A.A. Hamidhan: Perbedaan antara revisi
Wagino Bot (bicara | kontrib) k minor cosmetic change |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(39 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 3: | Baris 3: | ||
|image = Pak Hamidhan.jpg |
|image = Pak Hamidhan.jpg |
||
|alt = |
|alt = |
||
|caption = A.A. Hamidhan dan istrinya, |
|caption = A.A. Hamidhan dan istrinya, Siti Aisyah |
||
|birth_name = Anang Abdul Hamidhan |
|birth_name = Anang Abdul Hamidhan |
||
|birth_date = {{birth date|1909|2|25}} |
|birth_date = {{birth date|1909|2|25}} |
||
|birth_place = [[Rantau (kota)|Rantau]] |
|birth_place = [[Rantau (kota)|Rantau]], [[Kabupaten Tapin|Tapin]], [[Kalimantan Selatan]] |
||
|death_date = {{death date and age|1997| |
|death_date = {{death date and age|1997|8|21|1909|2|25}} |
||
|death_place = [[Banjarmasin]] |
|death_place = [[Banjarmasin]], [[Kalimantan Selatan]] |
||
|nationality = |
|nationality = [[Indonesia]] |
||
|other_names = |
|other_names = |
||
|known_for = anggota [[PPKI]] |
|known_for = anggota [[PPKI]] |
||
Baris 15: | Baris 15: | ||
|occupation = perintis pers dan pendiri [[Soeara Kalimantan]] |
|occupation = perintis pers dan pendiri [[Soeara Kalimantan]] |
||
}} |
}} |
||
[[Haji]] '''Anang Abdul Hamidhan''' ({{lahirmati|[[Rantau (kota)|Rantau]], [[Kabupaten Tapin|Tapin]]|25|2|1909|[[Banjarmasin]]|21|8|1997}})<ref name=PWI>{{cite web |url=http://pwi.or.id/index.php/Pressedia/H-dari-Ensiklopedia-Pers-Indonesia-EPI.html |title=H dari Ensiklopedi Pers Indonesia (EPI) |date=14 November 2008 |
[[Haji]] '''Anang Abdul Hamidhan''' ({{lahirmati|[[Rantau (kota)|Rantau]], [[Kabupaten Tapin|Tapin]]|25|2|1909|[[Banjarmasin]]|21|8|1997}})<ref name=PWI>{{cite web |url=http://pwi.or.id/index.php/Pressedia/H-dari-Ensiklopedia-Pers-Indonesia-EPI.html |title=H dari Ensiklopedi Pers Indonesia (EPI) |date=14 November 2008 |format= |accessdate=16 September 2012 |archiveurl=https://www.webcitation.org/6AiC7HOHr?url=http://pwi.or.id/index.php/Pressedia/H-dari-Ensiklopedia-Pers-Indonesia-EPI.html |archivedate=2012-09-16 |dead-url=no }}</ref> atau yang lebih dikenal sebagai '''A.A. Hamidhan''' adalah seorang pejuang dan wartawan dari [[Kalimantan Selatan]]. Hamidhan mendirikan [[Soeara Kalimantan]] pada [[5 Maret]] [[1942]]. Ia juga membawa berita kemerdekaan [[Indonesia]] ke [[Kalimantan]] pada [[24 Agustus]] [[1945]] dengan menggunakan pesawat [[Jepang]].<ref name=Hamidhan>{{cite book|title=Pengetahuan Sosial Sejarah|last=Drs.|first=Tugiyono|authorlink=|year=|publisher=Grasindo|location=|isbn=979-732-384-6|page=8|pages=|accessdate=September 15, 2012|url=http://books.google.co.id/books?id=ke8f0s8xNlEC}}</ref> |
||
== |
== Riwayat Hidup == |
||
Ia lahir di [[Rantau (kota)|Rantau]], [[Tapin]] pada [[25 Februari]] [[1909]]. Ia menempuh pendidikan di |
Ia lahir di [[Rantau (kota)|Rantau]], [[Tapin]] pada [[25 Februari]] [[1909]]. Ia menempuh pendidikan di ''[[Europeesche Lagere School]]'' di Samarinda, kemudian melanjutkan ke ''Gemoontelijke MULO Avondshool'' di Batavia Genrum, sekarang [[Jakarta]] karena [[politik etis]] Belanda yang pada saat itu membolehkan mereka yang bukan [[ningrat]] untuk melanjutkan pendidikan mereka. Saat itu jarang putra Kalimantan yang bukan keturunan ningrat dapat memasuki dunia pendidikan Eropa. Dengan kesadaran itu Hamidhan sangat menekuni pendidikannya di sana.<ref name=Banjar/> |
||
== Karier == |
=== Karier === |
||
=== Pra-kemerdekaan |
==== Pra-kemerdekaan ==== |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Uitstalling van Nagara-smeedwerk op de markt te Rantau Kalimantan TMnr 10002483.jpg| |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Uitstalling van Nagara-smeedwerk op de markt te Rantau Kalimantan TMnr 10002483.jpg|jmpl|kiri|200px|Keadaan warga Tapin yang sedang berdagang (pada zaman pendudukan Belanda).]] |
||
