Lompat ke isi

Kajian media: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
pranala dalam
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(331 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Photojournalists in 2008-2009 Israel-Gaza conflict.jpg|mini|Kajian media berkaitan dengan bentuk-bentuk representasi realitas.]]
[[Berkas:Photojournalists in 2008-2009 Israel-Gaza conflict.jpg|jmpl|Kajian media berkaitan dengan bentuk-bentuk representasi realitas (di sini, fotografer pers yang sedang bekerja)]]
Kajian media adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari konten, sejarah, dan pengaruh berbagai media, khususnya media masa. Kajian media berangkat dari tradisi ilmu sosial dan humaniora, namun dalam kajian media, disiplin ilmu yang paling inti terdiri dari komunikasi massa, komunikasi, ilmu komunikasi, dan kajian komunikasi.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/31867297|title=Theories of the information society|last=Frank.|first=Webster,|date=1995|publisher=Routledge|isbn=0415105749|location=London and New York|oclc=31867297}}</ref> Di penghujung tahun 1970-an, ilmu media secara luas berdiri sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Beberapa peneliti mengembangkan beberapa teori dan metode dari berbagai disiplin seperti studi kebudayaan, retorika (termasuk retorika digital), filsafat, teori sastra, psikologi, ilmu politik, ekonomi politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, teori sosial, sejarah seni, kajian kritis, teori film, feminisme, dan teori informasi.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/607059875|title=Media events : the live broadcasting of history|last=1943-|first=Dayan, Daniel,|date=1992|publisher=Harvard University Press|isbn=0674559568|location=Cambridge, Mass.|oclc=607059875}}</ref>
'''Kajian media''' adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari [[konten]], [[sejarah]], dan pengaruh berbagai media, khususnya [[media massa]]. Kajian media berasal dari tradisi [[ilmu sosial]] dan [[humaniora]], dengan fokus studi pada bidang [[komunikasi massa]], [[komunikasi]], [[ilmu komunikasi]], dan [[kajian komunikasi]].{{sfn|Frank|1995|}} Di penghujung tahun 1970-an, kajian media secara luas mulai berdiri sebagai disiplin ilmu mandiri. Beberapa peneliti mengembangkan beragam teori dan metode dari berbagai disiplin seperti [[kajian budaya]], [[retorika]] (termasuk [[retorika]] [[digital]]), [[filsafat]], [[teori sastra]], [[psikologi]], [[ilmu politik]], [[ekonomi politik]], [[ekonomi]], [[sosiologi]], [[antropologi]], [[teori sosial]], [[sejarah seni]], [[teori kritis]], [[teori film]], [[feminisme]], dan [[teori informasi]].{{sfn|Dayan|1992|}}


== Sejarah ==
== Sejarah dan definisi media ==
[[Berkas:Land_on_the_Moon_7_21_1969-repair.jpg|jmpl|kiri|231x231px|Seorang gadis kecil membaca berita melalui [[surat kabar]] tentang pendaratan di bulan pada tahun 1969]]
[[Berkas:Alaska Death Trap.jpg|right|thumb|Poster [[Perang Dunia II]] dari Angkatan Bersenjata Amerika tentang Jepang yang diasosiasikan sebagai tikus (binatang yang merugikan) mendekati perangkap yang diberi tanda "Angkatan Laut, Angkatan Darat, Sipil", sebagai latar belakang peta negara bagian Alaska]]
[[Surat kabar]] dan [[jurnal]] merupakan area kajian media pertama yang dibakukan menjadi [[penelitian ilmiah]]. Institut Ilmu Surat Kabar atau IIS ({{lang-de|Institut für Zeitungskunde}}) adalah pranata pendidikan kajian media pertama yang pernah didirikan di Eropa. Institusi tersebut didirikan oleh [[Karl Bücher]] pada tahun 1916 di [[Leipzig]], [[Jerman]]. Sebelum mendirikan IIS, [[Karl Bücher|Bücher]] sempat terlibat dalam [[pers]] dan [[propaganda]] selama [[Perang Dunia I]].<ref>{{cite news|url=https://everipedia.org/wiki/Karl_B%25C3%25BCcher/|title=Karl Bücher|date=2016-07-09|access-date=2017-10-14}}</ref> Dapat diketahui berdasarkan sejarah penggunaanya, kajian media bukanlah disiplin ilmu, yang dapat dipastikan netral dari kepentingan; baik ideologi maupun politik. Selain itu, kajian media juga merupakan bidang ilmu sosial-humaniora interdisiplin; yang membaur dengan perkembangan teknologi. Oleh sebab itu, beberapa pemikir menggolongkan kajian media sebagai bagian dari [[kajian budaya]], di mana 'media' di sini merupakan salah satu produk "industri budaya".{{sfn|Horkheimer|Adorno|1972}}
[[Berkas:Pengkhianatan G 30 S-PKI.jpg|thumb|''[[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI]]'', film [[dokudrama]] [[propaganda]] [[anti-komunisme]], anti-[[PKI]] dan pro-[[Soeharto]] yang paling dikenal dan sering ditonton di era [[Orde Baru]] di [[Indonesia]].]]
Kajian media yang didasarkan pada peneltian ilmiah dimulai pada area surat kabar dan jurnal. Salah satu program studi media yang paling awal, didirikan pada tahun 1916 oleh Karl Bücher di Institut Ilmu Surat Kabar di Leipzig, Jerman. Profesor pertamanya yaitu Erich Everth. Kemudian pada tahun 1919 di Amerika Serikat, program kajian media pertama kali dibuka oleh Universitas ''The New School'', New York. Universitas yang pertama kali membahas gambar bergerak juga dipelajari di sini pada tahun 1926.


Para pemikir ilmu sosial dan humaniora umumnya menggunakan kata 'media' untuk menjelaskan dua hal yang berbeda. ''Pertama'', digunakan untuk menunjuk kepada alat atau teknologi yang digunakan untuk komunikasi seperti kertas, gelombang radio, atau kata yang diucapkan. Hal ini lazim digunakan oleh para artis, insinyur, dan arsitek. Para pemikir komunikasi, seperti [[Harold Innis|Innis]], [[Marshall McLuhan|McLuhan]], dan alumni sekolah [[Kanada]]; juga menggunakan kata 'media' untuk menunjuk pada alat atau teknologi. ''Kedua'', penggunaan kata 'media' yang ditunjukkan kepada lembaga, organisasi, atau korporasi [[media massa]], misalnya nama sebuah stasiun berita, atau penyiaran radio. Para agen periklanan mulai menyebut nama surat kabar, majalah, dan stasiun radio sebagai 'media' pada tahun 1920. Ilmuwan sosial pengkaji [[Perang Dunia II]] pada tahun 1930-an juga menggunakan kata 'media' sebagai penunjuk [[media massa]].{{sfn|Nerone|2003|pp=96-97}}
John Culkin, seorang kolega dari Marshall McLuhan, menghibahkan Pusat Pemahaman Media kepada ''The New School'' pada tahun 1975, kemudian ''The New Schoo''l resmi membuka kajian media di program sekolah pascasarjana-nya (M.A) yaitu program pertama yang membahas kajian ini.<ref>{{Cite web|url=http://www.newschool.edu/public-engagement/school-of-media-studies-degrees-and-programs/|title=Degrees & Programs {{!}} School of Media Studies in NYC|website=www.newschool.edu|language=en|access-date=2017-10-08}}</ref> Kini, program kajian media masih dapat ditemui di Sekolah Kajian Media, ''The New School'', yang telah merayakan ulang tahunnya yang ke-40 di tahun akademik 2015 - 2016.<ref>{{Cite news|url=http://smscommons.newschool.edu/news/2015/09/14/media-studies-40th-anniversary-celebration-fall-2015-spring-2016/|title=Media Studies 40th Anniversary Celebration Fall 2015- Spring 2016|date=2015-09-14|language=en-US|access-date=2017-10-08}}</ref>


