Lompat ke isi

Prabu Siliwangi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Mojopahit1293 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(24 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2: Baris 2:
[[Berkas:Portrait of Siliwangi.jpg|thumb|right|Lukisan perwujudan Prabu Siliwangi di Keraton Kasepuhan [[Cirebon]].]]
[[Berkas:Portrait of Siliwangi.jpg|thumb|right|Lukisan perwujudan Prabu Siliwangi di Keraton Kasepuhan [[Cirebon]].]]


'''Prabu Siliwangi''' atau '''Raja Siliwangi''' ([[Bahasa Sunda|Sunda]]: {{Sund|ᮕᮢᮘᮥ ᮞᮤᮜᮤᮝᮍᮤ}}) adalah tokoh semi-[[legenda|legendaris]] yang digambarkan sebagai raja agung [[Kerajaan Sunda]] [[Pajajaran]] yang bercorak [[Hindu]] sebelum berkembangnya [[Islam di Jawa Barat|Islam]] di [[Jawa Barat]].<ref name="SNI-II:Zaman Kuno">{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno | url=https://www.worldcat.org/oclc/318053182 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | isbn=978-9794074084 |oclc=318053182 | language=id | access-date=17 June 2018}}</ref>{{rp|415}}
'''Prabu Siliwangi''' atau '''Raja Siliwangi''' ({{Lang-su|{{sund|ᮕᮨᮻᮘᮥᮞᮤᮜᮤᮂᮝᮍᮤ}}|translit=Perebu Silih Wangi}}) adalah tokoh semi-[[legenda|legendaris]] yang digambarkan sebagai Raja [[Kerajaan Sunda|Kerajaan]] [[Pajajaran]] tahun 1482 M - 1521 M ,yang bercorak [[Hindu]] sebelum berkembangnya [[Islam di Jawa Barat|Islam]] di [[Tatar Sunda]].<ref name="SNI-II:Zaman Kuno">{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno | url=https://www.worldcat.org/oclc/318053182 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | isbn=978-9794074084 |oclc=318053182 | language=id | access-date=17 June 2018}}</ref>{{rp|415}}


Dia adalah tokoh populer dalam tradisi lisan [[pantun Sunda]], [[sastra Sunda]], [[dongeng]], [[cerita rakyat]], [[sandiwara]], dan legenda yang menggambarkan masa pemerintahannya sebagai masa keemasan [[Suku Sunda|masyarakat Sunda]]. Tradisi Sunda menyebutkan beliau sebagai raja yang sakti, cakap, gagah perkasa, adil, dan bijaksana yang berhasil membawa rakyat dan kerajaannya menuju era kejayaan dan kemakmuran.
Dia adalah tokoh populer dalam tradisi lisan [[pantun Sunda]], [[sastra Sunda]], [[dongeng]], [[cerita rakyat]], [[sandiwara]], dan legenda yang menggambarkan masa pemerintahannya sebagai masa keemasan [[Suku Sunda|masyarakat Sunda]]. Tradisi Sunda menyebutkan beliau sebagai raja yang sakti, cakap, gagah perkasa, adil, dan bijaksana yang berhasil membawa rakyat dan kerajaannya menuju era kejayaan dan kemakmuran.
Baris 8: Baris 8:
Tokoh Prabu Siliwangi adalah tokoh semi-[[mitologi]] karena tradisi lisan Sunda hanya menyebutkan raja agung Sunda sebagai "Prabu Siliwangi" tanpa memperhatikan era atau kurun waktu sejarahnya. Sulit untuk memastikan dan mengidentifikasi siapakah tokoh sejarah yang dimaksudkan sebagai Prabu Siliwangi yang legendaris ini. Akibatnya kisah mengenai raja legendaris ini membentang dari era mitologi yang terkait kisah dewa-dewi Sunda kuno, hingga ke zaman kemudian saat datangnya ajaran [[Islam]] ke [[Tatar Sunda]] menjelang keruntuhan kerajaan Sunda [[Pajajaran]].
Tokoh Prabu Siliwangi adalah tokoh semi-[[mitologi]] karena tradisi lisan Sunda hanya menyebutkan raja agung Sunda sebagai "Prabu Siliwangi" tanpa memperhatikan era atau kurun waktu sejarahnya. Sulit untuk memastikan dan mengidentifikasi siapakah tokoh sejarah yang dimaksudkan sebagai Prabu Siliwangi yang legendaris ini. Akibatnya kisah mengenai raja legendaris ini membentang dari era mitologi yang terkait kisah dewa-dewi Sunda kuno, hingga ke zaman kemudian saat datangnya ajaran [[Islam]] ke [[Tatar Sunda]] menjelang keruntuhan kerajaan Sunda [[Pajajaran]].