Sejak muda, ia mengabdikan dirinya untuk dunia pers. Hamidhan sebenarnya sudah berkecimpung di dunia jurnalistik sejak tahun 1927, ketika menjadi anggota redaksi [[surat kabar]] ''Perasaan Kita'' di Samarinda dan anggota redaksi Bintang Timur yang terbit di Jakarta.<ref name=Banjar/> |
Sejak muda, ia mengabdikan dirinya untuk dunia pers. A.A.Hamidhan sebenarnya sudah berkecimpung di dunia jurnalistik sejak tahun 1927, ketika menjadi anggota redaksi [[surat kabar]] ''Perasaan Kita'' di Samarinda dan anggota redaksi Bintang Timur yang terbit di Jakarta.<ref name=Banjar/> |
||
Pada tahun [[1929]], ia menjadi pemimpin redaksi ''[[Bendahara Borneo]]'' (1929), ''[[Soeara Kalimantan]]'' (1930-an), ''[[Kalimantan Raya]]'' (1942), dan ''[[Borneo Shimbun]]'' (1945).<ref name=PWI/> |
Pada tahun [[1929]], ia menjadi pemimpin redaksi ''[[Bendahara Borneo]]'' (1929), ''[[Soeara Kalimantan]]'' (1930-an), ''[[Kalimantan Raya]]'' (1942), dan ''[[Borneo Shimbun]]'' (1945).<ref name=PWI/> |
||
Baris 29: | Baris 29: | ||
Soeara Kalimantan merupakan surat kabar pribumi pertama yang didirikan A.A. Hamidhan di [[Banjarmasin]]. Didirikan pada tanggal [[23 Maret]] [[1930]]. Pengaruh dari surat kabar ini besar. Langkah Anang Abdul Hamidhan itu kemudian diikuti wartawan pribumi lainnya.<ref name=sastra>[http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-indonesia-modern-di-kalimantan-selatan-sebelum-perang-1930-1945 Sastra Indonesia Modern di Kalimantan Selatan Sebelum Perang (1930-1945)]</ref> Dalam tempo singkat, 14 koran/majalah terbit di Borneo Selatan dalam kurun waktu [[1930]]-[[1942]].<ref name=sastra/> |
Soeara Kalimantan merupakan surat kabar pribumi pertama yang didirikan A.A. Hamidhan di [[Banjarmasin]]. Didirikan pada tanggal [[23 Maret]] [[1930]]. Pengaruh dari surat kabar ini besar. Langkah Anang Abdul Hamidhan itu kemudian diikuti wartawan pribumi lainnya.<ref name=sastra>[http://www.jendelasastra.com/wawasan/artikel/sastra-indonesia-modern-di-kalimantan-selatan-sebelum-perang-1930-1945 Sastra Indonesia Modern di Kalimantan Selatan Sebelum Perang (1930-1945)]</ref> Dalam tempo singkat, 14 koran/majalah terbit di Borneo Selatan dalam kurun waktu [[1930]]-[[1942]].<ref name=sastra/> |
||
Ia pernah tiga kali kena persdelict ([[delik pers]]) dan kemudian dibui. Dua bulan penjara di [[Cipinang]], pada tahun 1930; enam minggu penjara di Banjarmasin, [[1932]] dan yang terakhir enam bulan di Banjarmasin, [[1936]].<ref name=Banjar>{{cite news |
Ia pernah tiga kali kena persdelict ([[delik pers]]) dan kemudian dibui. Dua bulan penjara di [[Cipinang]], pada tahun 1930; enam minggu penjara di Banjarmasin, [[1932]] dan yang terakhir enam bulan di Banjarmasin, [[1936]].<ref name=Banjar>{{cite news|author=|title=Kenangan A.A.Hamidhan Di sekitar Proklamasi dan Karier Jurnalistiknya:Pejuang dan Wartawan yang Tiga Kali Dipenjara karena persdelict|work=Radar Banjarmasin|url=http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail//59/33711|date=17 August 2012|archiveurl=https://www.webcitation.org/6AiCGl4HF?url=http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail//59/33711|archivedate=2012-09-16|access-date=2012-09-16|dead-url=no}}</ref> Memang, pada saat itu, umumnya wartawan atau pemimpin redaksi rata-rata adalah anggota organisasi [[partai politik]]. |
||
Pada tanggal [[13 April]] [[1938]], ia mengikuti konferensi wartawan di [[Bandung]], [[Jawa Barat]].<ref name=Banjar/> Ia menulis dalam artikel ''Kalau Menghadapi Suatu Persdelict'', "Dimasa itu, boleh dikata suatu surat kabar tanpa merasakan persdelict, bagaikan sayur tanpa garam, hambar."<ref name=Banjar/> |
Pada tanggal [[13 April]] [[1938]], ia mengikuti konferensi wartawan di [[Bandung]], [[Jawa Barat]].<ref name=Banjar/> Ia menulis dalam artikel ''Kalau Menghadapi Suatu Persdelict'', "Dimasa itu, boleh dikata suatu surat kabar tanpa merasakan persdelict, bagaikan sayur tanpa garam, hambar."<ref name=Banjar/> |
||