{{harvp|McLuhan|1964}} misalnya mengenalkan konsep "media adalah pesan" ({{lang-en|"the medium is the message"}}), dan menurutnya semua artefak buatan manusia dan teknologi adalah media. Dia juga mengenalkan istilah 'media' dengan konsep umum seperti "penduduk global" dan "zaman informasi", di mana sebuah media juga merupakan segala hal yang memediasi interaksi kita dengan dunia dan manusia lainnya. Berdasarkan perspektif ini, kajian media tidak terbatas pada bentuk [[media komunikasi]] tetapi segala bentuk [[teknologi]]. Media dan penggunanya adalah sebuah [[ekosistem]], dan kajian mengenai ekosistem ini disebut [[ekologi media]]. Dalam menjelaskan konsep ini, dia menggunakan contoh penggunaan cahaya elektrik; di mana cahaya elektrik merupakan informasi murni, dan ini merupakan media tanpa pesan, yaitu selama cahaya ini tidak digunakan untuk mengeja huruf atau kata. Karakteristik dari semua media yaitu adanya "konten" dari media lainnya; yang merupakan media. Misalnya, "konten" tulisan adalah pidato, kata tertulis adalah "konten" dari tulisan, dan tulisan adalah "konten" dari telegram. Perubahan media atau teknologi memperkenalkan hubungan manusia; yang merupakan sebuah "pesan". Jika cahaya elektrik digunakan dalam acara pertandingan bola atau digunakan untuk menerangi meja misalnya, maka "konten" dari cahaya elektrik adalah aktivitas ini. Menurutnya, cahaya elektrik tidak dimaknai sebagai media komunikasi karena tidak memiliki pesan. Selama tidak digunakan untuk mengeja nama, atau aktivitas lainnya, maka benda ini bukan media. Sama halnya dengan radio, dan [[media massa]] lainnya, "konten" dari sebuah film adalah buku, permainan, opera atau yang lainnya.
Institut Analisis Propaganda menaruh perhatian yang sangat mendalam mengenai peran propaganda khususnya pada Perang Dunia I dan II, dimana menurut mereka propaganda adalah


{{harvp|McLuhan|1964}} juga membedakan antara "media dingin" dan "media panas"; di mana "media panas" seperti radio atau film dapat memperpanjang makna tunggal dalam sebuah "definisi tinggi" ({{lang-en|high definition}}). Makna "definisi tinggi" berarti keadaan terisi penuh dengan data atau informasi. "Media dingin" seperti telepon, dan televisi dikelompokkan dalam "definisi rendah" karena hanya memberikan jumlah data atau informasi yang sedikit. "Media panas" memiliki tingkat keterlibatan rendah, sedangkan "media dingin" memiliki tingkat keterlibatan tinggi. "Media panas" sangat rendah dalam tingkat keterlibatan, karena media ini memberikan hampir seluruh informasi; sedangkan "media dingin" memiliki tingkat keterlibatan tinggi karena media ini memberikan informasi yang sangat sedikit, tidak terisi penuh, namun inklusif. Dia mengelompokkan kuliah atau pengajaran sebagai salah satu contoh "media panas" dan seminar sebagai salah satu contoh "media dingin".
<blockquote>''Suatu ekspresi dari gagasan atau tindakan baik oleh individu maupun kelompok yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi gagasan atau tindakan individu atau kelompok lainnya dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.''<ref>Lee, Alfred M. (With Elizabeth Briant Lee). (1937). ''The Fine Art of Propaganda: A Study of Father Coughlin’s Speeches''</ref></blockquote>


== Pendekatan teori dalam kajian media ==
Sedangkan menurut Harold Lasswell, seorang yang bekerja di Sekolah Sosiologi Chicago menulis tentang ''Teknik Propaganda pada Perang Dunia'' berpendapat bahwa:
Pendekatan teori dalam kajian media yang diuraikan di sini meliputi pendekatan mazhab Chicago; pendekatan propaganda; dan pendekatan mazhab Frankfurt dan teori kritis.


=== Pendekatan mazhab Chicago ===
<blockquote>''Propaganda dalam makna yang lebih luasnya adalah teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan cara merekayasa representasi. Representasi ini dapat disampaikan baik dalam bentuk ucapan, tulisan, gambar, maupun musik.''<ref>Lasswell, Harold (1937). "Propaganda". ''Encyclopedia of the Social Sciences''. pp. 521–27.</ref></blockquote>Sekolah pertama yang mempelajari mengenai pengaruh media ini telah melakukan percobaan di Bagian Eksperimentasi pada Divisi Informasi dan Pendidikan Cabang Penelitian di Departemen Perang Amerika Serikat. Dimana selama percobaan, beragam pengaruh film propaganda terhadap para tentara selama perang Amerika Serikat telah diamati.<ref>{{Cite journal|last=[[Carl Hovland|Hovland]]|first=Carl I.|last2=Arthur A. Lumsdaine|last3=Fred D. Shefield|date=|year=1949|title=Experiments in Mass Communication|url=|journal=Studies in the Social Psychology in World War II, American Soldier Series|location=New York|publisher=Macmillan|volume=3|issue=|pages=3–16, 247–79.|doi=|pmid=|access-date=}}</ref>
[[Mazhab Chicago]] merupakan aliran pemikiran dengan tokoh pemikir seperti [[Nels Anderson]], [[Ernest Burgess]], [[Ruth Shonle Cavan]], [[Edward Franklin Frazier]], [[Everett Hughes]], [[Roderick D. McKenzie]], [[George Herbert Mead]], [[Robert E. Park]], Walter C. Reckless, [[Edwin Sutherland]], dan [[W. I. Thomas]].<ref>{{cite web|url=http://www.bolender.com/Sociological%20Theory/Thomas,%20William%20I.%20and%20Florian%20Znaniecki/thomas,_william_i_and_florian_znaniecki.htm|title=Ron Bolender|website=www.bolender.com|access-date=2017-10-15}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Sekolah ini terkenal dengan perkembangan teori sosiologi urban dan peradaban, dengan pendekatan [[Teori Interaksi Simbolik|teori interaksionisme simbolik]] dan [[ekologi]]; yang kini dikenal dengan pendekatan [[etnografi]]. Awalnya, para pemikir ini memfokuskan pemikirannya pada masalah-masalah sosial kontemporer yang terjadi di [[Chicago]]. Menurut mereka, masalah sosial yang terjadi di sana, salah satunya diakibatkan karena urbanisasi dan peningkatan mobilitas sosial. Lalu, para pemikir seperti [[John Dewey]], [[Charles Cooley]], dan [[George Herbert Mead]] memikirkan tentang konsep warga negara [[Amerika]] yang berpeluang menjadi warga negara demokrasi. Menurut {{harvp|Mead|1934|pp=317-328}}, suatu bentuk komunikasi baru harus ditemukan untuk mengembangkan suatu warga negara menjadi "warga negara ideal"; dengan asumsi dasar bahwa seorang individu mampu mengapresiasi sikap, sudut pandang, dan posisi orang lain; dan sebaliknya. Mead percaya bahwa bentuk komunikasi baru ini, dapat menjadikan warga negara saling berempati satu sama lain. Sedangkan {{harvp|Dewey|1927a|pp=143-184}} memformulasikan konsepnya sebagai "komunitas hebat"; di mana kecerdasan manusia mampu membangun dirinya sendiri. Selain itu, menurutnya pengetahuan juga memiliki semacam "fungsi asosiasi dan komunikasi". Lalu [[Charles Cooley|Cooley]] menambahkan bahwa komunikasi politik mampu membuat opini publik, dan mempromosikan demokrasi.{{sfn|Dewey|1927b|pp=138-70}} Para pemikir ini sedang merepresentasikan perhatian mereka tentang komunikasi elektronik sebagai fasilitator [[demokrasi]], dan keyakinan mereka kepada para pemilih cerdas; yang mampu menjadi pribadi yang dapat melawan massa kebanyakan.


=== Pendekatan teori propaganda ===
Kini kajian media banyak digunakan dalam berbagai bidang selain politik. Salah satunya dalam bisnis Iklan, seperti halnya yang diungkapkan Herman bahwa model propaganda adalah sebuah tingkah laku dan kinerja, bukanlah melulu pengaruh media (Herman, 2000, hlm. 63). Dia berpendapat bahwa ; "media adalah bisnis berorientasi laba, dimiliki oleh orang yang sangat kaya raya (atau perusahaan lain); dan mereka sebagain besar tipongan oleh banyaknya pengelola iklan yang juga pencari laba, dan oleh siapapun yang ingin iklan mereka muncul dan menjual di lingkungan yang berdaya beli.<ref>(Herman, 2000, hlm. 62)</ref> Dia juga berpendapat mengenai lima faktor tentang media ini, yaitu kepemilikian, periklanan, sumber, perlawanan dan ideologi anti komunis yang bekerja sebagai penyaring; yang bekerja mengenai informasi apa saja yang boleh disajikan, baik secara individual maupun kumulatif yang sebagain besar berpengaruh besar dalam pemilihan media. Hingga hari ini, tidak ada kesimpulan akhir apa sebenarnya propaganda itu, perdebatan masih berlanjut.
[[Berkas:Pengkhianatan G 30 S-PKI.jpg|ka|jmpl|''[[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI]]'', film [[dokudrama]] [[propaganda]] [[anti-komunisme]], anti-[[PKI]] dan pro-[[Soeharto]] yang paling dikenal dan sering ditonton di era [[Orde Baru]] di [[Indonesia]]]]
Menurut Institut Analisis Propaganda ({{lang-en| Institute for Propaganda Analysis}}) dalam {{harvp|Lee|Alfred|1937}}, [[definisi]] [[propaganda]] adalah suatu ekspresi berupa gagasan atau tindakan, baik oleh individu maupun kelompok, yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi gagasan atau tindakan individu atau kelompok lain, dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan dalam buku ''Teknik Propaganda Perang Dunia'', {{harvp|Lasswell|1937|pp=214-222|}} berpendapat bahwa propaganda dalam makna yang lebih luas, merupakan teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan cara merekayasa representasi. Representasi ini disampaikan baik dalam bentuk ucapan, tulisan, gambar, maupun musik. Berdasarkan definisi propaganda ini, menunjukkan bahwa media sangat berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan para audiens.{{sfn|Lasswell|1937|pp=521-27|}}