Beberapa pihak telah mengajukan pendapat mengenai siapa tokoh sejarah nyata yang menginspirasi kisah Prabu Siliwangi ini. Penafsiran paling populer mengaitkan Prabu Siliwangi dengan tokoh sejarah raja Sunda bernama [[Sri Baduga Maharaja]]<ref name="Smithsonian Libraries-Prabu Siliwangi">{{Cite web|url=https://www.si.edu/object/siris_sil_309146|title=Prabu Siliwangi atau Ratu Purana Prebu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharadja Ratu Hadji di Pakwan Padjadjaran, 1474-1513 |author = Moh. Amir Sutaarga|website=Smithsonian Institution|language=en|access-date=2018-06-21}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2012/11/01/209470/sri-baduga-sangat-melegenda-dalam-kerajaan-sunda|title=Sri Baduga Sangat Melegenda Dalam Kerajaan Sunda|language=id|date=1 November 2012|work=Pikiran Rakyat|access-date=19 June 2018|archive-date=19 June 2018|archive-url=https://web.archive.org/web/20180619083613/http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2012/11/01/209470/sri-baduga-sangat-melegenda-dalam-kerajaan-sunda|url-status=dead}}</ref> yang disebutkan bertakhta di Pajajaran pada kurun 1482–1521. Sementara ada pihak lain yang berpendapat bahwa legenda Prabu Siliwangi mungkin terinspirasi oleh tokoh sejarah raja Sunda sebelumnya yang bernama [[Niskala Wastu Kancana]], yang disebutkan memerintah selama 104 tahun dari kurun 1371–1475.<ref name="SNI-II:Zaman Kuno"/>{{rp|415}}
Beberapa pihak telah mengajukan pendapat mengenai siapa tokoh sejarah nyata yang menginspirasi kisah Prabu Siliwangi ini. Penafsiran paling populer mengaitkan Prabu Siliwangi dengan tokoh sejarah raja Sunda bernama [[Sri Baduga Maharaja]]<ref name="Smithsonian Libraries-Prabu Siliwangi">{{Cite web|url=https://www.si.edu/object/siris_sil_309146|title=Prabu Siliwangi atau Ratu Purana Prebu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharadja Ratu Hadji di Pakwan Padjadjaran, 1474-1513 |author = Moh. Amir Sutaarga|website=Smithsonian Institution|language=en|access-date=2018-06-21}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2012/11/01/209470/sri-baduga-sangat-melegenda-dalam-kerajaan-sunda|title=Sri Baduga Sangat Melegenda Dalam Kerajaan Sunda|language=id|date=1 November 2012|work=Pikiran Rakyat|access-date=19 June 2018|archive-date=19 June 2018|archive-url=https://web.archive.org/web/20180619083613/http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2012/11/01/209470/sri-baduga-sangat-melegenda-dalam-kerajaan-sunda|url-status=dead}}</ref> yang disebutkan bertakhta di Pajajaran pada kurun 1482–1521. Sementara ada pihak lain yang berpendapat bahwa legenda Prabu Siliwangi mungkin terinspirasi oleh tokoh sejarah raja Sunda sebelumnya yang bernama [[Niskala Wastu Kancana]], yang disebutkan memerintah selama 104 tahun dari kurun waktu 1371–1475.<ref name="SNI-II:Zaman Kuno"/>{{rp|415}}


==Etimologi==
==Etimologi==
Sebuah teori kebahasaan menyebutkan bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah dalam [[Bahasa Sunda]] ''Silih Wangi'', yang berarti pengganti atau penerus Raja Wangi. Raja Wangi sendiri berarti seorang raja yang memiliki nama yang harum (wangi).
Sebuah teori kebahasaan menyebutkan bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah dalam [[bahasa Sunda]] ''Silih Wangi'', yang berarti pengganti atau penerus Raja Wangi. Raja Wangi sendiri berarti seorang raja yang memiliki nama yang harum (wangi).