Pada [[Sejarah Indonesia (1942-1945)|zaman Jepang]], tepatnya pada tanggal [[5 Maret]] [[1942]] ia menerbitkan surat kabar [[Kalimantan Raya]].<ref name=suratkabar>{{ |
Pada [[Sejarah Indonesia (1942-1945)|zaman Jepang]], tepatnya pada tanggal [[5 Maret]] [[1942]] ia menerbitkan surat kabar [[Kalimantan Raya]].<ref name=suratkabar>{{Cite news|author=Tajuddin Noor Ganie|title=Karya puisi Pun Diberi Honor|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|url=http://banjarmasin.tribunnews.com/www1/printnews/artikel/164562|date=11 Februari 2012|access-date=2012-09-16|archive-date=2013-01-05|archive-url=https://archive.today/20130105204833/http://banjarmasin.tribunnews.com/www1/printnews/artikel/164562|dead-url=yes|language=id}}</ref> Sebelumnya, yakni pada zaman Belanda surat kabar [[Soeara Kalimantan]] milik Anang Abdul Hamidhan tidak luput dari tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh pasukan AVC Belanda oleh karena kerusuhan politik di Kota Banjarmasin (9-10 Februari 1942). Bahkan, pengrusakan dinomor-satukan dibandingkan dengan fasilitas khusus dan fasilitas umum lainnya yang ada di kota ini.<ref name=suratkabar/> |
||
Hamidhan, editor dan penerbit harian ''Suara Kalimantan'' dan mingguan ''Suara Hulu Sungai'', disuruh pihak Jepang untuk menerbitkan ''Kalimantan Raya'' yang diterbitkan pada Maret [[1942]].<ref name=occupation/> |
Hamidhan, editor dan penerbit harian ''Suara Kalimantan'' dan mingguan ''Suara Hulu Sungai'', disuruh pihak Jepang untuk menerbitkan ''Kalimantan Raya'' yang diterbitkan pada Maret [[1942]].<ref name=occupation/> |
||
Kemudian, dilanjutkan pada awal Mei [[1942]], seorang staf harian Jepang ''Asahi Simboen'' mengambil kontrol surat kabar ''Kalimantan Raya'' dan dinamai ulang sebagai Borneo Simboen.<ref name=occupation>{{cite book |
Kemudian, dilanjutkan pada awal Mei [[1942]], seorang staf harian Jepang ''Asahi Simboen'' mengambil kontrol surat kabar ''Kalimantan Raya'' dan dinamai ulang sebagai Borneo Simboen.<ref name=occupation>{{cite book|title=The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45|last=Keat Gin|first=Ooi|year=2011|publisher=Taylor & Francis|location=|isbn=0-203-85054-8|page=81|pages=|accessdate=September 17, 2012|url=http://books.google.co.id/books?id=Ob7O2OMWKHQC}}</ref> Setelah surat kabarnya diambil kontrol, ia dipaksa menjadi pemimpin redaksi Borneo Simboen. Selanjutnya, ia merekrut wartawan-wartawan pribumi [[A.A. Rivai]], adiknya (Pengganti Pengurus/Pimpinan Redaksi), Gusti Ahmad Soegian Noor, Fachrudin Mohani (keponakan Hamidhan), Marwan Ali, Zaglulsyah, Ahmad Basuni, Sjahransjah, Abdul Wahab, Rosita Gani, Golek Kentjana, dan Janti Tajana.<ref name=suratkabar/>{{refn|group=Note|name=b|Menurut buku ''The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45'' [Pendudukan Jepang di Borneo, 1941-45], ia tidaklah menjadi kepala redaksi, tetapi ia menjadi manager dan editor di Borneo Simboen. Barulah, pada tahun [[1945]] ia diangkat menjadi kepala redaksi}} |
||
Selama pendudukan Jepang ini, ia bekerja di bawah tekanan kolonial. Seperti, ketika bekerja di Surat Kabar Borneo Shimboen, |
Selama pendudukan Jepang ini, ia bekerja di bawah tekanan kolonial. Seperti, ketika bekerja di Surat Kabar Borneo Shimboen, A.A. Hamidhan sempat mendapat peringatan keras dari penguasa militer [[Dai Nippon]].<ref name=suratkabar/> Ketika itu surat kabar yang dipimpinnya memuat berita seremonial pelepasan atau upacara perpisahan yang dilakukan oleh sejumlah penduduk di suatu kampung di daerah ini atas seregu bala tentara Dai Nippon yang akan pindah tugas ke kampung lain. Beruntung, pihak Jepang memaafkan dengan catatan kejadian tersebut tak terulang lagi.<ref name=suratkabar/> |
||
=== Seusai kemerdekaan === |
==== Seusai kemerdekaan ==== |
||
