Janggolan: Perbedaan antara revisi
Verosaurus (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Mengganti kategori yang dialihkan Penemuan Indonesia menjadi Reka cipta Indonesia |
||
(10 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Madurese prauw in de haven van Soerabaja TMnr 60048886.jpg|jmpl|Janggolan Madura di pelabuhan [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Perhatikan bentuk linggi depan gandanya, yang disebut "rahang", dan bagian "muka" perahu.]]'''Janggolan''' mengacu pada dua jenis perahu yang berbeda dari Indonesia. Satu dari Madura, dan yang lain dari Bali. '''Janggolan Madura''' adalah jenis perahu yang dibangun secara asli, sementara '''janggolan Bali''' adalah sebuah perahu dengan konstruksi lambung bergaya barat. |
||
'''Janggolan''' mengacu pada dua jenis perahu yang berbeda dari Indonesia. Satu dari Madura, dan yang lain dari Bali. '''Janggolan Madura''' adalah jenis perahu yang dibangun secara asli, sementara '''janggolan Bali''' adalah sebuah perahu dengan konstruksi lambung bergaya barat. |
|||
== Janggolan Madura == |
== Janggolan Madura == |
||
⚫ | |||
Janggolan di [[Pulau Madura|Madura]] berasal dari bagian barat pantai selatan Madura, dari [[Pelabuhan Kamal|Kamal]] ke [[Kabupaten Sampang|Sampang]].<ref>Stenross |
Janggolan di [[Pulau Madura|Madura]] berasal dari bagian barat pantai selatan Madura, dari [[Pelabuhan Kamal|Kamal]] ke [[Kabupaten Sampang|Sampang]].<ref>Stenross (2007). h. 96.</ref> Ia adalah yang terbesar dari keluarga perahu dengan linggi depan ganda, seperti [[lis-alis]]. Mereka dapat ditemukan berayar ke [[Singapura]] pada masa lalu, disebut "[[Golekan|golekkan]] bergaya lama".<ref>Stenross (2007). h. 83.</ref> |
||
=== Etimologi === |
=== Etimologi === |
||
Kata ''janggolan'' berarti transportasi.<ref name=":1">Horridge |
Kata ''janggolan'' berarti transportasi.<ref name=":1">Horridge (2015). h. 69.</ref> Ia juga disebut sebagai ''parao janggol'' oleh orang Madura.<ref>Stenross (2007). h. 101.</ref> Seperti [[Lis-alis|alisalis]], janggolan dianggap sebagai "perempuan" (''parao bini'' — perahu perempuan), dan motif ornamen yang digunakan dihubungkan dengan feminin.<ref name=":3">Stenross (2007). h. 277.</ref><ref name=":3" /> |
||
=== Deskripsi === |
=== Deskripsi === |
||
[[Berkas:Decorated face of a Janggolan.jpg|jmpl|Muka berdekorasi dari haluan janggolan.|alt=|kiri]] |
|||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Madurese prauw in de haven van Soerabaja TMnr 60048886.jpg|jmpl|Janggolan Madura di pelabuhan [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Perhatikan bagian "muka" perahu.]] |
|||
Janggolan Madura dapat diidentifikasi dari muka datar berdekorasi di antara linggi depan ganda di perahu dan dari kejauhan dapat diidentifikasi juga dari 2 tiang penyangga di atas buritan yang didukung oleh galah bambu sementara. Juga, janggolan tidak dicat putih seperti [[leti leti]]. Di laut, janggolan memiliki sistem layar yang sama seperti golekan ([[Layar capit kepiting|sistem layar ''lete'']]), tetapi bentuknya lebih besar.<ref name=":1">Horridge |
