Dadung Awuk
Dadung Awuk merupakan salah satu seni pertunjukan yang berasal dari DI Yogyakarta.[1] Seni pertunjukan ini merupakan teater rakyat yang berbentuk dramatari. Dramatari merupakan pertunjukan yang memadukan antara lakon, drama, tari, dan iringan musik. Disebutkan bahwa Dadung Awuk merupakan perkembangan dari Srandul yang juga merupakan salah satu bentuk kesenian rakyat.[2] Namun ada perbedaan khusus antara Dadung Awuk dan Srandul, yaitu Dadung Awuk khusus mementaskan lakon-lakon yang berkisah tentang tokohnya yang bernama Dadung Awuk yang terdiri dari berbagai macam serial, mulai dari dimasa mudanya sampai ia mengabdi kepada kerajaan Demak dan lalu bertemu dengan Jaka Tingkir. Cerita yang dimainkan dalam Dadung Awuk adalah kisah dari seorang tokoh yang benama Dadung Awuk itu sendiri, yang terdiri dari beberapa serial, mulai dari masa mudanya sampai ia mengabdi ke kerajaan Demak dan bertemu dengan Jaka Tingkir. Sedangkan Srandul mementaskan lakon-lakon yang bersumber dari Serat Menak, Cerita Panji, legenda, dan dongeng.
Untuk mementaskan pertunjukan Dadung Awuk secara lengkap diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 30 orang yaitu 9 orang sebagai pemusik dan vokalis serta 21 orang sebagai pemain yang terdiri dari pria semua. Peran wanita di sini akan dimainkan oleh pria.Biasanya kesenian ini dipentaskan di berbagai ruang publik di antaranya adalah halaman rumah, lapangan, pendopo, panggung-panggung kesenian pada suatu kesempatan tertentu. Alat-alat musik yang dipergunakan hampir sama dengan peralatan musik Srandul yaitu angklung, kendang dan terbang. Pertunjukan diawali dengan memainkan alat musik untuk menarik perhatian penonton. Ketika penonton sudah berkumpul, maka musik pembuka dimainkan dan seorang dalang atau tukang cerita membuka pertunjukan. Tukang cerita akan menyapa penonton dan memaparkan lakon yang akan dimainkan. Selanjutnya pertunjukan berjalan di mana setiap penari akan keluar dan masuk panggung dengan menari. Tarian dan kostum yang dikenakan cukup sederhana. Hal ini tentu akan menyesuaikan dengan gambaran tokoh-tokoh yang dimainkan.
Dadung Awuk tumbuh dan berkembang sebagai salah satu teater rakyat yang memiliki fungsi utama memberikan hiburan kepada masyarakat. Fungsi lain yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai media perekat nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dadung Awuk juga berfungsi sebagai sistem kontrol sosial dan media penerangan yang efektif bagi masyarakat.
Legenda Dadung Awuk dan Jaka Tingkir
[sunting | sunting sumber]Legenda ini mengisahkan tentang pertarungan Jaka Tingkir dan Dadung Awuk. Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya alias Karebet merupakan salah satu prajurit yang baru saja lulus dari pendidikan militernya Demak Bintoro. Kariernya cukup baik terlihat dari kenaikan pangkat yang diterimanya sehingga menjadi lurah. Jabatan yang belum usang disandangnya ini terpaksa ditanggalkan alasannya beliau mendapat kenaikan pangkat jabatan yang lebih tinggi lagi, yakni menjadi komandan yang bertanggung jawab atas keselamatan raja dan kerabatnya.
Di suatu siang, Jaka Tingkir sedang berada di pelataran kamadungan untuk menyaksikan pendadaran calon perwira baru. Tentu saja untuk lulus uji ini tantangannya tak terbiasa atau dalam bahasa sederhananya sangat berat. Meski dia dikala itu sudah menjadi perwira tinggidia masih terlibat langsung. Tersebutlah seorang pemuda tegap yang kekar banget postur tubuhnya bernama Dadung awuk. Dia bukan sosok yang bisa diremehkan karena kekuatannya. Dadung Awuk merupakan salah satu peserta dalam pendadaran ini. Jaka Tingkir merasa tertarik dengan si Dadung Awuk karena baru saja mengalahkan seekor banteng. Bahkan saking luar biasanya banteng tadi kepalanya remuk hanya sekali hantam Dadung awuk. Sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas helatan tadi, akhirnya Karebet menghampiri Dadungawuk yang terbawa euforia kemenangannya. Dadung Awuk bahkan sangat berharap Karebet yang kesohor itu berkenan langsung mengujinya. Pertandingan ini berlangsung cukup alot. Dadung Awuk yang merasa di atas angin atas kemenangannya sombong atas kehebatannya, namun justru lengah oleh kekuatan Joko Tingkir yang berhasil mengalahkannya. Dadung Awuk terbunuh.
Terjadilah keributan akibat adanya pembunuhan yang tak disengaja ini. Bahkan akhirnya Joko Tingkir terpaksa dilepaskan dari jabatannya karena situasi politik menjadi tidak kondusif akibat kejadian ini. Karier militer yang dirintisnya dengan cucuran keringat dan darah itu wajib pupus alasannya provokasi Dadungawuk waktu itu.[3]
Perkembangan Dadung Awuk
[sunting | sunting sumber]Di masa sekarang teater rakyat Dadung Awuk di DI Yogyakarta memang terancam punah. Walaupun ada masih beberapa kali diadakan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.[4] Salah satu grup kesenian Dadung Awuk yang masih bertahan adalah Dadung Awuk Mudatama yang terdapat di Tegalrejo, Tamanmartani, Sleman, Yogyakarta. Dengan berbagai keterbatasan grup kesenian ini masih mencoba untuk bertahan hidup. Dadung Awuk Mudatama ini hanya menggelar pertunjukan jika ada pihak-pihak tertentu yang memberi kesempatan pentas atau pada saat peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia saja dengan dukungan masyarakat setempat.
Sebagai seni pertunjukan yang cukup fleksibel karena Dadung Awuk sesungguhnya mampu mengakomodir perkembangan zaman tanpa harus menghilangkan nilai-nilai tradisisi yang melekat. Oleh karena itu, Dadung Awuk penting dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang layak diketahui oleh masyarakat.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=520
- ^ ""Dadung Awuk" Kesenian Gunung Kidul Yang Serupa Srandul". Informasi Budaya Jawa. 2017-11-20. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-04.
- ^ duniakeris (2018-02-08). "Kisah Dadung Awuk & Politik Kebo ala Joko Tingkir". DUNIA KERIS (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-04.
- ^ "Disbud DIY : Pentas Seni Dadung Awuk". www.tasteofjogja.org. Diakses tanggal 2019-03-04.[pranala nonaktif permanen]