Program pengaruh media dan komunikasi massa pertama kali dibuka di [[Universitas New School]] ({{lang-en|The New School University}}), [[New York]] pada tahun 1919. Universitas ini adalah universitas pertama yang membahas gambar bergerak pada tahun 1926. [[John Culkin]], seorang kolega [[Marshall McLuhan]], menghibahkan Pusat Pemahaman Media kepada universitas ini pada tahun 1975; dan tidak lama kemudian, kajian media resmi dibuka pada program pascasarjana (M.A.). [[Universitas New School]] adalah universitas pertama yang melakukan penelitian di Bagian Eksperimentasi pada Divisi Informasi dan Pendidikan Sub-divisi Penelitian di Departemen Perang [[Amerika Serikat]]. Mereka mengamati pengaruh film propaganda terhadap para tentara yang ikut serta dalam berbagai perang Amerika Serikat.{{sfn|Hovland|Lumsdaine|Shefield|1949|pp=3–16; 247–79}} Di Indonesia, film propaganda ''[[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI]]'' pernah dibuat untuk mempertahankan pemerintahan [[Orde Baru]]. Saat itu, saluran [[TVRI]] merupakan satu-satunya saluran televisi milik negara yang ada di Indonesia, yang menayangkan film ini setiap malam 30 September. Film ini pernah menjadi tontonan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia; juga sering ditayangkan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pemerintah.{{sfn|Sen|1994|p=148}} Menurut {{harvp|Heryanto|2006|p=13}}, versi kejadian tahun 1965 dalam film ini adalah satu-satunya wacana terbuka yang diperbolehkan kala itu.
Sekolah Frankfurt berkontribusi besar dalam perkembangan dan aplikasi teori kritis dalam kajian media. Dengan lokus teoretis dan filosofis dari para tokoh besar seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno, Walter Benjamin, Leo Lowenthal, dan Herbert Marcuse. Oleh sebab itu, kritik kaum Marxis atas hembusan pasar "industri budaya" merupakan kritikan yang tajam dan berpengaruh kuat. Seperti halnya yang ditulis dalam tulisan yang berjudul "Sebuah Kritik atas Musik Radio", Adorno menegaskan bahwa musik tak ubahnya seperti barang konsumen lainnya, yang hanya menghasilkan 'komoditas mendengar', dan tidak lagi sebagai daya pendorong manusia, dan pendengar pun menolak semua aktivitas intelektual.<ref>Adorno, Theodor W. (1945). "A Social Critique of Radio Music". ''Kenyon Review''. '''7''': 208–17.</ref> Sebagai halnya, Sekolah Frankfurt yang mengeluhkan tentang pengaruh "industri budaya", mereka juga mulai mengidentifikasikan budaya massa dan budaya tinggi dalam dua entitas yang yang berbeda, yang kemudian dikenal sebagai budaya populer dan budaya tinggi. Pembedaan dua konsep budaya ini, didasarkan atas perbandingan produksi original dengan perilaku ritualistik budaya massa yang suka meniru dan mengidentiifikasi simbol reproduksi, sehingga tidak memiliki originalitas, dan hampa makna.

Berbeda, dengan masa pemerintahan [[Orde Baru]]; di mana atas nama pembangunan nasional, pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan atau kebijakan politik melalui Menteri Penerangan; termasuk dalam kebijakan konten dalam penyiaran televisi. Kini orientasi ekonomi dijadikan sebagai "kiblat" bagi para pemilik modal untuk mengendalikan isi siaran televisi. {{sfn|Irianto|2015|pp=107-108}} Salah satunya dalam bisnis [[iklan]], seperti yang diungkapkan {{harvp|Herman|Chomsky|1992|p=63}}, yang menegaskan bahwa media adalah bisnis berorientasi laba, dimiliki oleh orang yang sangat kaya (atau korporasi); dan sebagian besar didukung oleh banyaknya pengelola iklan yang juga pencari laba; serta oleh siapapun yang ingin iklan mereka muncul dan menjual di lingkungan yang berdaya beli.{{sfn|Herman|Chomsky|1992|p=62}} Keduanya juga berpendapat mengenai lima faktor tentang media ini, yaitu tentang kepemilikian, periklanan, sumber daya, perlawanan dan ideologi anti-komunis yang bekerja sebagai penyaring: mengenai informasi apa saja yang boleh disajikan, baik secara individual maupun kolektif; yang sebagian besar berpengaruh kuat dalam preferensi pemilihan media. Hingga hari ini, tidak ada kesimpulan akhir mengenai [[definisi]] [[propaganda]], dan perdebatan masih berlanjut.

=== Pendekatan mazhab Frankfurt dan teori kritis ===
[[Mazhab Frankfurt]] berperan besar dalam perkembangan dan aplikasi [[teori kritis]], khususnya pada kajian media. Dengan lokus teoretis dan filosofis dari para tokoh besar seperti [[Max Horkheimer]], [[Theodor Adorno]], [[Walter Benjamin]], [[Leo Lowenthal]], dan [[Herbert Marcuse]]. Oleh karenanya, kritik kaum Marxis atas hembusan pasar "industri budaya" merupakan kritik yang tajam dan berpengaruh kuat. Seperti halnya yang pernah ditulis dalam ''Sebuah Kritik atas Musik Radio,'' {{harvp|Adorno|1945|pp=7; 208-217}} menegaskan bahwa musik tak ubahnya seperti barang konsumen lainnya, yang hanya menghasilkan 'komoditas mendengar', dan tidak lagi sebagai daya pendorong manusia; dan pendengar musik pun kini menolak semua aktivitas intelektual. Selain mengeluhkan pengaruh "industri budaya", [[Mazhab Frankfurt]] juga mulai mengidentifikasi antara [[budaya massa]] dan [[budaya tinggi]] dalam dua entitas berbeda; yang kemudian dikenal dengan [[budaya populer]] dan [[budaya tinggi]]. Pembedaan dua [[konsep]] [[Kebudayaan|budaya]] ini, didasarkan atas perbedaan produksi orisinal dengan perilaku ritualistik [[budaya massa]]; yang suka meniru dan menyerupai [[simbol]] reproduksi, sehingga tidak memiliki orisinalitas, dan hampa makna.

Selain mazhab Frankfurt, [[Pierre Bourdieu]], seorang pemikir dan penulis buku ''On Television'' asal Prancis; berpendapat bahwa televisi membuat otonomi atau kebebasan diri berkurang, dengan intensitas yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Dalam pandangannya, pasar bukan hanya membentuk keseragaman dan kedangkalan, tetapi juga membentuk sensor tak terlihat. Salah satu contoh misalnya, seorang produser televisi akan melakukan wawancara awal (atau melakukan konsensus) dengan para audiens yang hadir dalam program berita atau tayangan publik; untuk memastikan bahwa mereka dapat berbicara dengan sederhana, menarik perhatian, dan ketika ada audiens yang bertanya atau mengalihkan perhatian pada hal-hal sensasional dan spektakuler, maka orang-orang dengan pandangan kompleks, tidak akan didengar.<ref>{{cite web|url=https://www.nytimes.com/books/98/08/02/reviews/980802.02sunstet.html?_r=2|title=on, a French sociologist explains, dumbs itself down|access-date=2017-10-08}}</ref>