Janggolan Madura dapat diidentifikasi dari muka datar berdekorasi di antara linggi depan ganda di perahu dan dari kejauhan dapat diidentifikasi juga dari 2 tiang penyangga di atas buritan yang didukung oleh galah bambu sementara. Juga, janggolan tidak dicat putih seperti [[leti leti]]. Di laut, janggolan memiliki sistem layar yang sama seperti golekan ([[Layar capit kepiting|sistem layar ''lete'']]), tetapi bentuknya lebih besar.<ref name=":1">Horridge (2015). h. 69.</ref> Kroman sama dengan janggolan, juga dengan rumah geladak, 2 layar segitiga dengan sistem layar yang sama, tetapi biasanya dengan haluan yang lebih sempit dengan rangka menaik tinggi dan "bentuk rahang" yang rendah. Kroman pada abad ke-19 juga memiliki cadik, dan mungkin semua perahu dari keluarga lis-alis adalah keturunan perahu yang memiliki cadik.<ref name=":2">Horridge (2015). h. 70.</ref> Tiang horisontal (''tenjoran'') masih tetap digunakan pada sisi arah tiupan angin karena merupakan bagian dasar dari sistem layar.<ref>Horridge (2015). h. 71.</ref> |
||
Janggolan Madura adalah "lis-alis besar", beberapa dari mereka memiliki tiang ''solid'' yang besar. Mereka adalah perahu kargo terberat Madura. Daya muatnya antara 65 |
Janggolan Madura adalah "lis-alis besar", beberapa dari mereka memiliki tiang ''solid'' yang besar. Mereka adalah perahu kargo terberat Madura. Daya muatnya antara 65 sampai 120 ton.<ref>Stenross (2007). h. 236.</ref> Tiang kemudi itu sendiri bisa sepanjang 3 meter dengan ketebalan penampang 25x40 cm, dengan pilar vertikal lebih tinggi dari manusia. Kroman yang berbobot 100–200 ton dibangun tanpa rusuk atau lantai karena itu tidak memungkinkan di masa lalu, tetapi sekarang janggolan memiliki sejumlah besar tulang rusuk berat yang ditempatkan secara berdekatan seperti pada lambung perahu barat, dengan tiang pengikat dan menutupinya untuk menjaga muatan dari air. Pola ukiran kayu di muka perahu berasal dari berbagai sumber, termasuk lambang kerajaan Belanda. Mereka juga sangat gigih dan setia dalam memakainya, sebuah janggolan pada tahun 1978 menggunakan pola yang sama dengan ilustrasi lebih dari 60 tahun yang lalu.<ref>Horridge (2015). h. 72.</ref> |
||
=== Peran === |
=== Peran === |
||
{{multiple image |
|||
⚫ | |||
| align = right |
|||
⚫ | Pada abad ke-19, janggolan adalah alat transportasi utama dan biasa digunakan untuk mengangkut telur ikan bandeng ([[Bandeng|''Chanos chanos'']]) yang ditangkap dekat lepas pantai dan dijual ke pemilik tambak ikan di sepanjang pesisir pantai utara Jawa.<ref name=":2">Horridge |
||
| total_width = 300 |
|||
| image1 = COLLECTIE TROPENMUSEUM Madurese prauw in Pasar Ikan Batavia TMnr 60047111.jpg |
|||
| alt1 = Janggolan Madura di Pasar Ikan |
|||
| caption1 = Janggolan Madura di Pasar Ikan, [[Batavia, Hindia Belanda|Batavia]]. Perhatikan bagian "muka" perahu dan "''tenjoran''". |
|||
| image2 = A Javanese trading boat in full sail, by Captain Chidley.jpg |
|||
| alt2 = Janggolan Jawa |
|||
| caption2 = Janggolan Jawa dengan layar lete (varian dari [[layar capit kepiting]]), dengan konfigurasi ''goosewing'' atau sayap angsa (menerima angin dari buritan). |
|||
}} |
|||
⚫ | Pada abad ke-19, janggolan adalah alat transportasi utama dan biasa digunakan untuk mengangkut telur ikan bandeng ([[Bandeng|''Chanos chanos'']]) yang ditangkap dekat lepas pantai dan dijual ke pemilik tambak ikan di sepanjang pesisir pantai utara Jawa.<ref name=":2">Horridge (2015). h. 70.</ref> Janggolan telah terlibat dalam pengangkutan kayu dari Kalimantan sejak akhir 1960-an, menggabungkan ini dengan pengangkutan garam ke Jakarta dan tempat-tempat lain di bagian barat kepulauan sejak awal abad ke-20, dan mengkhususkan diri dalam pengangkutan balok kayu ke pelabuhan di Jawa.<ref>Stenross (2007). h. 141.</ref> |
