Lompat ke isi

Brahmavihāra: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Faredoka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
(34 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan}}
'''Brahma Vihara''' adalah sifat-sifat luhur yang patut untuk dijalani semua mahkluk. Adapun sifat-sifat luhur yang dimaksudkan adalah Metta (Cinta Kasih), Karuna (Welas Asih), Mudita (Simpati), dan Uppekkha (Keseimbangan Batin).
{{noref}}
{{Buddhisme|dhamma}}
'''Brahmavihara''' atau '''Empat Keadaan Batin yang Luhur''' ([[bahasa Pali|Pali]]: ''cattāri brahmavihārā'' atau ''appamaññā'') merujuk pada empat sifat luhur yang patut dikembangkan dalam batin, yaitu cinta kasih ([[Metta|mettā]]), belas kasihan atau welas asih ([[Karuna|karuṇā]]), kegembiraan simpatik atau turut-berbahagia ([[mudita]]), dan keseimbangan batin ([[Upekkha|upekkhā]]).


== Metta ==
== Theravāda ==
Metta adalah cinta kasih Universal. Cinta kasih yang tanpa pamrih dan ikhlas.
Layaknya cinta seorang Ibu kepada anaknya/anak tunggalnya.
Kalimat ini sebagaimana yang tertuang dalam syair [[Karaniya Metta Sutta]], Syair Sutta Cinta Kasih.


== Karuna ==
=== Mettā ===
{{Main|Mettā}}
Karuna merupakan sifat welas kasih atau sifat yang timbul karena adanya perasaan iba.
Mettā adalah cinta kasih Universal. Cinta kasih yang tanpa pamrih dan ikhlas. Layaknya cinta seorang Ibu kepada anaknya/anak tunggalnya. Kalimat ini sebagaimana yang tertuang dalam syair [[Karaniya Metta Sutta]], Syair Sutta Cinta Kasih.
Sebagai contoh, saat Pangeran [[Siddhartha]] sedang bermain dengan para sahabat-Nya di hutan.<ref name="kronologi hidup Buddha">{{Cite book| last=Buddha|first=kronologi| year=2006| title=[[Kronologi Hidup Buddha]]| pages=42-43| publisher=[[Karaniya]]| isbn=979-8727-01-0}}</ref> Di antara mereka adalah Pangeran [[Devadatta]], sepupu Pangeran Siddhartha, yang memegang busur dan beberapa anak panah dalam kantung yang tergantung di punggungnya. <ref name="kronologi hidup Buddha"/>Ketika Pangeran Siddhartha tengah beristirahat di bawah pohon menikmati kedamaian dan keindahan alam.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Tiba-tiba, seekor angsa jatuh dari angkasa tidak jauh tepat di hadapan-Nya.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Ia tahu bahwa Pangeran Devadatta telah memanah angsa itu.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Pangeran Siddharta bangkit dan bergegas menolong si angsa.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Pangeran Devadatta juga mengejar angsa itu, namun Pangeran Siddharta berlari lebih cepat darinya.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Sebatang anak panah telah menusuk salah satu sayapnya; untunglah angsa itu masih hidup.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Dengan lembut Ia menarik anak panah itu keluar dari sayapnya; lalu memetik beberapa tanaman obat, memeras, dan meneteskan getahnya pada luka si angsa untuk menghentikan pendarahan.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Ia mengelus angsa tersebut dengan lembut dan menenangkan unggas yang ketakutan itu.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Angsa itu didekap di dada-Nya supaya merasa hangat dan nyaman.<ref name="kronologi hidup Buddha"/>
: ''Ahaṁ sukhito homi, Niddukkho homi, Avero homi, Abyāpajjho homi, Anīgho homi, Sukhī attānaṁ pariharāmi. Sabbe sattā sukhitā hontu, Niddukkhā hontu, Averā hontu, Abyāpajjhā hontu, Anīghā hontu, Sukhī attānaṁ pariharantu.'' Semoga aku berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari penyakit, Bebas dari kesukaran, Semoga aku dapat mempertahankan kebahagiaanku sendiri. Semoga semua makhluk berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari kesakitan, Bebas dari kesukaran, Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.<ref name="Paritta Suci">{{cite web | url = https://samaggi-phala.or.id/download/paritta/Paritta_Suci.pdf | title = Paritta Suci | accessdate = 28 Desember 2020 | publisher = Samaggi-Phala.com}}</ref>