== Kajian efek media ==
{{Main|Efek media}}
Setelah terjadinya [[Perang Dunia II]], perspektif kajian media tidak lepas dari gagasan, metode, dan penemuan [[Paul F. Lazarsfeld]] dan studinya tentang [[efek media]]. Efek media memiliki fokus dalam mengukur sejauh mana [[efek media]] terhadap kebiasaan massa jangka pendek. Dia berkesimpulan bahwa media memiliki peran terbatas dalam mempengaruhi opini publik. Model media "efek terbatas" ini dikembangkan oleh [[Paul F. Lazarsfeld|Lazarsfeld]] dan koleganya dari Kolombia, yang di kemudian hari berpengaruh dalam pengembangan media. Model tersebut memiliki "efek terbatas" khususnya dalam pola [[pemilu]]. Karena menurutnya, pemilih lebih banyak dipengaruhi oleh model "arus dua tahap", di mana pesan media disampaikan lewat interaksi langsung antar individu dengan opini pemimpin.{{sfn|Gitlinn|1978|}} Studi model "efek terbatas" memiliki peran dalam [[politik]], namun model ini tidak digunakan lagi hingga tahun 1960. Kemudian pengkaji komunikasi massa, mulai mempelajari lagi tentang kebiasaan [[politik]], tetapi tidak mengenal model "efek terbatas" ini.{{sfn|Chaffee|Hockheimer|1985|pp=265-99}}

== Kajian penggunaan dan gratifikasi ==
{{Main|Teori penggunaan dan pemenuhan kepuasan}}
Berdasarkan penelitian yang dilakukan {{harvp|Hodge|Tripp|1986|}} dan sebagian yang dilakukan {{harvp|Palmer|1986|}} tentang konsep [[Jay Blumler]] dan [[Elihu Katz]] mengenai proses 'pembaca aktif' dalam model penggunaan dan gratifikasi yang dilakukan anak-anak sekolah; yang pernah menonton drama seri ''Prisoner''. Mereka menemukan bahwa anak-anak mengidentifikasi diri sebagai seorang tokoh utama dalam drama seri tersebut, dan mengikuti detail perilaku tokoh yang mereka lihat pada kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, {{harvp|Fiske|1987}} menyimpulkan bahwa anak-anak memaknai cerita dalam drama dengan pengalaman sosial riil di sekolah; dengan cara pembentukan pengalaman yang juga dipengaruhi oleh orang lain, yang saling memvalidasi.

Namun pendekatan ini tidak memberikan prediksi atau penjelasan yang cukup terhadap pemilihan dan penggunaan media. Hal ini karena, sering kali penggunaan dan pemilihan media dilakukan secara kebetulan; dan pendekatan ini hanya terjadi pada beberapa jenis media saja.{{sfn|McQuail|Blumler|Browmn|1972|pp=135-65}} Selain itu [[Ien Ang]], seorang profesor [[kajian budaya]] di Universitas Sydney Barat juga mengkritik pendekatan ini dengan alasan:
# Konteks pendekatan ini terlalu individualis; di mana dalam pendekatan ini hanya mempertimbangkan kepuasan psikologis individu dalam penggunaan media. Sedangkan konteks sosial penggunaan media cenderung diabaikan. Pendekatan ini juga mengabaikan fakta bahwa beberapa penggunaan media mungkin tidak ada kaitannya dengan pencarian kepuasan; atau bisa jadi karena kebetulan atau bahkan dipaksakan, misalnya.
# Para pengkaji media sering kali menaruh perhatian yang sangat besar terhadap alasan mengapa seseorang menggunakan media tertentu; namun abai dalam mengkaji konten media dan menemukan makna dari penggunaan media tersebut.
# Pendekatan ini dimulai dari pandangan bahwa media selalu bersifat fungsional dan mungkin dengan demikian secara implisit telah melakukan pembenaran, mengenai bagaimana media diorganisasikan.<ref>{{cite web|url=http://www.cultsock.ndirect.co.uk/MUHome/cshtml/media/|title=Mass media: effects research - uses and gratifications|website=www.cultsock.ndirect.co.uk|access-date=2017-10-18}}</ref>

== Kajian kontra hegemoni dan emansipasi ==
[[Berkas:Rohana Kudus.jpg|jmpl|kiri|231x231px|[[Roehana Koeddoes]] adalah wartawati dan aktivis perempuan pertama di Indonesia yang ikut mendirikan surat kabar ''Soenting Melajoe'']]
Hegemoni dalam bahasa Yunani Kuno disebut ''eugemonia'', sebagaimana yang dikemukakan ''Encyclopedia Britannica'' dalam praktiknya di Yunani, yang diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (''polis'' atau ''city states'') secara individual. Misalnya, yang dilakukan oleh kota Athena dan [[Sparta]] terhadap negara-negara lain yang sejajar. Konsep hegemoni sebenarnya secara historis pertama kali diproduksi di [[Rusia]] pada tahun 1880 oleh Plekhanov yaitu seorang Marxis asal Rusia. Konsep ini dibangun sebagai bagian dari strategi guna menjatuhkan Pemerintah [[Tsar]].{{sfn|Arief|Patria|2009|p=16}}

Setelah Plekhanov, konsep hegemoni dijadikan basis material oleh [[Lenin]] dalam mendefinisikan konsep perjuangan politiknya. Bagi Lenin, hegemoni merupakan strategi untuk revolusi; suatu strategi yang harus dijalankan oleh kelas pekerja dan anggota-anggotanya untuk mendapatkan dukungan dari pihak mayoritas.{{sfn|Simon|2004|p=21}} Lalu [[Antonio Gramsci]] melakukan upaya teoretis dalam pencarian hubungan antara teori dan praktik dalam marxisme yang kemudian dikenal dengan [[Konsep Hegemoni Gramsci]].{{sfn|Amin|2014|p=102}} Menurut Mansour Fakih dalam {{harvp|Simon|2004|p=XVIII}}; bagi [[Antonio Gramsci|Gramsci]], kelas sosial akan memperolah keunggulan atau supremasi terhadap kelas lain melalui dua cara, yaitu melalui cara dominasi atau paksaan (''force'') atau melalui cara kepemimpinan intelektual dan moral (''consent''). Bagi Gramsci, proses hegemoni terjadi apabila cara hidup, cara berpikir, dan pandangan masyarakat bawah terutama kaum proletar telah meniru dan menerima cara berpikir dan gaya hidup dari kelompok elit yang mendominasi dan mengeksploitasi mereka. Konsep hegemoni Gramsci ini meluas dan digunakan, baik oleh mereka yang Marxis maupun non-Marxis, baik untuk tujuan melawan kapitalisme maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu, menurut Gramsci, pada dasarnya setiap hegemon (orang, kelompok, kelas, ataupun penguasa yang melakukan hegemoni); teruatama kelas yang berkuasa, mencoba untuk melegitimasi kekuasaan, kesejahteraan, dan kehormatannya kepada massa secara ideologis; termasuk [[media massa]] yang dapat menjadi lembaga atau alat yang digunakan untuk melancarkan hegemoni kelas penguasa terhadap kelas tertindas.

Di sini, kajian emansipasi jelas sangat dibutuhkan sebagai alat kontra hegemoni; di mana media tidak melulu digunakan sebagai alat legitimasi penguasa atau pemilik modal. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh [[Roehana Koeddoes]], seorang wartawati dan aktivis pendidikan perempuan asal [[Minangkabau]]; dalam perjuangannya membela hak-hak kaum perempuan dan orang-orang yang termarjinalkan. Roehana berjuang melalui tulisan, serta ikut melahirkan dan memimpin redaksi surat kabar ''Soenting Melajoe'' di Padang pada tahun 1912. ''Soenting Melajoe'' merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Beberapa isu sentral yang diperjuangkan Roehana, diantaranya adalah isu kemiskinan kaum perempuan, isu keterbelakangan perempuan di ranah publik, dan isu peran ganda perempuan.{{sfn|Mahardika|2014|p=202-203}} Di penghujung hidupnya, Roehana masih aktif menjadi pemimpin surat kabar ''Perempuan Bergerak'', ''Surat Kabar Radio'', dan ''Cahaja Sumatra''.<ref>{{cite web|url=http://minangkabaunews.com/artikel-2178-rohana-kudus-wartawan-perempuan-pertama-dari-sumatra-barat.html|title=Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama dari Sumatera Barat|website=http://minangkabaunews.com|access-date=2017-10-16|archive-date=2017-10-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20171016174142/http://minangkabaunews.com/artikel-2178-rohana-kudus-wartawan-perempuan-pertama-dari-sumatra-barat.html|dead-url=yes}}</ref>