Hamidhan merupakan wakil dari [[Kalimantan]] dalam [[PPKI]] yang ditunjuk [[Kolonial Jepang|Jepang]] pada awal [[Agustus]] [[1945]]. Sebelum pergi ke [[Jakarta]], guna menyerap aspirasi warga, Hamidhan mengadakan rapat bersama tokoh-tokoh dari Banjarmasin dan Kandangan.<ref name=wakilKalimantan/> Keesokan harinya, yakni [[17 Agustus]] [[1945]], ia juga ikut menyaksikan pembacaan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]].<ref name=wakilKalimantan>{{cite news |
Hamidhan merupakan wakil dari [[Kalimantan]] dalam [[PPKI]] yang ditunjuk [[Kolonial Jepang|Jepang]] pada awal [[Agustus]] [[1945]]. Sebelum pergi ke [[Jakarta]], guna menyerap aspirasi warga, Hamidhan mengadakan rapat bersama tokoh-tokoh dari Banjarmasin dan Kandangan.<ref name=wakilKalimantan/> Keesokan harinya, yakni [[17 Agustus]] [[1945]], ia juga ikut menyaksikan pembacaan [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]].<ref name=wakilKalimantan>{{cite news|author=Syarafuddin|title=Mengenang Anang Abdul Hamidhan, Tokoh Pers di Kalsel Bag-2:Saya Jurnalis, Bukan Gubernur|work=Radar Banjarmasin|url=http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/50/23448|date=17 Februari 2012|archiveurl=https://www.webcitation.org/6AiGKdSbw?url=http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/50/23448|archivedate=2012-09-16|access-date=2012-09-16|dead-url=no}}</ref> |
||
Kemudian, dia menulis artikel sejarah menurut kesaksian dia sendiri ''Sekitar Mukaddimah UUD 1945: Untuk Memperlengkap Kebenaran Sejarah'', ia mengatakan bahwasanya menurut kesaksian Hamidhan, penghilangan 7 kata dalam Pembukaan [[UUD 1945]] tidaklah terjadi perdebatan besar seperti yang dikatakan orang awam, semua berjalan lancar. Kalaupun ada perdebatan, itu mengikuti sesudahnya.<ref name=Banjar/> |
Kemudian, dia menulis artikel sejarah menurut kesaksian dia sendiri ''Sekitar Mukaddimah UUD 1945: Untuk Memperlengkap Kebenaran Sejarah'', ia mengatakan bahwasanya menurut kesaksian Hamidhan, penghilangan 7 kata dalam Pembukaan [[UUD 1945]] tidaklah terjadi perdebatan besar seperti yang dikatakan orang awam, semua berjalan lancar. Kalaupun ada perdebatan, itu mengikuti sesudahnya.<ref name=Banjar/> |
||
Pada tanggal [[18 Agustus]], PPKI mengadakan rapat pertamanya. Di akhir rapat, Presiden [[Soekarno]] menunjuk 9 orang{{refn|group=Note|name=a|Kesembilan orang itu selain dirinya dalam buku ''Sejarah Nasional Indonesia, VI'' selain dirinya antara lain adalah:[[Otto Iskandardinata]], [[Soebardjo]], [[Sajuti Melik]], [[Iwa Kusumasumantri]], [[Wiranatakusumah]], Dr. Amir, [[Sutardjo Kartohadikusumo]], [[Sam Ratulangi|Dr. Ratulangi]], dan [[I Gusti Ketut Pudja]].}} sebagai anggota Panitia Kecil yang ditugasi untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang sifatnya mendesak yaitu pembagian negara, ke[[polisi]]an, [[tentara]] kebangsaan, dan perekonomian.<ref name=proklamasi>{{cite book |
Pada tanggal [[18 Agustus]], PPKI mengadakan rapat pertamanya. Di akhir rapat, Presiden [[Soekarno]] menunjuk 9 orang{{refn|group=Note|name=a|Kesembilan orang itu selain dirinya dalam buku ''Sejarah Nasional Indonesia, VI'' selain dirinya antara lain adalah:[[Otto Iskandardinata]], [[Soebardjo]], [[Sajuti Melik]], [[Iwa Kusumasumantri]], [[Wiranatakusumah]], Dr. Amir, [[Sutardjo Kartohadikusumo]], [[Sam Ratulangi|Dr. Ratulangi]], dan [[I Gusti Ketut Pudja]].}} sebagai anggota Panitia Kecil yang ditugasi untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang sifatnya mendesak yaitu pembagian negara, ke[[polisi]]an, [[tentara]] kebangsaan, dan perekonomian.<ref name=proklamasi>{{cite book|title=Sejarah nasional Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, VI|last1=Poesponegoro|first1=Marwati Djoened|first2=Nugroho|last2=Notosusanto|year=1993|publisher=PT Balai Pustaka Persero|location=Jakarta|isbn=979-407-412-8|page=160|pages=|accessdate=September 16, 2012|url=http://books.google.co.id/books?id=AgwfAR3uTVcC}}</ref> |
||