Menurut [[Kidung Sunda]] dan [[Carita Parahyangan]], Raja Wangi diidentifikasi sebagai Maharaja [[Linggabuana]], seorang raja Sunda yang gugur di [[Majapahit]] pada 1357 dalam peristiwa [[Perang Bubat]]. Dikisahkan Raja [[Hayam Wuruk]], raja Majapahit, berniat mempersunting [[Dyah Pitaloka Citraresmi]], putri raja Sunda. Keluarga kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi, [[Gajah Mada]], mahapatih Majapahit, melihat peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menuntut takluknya kerajaan Sunda di bawah Majapahit. Dia menuntut bahwa sang putri tidak akan dijadikan sebagai permaisuri Majapahit, melainkan hanya akan diperlakukan sebagai selir, sebagai tanda persembahan taklukknya kerajaan Sunda sebagai kerajaan bawahan dari Majapahit.
Menurut [[Kidung Sunda]] dan [[Carita Parahyangan]], Raja Wangi diidentifikasi sebagai Maharaja [[Linggabuana]], seorang raja Sunda yang gugur di [[Majapahit]] pada 1357 dalam peristiwa [[Perang Bubat]]. Dikisahkan Raja [[Hayam Wuruk]], raja Majapahit, berniat mempersunting [[Dyah Pitaloka Citraresmi]], putri raja Sunda. Keluarga kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi, [[Gajah Mada]], mahapatih Majapahit, melihat peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menuntut takluknya kerajaan Sunda di bawah Majapahit. Dia menuntut bahwa sang putri tidak akan dijadikan sebagai permaisuri Majapahit, melainkan hanya akan diperlakukan sebagai selir, sebagai tanda persembahan taklukknya kerajaan Sunda sebagai kerajaan bawahan dari Majapahit.
Baris 17: Baris 17:
Murka akibat penghinaan Gajah Mada ini, keluarga kerajaan Sunda berjuang belapati melawan balatentara Majapahit sampai mati demi membela kehormatan mereka. Setelah kematiannya, Raja Lingga Buana diberikan gelar ''Wangi'' (raja yang harum namanya) karena aksi keberanian dan kepahlawanannya dalam mempertahankan kehormatan kerajaan.
Murka akibat penghinaan Gajah Mada ini, keluarga kerajaan Sunda berjuang belapati melawan balatentara Majapahit sampai mati demi membela kehormatan mereka. Setelah kematiannya, Raja Lingga Buana diberikan gelar ''Wangi'' (raja yang harum namanya) karena aksi keberanian dan kepahlawanannya dalam mempertahankan kehormatan kerajaan.


Keturunannya yang memiliki keagungan yang setara disebut dengan gelar ''Silihwangi'' (penerus Raja Wangi). Setelah mangkatnya Raja Wangi (Prebu Maharaja), terdapat tujuh raja pewarisnya, yang secara teknis semuanya dianggap pewaris Raja Wangi (Silihwangi).
Keturunannya yang memiliki keagungan yang setara disebut dengan gelar ''Silihwangi'' (penerus Raja Wangi). Setelah mangkatnya Raja Wangi (Prebu Maharaja), terdapat tujuh raja penerusnya, yang secara teknis semuanya dianggap pewaris Raja Wangi (Silihwangi).


Sementara sejarahwan lain berpendapat bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah Sunda ''Asilih Wewangi'', yang berarti berganti gelar.<ref>{{Cite web|url=https://www.kompasiana.com/diella/591071847697733f40c94a30/napak-tilas-menelusuri-jejak-prabu-siliwangi|title=Napak Tilas Menelusuri Jejak Prabu Siliwangi oleh Diella Dachlan - Kompasiana.com|last=Kompasiana.com|website=www.kompasiana.com|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref>
Sementara sejarahwan lain berpendapat bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah Sunda ''Asilih Wewangi'', yang berarti berganti gelar.<ref>{{Cite web|url=https://www.kompasiana.com/diella/591071847697733f40c94a30/napak-tilas-menelusuri-jejak-prabu-siliwangi|title=Napak Tilas Menelusuri Jejak Prabu Siliwangi oleh Diella Dachlan - Kompasiana.com|last=Kompasiana.com|website=www.kompasiana.com|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref>
Baris 28: Baris 28:
Pada saat mudanya, pangeran Jayadewata dikenal dengan panggilan ''Raden Pamanah Rasa'' (pemanah rasa cinta). Nama ini menunjukkan bahwa sang pangeran memiliki paras sangat tampan dan mempesona, sehingga semua orang sangat mudah jatuh hati kepadanya. Tradisi Sunda menyebutkan sang pangeran adalah siswa yang cerdas dalam hal kesusastraan, musik, tari, dan seni, termasuk mahir dalam seni bela diri [[pencak silat]], serta keterampilan khas kebangsawanan seperti seni perang dan panahan.
Pada saat mudanya, pangeran Jayadewata dikenal dengan panggilan ''Raden Pamanah Rasa'' (pemanah rasa cinta). Nama ini menunjukkan bahwa sang pangeran memiliki paras sangat tampan dan mempesona, sehingga semua orang sangat mudah jatuh hati kepadanya. Tradisi Sunda menyebutkan sang pangeran adalah siswa yang cerdas dalam hal kesusastraan, musik, tari, dan seni, termasuk mahir dalam seni bela diri [[pencak silat]], serta keterampilan khas kebangsawanan seperti seni perang dan panahan.