== Mudita ==
=== Karuṇā ===
{{Main|Karuṇā}}
Mudita sebagai sifat luhur ketiga bermakna [[simpati]].
Karuna merupakan sifat welas asih atau sifat yang timbul karena adanya perasaan iba.
Sebagai contoh, saat Pangeran [[Siddharta Gautama|Siddharta]] sedang bermain dengan para sahabat-Nya di hutan.<ref name="kronologi hidup Buddha">{{Cite book| last=Buddha|first=kronologi| year=2006| title=[[Kronologi Hidup Buddha]]| pages=42-43| publisher=[[Karaniya]]| isbn=979-8727-01-0}}</ref> Di antara mereka adalah Pangeran [[Devadatta]], sepupu Pangeran Siddhartha, yang memegang busur dan beberapa anak panah dalam kantung yang tergantung di punggungnya.<ref name="kronologi hidup Buddha"/>Ketika Pangeran Siddhartha tengah beristirahat di bawah pohon menikmati kedamaian dan keindahan alam.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Tiba-tiba, seekor angsa jatuh dari angkasa tidak jauh tepat di hadapan-Nya.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Ia tahu bahwa Pangeran Devadatta telah memanah angsa itu.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Pangeran Siddharta bangkit dan bergegas menolong si angsa.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Pangeran Devadatta juga mengejar angsa itu, tetapi Pangeran Siddharta berlari lebih cepat darinya.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Sebatang anak panah telah menusuk salah satu sayapnya; untunglah angsa itu masih hidup.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Dengan lembut Ia menarik anak panah itu keluar dari sayapnya; lalu memetik beberapa tanaman obat, memeras, dan meneteskan getahnya pada luka si angsa untuk menghentikan pendarahan.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Ia mengelus angsa tersebut dengan lembut dan menenangkan unggas yang ketakutan itu.<ref name="kronologi hidup Buddha"/> Angsa itu didekap di dada-Nya supaya merasa hangat dan nyaman.<ref name="kronologi hidup Buddha"/>
:''Sabbe sattā dukkhā pamuccantu.'' Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan.<ref name="Paritta Suci"/>


== Uppekkha ==
=== Mudita ===
{{Main|Mudita}}
Sifat luhur keempat, Uppekkha berarti keseimbangan batin. Sikap batin yang teguh dan seimbang.
Mudita sebagai sifat luhur ketiga bermakna turut berbahagia.
: ''Sabbe sattā ma laddha-sampattito vigacchantu.'' Semoga semua makhluk tidak kehilangan kesejahteraan yang telah mereka peroleh.<ref name="Paritta Suci"/>

=== Upekkhā ===
{{Main|Upekkhā}}
Sifat luhur keempat, Upekkhā berarti keseimbangan batin. Sikap batin yang teguh dan seimbang.
: ''Sabbe sattā kammassakā, kamma-dāyādā, kamma-yonī, kamma-bandhū, kamma-paṭisaraṇā. Yaṁ kammaṁ karissanti kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti.'' Semua makhluk Memiliki karmanya sendiri, Mewarisi karmanya sendiri, Lahir dari karmanya sendiri, Berhubungan dengan karmanya sendiri, Terlindung oleh karmanya sendiri. Apa pun karma yang diperbuatnya, baik atau buruk, itulah yang akan diwarisinya.<ref name="Paritta Suci"/>

== Lihat pula ==
*[[Metta]]
*[[Karuna]]
*[[Mudita]]
*[[Upekkha]]


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{reflist|2}}

{{Buddhisme-topik}}


[[Kategori:Buddhisme]]
[[Kategori:Buddhisme]]

Revisi per 6 Agustus 2024 15.20

Brahmavihara atau Empat Keadaan Batin yang Luhur (Pali: cattāri brahmavihārā atau appamaññā) merujuk pada empat sifat luhur yang patut dikembangkan dalam batin, yaitu cinta kasih (mettā), belas kasihan atau welas asih (karuṇā), kegembiraan simpatik atau turut-berbahagia (mudita), dan keseimbangan batin (upekkhā).

