Meureu,[[Indrapuri, Aceh Besar]]
| burial_coordinates = {{coord|5|24|52.3|N|95|28|29.2|E|type:History_region:ID|display=inline,title}}
| death_cause = Konsumsi makanan beracun
| body_discovered =
| opponents = {{negara|Belanda}} Hindia Belanda
| resting_place = Meureu, Aceh Besar
| spouse =
| children = 1.Fatimah <br> 2.Muhammad Amin, <br> 3.Mahyiddin, <br> 4.Ubaidillah, <br> 5.Muhammad Ali Zainal Abidin, dan <br> 6.Teungku Lambada.
| resting_place_coordinates =
| monuments =
| parents = Teungku Sjech Abdullah<br>
Siti Aisyah
| nationality =
| other_names =
| relatives = Teungku Chik Dayah Tjut di Tiro (Paman)
| ethnicity =
| family = Teungku Ma'at Di Tiro (Cucu) <br>
[[Teungku]] [[Hasan Tiro]] (Cicit)
| citizenship =
| occupation = Guru Agama, pejuang gerilya
| honours = [[Pahlawan]] [[Kemerdekaan]] [[Aceh]]
| years_active =
| religion = Islam
| spouse =
| partner =
| children = 5
| parents =
| relatives = [[Hasan di Tiro]] <small>(cicitnya)</small>
}}
}}
'''Teungku Chik di Tiro''' ([[Bahasa Aceh]], artinya ''Imam ulama di daerah Tiro'') atau '''Muhammad Saman''' ([[Tiro]], [[Kabupaten Pidie|Pidie]], [[1836]] – [[Aneuk Galong]], [[Aceh Besar]], [[Januari]] [[1891]]), adalah seorang [[pahlawan nasional]] dari [[Aceh]].
'''[[Teungku]] Chik di Tiro Muhammad Saman''' ([[Tiro, Pidie]], [[1 Januari]] [[1836]] – Aneuk Galong, [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]], [[31 Januari]] [[1891]]) adalah seorang [[pahlawan nasional]] dari [[Pedir]].


== Riwayat ==
Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun [[1836]], bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, [[Tiro]], daerah [[Kabupaten Pidie|Pidie]], Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.
[[Berkas:Jeurat Teungku Chik di Tiro.JPG|jmpl|kiri|Gerbang masuk makam Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.]]
Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada [[1 Januari]] [[1836]], bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, [[Tiro]], daerah [[Kabupaten Pidie|Pidie]], Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.


Ketika ia menunaikan ibadah haji di [[Mekkah]], ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan [[Islam]] yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan [[kolonialisme]]. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan [[Perang Sabil]].
Ketika ia menunaikan ibadah haji di [[Mekkah]], ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan [[Islam]] yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan [[kolonialisme]]. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan [[Perang Sabil]].<ref>{{Cite web |url=https://www1-media.acehprov.go.id/uploads/Chik_Di_Tiro.pdf |title=Teungku Chik Ditiro |access-date=2020-04-29 |archive-date=2017-06-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170627061305/http://www1-media.acehprov.go.id/uploads/Chik_Di_Tiro.pdf |dead-url=yes }}</ref>


== Memimpin perjuangan ==
Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng [[Belanda]] dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (''concentratie stelsel'') yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.
Pada 1880, ketika pasukan Belanda dipimpin Jenderal Karen van der Heyden telah menaklukkan daerah Aceh Besar, pejuang Aceh yang bersembunyi di kaki Gunung Seulawah datang berkumpul di Gunung Biram, Lamtamot. Mereka memikirkan langkah yang harus diambil: menyerah atau melawan. Hasil pertemuan itu adalah mereka meminta bantuan dengan mengirim utusan ke daerah Pidie.