Seorang tokoh di dalam kerajaan berniat jahat menggulingkan Raja Anggalarang dan akhirnya berhasil membunuhnya dan merebut takhta. Sementara Pangeran Jayadewata diracuni dan disihir dengan menggunakan ilmu hitam yang mengakibatkan dia menjadi [[amnesia|hilang ingatan]] bahkan menjadi sinting. Pangeran yang sakti namun kurang waras ini kemudian berkelana ke penjuru negeri menimbulkan kerusuhan di desa-desa. Akhirnya, Ki Gedeng Sindangkasih, kepala desa Sindangkasih, berhasil menjinakannya. Berkat cinta Nyi Ambetkasih, putri Ki Gedeng, sang pangeran akhirnya berhasil disembuhkan dari sakit ingatannya. Pangeran Jayadewata kemudian mengawini Nyi Ambetkasih. Kemudian, Pangeran Jayadewata berhasil menghimpun dukungan rakyat dan berhasil menuntut kembali haknya atas takhta kerajaan Sunda.
Seorang tokoh di dalam kerajaan berniat jahat menggulingkan Raja Anggalarang dan akhirnya berhasil membunuhnya dan merebut takhta. Sementara Pangeran Jayadewata diracuni dan disihir dengan menggunakan ilmu hitam yang mengakibatkan dia menjadi [[amnesia|hilang ingatan]] bahkan menjadi sinting. Pangeran yang sakti namun kurang waras ini kemudian berkelana ke penjuru negeri menimbulkan kegaduhan di desa-desa. Akhirnya, Ki Gedeng Sindangkasih, kepala desa Sindangkasih, berhasil menjinakannya. Berkat cinta Nyi Ambetkasih, putri Ki Gedeng, sang pangeran akhirnya berhasil disembuhkan dari sakit ingatannya. Pangeran Jayadewata kemudian mengawini Nyi Ambetkasih. Kemudian, Pangeran Jayadewata berhasil menghimpun dukungan rakyat dan berhasil menuntut kembali haknya atas takhta kerajaan Sunda.


==Harimau Siliwangi==
==Harimau Siliwangi==
Baris 34: Baris 34:
Tradisi Sunda mengaitkan Prabu Siliwangi dengan satwa mistis [[Harimau Jawa|harimau]] juga [[macan kumbang|macan]] hitam dan putih, yang dianggap sebagai satwa gaib pengawalnya. Menurut legenda Sunda, ketika bala tentara Cirebon dan Banten menyerbu ''Dayeuh'' (ibu kota kerajaan) [[Pakuan Pajajaran]], sang raja menolak berpindah keyakinan masuk Islam. Namun dia juga enggan melawan tentara Muslim yang menyerbu dari Cirebon, karena bagaimanapun Cirebon adalah kerajaan anaknya. Menurut kisah rakyat, setelah jatuhnya ibu kota Pakuan, raja Sunda terakhir dengan ditemani pengiringnya mengundurkan diri ke [[Gunung Salak]] yang terletak di selatan ibu kota untuk menghindari pertumpahan darah. Kemudian sang raja ''ngahyang'' (menghilang atau moksa) menjadi [[hyang]] atau roh kedewaan. Konon dia berubah menjadi satwa mistis berwujud harimau suci. Sementara kisah lain menyebutkan bahwa sang raja menghilang di ''Leuweung'' (hutan) Sancang, di dekat laut selatan di [[Kabupaten Garut]].<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/maung-dan-prabu-siliwangi-mitos-atau-fakta-ckLg|title=Maung dan Prabu Siliwangi: Mitos atau Fakta? - Tirto.ID|last=Teguh|first=Irfan|website=tirto.id|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref>
Tradisi Sunda mengaitkan Prabu Siliwangi dengan satwa mistis [[Harimau Jawa|harimau]] juga [[macan kumbang|macan]] hitam dan putih, yang dianggap sebagai satwa gaib pengawalnya. Menurut legenda Sunda, ketika bala tentara Cirebon dan Banten menyerbu ''Dayeuh'' (ibu kota kerajaan) [[Pakuan Pajajaran]], sang raja menolak berpindah keyakinan masuk Islam. Namun dia juga enggan melawan tentara Muslim yang menyerbu dari Cirebon, karena bagaimanapun Cirebon adalah kerajaan anaknya. Menurut kisah rakyat, setelah jatuhnya ibu kota Pakuan, raja Sunda terakhir dengan ditemani pengiringnya mengundurkan diri ke [[Gunung Salak]] yang terletak di selatan ibu kota untuk menghindari pertumpahan darah. Kemudian sang raja ''ngahyang'' (menghilang atau moksa) menjadi [[hyang]] atau roh kedewaan. Konon dia berubah menjadi satwa mistis berwujud harimau suci. Sementara kisah lain menyebutkan bahwa sang raja menghilang di ''Leuweung'' (hutan) Sancang, di dekat laut selatan di [[Kabupaten Garut]].<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/maung-dan-prabu-siliwangi-mitos-atau-fakta-ckLg|title=Maung dan Prabu Siliwangi: Mitos atau Fakta? - Tirto.ID|last=Teguh|first=Irfan|website=tirto.id|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref>