Keesokan harinya, pada dinihari [[19 Agustus]] Otto Iskandardinata mengadakan rapat. Ia ditawari jabatan sebagai gubernur Kalimantan yang pertama, |
Keesokan harinya, pada dinihari [[19 Agustus]] Otto Iskandardinata mengadakan rapat. Ia ditawari jabatan sebagai gubernur Kalimantan yang pertama, tetapi ia menolaknya. Malah, ia menyerahkan jabatannya ke [[Pangeran Muhammad Noor]]. Saat itu, Pangeran berada di [[Pulau Jawa]], yaitu [[Bandung]].<ref name=wakilKalimantan/> Adapun, hasil yang diperoleh dari Panitia Kecil itu adalah Pangeran Moh. Noor menjadi calon gubernur.<ref name=proklamasi/> |
||
Bersama |
Bersama A.A.Rivai (adik Hamidhan), pada tanggal [[24 Agustus]] mereka datang dari Jawa untuk membawa berita kemerdekaan.<ref name=ketuaH>{{cite web|title=Kalimantan dalam Masa Revolusi Indonesia |last1=Sjamsuddin |first1=Helius |last2=Maryani |first2=Enok |url=http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196001211985032-ENOK_MARYANI/Kalimantan.pdf |language=Indonesian |date=5 October 2008}}</ref> Selanjutnya, Borneo Shimbun yang ada di [[Banjarmasin]] dan [[Kandangan]] juga ikut menyiarkan berita proklamasi tersebut, termasuk menyiarkan UUD 1945, pengangkatan Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan. Ia juga dipercaya sebagai pemimpin dari Kalimantan di Jawa agar mendirikan [[PNI]], [[BKR]], dan [[KNIP]] daerah Kalimantan.<ref name=ketuaH/>{{sfn|Ahok, Ismail, & Tjitrodarmono|1992|p=60}} |
||
Pada tanggal [[30 Oktober]] [[1945]], ia bertemu dengan [[Hasan Basry]]. Hasan Basry memintanya agar menyebarkan pamflet tentang [[kemerdekaan Indonesia]] di [[Amuntai]]. Sementara itu, Hasan Basry juga membuat perjuangan untuk mengumpulkan kekuatan di Kalimantan Selatan.<ref>PERANGINANGIN, Marlon dkk; '''''Buku Pintar Pahlawan Nasional'''''. [[Batam]]: Scientific Press, [[2007]].</ref> |
Pada tanggal [[30 Oktober]] [[1945]], ia bertemu dengan [[Hasan Basry]]. Hasan Basry memintanya agar menyebarkan pamflet tentang [[kemerdekaan Indonesia]] di [[Amuntai]]. Sementara itu, Hasan Basry juga membuat perjuangan untuk mengumpulkan kekuatan di Kalimantan Selatan.<ref>PERANGINANGIN, Marlon dkk; '''''Buku Pintar Pahlawan Nasional'''''. [[Batam]]: Scientific Press, [[2007]].</ref> |
||
Baris 56: | Baris 56: | ||
Seusai [[Konferensi Meja Bundar]], ia mengubah nama surat kabarnya Soeara Kalimantan jadi Indonesia Merdeka. Pada tahun [[1961]], surat kabarnya dijual. Hamidhan mengaku kecewa dengan kebebasan pers yang ditekan pemerintah dan kurang dari semangat proklamasi.<ref name=wakilKalimantan/> |
Seusai [[Konferensi Meja Bundar]], ia mengubah nama surat kabarnya Soeara Kalimantan jadi Indonesia Merdeka. Pada tahun [[1961]], surat kabarnya dijual. Hamidhan mengaku kecewa dengan kebebasan pers yang ditekan pemerintah dan kurang dari semangat proklamasi.<ref name=wakilKalimantan/> |
||
Setelah surat kabarnya dijual, Hamidhan ditawari oleh keponakannya, Fachrudin |
Setelah surat kabarnya dijual, Hamidhan ditawari oleh keponakannya, Fachrudin Mohani untuk mengawasi dua hotel miliknya, Hotel Banyuwangi (Banyuwangi) dan Hotel Wisma Andhika ([[Surabaya]]). Satu atau dua bulan sekali Hamidhan balik ke Banjarmasin untuk menengok keluarganya. Pekerjaan ini berjalan sampai tahun [[1975]].<ref name=wakilKalimantan/> |
||
== Kehidupan pribadi == |
== Kehidupan pribadi == |
||
A.A. Hamidhan mempunyai seorang istri bernama |
A.A. Hamidhan mempunyai seorang istri bernama Siti Aisyah. Mereka meninggalkan 7 orang anak dan 11 orang cucu. Dan sebuah buku biografi dirinya dikarang oleh ''Soimun Hp'', dari pihak Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (Indonesia) pada tahun [[1987]]. Buku itu bertajuk ''H.A.A. Hamidhan:pejuang dan perintis pers di Kalimantan''.<ref name=wakilKalimantan/> |
||
== Penghargaan == |
|||