Ketika utusan Gunung Biram tiba di Pidie, mereka mendapat kesan dari ulama dan uleebalang Pidie bahwa pusat pimpinan ulama Pidie adalah di Tiro. Mereka kemudian menemui Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut, paman Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman. Kepadanyalah utusan Gunung Biram menyampaikan amanat yang dibawanya itu.
Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_00266.pdf Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman) : pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891)]</ref> Bukti kehebatan beliau dapat dilihat dari banyaknya pergantian gubernur Belanda untuk Aceh semasa perjuangan beliau (1881-1891) sebanyak 4 kali, yaitu:
* Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
* Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
* Henry Demmeni (1884-1886)
* Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)


[[Berkas:Kandang Teungku Chik di Tiro.jpg|jmpl|300px|ki|Bangunan makam Teungku Chik di Tiro]]
<gallery>
Berkas:A. Pruijs van der Hoeven. 1900 G. Kepper.jpg|Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
Berkas:Laging Tobias.jpg|Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
Berkas:Demmeni, H.jpg|Henry Demmeni (1884-1886)
Berkas:Teijn, HKF van. Generaal majoor, civiel en militair gouverneur van Atjeh eo.; eigen haard 1889.jpg|Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)
</gallery>


Setelah kedatangan utusan Gunung Biram, ulama Tiro menggelar rapat dua kali di Dayah Krueng dan Daya Lampoh Raja. Hasil pertemuan itu menyepakati bahwa ulama Tiro harus segera membantu perjuangan di Aceh Besar. Namun, utusan Gunung Biram meminta seorang pemimpin dari Tiro, karena semangat perlawanan di sana sudah luntur sehingga membutuhkan pemimpin yang dapat membangkit kembali semangat mengusir Belanda. Pemimpin itu juga harus ikut ke medan perang.
Belanda yang merasa kewalahan akhirnya memakai "siasat liuk" dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi [[racun]]. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari [[1891]] di benteng Aneuk Galong.


Orang-orang yang hadir dalam rapat itu tidak ada yang ingin mengemukakan diri menjadi sosok pemimpin perlawanan terhadap Belanda di Aceh Besar. Tiba-tiba, Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut mengatakan bahwa keponakannya, Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman yang baru pulang dari Mekkah, hendak berbicara. Dia mengatakan bersedia memimpin perang di Aceh Besar.<ref>{{Cite news|last=Razali|first=Habil|date=16 April 2021|title=Jejak Perang di Masjid Tuha: Tempat Ulama Tiro Berjihad Usir Belanda|url=https://kumparan.com/acehkini/jejak-perang-di-masjid-tuha-tempat-ulama-tiro-berjihad-usir-belanda-1-1vYxTP2I8Z2|work=kumparan/acehkini|access-date=2021-08-09}}</ref>
Salah satu cucunya adalah [[Hasan di Tiro]], pendiri dan pemimpin [[Gerakan Aceh Merdeka]].<ref>[[Kyodo]], ''[http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m0WDQ/is_2006_Jan_2/ai_n15991099 Indonesia to reopen ties with Sweden following Aceh peace deal]'', 2 Januari 2006</ref>

[[Berkas:Jeurat Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.JPG|jmpl|Kubur Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman]]

Di bawah pimpinan Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman dalam perang sabil, satu persatu benteng [[Belanda]] dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (''concentratie stelsel'') yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_00266.pdf Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman): pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891)]</ref> Selama ia memimpin peperangan terjadi 4 kali pergantian gubernur Belanda yaitu [[Abraham Pruijs van der Hoeven]] (1881-1883), [[Philip Franz Laging Tobias]] (1883-1884), [[Henry Demmeni]] (1884-1886) dan [[Henri Karel Frederik van Teijn]] (1886-1891)

Belanda akhirnya memakai siasat lain dengan cara meracunnya. Muhammad Saman akhirnya meninggal pada bulan Januari [[1891]] di benteng Aneuk Galong.<ref>{{Cite news|url=https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-2435366/mengenal-pahlawan-teungku-cik-di-tiro-di-aceh-besar|title=Mengenal Pahlawan Teungku Cik di Tiro di Aceh Besar|last=Fitri|first=Aulia|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id|access-date=2020-04-29}}</ref>