Pada abad ke-17 kota [[Pakuan Pajajaran]] telah ditinggalkan penghuninya dan perlahan-lahan ditelan tanaman tropis sehingga berubah menjadi hutan lebat yang menjadi sarang [[Harimau jawa|harimau]]. Ekspedisi perdana oleh orang Belanda ke pedalaman Jawa Barat dilakukan pada 1687 yang dipimpin [[Pieter Scipio van Oostende]]. Dia membawa tim ekspedisi untuk menjelajahi hutan di selatan [[Batavia]] menuju bekas ibu kota Pakuan dan akhirnya mencapai Wijnkoopsbaai (kini [[Palabuhanratu]]).<ref>{{Cite book|title=Geschiedenis van Indonesië|last=Graaf|first=Hermanus Johannes de|date=1949-01-01|publisher=W. van Hoeve|language=nl}}</ref><ref>{{Cite book|title=Nederlandsch Indie: platen atlas met korten beschrijvenden tekst|last=Volkslectuur|first=Dutch East Indies Kantoor voor de| date=1926-01-01|publisher=Volkslectuur|language=nl}}</ref> Salah satu anggota ekspedisi ini diterkam harimau di daerah ini dua hari sebelumnya. Scipio mendapat keterangan dari anak buah Letnan Tanuwijaya dari Sumedang bahwa reruntuhan itu adalah bekas ibu kota kerajaan Pakuan Pajajaran.
Pada abad ke-17, lebih dari seratus tahun setelah runtuhnya Kerajaan Sunda, kota [[Pakuan Pajajaran]] telah ditinggalkan penghuninya. Perlahan-lahan kota ini telantar, lapuk, dan rusak ditelan semak belukar dan aneka tanaman tropis, sehingga berubah menjadi hutan lebat yang menjadi sarang [[Harimau jawa|harimau]]. Ekspedisi perdana oleh orang Belanda ke pedalaman Jawa Barat dilakukan pada 1687 yang dipimpin [[Pieter Scipio van Oostende]]. Dia membawa tim ekspedisi untuk menjelajahi hutan di selatan [[Batavia]] menuju bekas ibu kota Pakuan dan akhirnya mencapai ''Wijnkoopsbaai'' (kini [[Palabuhanratu]]).<ref>{{Cite book|title=Geschiedenis van Indonesië|last=Graaf|first=Hermanus Johannes de|date=1949-01-01|publisher=W. van Hoeve|language=nl}}</ref><ref>{{Cite book|title=Nederlandsch Indie: platen atlas met korten beschrijvenden tekst|last=Volkslectuur|first=Dutch East Indies Kantoor voor de| date=1926-01-01|publisher=Volkslectuur|language=nl}}</ref> Salah satu anggota ekspedisi ini tewas diterkam harimau di daerah ini dua hari sebelumnya. Scipio mendapat keterangan dari anak buah Letnan Tanuwijaya dari Sumedang, bahwa reruntuhan itu adalah bekas ibu kota kerajaan Pakuan Pajajaran.


Pada 23 Desember 1687, Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs menulis laporan; "bahwa di bekas istana yang tanahnya ditinggikan dekat tablet (prasasti) Raja Pajajaran yang berwarna perak, kawasan ini dijaga oleh banyak harimau."<ref name="Harimau Pajajaran">{{Cite web|url=https://sportourism.id/heritage/saat-ditemukan-singgasana-pajajaran-konon-dijaga-kawanan-harimau|title=Saat Ditemukan, Singgasana Pajajaran Konon Dijaga Kawanan Harimau|website=Sportourism.id|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref> Penampakan harimau juga dilaporkan oleh warga Kedung Halang dan Parung Angsana yang mengawal Scipio dalam ekspedisi ini. Mungkin peristiwa inilah yang menjadi sumber legenda lokal yang percaya bahwa Raja Pajajaran beserta segenap bangsawan Sunda dan pengawalnya telah berubah menjadi harimau mistis.<ref name="Harimau Pajajaran"/>
Pada 23 Desember 1687, Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs menulis laporan; "di bekas istana yang tanahnya ditinggikan, dekat tablet ([[prasasti Batutulis]]) berwarna perak peninggalan Raja Pajajaran yang dikeramatkan, kawasan ini dijaga oleh banyak harimau."<ref name="Harimau Pajajaran">{{Cite web|url=https://sportourism.id/heritage/saat-ditemukan-singgasana-pajajaran-konon-dijaga-kawanan-harimau|title=Saat Ditemukan, Singgasana Pajajaran Konon Dijaga Kawanan Harimau|website=Sportourism.id|language=id|access-date=2018-06-19}}</ref> Penampakan harimau juga dilaporkan oleh warga Kedung Halang dan Parung Angsana yang mengawal Scipio dalam ekspedisi ini. Mungkin peristiwa inilah yang menjadi sumber legenda lokal yang percaya bahwa Raja Pajajaran beserta segenap bangsawan Sunda dan pengawalnya telah berubah menjadi harimau mistis.<ref name="Harimau Pajajaran"/>