||
Ada indikasi bahwa janggolan akan diganti sepenuhnya oleh leti-leti dan tidak ada lagi janggolan baru yang akan dibuat. Yang bertahan membawa kargo ke muara sungai kecil dan melewati perairan dangkal berlumpur di selat Madura, di mana rangka mereka lebih cocok, melindungi mereka dari kondisi sulit dan sistem layarnya memungkinkan mereka untuk bermanuver di sepanjang sungai kecil yang berair pasang dengan bantuan galah. Di laut, janggolan bermuatan berat dapat berlayar dengan stabil di air, dengan bagian belakang perahu ditarik ke bawah oleh bentuk badannya, menciptakan sedikit gelombang atau riak kecil di bawah haluan perahu.<ref name=":2">Horridge |
Ada indikasi bahwa janggolan akan diganti sepenuhnya oleh leti-leti dan tidak ada lagi janggolan baru yang akan dibuat. Yang bertahan membawa kargo ke muara sungai kecil dan melewati perairan dangkal berlumpur di selat Madura, di mana rangka mereka lebih cocok, melindungi mereka dari kondisi sulit dan sistem layarnya memungkinkan mereka untuk bermanuver di sepanjang sungai kecil yang berair pasang dengan bantuan galah. Di laut, janggolan bermuatan berat dapat berlayar dengan stabil di air, dengan bagian belakang perahu ditarik ke bawah oleh bentuk badannya, menciptakan sedikit gelombang atau riak kecil di bawah haluan perahu.<ref name=":2">Horridge (2015). h. 70.</ref> |
||
===Galeri=== |
|||
<gallery mode="packed" widths="170" heights="170"> |
|||
File:Collectie NMvWereldculturen, TM-10035703, Dia, 'Steven van een Madurese prauw', fotograaf onbekend, 1932-1940.jpg|Buritan sebuah janggolan. |
|||
File:Collectie NMvWereldculturen, TM-10035701, Dia, 'Man aan boord van een Madurese prauw', fotograaf onbekend, 1932-1940.jpg|Di geladak haluan. |
|||
File:Collectie NMvWereldculturen, TM-10035700, Dia, 'Twee mannen aan boord van een Madurese prauw', fotograaf onbekend, 1932-1940.jpg|Kemudi besar di buritan. |
|||
File:Collectie NMvWereldculturen, TM-10035704, Dia, 'Madurese prauw', fotograaf onbekend, 1932-1940.jpg|Muka buritan. |
|||
</gallery> |
|||
== Janggolan Bali == |
== Janggolan Bali == |
||
[[Berkas:Janggolan Bali samping.png|jmpl|Gambar 2 dimensi dari janggolan Bali yang dilihat oleh Adrian Horridge.]] |
|||
Janggolan di Bali mengacu pada jenis perahu kecil dengan pengaruh barat yang digunakan di [[Bali]], dibangun menggunakan lambung ''[[sekoci]]''.<ref name=":0">Horridge |
Janggolan di Bali mengacu pada jenis perahu kecil dengan pengaruh barat yang digunakan di [[Bali]], dibangun menggunakan lambung ''[[sekoci]]''.<ref name=":0">Horridge (2015). h. 119.</ref> Kata ''sekoci'' tempaknya berasal dari kata Belanda ''schuitje'' (berarti "perahu kecil"). Pada abad ke-19 sebuah ''sekoci'' berarti perahu kecil yang dibangun dengan gaya barat, biasanya untuk Belanda, dan banyak dari yang semacam itu diekspor dari [[Kota Makassar|Makassar]] ke kepulauan lain.<ref>Horridge (2015). h. 113.</ref> |
||
=== Deskripsi === |
=== Deskripsi === |
||