== Lihat pula ==
{{commonscat|Media studies|Kajian Media}}
{{commonscat|Media literacy|Literasi Media}}
{{commonscat|Media technology|Teknologi Media}}
* [[Analisis wacana kritis]]
* [[Efek media]]
* [[Ekonomi politik]]
* [[Feminisme]]
* [[Ilmu komunikasi]]
* [[Jurnalisme daring]]
* [[Komunikasi politik]]
* [[Literasi media]]
* [[Teori kritis]]


== Referensi ==
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===
{{reflist|30em}}

=== Daftar pustaka ===
{{refbegin|35em|indent=yes}}
* {{Citation
|last=Amin
|first=Muhammad
|editor-first=Rose
|editor-last=KR
|title=Pendidikan Posmodernisme - Telaah Kritis Pemikiran Tokoh Pendidikan
|publisher=Ar-Ruzz Media
|year=2014
|chapter=Pokok-pokok Pemikiran Antonio Gramsci & Relevansinya dengan Pendidikan
|location=Yogyakarta
|isbn=978-602-7874-79-4
|rev=harv
}}
* {{cite book
|title=Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni
|last1=Arief
|first1=
|last2=Patria
|first2=Nazar.
|year=2009
|publisher=Pustaka Pelajar
|location=Yogyakarta
|ref=harv
}}
* {{cite book
|url=https://www.worldcat.org/oclc/607059875
|title=Media events : the live broadcasting of history
|isbn=0674559568
|location=Cambridge, Mass.
|publisher=Harvard University Press
|last1=Dayan
|first1=Daniel.
|date=
|year=1992
|pages=
|oclc=607059875
|ref=harv
}}
* {{Citation
|last1=Dewey
|first1=John.
|chapter=The Public and Its Problems
|year=1927a
|title=Search for the Great Community
|publisher=Henry Holt & Co.
|location=New York
|isbn=
|rev=harv
}}
* {{cite book
|title=Television Culture
|url=https://archive.org/details/televisioncultur00fisk
|last1=Fiske
|first1=John.
|year=1987
|publisher=Routledge
|isbn=0-415-03934-7
|location=London
|ref=harv
}}
* {{cite book
|url=https://www.worldcat.org/oclc/31867297
|title=Theories of the information society
|last1=Frank
|first1=Webster.
|date=
|publisher=Routledge
|year=1995
|isbn=0415105749
|location=London and New York
|oclc=31867297
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=Manufacturing Consent - The Political Economy of the Mass Media
|last1=Herman
|first1=Edward.
|last2=Chomsky
|first2=Noam.
|year=1992
|publisher=Pantheon
|location= New York
|isbn=
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title = State Terrorism and Political Identity in Indonesia: Fatally Belonging
|last1 = Heryanto
|first1 = Ariel
|year = 2006
|publisher=Routledge
|location=New York
|url=http://books.google.co.id/books?id=ZYk3kQLoJiMC
|isbn=978-0-415-37152-0
|ref=harv
}}
* {{cite book
|url=https://www.worldcat.org/oclc/14878380
|title=Children and television : a semiotic approach
|last1=Hodge
|first1=Robert Ian Vere.
|last2=Tripp
|first2=David.
|year=1986
|publisher=Stanford University Press
|isbn=0804713529
|location=Stanford, Calif
|oclc=14878380
|ref=harv}}
* {{cite book
|title=Dialectic of Enlightenment
|last1=Horkheimer
|first1=M.
|last2=Adorno
|first2= Theodor W.
|year=1972
|publisher=Herder and Herder
|location=New York
|url=https://archive.org/details/dialecticofenlig0000hork_o6y4
|isbn=
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title = Interaksionalisme Simbolik - Pendekatan Antropologis Merespon Fenomena Keseharian
|last1 = Irianto
|first1 = Agus Maladi
|year = 2015
|publisher=Gigih Pustaka Mandiri
|location=Semarang
|url=
|isbn=978-602-1220-08-5
|ref=harv
}}
* {{cite book
|url=https://www.worldcat.org/oclc/15162197
|title=Propaganda Technique in the World War
|last1=Lasswell
|first1=Harold.
|year=1937
|publisher=P. Smith
|isbn=0-8240-0458-2
|location=New York
|oclc=
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=The Fine Art of Propaganda: A Study of Father Coughlin’s Speeches
|last1=Lee
|first1=Elizabeth Briant.
|last2=Alfred
|first2=M.
|year=1937
|publisher=Henry Holt & Co.
|isbn=
|location=New York
|ref=harv
}}
* {{Citation
|last=Mahardika
|first=Sofia.
|editor-first=Rose
|editor-last=KR
|title=Pendidikan Posmodernisme - Telaah Kritis Pemikiran Tokoh Pendidikan
|publisher=Ar-Ruzz Media
|year=2014
|chapter=Kiprah Rohana Kuddus dalam Pemberdayaan Pendidikan Perempuan
|location=Yogyakarta
|isbn=978-602-7874-79-4
|rev=harv
}}
* {{cite book
|title=Understanding Media: The Extensions of Man
|url=https://archive.org/details/understandingmed0000mclu
|last1=McLuhan
|first1=Marshall
|year=1964
|publisher=McGraw-Hill
|isbn=0-262-63159-8
|edition=1st
|ref=harv
}}
* {{Citation
|last1=McQuail
|first1=D.
|last2=Blumler
|first2=J. G.
|last3=Browmn
|first3=J.
|editor-first=McQuail
|editor-last=D.
|title=The television audience: A revised perspective
|publisher=Penguin
|year=1972
|chapter=Sociology of Mass Communication
|location=Middlesex, England
|isbn=
|rev=harv
}}
* {{cite book
|title=Obstacles and Promises in the Development of an Ideal Society. Mind, Self & Society
|last1=Mead
|first1=George Herbert.
|year=1934
|publisher=Univ. of Chicago Press
|isbn=
|location=Chicago
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=The Political Economy of Communication
|last1=Mosco
|first1=Vincent
|year=2011
|publisher=Sage Publications
|location=London
|isbn=9781446204948
|url=https://books.google.com/books?id=V57yrDMaO9oC&pg=PA89
|ref=harv
}}
* {{Citation
|last=Nerone
|first=John.
|editor-first=Angharad
|editor-last=Valdivia
|title=A Commpanion to Media Studies
|publisher=Blackwell Publishing Ltd.
|year=2003
|chapter=Approaches to Media History
|location=United Kingdom
|isbn=0-631-22601-X
|rev=harv
}}
* {{cite book
|url=https://www.worldcat.org/oclc/15162197
|title=The Lively Audience : a study of children around the TV set
|last1=Palmer
|first1=Patricia.
|year=1986
|publisher=Allen & Unwin
|isbn=0868619701
|location=Sydney
|oclc=15162197
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=Indonesian Cinema: Framing the New Order
|url=https://archive.org/details/indonesiancinema0000senk
|last1=Sen
|first1=Krishna.
|year=1994
|publisher=Zed Books
|location=Atlantic Highlands
|isbn=978-1-85649-124-2
|ref=harv
}}
* {{cite book
|title=Gramsci's Political Thought. Terj. Kamdani dan Imam Baihaqi
|last1=Simon
|first1=Roger.
|year=2004
|publisher=Pustaka Pelajar
|location=Yogyakarta
|isbn=
|ref=harv
}}

: '''Ensiklopedia''':
* {{cite encyclopedia
|last1=Lasswell
|first1=Harold.
|authorlink=
|title=Propaganda
|year=1937
|encyclopedia=Encyclopedia of the Social Sciences
|accessdate=
|location=New York
|publisher=Henry Holt & Co.
|url=
|ref=harv}}

: '''Jurnal akademik''':
* {{cite journal
|last1=Adorno
|first1=Theodor W.
|title=A Social Critique of Radio Music
|Journal=Literary Criticism
|location=
|year=1945
|publisher=Kenyon Review
|volume=7
|issue=3/4
|isbn=
|ref=harv
}}
* {{cite journal
|last1=Chaffee
|first1=Steven H.
|last2=Hockheimer
|first2=J.
|title=The Beginnings of Political Communication Research in the United States: Origins of the ‘Limited Effects’ Model
|journal=The Media Revolution in America & Western Europe
|location=New Jersey
|year=1985
|publisher=Ablex
|volume=
|issue=
|ref=harv}}
* {{Citation
|last1=Dewey
|first1=John.
|chapter=Nature, Communication, and Meaning
|year=1927b
|title=Experience and Nature
|publisher=Henry Holt & Co.
|location=New York
|isbn=
|rev=harv
}}
* {{cite journal
|last1=Gitlinn
|first1=Todd.
|authorlink=
|title=Media Sociology: the Dominant Paradigm
|journal=Theory and Society
|location=
|year=1978
|publisher=Springer
|volume=
|issue=
|ref=harv}}
* {{cite journal
|last1=Hovland
|first1=Carl I.
|last2=Lumsdaine
|first2=Arthur A.
|last3=Shefield
|first3=Fred D.
|authorlink=
|title=Experiments in Mass Communication
|journal=Studies in the Social Psychology in World War II, American Soldier Series
|location=New York
|year=1949
|publisher=Macmillan
|volume=3
|issue=
|ref=harv}}
{{refend}}

