Lompat ke isi

Tari Batin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Esmargaretha (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(31 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Musik Indonesia}}
{{Musik Indonesia}}


'''Tari Batin''' merupakan salah satu tari upacara adat yang berasal dari daerah [[Liwa (kota)|Liwa]], kecamatan [[Balik Bukit, Lampung Barat|Balik Bukit]], kabupaten [[Kabupaten Lampung Barat|Lampung Barat]]. Arti kata ''Batin'' sendiri adalah suatu gelar kehormatan sehingga tarian ini hanya dipertunjukkan pada kegiatan tertentu yang bersifat ritual dan sakral.<ref>{{Cite news|url=http://ujiansma.com/tari-batin-kisah-kerajaan-keritang|title=Tari Batin Kisah Kerajaan Keritang - ujiansma.com|date=2014-02-04|newspaper=ujiansma.com|language=en-US|access-date=2018-01-30}}</ref>
'''Tari Batin''' merupakan salah satu tari upacara adat yang berasal dari daerah [[Liwa (kota)|Liwa]], kecamatan [[Balik Bukit, Lampung Barat|Balik Bukit]], kabupaten [[Kabupaten Lampung Barat|Lampung Barat]]. Arti kata ''Batin'' sendiri adalah suatu gelar kehormatan sehingga tarian ini hanya dipertunjukkan pada kegiatan tertentu yang bersifat ritual dan sakral di hadapan Saibatin (Sultan).<ref>{{Cite news|url=http://ujiansma.com/tari-batin-kisah-kerajaan-keritang|title=Tari Batin Kisah Kerajaan Keritang ujiansma.com|date=2014-02-04|newspaper=ujiansma.com|language=en-US|access-date=2018-01-30}}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Tari Batin telah ada sejak pra-kemerdekaan Republik Indonesia dan terus dipertahankan hingga sekarang. Tari ini diciptakan oleh almarhum istri Cakal Bakal Batu Berak, seorang Pangeran Batu Berak, nenek dari Bapak Suhaimi Gelar Sutan Lela Muda. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan untuk penyambutan kedatangan mempelai keluarga raja-raja maupun kedatangan tamu agung kengegaraan. Tari ini menjadi lambang maupun tanda keagunagan adat (tradisi) di daerah Liwa, Belalau dan Krui di Kabupaten Lampung Utara, yang menunjukkan kebesaran dan kehormatan para Batin dalam upacara penyambutan keluarga mempelai raja-raja maupun para tamu agung kenegaraan.
Tari Batin telah ada sejak pra-kemerdekaan [[Republik Indonesia]] dan terus dipertahankan hingga sekarang. Tari ini diciptakan oleh almarhum istri Cakal Bakal [[Batu Brak]], seorang Pangeran [[Batu Brak, Lampung Barat]], nenek dari Bapak Pangeran Suhaimi Gelar Sultan Lela Muda Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi<ref>https://radarcom.id/2020/06/02/tinta-emas-kiprah-pangeran-suhaimi-kakek-3-jenderal-polisi-mengabdi-untuk-negara-dan-adat-istiadat/</ref>. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan untuk penyambutan kedatangan mempelai keluarga raja-raja maupun kedatangan tamu agung kenegaraan hingga saat ini. Tari ini menjadi [[lambang]] maupun tanda keagungan adat (tradisi) di daerah [[Liwa]], [[Batu Brak, Lampung Barat]] dan [[Krui, Lampung Barat|Krui]] di Kabupaten [[Kabupaten Lampung Barat|Lampung Barat]] ibu kota [[Liwa]] Provinsi Lampung, yang menunjukkan kebesaran dan kehormatan para [[Saibatin]] dalam upacara penyambutan keluarga mempelai raja-raja maupun para tamu agung kenegaraan.