* [[Bintang Mahaputera Pratama]] dari [[Presiden Republik Indonesia]] (1992)<ref>{{Cite web|date=10 September 2018|title=Daftar Warga Negara Republik Indonesia yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Tahun 1959 s.d. 2003|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf|website=Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=2021-08-12}}</ref> |
|||
== Catatan bawah == |
== Catatan bawah == |
||
Baris 71: | Baris 74: | ||
* {{cite book |
* {{cite book |
||
|first=Pasifikus |
|||
|last=Ahok |
|||
|first2=Slamet |
|||
|last2=Ismail |
|||
|first3=Wijoso |
|||
|last3=Tjitrodarmono |
|||
|title=Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) Daerah Kalimantan Barat |
|||
|year=1992 |
|||
|publisher=Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat |
|||
|location=[[Pontianak]] |
|||
|oclc=17778029 |
|||
|ref=harv |
|||
}} |
}} |
||
{{PPKI}} |
|||
== Pranala luar == |
|||
* {{en}} [http://www.worldcat.org/identities/lccn-n89-126329 A.A. Hamidhan] pada [[WorldCat]] |
|||
{{lifetime|1909|1997}} |
{{lifetime|1909|1997}} |
||
{{Authority control}} |
|||
[[Kategori:Tokoh media massa Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Wartawan Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Banjar]] |
|||
[[Kategori:Tokoh Kalimantan Selatan]] |
[[Kategori:Tokoh Kalimantan Selatan]] |
||
[[Kategori:Tokoh dari Tapin]] |
[[Kategori:Tokoh dari Tapin]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Politikus Indonesia]] |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]] |
||
[[Kategori:Pejuang kemerdekaan Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Pratama]] |
Revisi terkini sejak 24 Februari 2024 01.55
A.A. Hamidhan | |
---|---|
Lahir | Anang Abdul Hamidhan 25 Februari 1909 Rantau, Tapin, Kalimantan Selatan |
Meninggal | 21 Agustus 1997 Banjarmasin, Kalimantan Selatan | (umur 88)
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | perintis pers dan pendiri Soeara Kalimantan |
Dikenal atas | anggota PPKI |
Haji Anang Abdul Hamidhan (25 Februari 1909 – 21 Agustus 1997)[1] atau yang lebih dikenal sebagai A.A. Hamidhan adalah seorang pejuang dan wartawan dari Kalimantan Selatan. Hamidhan mendirikan Soeara Kalimantan pada 5 Maret 1942. Ia juga membawa berita kemerdekaan Indonesia ke Kalimantan pada 24 Agustus 1945 dengan menggunakan pesawat Jepang.[2]
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Ia lahir di Rantau, Tapin pada 25 Februari 1909. Ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School di Samarinda, kemudian melanjutkan ke Gemoontelijke MULO Avondshool di Batavia Genrum, sekarang Jakarta karena politik etis Belanda yang pada saat itu membolehkan mereka yang bukan ningrat untuk melanjutkan pendidikan mereka. Saat itu jarang putra Kalimantan yang bukan keturunan ningrat dapat memasuki dunia pendidikan Eropa. Dengan kesadaran itu Hamidhan sangat menekuni pendidikannya di sana.[3]
Karier
[sunting | sunting sumber]Pra-kemerdekaan
[sunting | sunting sumber]Sejak muda, ia mengabdikan dirinya untuk dunia pers. A.A.Hamidhan sebenarnya sudah berkecimpung di dunia jurnalistik sejak tahun 1927, ketika menjadi anggota redaksi surat kabar Perasaan Kita di Samarinda dan anggota redaksi Bintang Timur yang terbit di Jakarta.[3]
Pada tahun 1929, ia menjadi pemimpin redaksi Bendahara Borneo (1929), Soeara Kalimantan (1930-an), Kalimantan Raya (1942), dan Borneo Shimbun (1945).[1]
Soeara Kalimantan merupakan surat kabar pribumi pertama yang didirikan A.A. Hamidhan di Banjarmasin. Didirikan pada tanggal 23 Maret 1930. Pengaruh dari surat kabar ini besar. Langkah Anang Abdul Hamidhan itu kemudian diikuti wartawan pribumi lainnya.[4] Dalam tempo singkat, 14 koran/majalah terbit di Borneo Selatan dalam kurun waktu 1930-1942.[4]
Ia pernah tiga kali kena persdelict (delik pers) dan kemudian dibui. Dua bulan penjara di Cipinang, pada tahun 1930; enam minggu penjara di Banjarmasin, 1932 dan yang terakhir enam bulan di Banjarmasin, 1936.[3] Memang, pada saat itu, umumnya wartawan atau pemimpin redaksi rata-rata adalah anggota organisasi partai politik.