Theravāda

Mettā

Mettā adalah cinta kasih Universal. Cinta kasih yang tanpa pamrih dan ikhlas. Layaknya cinta seorang Ibu kepada anaknya/anak tunggalnya. Kalimat ini sebagaimana yang tertuang dalam syair Karaniya Metta Sutta, Syair Sutta Cinta Kasih.

Ahaṁ sukhito homi, Niddukkho homi, Avero homi, Abyāpajjho homi, Anīgho homi, Sukhī attānaṁ pariharāmi. Sabbe sattā sukhitā hontu, Niddukkhā hontu, Averā hontu, Abyāpajjhā hontu, Anīghā hontu, Sukhī attānaṁ pariharantu. Semoga aku berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari penyakit, Bebas dari kesukaran, Semoga aku dapat mempertahankan kebahagiaanku sendiri. Semoga semua makhluk berbahagia, Bebas dari penderitaan, Bebas dari kebencian, Bebas dari kesakitan, Bebas dari kesukaran, Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.[1]

Karuṇā

Karuna merupakan sifat welas asih atau sifat yang timbul karena adanya perasaan iba. Sebagai contoh, saat Pangeran Siddharta sedang bermain dengan para sahabat-Nya di hutan.[2] Di antara mereka adalah Pangeran Devadatta, sepupu Pangeran Siddhartha, yang memegang busur dan beberapa anak panah dalam kantung yang tergantung di punggungnya.[2]Ketika Pangeran Siddhartha tengah beristirahat di bawah pohon menikmati kedamaian dan keindahan alam.[2] Tiba-tiba, seekor angsa jatuh dari angkasa tidak jauh tepat di hadapan-Nya.[2] Ia tahu bahwa Pangeran Devadatta telah memanah angsa itu.[2] Pangeran Siddharta bangkit dan bergegas menolong si angsa.[2] Pangeran Devadatta juga mengejar angsa itu, tetapi Pangeran Siddharta berlari lebih cepat darinya.[2] Sebatang anak panah telah menusuk salah satu sayapnya; untunglah angsa itu masih hidup.[2] Dengan lembut Ia menarik anak panah itu keluar dari sayapnya; lalu memetik beberapa tanaman obat, memeras, dan meneteskan getahnya pada luka si angsa untuk menghentikan pendarahan.[2] Ia mengelus angsa tersebut dengan lembut dan menenangkan unggas yang ketakutan itu.[2] Angsa itu didekap di dada-Nya supaya merasa hangat dan nyaman.[2]

Sabbe sattā dukkhā pamuccantu. Semoga semua makhluk bebas dari penderitaan.[1]

Mudita

Mudita sebagai sifat luhur ketiga bermakna turut berbahagia.

Sabbe sattā ma laddha-sampattito vigacchantu. Semoga semua makhluk tidak kehilangan kesejahteraan yang telah mereka peroleh.[1]

Upekkhā

Sifat luhur keempat, Upekkhā berarti keseimbangan batin. Sikap batin yang teguh dan seimbang.

Sabbe sattā kammassakā, kamma-dāyādā, kamma-yonī, kamma-bandhū, kamma-paṭisaraṇā. Yaṁ kammaṁ karissanti kalyāṇaṁ vā pāpakaṁ vā tassa dāyādā bhavissanti. Semua makhluk Memiliki karmanya sendiri, Mewarisi karmanya sendiri, Lahir dari karmanya sendiri, Berhubungan dengan karmanya sendiri, Terlindung oleh karmanya sendiri. Apa pun karma yang diperbuatnya, baik atau buruk, itulah yang akan diwarisinya.[1]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d "Paritta Suci" (PDF). Samaggi-Phala.com. Diakses tanggal 28 Desember 2020. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k Buddha, kronologi (2006). Kronologi Hidup Buddha. Karaniya. hlm. 42–43. ISBN 979-8727-01-0.