Ia digunakan sebagai perahu feri, dengan badan ''sekoci'', kemudi sentral, dan satu layar kecil ditempatkan tinggi di sebuah tiang. Linggi depannya membuat sudut 70 derajat terhadap lunas lurus. Papan-papannya ditekuk dengan pemanasan menggunakan api suhu rendah. Bagian haluan dan buritan runcing, hampir mirip satu sama lain, tetapi sebuah panggung datar ditempatkan di buritan di atas 2 atau 3 tiang datar. Di sinilah sang juru mudi berdiri, dengan sebuah galah di tangan, satu kaki menekan pasak kemudi, memegang layar.<ref name=":0"/> Lambungnya panjang, tipis, dan hampir bundar di tengah perahu. Ada rusuk dan tempat duduk di tepi perahu, dek dengan dua tingkat. Janggolan Bali yang diamati oleh Adrian Horridge memiliki panjang 11 m, lebar 2,75 m, dengan kedalaman tengah 76 cm. Tebal papan 2,5 cm, rusuk 7,5x12,5 cm penampangnya, tiangnya setinggi 4,3 m. Ketinggian linggi depan dan linggi belakang adalah 1,2 m.<ref>Horridge |
Ia digunakan sebagai perahu feri, dengan badan ''sekoci'', kemudi sentral, dan satu layar kecil ditempatkan tinggi di sebuah tiang. Linggi depannya membuat sudut 70 derajat terhadap lunas lurus. Papan-papannya ditekuk dengan pemanasan menggunakan api suhu rendah. Bagian haluan dan buritan runcing, hampir mirip satu sama lain, tetapi sebuah panggung datar ditempatkan di buritan di atas 2 atau 3 tiang datar. Di sinilah sang juru mudi berdiri, dengan sebuah galah di tangan, satu kaki menekan pasak kemudi, memegang layar.<ref name=":0"/> Lambungnya panjang, tipis, dan hampir bundar di tengah perahu. Ada rusuk dan tempat duduk di tepi perahu, dek dengan dua tingkat. Janggolan Bali yang diamati oleh Adrian Horridge memiliki panjang 11 m, lebar 2,75 m, dengan kedalaman tengah 76 cm. Tebal papan 2,5 cm, rusuk 7,5x12,5 cm penampangnya, tiangnya setinggi 4,3 m. Ketinggian linggi depan dan linggi belakang adalah 1,2 m.<ref>Horridge (2015). h. 120.</ref> |
||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
Baris 38: | Baris 54: | ||
* [[Lambo (perahu)|Lambo]] |
* [[Lambo (perahu)|Lambo]] |
||
* [[Perahu mayang |
* [[Perahu mayang]] |
||
* [[Pencalang]] |
* [[Pencalang]] |
||
Baris 46: | Baris 62: | ||
== Bacaan lanjutan == |
== Bacaan lanjutan == |
||
* Horridge, Adrian. ( |
* Horridge, Adrian (2015). ''Perahu Layar Tradisional Nusantara''. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Terjemahan bahasa Indonesia dari Horridge, Adrian (1985). ''The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, second edition''. Oxford: Oxford University Press. |
||
* Stenross, Kurt. (2007). ''The Seafarers and Maritime Entrepreneurs of Madura: History, Culture, and Their Role in the Java Sea Timber Trade''. Murdoch University, Perth, Australia. |
* Stenross, Kurt. (2007). ''The Seafarers and Maritime Entrepreneurs of Madura: History, Culture, and Their Role in the Java Sea Timber Trade''. Murdoch University, Perth, Australia. |
||
{{Kapal dan perahu tradisional Indonesia}} |
{{Kapal dan perahu tradisional Indonesia}} |
||
[[Kategori: |
[[Kategori:Reka cipta Indonesia]] |
||
[[Kategori:Jenis perahu]] |
[[Kategori:Jenis perahu]] |
Revisi terkini sejak 19 Agustus 2024 13.31
Janggolan mengacu pada dua jenis perahu yang berbeda dari Indonesia. Satu dari Madura, dan yang lain dari Bali. Janggolan Madura adalah jenis perahu yang dibangun secara asli, sementara janggolan Bali adalah sebuah perahu dengan konstruksi lambung bergaya barat.