== Penari ==
== Penari ==
Para penari Tari Batin merupakan putri-putri remaja, seorang sebagai ''Mulai Batin'' (Puteri Mahkota), tiga orang masing-masing sebagai pembawa payung kebesaran, pembawa pedang dan pembawa tempat sirih, ditambahh empat orang sebagai dayang-dayang, sepasang (dua orang) di sebelah kiri dan sepasang lagi berada di sebelah kanan.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Tari Indonesia|last=|first=|publisher=|year=1981|isbn=|location=Jakarta|pages=78-80}}</ref>
Para penari Tari Batin merupakan putri-putri remaja, seorang sebagai ''Mulai Batin'', tiga orang masing-masing sebagai pembawa payung kebesaran, pembawa pedang dan pembawa tempat sirih, ditambah empat orang sebagai dayang-dayang, sepasang (dua orang) di sebelah kiri dan sepasang lagi berada di sebelah kanan.<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Tari Indonesia|last=|first=|publisher=|year=1981|isbn=|location=Jakarta|pages=78-80}}</ref>


== Penyelenggaraan ==
== Penyelenggaraan ==
Pertunjukkan Tari Batin diselenggarakan pada siang atau pun malam hari, dalam sebuah ''sesat'' (rumah adat) atau tempat-tempat khusus yang telah disediakan. Lama pementasan tari ini kurang lebih sepuluh menit dengan alat pengiring ''gamolan.'' Pakaian penari terdiri atas:
Pertunjukkan Tari Batin diselenggarakan pada siang ataupun malam hari, dalam sebuah ''sesat'' (istana adat) atau tempat-tempat khusus yang telah disediakan. Lama pementasan tari ini kurang lebih sepuluh menit dengan alat pengiring ''gamolan.'' Pakaian penari terdiri atas:
* ''Siger;''
* ''[[Siger]];''
* Baju kebaya panjang dari bahan beludur berhias;
* Baju kebaya panjang dari bahan beludur berhias;
* ''Gajah Minung,'' semacam papan jajar atau bulan termanggal yang berbentuk ''Gajah Minung'', unsur kelengkapan perhiasan Lampung Pesisir di daerah Liwa, Kecamatan Balik Bukti, Kabupaten Lampung Utara;
* ''[[Gajah Minung]],'' semacam papan jajar atau bulan termanggal yang berbentuk ''Gajah Minung'', unsur kelengkapan perhiasan Lampung Pesisir di daerah Liwa, Kecamatan Balik Bukti, Kabupaten Lampung Utara;
* ''Tapis''
* ''Tapis''
* ''Gelang Burung, Gelang Kano, Gelang Betulu'' dan ''Gelang Ruwi.''
* ''Gelang Burung, Gelang Kano, Gelang Betulu'' dan ''Gelang Ruwi.''


== Gerakan ==
== Gerakan ==
Pembagian adegan Tari Batin dan gerakannya adalah:
Pembagian adegan Tari Batin dan gerakannya adalah:
# Pada awalnya terdapt empat orang dayang-dayang masuk ke panggung sambil menari dengan posisi memajang. Dasar gerak tangan: ''ngakladai'' yakni gerak tangan menirukan sayap-sayap burung elang yang sedang melayang-layang
# Pada awalnya terdapat empat orang dayang-dayang masuk ke panggung sambil menari dengan posisi memanjang. Dasar gerak tangan: ''ngakladai'' yakni gerak tangan menirukan sayap-sayap burung elang yang sedang melayang-layang
# Kemudian datang empat orang penari lagi, sambil menari membawa pedang, tempat sirih dan payung; mengiringi seorang Puteri Mahkota atau ''Muai Batin'', yang lalu duduk di sebuah tempat yang telah disediakan, dan setelah menerima tempat sirih selanjutnya menari mempersembahkan ''sekapur sirih'' kepada seorang tamu yang diagungkan.
# Kemudian datang empat orang penari lagi, sambil menari membawa pedang, tempat sirih dan payung; mengiringi seorang Putri Mahkota atau ''Muai Batin'', yang lalu duduk di sebuah tempat yang telah disediakan, dan setelah menerima tempat sirih selanjutnya menari mempersembahkan ''sekapur sirih'' kepada seorang tamu yang diagungkan.
# Penutup: semua penari kembali, ke luar panggung, lepas dari pandangan penonton.
# Penutup: semua penari kembali, ke luar panggung, lepas dari pandangan penonton.