==Lihat juga==
==Lihat juga==
*[[Gunung Padang]]
*[[Situs Gunung Padang]]
*[[Kerajaan Sunda]]
*[[Kerajaan Sunda]]
*[[Divisi Siliwangi]]
*[[Divisi Siliwangi]]

Revisi terkini sejak 13 April 2024 02.39

Lukisan perwujudan Prabu Siliwangi di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Prabu Siliwangi atau Raja Siliwangi (bahasa Sunda: ᮕᮨᮻᮘᮥᮞᮤᮜᮤᮂᮝᮍᮤ, translit. Perebu Silih Wangi) adalah tokoh semi-legendaris yang digambarkan sebagai Raja Kerajaan Pajajaran tahun 1482 M - 1521 M ,yang bercorak Hindu sebelum berkembangnya Islam di Tatar Sunda.[1]:415

Dia adalah tokoh populer dalam tradisi lisan pantun Sunda, sastra Sunda, dongeng, cerita rakyat, sandiwara, dan legenda yang menggambarkan masa pemerintahannya sebagai masa keemasan masyarakat Sunda. Tradisi Sunda menyebutkan beliau sebagai raja yang sakti, cakap, gagah perkasa, adil, dan bijaksana yang berhasil membawa rakyat dan kerajaannya menuju era kejayaan dan kemakmuran.

Tokoh Prabu Siliwangi adalah tokoh semi-mitologi karena tradisi lisan Sunda hanya menyebutkan raja agung Sunda sebagai "Prabu Siliwangi" tanpa memperhatikan era atau kurun waktu sejarahnya. Sulit untuk memastikan dan mengidentifikasi siapakah tokoh sejarah yang dimaksudkan sebagai Prabu Siliwangi yang legendaris ini. Akibatnya kisah mengenai raja legendaris ini membentang dari era mitologi yang terkait kisah dewa-dewi Sunda kuno, hingga ke zaman kemudian saat datangnya ajaran Islam ke Tatar Sunda menjelang keruntuhan kerajaan Sunda Pajajaran.

Beberapa pihak telah mengajukan pendapat mengenai siapa tokoh sejarah nyata yang menginspirasi kisah Prabu Siliwangi ini. Penafsiran paling populer mengaitkan Prabu Siliwangi dengan tokoh sejarah raja Sunda bernama Sri Baduga Maharaja[2][3] yang disebutkan bertakhta di Pajajaran pada kurun 1482–1521. Sementara ada pihak lain yang berpendapat bahwa legenda Prabu Siliwangi mungkin terinspirasi oleh tokoh sejarah raja Sunda sebelumnya yang bernama Niskala Wastu Kancana, yang disebutkan memerintah selama 104 tahun dari kurun waktu 1371–1475.[1]:415

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Sebuah teori kebahasaan menyebutkan bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah dalam bahasa Sunda Silih Wangi, yang berarti pengganti atau penerus Raja Wangi. Raja Wangi sendiri berarti seorang raja yang memiliki nama yang harum (wangi).

Menurut Kidung Sunda dan Carita Parahyangan, Raja Wangi diidentifikasi sebagai Maharaja Linggabuana, seorang raja Sunda yang gugur di Majapahit pada 1357 dalam peristiwa Perang Bubat. Dikisahkan Raja Hayam Wuruk, raja Majapahit, berniat mempersunting Dyah Pitaloka Citraresmi, putri raja Sunda. Keluarga kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk menikahkan putrinya dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi, Gajah Mada, mahapatih Majapahit, melihat peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menuntut takluknya kerajaan Sunda di bawah Majapahit. Dia menuntut bahwa sang putri tidak akan dijadikan sebagai permaisuri Majapahit, melainkan hanya akan diperlakukan sebagai selir, sebagai tanda persembahan taklukknya kerajaan Sunda sebagai kerajaan bawahan dari Majapahit.

Murka akibat penghinaan Gajah Mada ini, keluarga kerajaan Sunda berjuang belapati melawan balatentara Majapahit sampai mati demi membela kehormatan mereka. Setelah kematiannya, Raja Lingga Buana diberikan gelar Wangi (raja yang harum namanya) karena aksi keberanian dan kepahlawanannya dalam mempertahankan kehormatan kerajaan.