Janggolan Madura
[sunting | sunting sumber]Janggolan di Madura berasal dari bagian barat pantai selatan Madura, dari Kamal ke Sampang.[1] Ia adalah yang terbesar dari keluarga perahu dengan linggi depan ganda, seperti lis-alis. Mereka dapat ditemukan berayar ke Singapura pada masa lalu, disebut "golekkan bergaya lama".[2]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Kata janggolan berarti transportasi.[3] Ia juga disebut sebagai parao janggol oleh orang Madura.[4] Seperti alisalis, janggolan dianggap sebagai "perempuan" (parao bini — perahu perempuan), dan motif ornamen yang digunakan dihubungkan dengan feminin.[5][5]
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Janggolan Madura dapat diidentifikasi dari muka datar berdekorasi di antara linggi depan ganda di perahu dan dari kejauhan dapat diidentifikasi juga dari 2 tiang penyangga di atas buritan yang didukung oleh galah bambu sementara. Juga, janggolan tidak dicat putih seperti leti leti. Di laut, janggolan memiliki sistem layar yang sama seperti golekan (sistem layar lete), tetapi bentuknya lebih besar.[3] Kroman sama dengan janggolan, juga dengan rumah geladak, 2 layar segitiga dengan sistem layar yang sama, tetapi biasanya dengan haluan yang lebih sempit dengan rangka menaik tinggi dan "bentuk rahang" yang rendah. Kroman pada abad ke-19 juga memiliki cadik, dan mungkin semua perahu dari keluarga lis-alis adalah keturunan perahu yang memiliki cadik.[6] Tiang horisontal (tenjoran) masih tetap digunakan pada sisi arah tiupan angin karena merupakan bagian dasar dari sistem layar.[7]
Janggolan Madura adalah "lis-alis besar", beberapa dari mereka memiliki tiang solid yang besar. Mereka adalah perahu kargo terberat Madura. Daya muatnya antara 65 sampai 120 ton.[8] Tiang kemudi itu sendiri bisa sepanjang 3 meter dengan ketebalan penampang 25x40 cm, dengan pilar vertikal lebih tinggi dari manusia. Kroman yang berbobot 100–200 ton dibangun tanpa rusuk atau lantai karena itu tidak memungkinkan di masa lalu, tetapi sekarang janggolan memiliki sejumlah besar tulang rusuk berat yang ditempatkan secara berdekatan seperti pada lambung perahu barat, dengan tiang pengikat dan menutupinya untuk menjaga muatan dari air. Pola ukiran kayu di muka perahu berasal dari berbagai sumber, termasuk lambang kerajaan Belanda. Mereka juga sangat gigih dan setia dalam memakainya, sebuah janggolan pada tahun 1978 menggunakan pola yang sama dengan ilustrasi lebih dari 60 tahun yang lalu.[9]
Peran
[sunting | sunting sumber]Pada abad ke-19, janggolan adalah alat transportasi utama dan biasa digunakan untuk mengangkut telur ikan bandeng (Chanos chanos) yang ditangkap dekat lepas pantai dan dijual ke pemilik tambak ikan di sepanjang pesisir pantai utara Jawa.[6] Janggolan telah terlibat dalam pengangkutan kayu dari Kalimantan sejak akhir 1960-an, menggabungkan ini dengan pengangkutan garam ke Jakarta dan tempat-tempat lain di bagian barat kepulauan sejak awal abad ke-20, dan mengkhususkan diri dalam pengangkutan balok kayu ke pelabuhan di Jawa.[10]
Ada indikasi bahwa janggolan akan diganti sepenuhnya oleh leti-leti dan tidak ada lagi janggolan baru yang akan dibuat. Yang bertahan membawa kargo ke muara sungai kecil dan melewati perairan dangkal berlumpur di selat Madura, di mana rangka mereka lebih cocok, melindungi mereka dari kondisi sulit dan sistem layarnya memungkinkan mereka untuk bermanuver di sepanjang sungai kecil yang berair pasang dengan bantuan galah. Di laut, janggolan bermuatan berat dapat berlayar dengan stabil di air, dengan bagian belakang perahu ditarik ke bawah oleh bentuk badannya, menciptakan sedikit gelombang atau riak kecil di bawah haluan perahu.[6]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Buritan sebuah janggolan.