== Pranala luar ==
{{Library resources box |by=no |onlinebooks=no |others=no |cheading=yes}}
* {{en}} [https://web.archive.org/web/20101231231643/http://www.doingmediastudies.com/ ''Kajian Media: Teks, Produksi dan Konteks''] - Praktek Kajian Media oleh Paul Long and Tim Wall dari [[Universitas Birmingham]].
* {{en}} [http://gdstrudley3.webs.com/ ''Literasi Media di Sekolah Dasar'' ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140111034703/http://gdstrudley3.webs.com/ |date=2014-01-11 }} - Bagaimana murid sekolah dasar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengakses media, memahami representasi dan gambar, lalu membuat karya? oleh Grant Strudley dari [[Universitas Reading]].
{{Kajian media|autocollapse}}
{{Kajian komunikasi|autocollapse}}
{{Ilmu sosial|autocollapse}}
{{portal bar|Bahasa|Budaya|Masyarakat|Pendidikan|Politik|Teknologi informasi}}
{{Authority control}}

{{DEFAULTSORT:Kajian media}}
[[Kategori:Humaniora]]
[[Kategori:Komunikasi politik]]
[[Kategori:Studi media]]

Revisi terkini sejak 29 September 2023 20.32

Kajian media berkaitan dengan bentuk-bentuk representasi realitas (di sini, fotografer pers yang sedang bekerja)

Kajian media adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari konten, sejarah, dan pengaruh berbagai media, khususnya media massa. Kajian media berasal dari tradisi ilmu sosial dan humaniora, dengan fokus studi pada bidang komunikasi massa, komunikasi, ilmu komunikasi, dan kajian komunikasi.[1] Di penghujung tahun 1970-an, kajian media secara luas mulai berdiri sebagai disiplin ilmu mandiri. Beberapa peneliti mengembangkan beragam teori dan metode dari berbagai disiplin seperti kajian budaya, retorika (termasuk retorika digital), filsafat, teori sastra, psikologi, ilmu politik, ekonomi politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, teori sosial, sejarah seni, teori kritis, teori film, feminisme, dan teori informasi.[2]

Sejarah dan definisi media

[sunting | sunting sumber]
Seorang gadis kecil membaca berita melalui surat kabar tentang pendaratan di bulan pada tahun 1969

Surat kabar dan jurnal merupakan area kajian media pertama yang dibakukan menjadi penelitian ilmiah. Institut Ilmu Surat Kabar atau IIS (bahasa Jerman: Institut für Zeitungskunde) adalah pranata pendidikan kajian media pertama yang pernah didirikan di Eropa. Institusi tersebut didirikan oleh Karl Bücher pada tahun 1916 di Leipzig, Jerman. Sebelum mendirikan IIS, Bücher sempat terlibat dalam pers dan propaganda selama Perang Dunia I.[3] Dapat diketahui berdasarkan sejarah penggunaanya, kajian media bukanlah disiplin ilmu, yang dapat dipastikan netral dari kepentingan; baik ideologi maupun politik. Selain itu, kajian media juga merupakan bidang ilmu sosial-humaniora interdisiplin; yang membaur dengan perkembangan teknologi. Oleh sebab itu, beberapa pemikir menggolongkan kajian media sebagai bagian dari kajian budaya, di mana 'media' di sini merupakan salah satu produk "industri budaya".[4]

Para pemikir ilmu sosial dan humaniora umumnya menggunakan kata 'media' untuk menjelaskan dua hal yang berbeda. Pertama, digunakan untuk menunjuk kepada alat atau teknologi yang digunakan untuk komunikasi seperti kertas, gelombang radio, atau kata yang diucapkan. Hal ini lazim digunakan oleh para artis, insinyur, dan arsitek. Para pemikir komunikasi, seperti Innis, McLuhan, dan alumni sekolah Kanada; juga menggunakan kata 'media' untuk menunjuk pada alat atau teknologi. Kedua, penggunaan kata 'media' yang ditunjukkan kepada lembaga, organisasi, atau korporasi media massa, misalnya nama sebuah stasiun berita, atau penyiaran radio. Para agen periklanan mulai menyebut nama surat kabar, majalah, dan stasiun radio sebagai 'media' pada tahun 1920. Ilmuwan sosial pengkaji Perang Dunia II pada tahun 1930-an juga menggunakan kata 'media' sebagai penunjuk media massa.[5]

McLuhan (1964) misalnya mengenalkan konsep "media adalah pesan" (bahasa Inggris: "the medium is the message"), dan menurutnya semua artefak buatan manusia dan teknologi adalah media. Dia juga mengenalkan istilah 'media' dengan konsep umum seperti "penduduk global" dan "zaman informasi", di mana sebuah media juga merupakan segala hal yang memediasi interaksi kita dengan dunia dan manusia lainnya. Berdasarkan perspektif ini, kajian media tidak terbatas pada bentuk media komunikasi tetapi segala bentuk teknologi. Media dan penggunanya adalah sebuah ekosistem, dan kajian mengenai ekosistem ini disebut ekologi media. Dalam menjelaskan konsep ini, dia menggunakan contoh penggunaan cahaya elektrik; di mana cahaya elektrik merupakan informasi murni, dan ini merupakan media tanpa pesan, yaitu selama cahaya ini tidak digunakan untuk mengeja huruf atau kata. Karakteristik dari semua media yaitu adanya "konten" dari media lainnya; yang merupakan media. Misalnya, "konten" tulisan adalah pidato, kata tertulis adalah "konten" dari tulisan, dan tulisan adalah "konten" dari telegram. Perubahan media atau teknologi memperkenalkan hubungan manusia; yang merupakan sebuah "pesan". Jika cahaya elektrik digunakan dalam acara pertandingan bola atau digunakan untuk menerangi meja misalnya, maka "konten" dari cahaya elektrik adalah aktivitas ini. Menurutnya, cahaya elektrik tidak dimaknai sebagai media komunikasi karena tidak memiliki pesan. Selama tidak digunakan untuk mengeja nama, atau aktivitas lainnya, maka benda ini bukan media. Sama halnya dengan radio, dan media massa lainnya, "konten" dari sebuah film adalah buku, permainan, opera atau yang lainnya.

McLuhan (1964) juga membedakan antara "media dingin" dan "media panas"; di mana "media panas" seperti radio atau film dapat memperpanjang makna tunggal dalam sebuah "definisi tinggi" (bahasa Inggris: high definition). Makna "definisi tinggi" berarti keadaan terisi penuh dengan data atau informasi. "Media dingin" seperti telepon, dan televisi dikelompokkan dalam "definisi rendah" karena hanya memberikan jumlah data atau informasi yang sedikit. "Media panas" memiliki tingkat keterlibatan rendah, sedangkan "media dingin" memiliki tingkat keterlibatan tinggi. "Media panas" sangat rendah dalam tingkat keterlibatan, karena media ini memberikan hampir seluruh informasi; sedangkan "media dingin" memiliki tingkat keterlibatan tinggi karena media ini memberikan informasi yang sangat sedikit, tidak terisi penuh, namun inklusif. Dia mengelompokkan kuliah atau pengajaran sebagai salah satu contoh "media panas" dan seminar sebagai salah satu contoh "media dingin".

Pendekatan teori dalam kajian media

[sunting | sunting sumber]

Pendekatan teori dalam kajian media yang diuraikan di sini meliputi pendekatan mazhab Chicago; pendekatan propaganda; dan pendekatan mazhab Frankfurt dan teori kritis.