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />
<references />

{{Tarian di wilayah pulau Sumatera|state=autocollapse}}
{{DEFAULTSORT:Batin}}
[[Kategori:Tarian dari Sumatra]]
[[Kategori:Tari di Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Lampung]]
[[Kategori:Lampung]]

Revisi terkini sejak 2 Mei 2024 03.12

Tari Batin merupakan salah satu tari upacara adat yang berasal dari daerah Liwa, kecamatan Balik Bukit, kabupaten Lampung Barat. Arti kata Batin sendiri adalah suatu gelar kehormatan sehingga tarian ini hanya dipertunjukkan pada kegiatan tertentu yang bersifat ritual dan sakral di hadapan Saibatin (Sultan).[1]

Tari Batin telah ada sejak pra-kemerdekaan Republik Indonesia dan terus dipertahankan hingga sekarang. Tari ini diciptakan oleh almarhum istri Cakal Bakal Batu Brak, seorang Pangeran Batu Brak, Lampung Barat, nenek dari Bapak Pangeran Suhaimi Gelar Sultan Lela Muda Pangeran Raja Selalau Pemuka Agung Dengian Paksi[2]. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan untuk penyambutan kedatangan mempelai keluarga raja-raja maupun kedatangan tamu agung kenegaraan hingga saat ini. Tari ini menjadi lambang maupun tanda keagungan adat (tradisi) di daerah Liwa, Batu Brak, Lampung Barat dan Krui di Kabupaten Lampung Barat ibu kota Liwa Provinsi Lampung, yang menunjukkan kebesaran dan kehormatan para Saibatin dalam upacara penyambutan keluarga mempelai raja-raja maupun para tamu agung kenegaraan.

Para penari Tari Batin merupakan putri-putri remaja, seorang sebagai Mulai Batin, tiga orang masing-masing sebagai pembawa payung kebesaran, pembawa pedang dan pembawa tempat sirih, ditambah empat orang sebagai dayang-dayang, sepasang (dua orang) di sebelah kiri dan sepasang lagi berada di sebelah kanan.[3]

Penyelenggaraan

[sunting | sunting sumber]

Pertunjukkan Tari Batin diselenggarakan pada siang ataupun malam hari, dalam sebuah sesat (istana adat) atau tempat-tempat khusus yang telah disediakan. Lama pementasan tari ini kurang lebih sepuluh menit dengan alat pengiring gamolan. Pakaian penari terdiri atas:

  • Siger;
  • Baju kebaya panjang dari bahan beludur berhias;
  • Gajah Minung, semacam papan jajar atau bulan termanggal yang berbentuk Gajah Minung, unsur kelengkapan perhiasan Lampung Pesisir di daerah Liwa, Kecamatan Balik Bukti, Kabupaten Lampung Utara;
  • Tapis
  • Gelang Burung, Gelang Kano, Gelang Betulu dan Gelang Ruwi.

Pembagian adegan Tari Batin dan gerakannya adalah:

  1. Pada awalnya terdapat empat orang dayang-dayang masuk ke panggung sambil menari dengan posisi memanjang. Dasar gerak tangan: ngakladai yakni gerak tangan menirukan sayap-sayap burung elang yang sedang melayang-layang
  2. Kemudian datang empat orang penari lagi, sambil menari membawa pedang, tempat sirih dan payung; mengiringi seorang Putri Mahkota atau Muai Batin, yang lalu duduk di sebuah tempat yang telah disediakan, dan setelah menerima tempat sirih selanjutnya menari mempersembahkan sekapur sirih kepada seorang tamu yang diagungkan.
  3. Penutup: semua penari kembali, ke luar panggung, lepas dari pandangan penonton.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Tari Batin Kisah Kerajaan Keritang – ujiansma.com". ujiansma.com (dalam bahasa Inggris). 2014-02-04. Diakses tanggal 2018-01-30. 
  2. ^ https://radarcom.id/2020/06/02/tinta-emas-kiprah-pangeran-suhaimi-kakek-3-jenderal-polisi-mengabdi-untuk-negara-dan-adat-istiadat/
  3. ^ Ensiklopedi Tari Indonesia. Jakarta. 1981. hlm. 78–80.