-
Di geladak haluan.
-
Kemudi besar di buritan.
-
Muka buritan.
Janggolan Bali
[sunting | sunting sumber]Janggolan di Bali mengacu pada jenis perahu kecil dengan pengaruh barat yang digunakan di Bali, dibangun menggunakan lambung sekoci.[11] Kata sekoci tempaknya berasal dari kata Belanda schuitje (berarti "perahu kecil"). Pada abad ke-19 sebuah sekoci berarti perahu kecil yang dibangun dengan gaya barat, biasanya untuk Belanda, dan banyak dari yang semacam itu diekspor dari Makassar ke kepulauan lain.[12]
Deskripsi
[sunting | sunting sumber]Ia digunakan sebagai perahu feri, dengan badan sekoci, kemudi sentral, dan satu layar kecil ditempatkan tinggi di sebuah tiang. Linggi depannya membuat sudut 70 derajat terhadap lunas lurus. Papan-papannya ditekuk dengan pemanasan menggunakan api suhu rendah. Bagian haluan dan buritan runcing, hampir mirip satu sama lain, tetapi sebuah panggung datar ditempatkan di buritan di atas 2 atau 3 tiang datar. Di sinilah sang juru mudi berdiri, dengan sebuah galah di tangan, satu kaki menekan pasak kemudi, memegang layar.[11] Lambungnya panjang, tipis, dan hampir bundar di tengah perahu. Ada rusuk dan tempat duduk di tepi perahu, dek dengan dua tingkat. Janggolan Bali yang diamati oleh Adrian Horridge memiliki panjang 11 m, lebar 2,75 m, dengan kedalaman tengah 76 cm. Tebal papan 2,5 cm, rusuk 7,5x12,5 cm penampangnya, tiangnya setinggi 4,3 m. Ketinggian linggi depan dan linggi belakang adalah 1,2 m.[13]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Perahu Madura lainnya:
Perahu lain dari Nusantara:
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Stenross (2007). h. 96.
- ^ Stenross (2007). h. 83.
- ^ a b Horridge (2015). h. 69.
- ^ Stenross (2007). h. 101.
- ^ a b Stenross (2007). h. 277.
- ^ a b c Horridge (2015). h. 70.
- ^ Horridge (2015). h. 71.
- ^ Stenross (2007). h. 236.
- ^ Horridge (2015). h. 72.
- ^ Stenross (2007). h. 141.
- ^ a b Horridge (2015). h. 119.
- ^ Horridge (2015). h. 113.
- ^ Horridge (2015). h. 120.
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- Horridge, Adrian (2015). Perahu Layar Tradisional Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Terjemahan bahasa Indonesia dari Horridge, Adrian (1985). The Prahu: Traditional Sailing Boat of Indonesia, second edition. Oxford: Oxford University Press.
- Stenross, Kurt. (2007). The Seafarers and Maritime Entrepreneurs of Madura: History, Culture, and Their Role in the Java Sea Timber Trade. Murdoch University, Perth, Australia.