Pendekatan mazhab Chicago

[sunting | sunting sumber]

Mazhab Chicago merupakan aliran pemikiran dengan tokoh pemikir seperti Nels Anderson, Ernest Burgess, Ruth Shonle Cavan, Edward Franklin Frazier, Everett Hughes, Roderick D. McKenzie, George Herbert Mead, Robert E. Park, Walter C. Reckless, Edwin Sutherland, dan W. I. Thomas.[6] Sekolah ini terkenal dengan perkembangan teori sosiologi urban dan peradaban, dengan pendekatan teori interaksionisme simbolik dan ekologi; yang kini dikenal dengan pendekatan etnografi. Awalnya, para pemikir ini memfokuskan pemikirannya pada masalah-masalah sosial kontemporer yang terjadi di Chicago. Menurut mereka, masalah sosial yang terjadi di sana, salah satunya diakibatkan karena urbanisasi dan peningkatan mobilitas sosial. Lalu, para pemikir seperti John Dewey, Charles Cooley, dan George Herbert Mead memikirkan tentang konsep warga negara Amerika yang berpeluang menjadi warga negara demokrasi. Menurut Mead (1934), hlm. 317-328, suatu bentuk komunikasi baru harus ditemukan untuk mengembangkan suatu warga negara menjadi "warga negara ideal"; dengan asumsi dasar bahwa seorang individu mampu mengapresiasi sikap, sudut pandang, dan posisi orang lain; dan sebaliknya. Mead percaya bahwa bentuk komunikasi baru ini, dapat menjadikan warga negara saling berempati satu sama lain. Sedangkan Dewey (1927a), hlm. 143-184 memformulasikan konsepnya sebagai "komunitas hebat"; di mana kecerdasan manusia mampu membangun dirinya sendiri. Selain itu, menurutnya pengetahuan juga memiliki semacam "fungsi asosiasi dan komunikasi". Lalu Cooley menambahkan bahwa komunikasi politik mampu membuat opini publik, dan mempromosikan demokrasi.[7] Para pemikir ini sedang merepresentasikan perhatian mereka tentang komunikasi elektronik sebagai fasilitator demokrasi, dan keyakinan mereka kepada para pemilih cerdas; yang mampu menjadi pribadi yang dapat melawan massa kebanyakan.

Pendekatan teori propaganda

[sunting | sunting sumber]
Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, film dokudrama propaganda anti-komunisme, anti-PKI dan pro-Soeharto yang paling dikenal dan sering ditonton di era Orde Baru di Indonesia

Menurut Institut Analisis Propaganda (bahasa Inggris: Institute for Propaganda Analysis) dalam Lee & Alfred (1937), definisi propaganda adalah suatu ekspresi berupa gagasan atau tindakan, baik oleh individu maupun kelompok, yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi gagasan atau tindakan individu atau kelompok lain, dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan dalam buku Teknik Propaganda Perang Dunia, Lasswell (1937), hlm. 214-222 berpendapat bahwa propaganda dalam makna yang lebih luas, merupakan teknik mempengaruhi tindakan manusia dengan cara merekayasa representasi. Representasi ini disampaikan baik dalam bentuk ucapan, tulisan, gambar, maupun musik. Berdasarkan definisi propaganda ini, menunjukkan bahwa media sangat berpengaruh terhadap perilaku dan tindakan para audiens.[8]

Program pengaruh media dan komunikasi massa pertama kali dibuka di Universitas New School (bahasa Inggris: The New School University), New York pada tahun 1919. Universitas ini adalah universitas pertama yang membahas gambar bergerak pada tahun 1926. John Culkin, seorang kolega Marshall McLuhan, menghibahkan Pusat Pemahaman Media kepada universitas ini pada tahun 1975; dan tidak lama kemudian, kajian media resmi dibuka pada program pascasarjana (M.A.). Universitas New School adalah universitas pertama yang melakukan penelitian di Bagian Eksperimentasi pada Divisi Informasi dan Pendidikan Sub-divisi Penelitian di Departemen Perang Amerika Serikat. Mereka mengamati pengaruh film propaganda terhadap para tentara yang ikut serta dalam berbagai perang Amerika Serikat.[9] Di Indonesia, film propaganda Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI pernah dibuat untuk mempertahankan pemerintahan Orde Baru. Saat itu, saluran TVRI merupakan satu-satunya saluran televisi milik negara yang ada di Indonesia, yang menayangkan film ini setiap malam 30 September. Film ini pernah menjadi tontonan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia; juga sering ditayangkan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pemerintah.[10] Menurut Heryanto (2006), hlm. 13, versi kejadian tahun 1965 dalam film ini adalah satu-satunya wacana terbuka yang diperbolehkan kala itu.

Berbeda, dengan masa pemerintahan Orde Baru; di mana atas nama pembangunan nasional, pemerintah mengeluarkan sejumlah aturan atau kebijakan politik melalui Menteri Penerangan; termasuk dalam kebijakan konten dalam penyiaran televisi. Kini orientasi ekonomi dijadikan sebagai "kiblat" bagi para pemilik modal untuk mengendalikan isi siaran televisi. [11] Salah satunya dalam bisnis iklan, seperti yang diungkapkan Herman & Chomsky (1992), hlm. 63, yang menegaskan bahwa media adalah bisnis berorientasi laba, dimiliki oleh orang yang sangat kaya (atau korporasi); dan sebagian besar didukung oleh banyaknya pengelola iklan yang juga pencari laba; serta oleh siapapun yang ingin iklan mereka muncul dan menjual di lingkungan yang berdaya beli.[12] Keduanya juga berpendapat mengenai lima faktor tentang media ini, yaitu tentang kepemilikian, periklanan, sumber daya, perlawanan dan ideologi anti-komunis yang bekerja sebagai penyaring: mengenai informasi apa saja yang boleh disajikan, baik secara individual maupun kolektif; yang sebagian besar berpengaruh kuat dalam preferensi pemilihan media. Hingga hari ini, tidak ada kesimpulan akhir mengenai definisi propaganda, dan perdebatan masih berlanjut.

Pendekatan mazhab Frankfurt dan teori kritis

[sunting | sunting sumber]

Mazhab Frankfurt berperan besar dalam perkembangan dan aplikasi teori kritis, khususnya pada kajian media. Dengan lokus teoretis dan filosofis dari para tokoh besar seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno, Walter Benjamin, Leo Lowenthal, dan Herbert Marcuse. Oleh karenanya, kritik kaum Marxis atas hembusan pasar "industri budaya" merupakan kritik yang tajam dan berpengaruh kuat. Seperti halnya yang pernah ditulis dalam Sebuah Kritik atas Musik Radio, Adorno (1945), hlm. 7; 208-217 menegaskan bahwa musik tak ubahnya seperti barang konsumen lainnya, yang hanya menghasilkan 'komoditas mendengar', dan tidak lagi sebagai daya pendorong manusia; dan pendengar musik pun kini menolak semua aktivitas intelektual. Selain mengeluhkan pengaruh "industri budaya", Mazhab Frankfurt juga mulai mengidentifikasi antara budaya massa dan budaya tinggi dalam dua entitas berbeda; yang kemudian dikenal dengan budaya populer dan budaya tinggi. Pembedaan dua konsep budaya ini, didasarkan atas perbedaan produksi orisinal dengan perilaku ritualistik budaya massa; yang suka meniru dan menyerupai simbol reproduksi, sehingga tidak memiliki orisinalitas, dan hampa makna.

Selain mazhab Frankfurt, Pierre Bourdieu, seorang pemikir dan penulis buku On Television asal Prancis; berpendapat bahwa televisi membuat otonomi atau kebebasan diri berkurang, dengan intensitas yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Dalam pandangannya, pasar bukan hanya membentuk keseragaman dan kedangkalan, tetapi juga membentuk sensor tak terlihat. Salah satu contoh misalnya, seorang produser televisi akan melakukan wawancara awal (atau melakukan konsensus) dengan para audiens yang hadir dalam program berita atau tayangan publik; untuk memastikan bahwa mereka dapat berbicara dengan sederhana, menarik perhatian, dan ketika ada audiens yang bertanya atau mengalihkan perhatian pada hal-hal sensasional dan spektakuler, maka orang-orang dengan pandangan kompleks, tidak akan didengar.[13]

Kajian efek media

[sunting | sunting sumber]

Setelah terjadinya Perang Dunia II, perspektif kajian media tidak lepas dari gagasan, metode, dan penemuan Paul F. Lazarsfeld dan studinya tentang efek media. Efek media memiliki fokus dalam mengukur sejauh mana efek media terhadap kebiasaan massa jangka pendek. Dia berkesimpulan bahwa media memiliki peran terbatas dalam mempengaruhi opini publik. Model media "efek terbatas" ini dikembangkan oleh Lazarsfeld dan koleganya dari Kolombia, yang di kemudian hari berpengaruh dalam pengembangan media. Model tersebut memiliki "efek terbatas" khususnya dalam pola pemilu. Karena menurutnya, pemilih lebih banyak dipengaruhi oleh model "arus dua tahap", di mana pesan media disampaikan lewat interaksi langsung antar individu dengan opini pemimpin.[14] Studi model "efek terbatas" memiliki peran dalam politik, namun model ini tidak digunakan lagi hingga tahun 1960. Kemudian pengkaji komunikasi massa, mulai mempelajari lagi tentang kebiasaan politik, tetapi tidak mengenal model "efek terbatas" ini.[15]

Kajian penggunaan dan gratifikasi

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hodge & Tripp (1986) dan sebagian yang dilakukan Palmer (1986) tentang konsep Jay Blumler dan Elihu Katz mengenai proses 'pembaca aktif' dalam model penggunaan dan gratifikasi yang dilakukan anak-anak sekolah; yang pernah menonton drama seri Prisoner. Mereka menemukan bahwa anak-anak mengidentifikasi diri sebagai seorang tokoh utama dalam drama seri tersebut, dan mengikuti detail perilaku tokoh yang mereka lihat pada kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, Fiske (1987) menyimpulkan bahwa anak-anak memaknai cerita dalam drama dengan pengalaman sosial riil di sekolah; dengan cara pembentukan pengalaman yang juga dipengaruhi oleh orang lain, yang saling memvalidasi.