Keturunannya yang memiliki keagungan yang setara disebut dengan gelar Silihwangi (penerus Raja Wangi). Setelah mangkatnya Raja Wangi (Prebu Maharaja), terdapat tujuh raja penerusnya, yang secara teknis semuanya dianggap pewaris Raja Wangi (Silihwangi).

Sementara sejarahwan lain berpendapat bahwa nama Siliwangi berasal dari istilah Sunda Asilih Wewangi, yang berarti berganti gelar.[4]

Legenda Prabu Siliwangi[sunting | sunting sumber]

Sebuah candi dipersembahkan untuk memuliakan Prabu Siliwangi yang terletak di Pura Parahyangan Agung Jagatkarta di Bogor, Jawa Barat.

Sebuah legenda Sunda menyebutkan mengenai kisah Pangeran Jayadewata, putra Prabu Anggalarang, raja Kerajaan Galuh, yang memerintah di keraton Surawisesa di kota Kawali. Pangeran Jayadewata juga dikenal dengan gelar Ratu Purana Prebu Guru Dewataprana.[2]

Pada saat mudanya, pangeran Jayadewata dikenal dengan panggilan Raden Pamanah Rasa (pemanah rasa cinta). Nama ini menunjukkan bahwa sang pangeran memiliki paras sangat tampan dan mempesona, sehingga semua orang sangat mudah jatuh hati kepadanya. Tradisi Sunda menyebutkan sang pangeran adalah siswa yang cerdas dalam hal kesusastraan, musik, tari, dan seni, termasuk mahir dalam seni bela diri pencak silat, serta keterampilan khas kebangsawanan seperti seni perang dan panahan.

Seorang tokoh di dalam kerajaan berniat jahat menggulingkan Raja Anggalarang dan akhirnya berhasil membunuhnya dan merebut takhta. Sementara Pangeran Jayadewata diracuni dan disihir dengan menggunakan ilmu hitam yang mengakibatkan dia menjadi hilang ingatan bahkan menjadi sinting. Pangeran yang sakti namun kurang waras ini kemudian berkelana ke penjuru negeri menimbulkan kegaduhan di desa-desa. Akhirnya, Ki Gedeng Sindangkasih, kepala desa Sindangkasih, berhasil menjinakannya. Berkat cinta Nyi Ambetkasih, putri Ki Gedeng, sang pangeran akhirnya berhasil disembuhkan dari sakit ingatannya. Pangeran Jayadewata kemudian mengawini Nyi Ambetkasih. Kemudian, Pangeran Jayadewata berhasil menghimpun dukungan rakyat dan berhasil menuntut kembali haknya atas takhta kerajaan Sunda.

Harimau Siliwangi[sunting | sunting sumber]

Lambang Harimau Divisi Siliwangi.

Tradisi Sunda mengaitkan Prabu Siliwangi dengan satwa mistis harimau juga macan hitam dan putih, yang dianggap sebagai satwa gaib pengawalnya. Menurut legenda Sunda, ketika bala tentara Cirebon dan Banten menyerbu Dayeuh (ibu kota kerajaan) Pakuan Pajajaran, sang raja menolak berpindah keyakinan masuk Islam. Namun dia juga enggan melawan tentara Muslim yang menyerbu dari Cirebon, karena bagaimanapun Cirebon adalah kerajaan anaknya. Menurut kisah rakyat, setelah jatuhnya ibu kota Pakuan, raja Sunda terakhir dengan ditemani pengiringnya mengundurkan diri ke Gunung Salak yang terletak di selatan ibu kota untuk menghindari pertumpahan darah. Kemudian sang raja ngahyang (menghilang atau moksa) menjadi hyang atau roh kedewaan. Konon dia berubah menjadi satwa mistis berwujud harimau suci. Sementara kisah lain menyebutkan bahwa sang raja menghilang di Leuweung (hutan) Sancang, di dekat laut selatan di Kabupaten Garut.[5]

Pada abad ke-17, lebih dari seratus tahun setelah runtuhnya Kerajaan Sunda, kota Pakuan Pajajaran telah ditinggalkan penghuninya. Perlahan-lahan kota ini telantar, lapuk, dan rusak ditelan semak belukar dan aneka tanaman tropis, sehingga berubah menjadi hutan lebat yang menjadi sarang harimau. Ekspedisi perdana oleh orang Belanda ke pedalaman Jawa Barat dilakukan pada 1687 yang dipimpin Pieter Scipio van Oostende. Dia membawa tim ekspedisi untuk menjelajahi hutan di selatan Batavia menuju bekas ibu kota Pakuan dan akhirnya mencapai Wijnkoopsbaai (kini Palabuhanratu).[6][7] Salah satu anggota ekspedisi ini tewas diterkam harimau di daerah ini dua hari sebelumnya. Scipio mendapat keterangan dari anak buah Letnan Tanuwijaya dari Sumedang, bahwa reruntuhan itu adalah bekas ibu kota kerajaan Pakuan Pajajaran.