Pada tanggal 13 April 1938, ia mengikuti konferensi wartawan di Bandung, Jawa Barat.[3] Ia menulis dalam artikel Kalau Menghadapi Suatu Persdelict, "Dimasa itu, boleh dikata suatu surat kabar tanpa merasakan persdelict, bagaikan sayur tanpa garam, hambar."[3]
Pada zaman Jepang, tepatnya pada tanggal 5 Maret 1942 ia menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya.[5] Sebelumnya, yakni pada zaman Belanda surat kabar Soeara Kalimantan milik Anang Abdul Hamidhan tidak luput dari tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh pasukan AVC Belanda oleh karena kerusuhan politik di Kota Banjarmasin (9-10 Februari 1942). Bahkan, pengrusakan dinomor-satukan dibandingkan dengan fasilitas khusus dan fasilitas umum lainnya yang ada di kota ini.[5]
Hamidhan, editor dan penerbit harian Suara Kalimantan dan mingguan Suara Hulu Sungai, disuruh pihak Jepang untuk menerbitkan Kalimantan Raya yang diterbitkan pada Maret 1942.[6]
Kemudian, dilanjutkan pada awal Mei 1942, seorang staf harian Jepang Asahi Simboen mengambil kontrol surat kabar Kalimantan Raya dan dinamai ulang sebagai Borneo Simboen.[6] Setelah surat kabarnya diambil kontrol, ia dipaksa menjadi pemimpin redaksi Borneo Simboen. Selanjutnya, ia merekrut wartawan-wartawan pribumi A.A. Rivai, adiknya (Pengganti Pengurus/Pimpinan Redaksi), Gusti Ahmad Soegian Noor, Fachrudin Mohani (keponakan Hamidhan), Marwan Ali, Zaglulsyah, Ahmad Basuni, Sjahransjah, Abdul Wahab, Rosita Gani, Golek Kentjana, dan Janti Tajana.[5][Note 1]
Selama pendudukan Jepang ini, ia bekerja di bawah tekanan kolonial. Seperti, ketika bekerja di Surat Kabar Borneo Shimboen, A.A. Hamidhan sempat mendapat peringatan keras dari penguasa militer Dai Nippon.[5] Ketika itu surat kabar yang dipimpinnya memuat berita seremonial pelepasan atau upacara perpisahan yang dilakukan oleh sejumlah penduduk di suatu kampung di daerah ini atas seregu bala tentara Dai Nippon yang akan pindah tugas ke kampung lain. Beruntung, pihak Jepang memaafkan dengan catatan kejadian tersebut tak terulang lagi.[5]
Seusai kemerdekaan
[sunting | sunting sumber]Hamidhan merupakan wakil dari Kalimantan dalam PPKI yang ditunjuk Jepang pada awal Agustus 1945. Sebelum pergi ke Jakarta, guna menyerap aspirasi warga, Hamidhan mengadakan rapat bersama tokoh-tokoh dari Banjarmasin dan Kandangan.[7] Keesokan harinya, yakni 17 Agustus 1945, ia juga ikut menyaksikan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[7]
Kemudian, dia menulis artikel sejarah menurut kesaksian dia sendiri Sekitar Mukaddimah UUD 1945: Untuk Memperlengkap Kebenaran Sejarah, ia mengatakan bahwasanya menurut kesaksian Hamidhan, penghilangan 7 kata dalam Pembukaan UUD 1945 tidaklah terjadi perdebatan besar seperti yang dikatakan orang awam, semua berjalan lancar. Kalaupun ada perdebatan, itu mengikuti sesudahnya.[3]
Pada tanggal 18 Agustus, PPKI mengadakan rapat pertamanya. Di akhir rapat, Presiden Soekarno menunjuk 9 orang[Note 2] sebagai anggota Panitia Kecil yang ditugasi untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang sifatnya mendesak yaitu pembagian negara, kepolisian, tentara kebangsaan, dan perekonomian.[8]
Keesokan harinya, pada dinihari 19 Agustus Otto Iskandardinata mengadakan rapat. Ia ditawari jabatan sebagai gubernur Kalimantan yang pertama, tetapi ia menolaknya. Malah, ia menyerahkan jabatannya ke Pangeran Muhammad Noor. Saat itu, Pangeran berada di Pulau Jawa, yaitu Bandung.[7] Adapun, hasil yang diperoleh dari Panitia Kecil itu adalah Pangeran Moh. Noor menjadi calon gubernur.[8]
Bersama A.A.Rivai (adik Hamidhan), pada tanggal 24 Agustus mereka datang dari Jawa untuk membawa berita kemerdekaan.[9] Selanjutnya, Borneo Shimbun yang ada di Banjarmasin dan Kandangan juga ikut menyiarkan berita proklamasi tersebut, termasuk menyiarkan UUD 1945, pengangkatan Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan. Ia juga dipercaya sebagai pemimpin dari Kalimantan di Jawa agar mendirikan PNI, BKR, dan KNIP daerah Kalimantan.[9][10]