Namun pendekatan ini tidak memberikan prediksi atau penjelasan yang cukup terhadap pemilihan dan penggunaan media. Hal ini karena, sering kali penggunaan dan pemilihan media dilakukan secara kebetulan; dan pendekatan ini hanya terjadi pada beberapa jenis media saja.[16] Selain itu Ien Ang, seorang profesor kajian budaya di Universitas Sydney Barat juga mengkritik pendekatan ini dengan alasan:

  1. Konteks pendekatan ini terlalu individualis; di mana dalam pendekatan ini hanya mempertimbangkan kepuasan psikologis individu dalam penggunaan media. Sedangkan konteks sosial penggunaan media cenderung diabaikan. Pendekatan ini juga mengabaikan fakta bahwa beberapa penggunaan media mungkin tidak ada kaitannya dengan pencarian kepuasan; atau bisa jadi karena kebetulan atau bahkan dipaksakan, misalnya.
  2. Para pengkaji media sering kali menaruh perhatian yang sangat besar terhadap alasan mengapa seseorang menggunakan media tertentu; namun abai dalam mengkaji konten media dan menemukan makna dari penggunaan media tersebut.
  3. Pendekatan ini dimulai dari pandangan bahwa media selalu bersifat fungsional dan mungkin dengan demikian secara implisit telah melakukan pembenaran, mengenai bagaimana media diorganisasikan.[17]

Kajian kontra hegemoni dan emansipasi

[sunting | sunting sumber]
Roehana Koeddoes adalah wartawati dan aktivis perempuan pertama di Indonesia yang ikut mendirikan surat kabar Soenting Melajoe

Hegemoni dalam bahasa Yunani Kuno disebut eugemonia, sebagaimana yang dikemukakan Encyclopedia Britannica dalam praktiknya di Yunani, yang diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota (polis atau city states) secara individual. Misalnya, yang dilakukan oleh kota Athena dan Sparta terhadap negara-negara lain yang sejajar. Konsep hegemoni sebenarnya secara historis pertama kali diproduksi di Rusia pada tahun 1880 oleh Plekhanov yaitu seorang Marxis asal Rusia. Konsep ini dibangun sebagai bagian dari strategi guna menjatuhkan Pemerintah Tsar.[18]

Setelah Plekhanov, konsep hegemoni dijadikan basis material oleh Lenin dalam mendefinisikan konsep perjuangan politiknya. Bagi Lenin, hegemoni merupakan strategi untuk revolusi; suatu strategi yang harus dijalankan oleh kelas pekerja dan anggota-anggotanya untuk mendapatkan dukungan dari pihak mayoritas.[19] Lalu Antonio Gramsci melakukan upaya teoretis dalam pencarian hubungan antara teori dan praktik dalam marxisme yang kemudian dikenal dengan Konsep Hegemoni Gramsci.[20] Menurut Mansour Fakih dalam Simon (2004), hlm. XVIII; bagi Gramsci, kelas sosial akan memperolah keunggulan atau supremasi terhadap kelas lain melalui dua cara, yaitu melalui cara dominasi atau paksaan (force) atau melalui cara kepemimpinan intelektual dan moral (consent). Bagi Gramsci, proses hegemoni terjadi apabila cara hidup, cara berpikir, dan pandangan masyarakat bawah terutama kaum proletar telah meniru dan menerima cara berpikir dan gaya hidup dari kelompok elit yang mendominasi dan mengeksploitasi mereka. Konsep hegemoni Gramsci ini meluas dan digunakan, baik oleh mereka yang Marxis maupun non-Marxis, baik untuk tujuan melawan kapitalisme maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu, menurut Gramsci, pada dasarnya setiap hegemon (orang, kelompok, kelas, ataupun penguasa yang melakukan hegemoni); teruatama kelas yang berkuasa, mencoba untuk melegitimasi kekuasaan, kesejahteraan, dan kehormatannya kepada massa secara ideologis; termasuk media massa yang dapat menjadi lembaga atau alat yang digunakan untuk melancarkan hegemoni kelas penguasa terhadap kelas tertindas.

Di sini, kajian emansipasi jelas sangat dibutuhkan sebagai alat kontra hegemoni; di mana media tidak melulu digunakan sebagai alat legitimasi penguasa atau pemilik modal. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Roehana Koeddoes, seorang wartawati dan aktivis pendidikan perempuan asal Minangkabau; dalam perjuangannya membela hak-hak kaum perempuan dan orang-orang yang termarjinalkan. Roehana berjuang melalui tulisan, serta ikut melahirkan dan memimpin redaksi surat kabar Soenting Melajoe di Padang pada tahun 1912. Soenting Melajoe merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Beberapa isu sentral yang diperjuangkan Roehana, diantaranya adalah isu kemiskinan kaum perempuan, isu keterbelakangan perempuan di ranah publik, dan isu peran ganda perempuan.[21] Di penghujung hidupnya, Roehana masih aktif menjadi pemimpin surat kabar Perempuan Bergerak, Surat Kabar Radio, dan Cahaja Sumatra.[22]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Frank 1995.
  2. ^ Dayan 1992.
  3. ^ "Karl Bücher". 2016-07-09. Diakses tanggal 2017-10-14. 
  4. ^ Horkheimer & Adorno 1972.
  5. ^ Nerone 2003, hlm. 96-97.
  6. ^ "Ron Bolender". www.bolender.com. Diakses tanggal 2017-10-15. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Dewey 1927b, hlm. 138-70.
  8. ^ Lasswell 1937, hlm. 521-27.
  9. ^ Hovland, Lumsdaine & Shefield 1949, hlm. 3–16; 247–79.
  10. ^ Sen 1994, hlm. 148.
  11. ^ Irianto 2015, hlm. 107-108.
  12. ^ Herman & Chomsky 1992, hlm. 62.
  13. ^ "on, a French sociologist explains, dumbs itself down". Diakses tanggal 2017-10-08. 
  14. ^ Gitlinn 1978.
  15. ^ Chaffee & Hockheimer 1985, hlm. 265-99.
  16. ^ McQuail, Blumler & Browmn 1972, hlm. 135-65.
  17. ^ "Mass media: effects research - uses and gratifications". www.cultsock.ndirect.co.uk. Diakses tanggal 2017-10-18. 
  18. ^ Arief & Patria 2009, hlm. 16.
  19. ^ Simon 2004, hlm. 21.
  20. ^ Amin 2014, hlm. 102.
  21. ^ Mahardika 2014, hlm. 202-203.
  22. ^ "Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama dari Sumatera Barat". http://minangkabaunews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-16. Diakses tanggal 2017-10-16.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
Ensiklopedia:
  • Lasswell, Harold. (1937). "Propaganda". Encyclopedia of the Social Sciences. New York: Henry Holt & Co. 
Jurnal akademik:
  • Adorno, Theodor W. (1945). "A Social Critique of Radio Music". 7 (3/4). Kenyon Review. 
  • Chaffee, Steven H.; Hockheimer, J. (1985). "The Beginnings of Political Communication Research in the United States: Origins of the 'Limited Effects' Model". The Media Revolution in America & Western Europe. New Jersey: Ablex. 
  • Dewey, John. (1927b), "Nature, Communication, and Meaning", Experience and Nature, New York: Henry Holt & Co. 
  • Gitlinn, Todd. (1978). "Media Sociology: the Dominant Paradigm". Theory and Society. Springer. 
  • Hovland, Carl I.; Lumsdaine, Arthur A.; Shefield, Fred D. (1949). "Experiments in Mass Communication". Studies in the Social Psychology in World War II, American Soldier Series. New York: Macmillan. 3. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]