Pada 23 Desember 1687, Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs menulis laporan; "di bekas istana yang tanahnya ditinggikan, dekat tablet (prasasti Batutulis) berwarna perak peninggalan Raja Pajajaran yang dikeramatkan, kawasan ini dijaga oleh banyak harimau."[8] Penampakan harimau juga dilaporkan oleh warga Kedung Halang dan Parung Angsana yang mengawal Scipio dalam ekspedisi ini. Mungkin peristiwa inilah yang menjadi sumber legenda lokal yang percaya bahwa Raja Pajajaran beserta segenap bangsawan Sunda dan pengawalnya telah berubah menjadi harimau mistis.[8]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Marwati Djoened Poesponegoro; Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno. Balai Pustaka. ISBN 978-9794074084. OCLC 318053182. Diakses tanggal 17 June 2018. 
  2. ^ a b Moh. Amir Sutaarga. "Prabu Siliwangi atau Ratu Purana Prebu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharadja Ratu Hadji di Pakwan Padjadjaran, 1474-1513". Smithsonian Institution (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-06-21. 
  3. ^ "Sri Baduga Sangat Melegenda Dalam Kerajaan Sunda". Pikiran Rakyat. 1 November 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 June 2018. Diakses tanggal 19 June 2018. 
  4. ^ Kompasiana.com. "Napak Tilas Menelusuri Jejak Prabu Siliwangi oleh Diella Dachlan - Kompasiana.com". www.kompasiana.com. Diakses tanggal 2018-06-19. 
  5. ^ Teguh, Irfan. "Maung dan Prabu Siliwangi: Mitos atau Fakta? - Tirto.ID". tirto.id. Diakses tanggal 2018-06-19. 
  6. ^ Graaf, Hermanus Johannes de (1949-01-01). Geschiedenis van Indonesië (dalam bahasa Belanda). W. van Hoeve. 
  7. ^ Volkslectuur, Dutch East Indies Kantoor voor de (1926-01-01). Nederlandsch Indie: platen atlas met korten beschrijvenden tekst (dalam bahasa Belanda). Volkslectuur. 
  8. ^ a b "Saat Ditemukan, Singgasana Pajajaran Konon Dijaga Kawanan Harimau". Sportourism.id. Diakses tanggal 2018-06-19. 

Referensi[sunting | sunting sumber]

  • Atja (1968), Tjarita Parahijangan: Titilar Karuhun Urang Sunda Abad Ka-16 Masehi. Bandung: Jajasan Kebudajaan Nusalarang.
  • Berg, C.C., (1938), "Javaansche Geschiedschrijving" dalam F.W. Stapel (ed.,) Geschiedenis van Nederlandsch Indie. Jilid II:7-48. Amsterdam. Diterjemahkan oleh S.Gunawan (1974), Penulisan Sejarah Jawa, Jakarta: Bhratara.
  • Brandes, J.L.A., (1911) "Babad Tjerbon" Uitvoerige inhouds-opgave en Noten door Wijlen Dr.J.L.A.Brandes met inleiding en tekst, uitgegeven door Dr.DA.Rinkes. VBG. LIX. Tweede Druk. Albrecht & Co. -'sGravenhage.
  • Djoko Soekiman (1982), Keris Sejarah dan Funsinya. Depdikbud-BP3K Yogyakarta. Proyek Javanologi.
  • Girardet, Nikolaus et al. (1983),Descriptive Catalogue of the Javanese Manuscripts. Wiesbaden: Franz Steiner Verlag.
  • Graaf, H.J. (1953), Over het Onstaant de Javaanse Rijkskroniek. Leiden.
  • Olthof, W.L. ed., (1941), Poenika Serat Babad Tanah Djawi Wiwit Saking Adam Doemoegi ing Taoen 1647. 'Gravenhage.
  • Padmasusastra, Ki (1902), Sajarah Karaton Surakarta-Ngayogyak arta. Semarang-Surabaya: Van Dorp.
  • Pigeaud, Th. G.Th., (1967–1980), Literature of Java, 4 Jilid. The Hague: Martinus Nijhoff.
  • Pradjasujitna, R.Ng., (1956), Tjatatan Ringkas Karaton Surakarta. Cetakan Ketiga. Sala: Tigalima.
  • Ricklefts, M.C dan p. Voorhoeve (1977), Indonesian Manuscripts in Great Britain, Oxford university Press.
  • Sartono Kartodirdjo et al., (1975), Sejarah Nasional Indonesia II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. PN Balai Pustaka.
  • Sumodiningrat Mr.B.P.H., (1983), Pamor Keris. depdiknud BP3K. Yogyakarta: Proyek Javanologi.