== Lain-lain ==
Salah satu cucunya adalah [[Hasan di Tiro]], pendiri dan pemimpin [[Gerakan Aceh Merdeka]].<ref>[[Kyodo]], ''[http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m0WDQ/is_2006_Jan_2/ai_n15991099 Indonesia to reopen ties with Sweden following Aceh peace deal] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070311025818/http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m0WDQ/is_2006_Jan_2/ai_n15991099 |date=2007-03-11 }}'', 2 Januari 2006</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

* [[Tiro]]
* [[Tiro]]
* [[Teungku]]
* [[Teungku]]
* [[Hasan Muhammad di Tiro]]
* [[Hasan Muhammad di Tiro]]
* [[Wali Negara Aceh]]


== Referensi ==
== Referensi ==

{{reflist}}
{{reflist}}


== Pranala Luar ==
== Pranala luar ==
* Yakub, Ismail. 1960. [http://acehbooks.org/pdf/ACEH_00266.pdf Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman) : pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891)]. Jakarta: Bulan Bintang
* Ishak, Jauhari. 1984. [http://acehbooks.org/pdf/ACEH_02556.pdf Pahlawan-pahlawan nasional dari Aceh : Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Teungku Chik Di Tiro, Panglima Polem, Cut Meutia, Teuku Nyak Arif]. Jakarta: Meudanghara Putra
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/294-pahlawan/3526-cik-di-tiro "Panglima Perang Aceh" Bio Teungku Cik Di Tiro di Ensiklopedi Tokoh Indonesia]


* Yakub, Ismail. 1960. [http://acehbooks.org/pdf/ACEH_00266.pdf Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman): pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891)]. Jakarta: Bulan Bintang
{{DEFAULTSORT:Di Tiro, Teungku Cik}}
* Ishak, Jauhari. 1984. [http://acehbooks.org/pdf/ACEH_02556.pdf Pahlawan-pahlawan nasional dari Aceh: Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Teungku Chik Di Tiro, Panglima Polem, Cut Meutia, Teuku Nyak Arif]. Jakarta: Meudanghara Putra
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/294-pahlawan/3526-cik-di-tiro "Panglima Perang Aceh" Bio Teungku Cik Di Tiro di Ensiklopedi Tokoh Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120114210608/http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/294-pahlawan/3526-cik-di-tiro |date=2012-01-14 }}


{{Pahlawan Indonesia}}
{{Pahlawan Indonesia}}


{{lifetime|1836|1891|Di Tiro, Teungku Cik}}
{{indo-bio-stub}}


{{Authority control}}
{{lifetime|1836|1891|}}


[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Pidie]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh di Nusantara]]
[[Kategori:Perang Aceh]]
[[Kategori:Sejarah Aceh]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Pidie]]
[[Kategori:Tiro, Pidie]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]]
[[Kategori:Wali Negara Aceh]]
[[Kategori:Tokoh dari Aceh Besar]]

[[en:Teungku Chik di Tiro]]
[[jv:Cik Di Tiro]]
[[ms:Cik Di Tiro, Teungku]]

Revisi terkini sejak 22 Desember 2023 15.03

Muhammad Saman Tiro
Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman
Nama asalMuhammad Saman
Lahir1 Januari 1836
Kesultanan Aceh Tiro, Pidie, Kesultanan Aceh Darussalam
Meninggal31 Januari 1891(1891-01-31) (umur 55)
Kesultanan Aceh Aneuk Galong, Aceh Besar, Kesultanan Aceh Darussalam
Sebab meninggalMeninggal karena diracun oleh Belanda
Tempat pemakamanMeureu,Indrapuri, Aceh Besar
5°24′52.3″N 95°28′29.2″E / 5.414528°N 95.474778°E / 5.414528; 95.474778
Dikenal atasUlama
Pahlawan Kemerdekaan Aceh
Lawan politikBelanda Hindia Belanda
Anak1.Fatimah
2.Muhammad Amin,
3.Mahyiddin,
4.Ubaidillah,
5.Muhammad Ali Zainal Abidin, dan
6.Teungku Lambada.
Orang tuaTeungku Sjech Abdullah
Siti Aisyah
KerabatTeungku Chik Dayah Tjut di Tiro (Paman)
KeluargaTeungku Ma'at Di Tiro (Cucu)
Teungku Hasan Tiro (Cicit)
PenghormatanPahlawan Kemerdekaan Aceh

Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1 Januari 1836 – Aneuk Galong, Aceh Besar, 31 Januari 1891) adalah seorang pahlawan nasional dari Pedir.

Gerbang masuk makam Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.

Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada 1 Januari 1836, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, Tiro, daerah Pidie, Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.

Ketika ia menunaikan ibadah haji di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan Islam yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Sabil.[1]

Memimpin perjuangan

[sunting | sunting sumber]

Pada 1880, ketika pasukan Belanda dipimpin Jenderal Karen van der Heyden telah menaklukkan daerah Aceh Besar, pejuang Aceh yang bersembunyi di kaki Gunung Seulawah datang berkumpul di Gunung Biram, Lamtamot. Mereka memikirkan langkah yang harus diambil: menyerah atau melawan. Hasil pertemuan itu adalah mereka meminta bantuan dengan mengirim utusan ke daerah Pidie.

Ketika utusan Gunung Biram tiba di Pidie, mereka mendapat kesan dari ulama dan uleebalang Pidie bahwa pusat pimpinan ulama Pidie adalah di Tiro. Mereka kemudian menemui Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut, paman Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman. Kepadanyalah utusan Gunung Biram menyampaikan amanat yang dibawanya itu.

Bangunan makam Teungku Chik di Tiro

Setelah kedatangan utusan Gunung Biram, ulama Tiro menggelar rapat dua kali di Dayah Krueng dan Daya Lampoh Raja. Hasil pertemuan itu menyepakati bahwa ulama Tiro harus segera membantu perjuangan di Aceh Besar. Namun, utusan Gunung Biram meminta seorang pemimpin dari Tiro, karena semangat perlawanan di sana sudah luntur sehingga membutuhkan pemimpin yang dapat membangkit kembali semangat mengusir Belanda. Pemimpin itu juga harus ikut ke medan perang.

Orang-orang yang hadir dalam rapat itu tidak ada yang ingin mengemukakan diri menjadi sosok pemimpin perlawanan terhadap Belanda di Aceh Besar. Tiba-tiba, Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin Dayah Cut mengatakan bahwa keponakannya, Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman yang baru pulang dari Mekkah, hendak berbicara. Dia mengatakan bersedia memimpin perang di Aceh Besar.[2]

Kubur Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman

Di bawah pimpinan Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman dalam perang sabil, satu persatu benteng Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.[3] Selama ia memimpin peperangan terjadi 4 kali pergantian gubernur Belanda yaitu Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883), Philip Franz Laging Tobias (1883-1884), Henry Demmeni (1884-1886) dan Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)

Belanda akhirnya memakai siasat lain dengan cara meracunnya. Muhammad Saman akhirnya meninggal pada bulan Januari 1891 di benteng Aneuk Galong.[4]

Lain-lain

[sunting | sunting sumber]

Salah satu cucunya adalah Hasan di Tiro, pendiri dan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Teungku Chik Ditiro" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-06-27. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  2. ^ Razali, Habil (16 April 2021). "Jejak Perang di Masjid Tuha: Tempat Ulama Tiro Berjihad Usir Belanda". kumparan/acehkini. Diakses tanggal 2021-08-09. 
  3. ^ Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman): pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891)
  4. ^ Fitri, Aulia. "Mengenal Pahlawan Teungku Cik di Tiro di Aceh Besar". detikcom. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  5. ^ Kyodo, Indonesia to reopen ties with Sweden following Aceh peace deal Diarsipkan 2007-03-11 di Wayback Machine., 2 Januari 2006

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]