Pada tanggal 30 Oktober 1945, ia bertemu dengan Hasan Basry. Hasan Basry memintanya agar menyebarkan pamflet tentang kemerdekaan Indonesia di Amuntai. Sementara itu, Hasan Basry juga membuat perjuangan untuk mengumpulkan kekuatan di Kalimantan Selatan.[11]
Seusai Konferensi Meja Bundar, ia mengubah nama surat kabarnya Soeara Kalimantan jadi Indonesia Merdeka. Pada tahun 1961, surat kabarnya dijual. Hamidhan mengaku kecewa dengan kebebasan pers yang ditekan pemerintah dan kurang dari semangat proklamasi.[7]
Setelah surat kabarnya dijual, Hamidhan ditawari oleh keponakannya, Fachrudin Mohani untuk mengawasi dua hotel miliknya, Hotel Banyuwangi (Banyuwangi) dan Hotel Wisma Andhika (Surabaya). Satu atau dua bulan sekali Hamidhan balik ke Banjarmasin untuk menengok keluarganya. Pekerjaan ini berjalan sampai tahun 1975.[7]
Kehidupan pribadi
[sunting | sunting sumber]A.A. Hamidhan mempunyai seorang istri bernama Siti Aisyah. Mereka meninggalkan 7 orang anak dan 11 orang cucu. Dan sebuah buku biografi dirinya dikarang oleh Soimun Hp, dari pihak Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (Indonesia) pada tahun 1987. Buku itu bertajuk H.A.A. Hamidhan:pejuang dan perintis pers di Kalimantan.[7]
Penghargaan
[sunting | sunting sumber]Catatan bawah
[sunting | sunting sumber]- ^ Menurut buku The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45 [Pendudukan Jepang di Borneo, 1941-45], ia tidaklah menjadi kepala redaksi, tetapi ia menjadi manager dan editor di Borneo Simboen. Barulah, pada tahun 1945 ia diangkat menjadi kepala redaksi
- ^ Kesembilan orang itu selain dirinya dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, VI selain dirinya antara lain adalah:Otto Iskandardinata, Soebardjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Wiranatakusumah, Dr. Amir, Sutardjo Kartohadikusumo, Dr. Ratulangi, dan I Gusti Ketut Pudja.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "H dari Ensiklopedi Pers Indonesia (EPI)". 14 November 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-16. Diakses tanggal 16 September 2012.
- ^ Drs., Tugiyono. Pengetahuan Sosial Sejarah. Grasindo. hlm. 8. ISBN 979-732-384-6. Diakses tanggal September 15, 2012.
- ^ a b c d e f "Kenangan A.A.Hamidhan Di sekitar Proklamasi dan Karier Jurnalistiknya:Pejuang dan Wartawan yang Tiga Kali Dipenjara karena persdelict". Radar Banjarmasin. 17 August 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-16. Diakses tanggal 2012-09-16.
- ^ a b Sastra Indonesia Modern di Kalimantan Selatan Sebelum Perang (1930-1945)
- ^ a b c d e Tajuddin Noor Ganie (11 Februari 2012). "Karya puisi Pun Diberi Honor". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-05. Diakses tanggal 2012-09-16.
- ^ a b Keat Gin, Ooi (2011). The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45. Taylor & Francis. hlm. 81. ISBN 0-203-85054-8. Diakses tanggal September 17, 2012.
- ^ a b c d e f Syarafuddin (17 Februari 2012). "Mengenang Anang Abdul Hamidhan, Tokoh Pers di Kalsel Bag-2:Saya Jurnalis, Bukan Gubernur". Radar Banjarmasin. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-09-16. Diakses tanggal 2012-09-16.
- ^ a b Poesponegoro, Marwati Djoened; Notosusanto, Nugroho (1993). Sejarah nasional Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, VI. Jakarta: PT Balai Pustaka Persero. hlm. 160. ISBN 979-407-412-8. Diakses tanggal September 16, 2012.
- ^ a b Sjamsuddin, Helius; Maryani, Enok (5 October 2008). "Kalimantan dalam Masa Revolusi Indonesia" (PDF) (dalam bahasa Indonesian).
- ^ Ahok, Ismail, & Tjitrodarmono 1992, hlm. 60.
- ^ PERANGINANGIN, Marlon dkk; Buku Pintar Pahlawan Nasional. Batam: Scientific Press, 2007.
- ^ "Daftar Warga Negara Republik Indonesia yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Tahun 1959 s.d. 2003" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 10 September 2018. Diakses tanggal 2021-08-12.