Lompat ke isi

Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rian Sastra N (bicara | kontrib)
Axl7Rose (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(268 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox Organization
{{Infobox Organization
|name = Muhammadiyah
| name = Persyarikatan Muhammadiyah
|image = Logo Muhammadiyah.svg
| logo = Muhammadiyah.svg
|size = 200px
| logo_size = 200px
|alt = Muhammad callighraphy
| logo_caption = Lambang Persyarikatan Muhammadiyah
|caption = Logo Persyarikatan Muhammadiyah
| image = Flag of Muhammadiyah.png
|map =
| size = 200px
|msize =
| alt =
|malt =
| caption = Bendera Persyarikatan Muhammadiyah
|mcaption =
| map =
| msize =
|formation = 8 Dzulhijjah 1330 H (18 November 1912)
|type = Organisasi Masyarakat Islam
| malt =
| mcaption =
|purpose = Keagamaan, pendidikan, dan sosial
| founder = [[Ahmad Dahlan|K.H. Ahmad Dahlan]]
|headquarters = Jl. Cik Dik Tiro, [[Yogyakarta (kota)|Kota Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta|DIY]], [[Indonesia]]
| formation = {{start date and age|1912|11|18}}
|region_served =[[Indonesia]]
| founding_location = [[Kota Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Hindia Belanda]]
|membership = 50 juta
| native name = محمدية
|leader_title = [[Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah|Ketua Umum]]
| native_name_lang = ar
|leader_name = [[Haedar Nashir|Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si.]]
| type = [[Organisasi keagamaan]]
|website = [http://www.muhammadiyah.or.id/ Situs web resmi Muhammadiyah]
| purpose = [[Sosial-keagamaan]], [[ekonomi]], [[pendidikan]], dan [[kesehatan]]
| headquarters = {{plainlist|
*Jalan Cik Di Tiro 23, [[Kota Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]<ref name="kantor">{{url|https://www.muhammadiyah.or.id}}. "Kantor"</ref>
*Jalan Menteng Raya 62, [[Jakarta Pusat]], [[Jakarta]]<ref name="kantor"/>}}
| region_served = [[Asia Tenggara]]
| membership = 60 juta
| leader_title = [[Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah|Ketua Umum]]
| leader_name = [[Haedar Nashir|Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir]]
| leader_title2 = Sekretaris Umum
| leader_name2 = [[Abdul Mu’ti|Prof. Dr. Abdul Mu'ti]]
| affiliations = [[Modernisme Islam]] ([[Islam Sunni]])<ref>{{Cite book|last=Nashir M. Si |first=Dr. H Haidar |title=MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT |publisher=Muhammadiyah University Press |year=2015 |isbn=978-602-361-013-6 | location=Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102 Jawa Tengah – Indonesia |page=94 | quote="From aqidah standpoints, Muhammadiyah may adhere Salafi , as stated by Tarjih in Himpinan Putusan Tarjih (wy: 11), that Muhammadiyah promotes the belief principles referring to the Salaf (al-fi rqat al-najat min al-Salaf)."}}</ref>
| website = {{url|muhammadiyah.or.id}}
}}
}}
'''Muhammadiyah''' ({{lang-ar|محمدية|lit=pengikut [[Muhammad]]|translit=muḥammadiyyah}}); secara resmi bernama '''Persyarikatan Muhammadiyah''', adalah [[organisasi keagamaan]] [[Islam]] [[Lembaga swadaya masyarakat|non-pemerintah]] di [[Indonesia]] dan salah satu yang terbesar di negara itu.<ref name=nst>A. Jalil Hamid, [http://www.nst.com.my/news/2016/10/184420/tackle-rising-cost-living-longer Tackle the rising cost of living longer ]. [[New Straits Times]], 30 October 2016. Accessed 1 November 2016.</ref> Muhammadiyah atau ''Moehammadijah'' adalah nama gerakan Islam yang lahir di [[Kauman, Yogyakarta|Kauman Yogyakarta]] pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah). Pendiri Muhammadiyah adalah seorang kyai yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni [[Ahmad Dahlan|Kyai Haji Ahmad Dahlan]], yang sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad Darwisy.<ref>{{Cite book|last=Nashir|first=Haedar|date=2016|url=https://play.google.com/store/books/details?id=PCNyDQAAQBAJ|title=Muhammadiyah Gerakan Pembaruan|location=Yogyakarta|publisher=Suara Muhammadiyah|isbn=978-979-3708-76-8|pages=15|url-status=live}}</ref>
{{islam}}
'''Muhammadiyah''' adalah sebuah organisasi [[Islam]] yang besar di [[Indonesia]]. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi [[Muhammad]] SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.


Muhammadiyah menganjurkan dibukanya keran [[ijtihad]] sebagai bentuk penyesuaian detail [[hukum]] [[Islam]] dengan perkembangan jaman dengan Ideologi mengedepankan [[Pancasila]] di bawah payung [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]] (NKRI). Hal ini merupakan antitesis dari pemikiran kebanyakan muslim di masa kolonial yang mencukupkan diri dengan ijtihad ulama 4 mazhab dan menutup diri dari kemungkinan pembaharuan ijtihad.<ref name="Muhammadiyah">{{cite web|url=http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/muham.html|title=Muhammadiyah|publisher=Div. of Religion and Philosophy, St. Martin College, UK|access-date=2008-08-28|url-status=dead|archive-url=https://web.archive.org/web/20080914141232/http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/muham.html|archive-date=2008-09-14}}</ref>
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh [[perilaku menyimpang|penyimpangan]] yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.


Muhammadiyah memainkan peran penting dalam perluasan doktrin teologis salafi di [[Indonesia]].<ref>{{Cite journal|last=Muhtaroom|first=Ali|date=August 2017|title=STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION|url=https://www.researchgate.net/publication/318894800_THE_STUDY_OF_INDONESIAN_MOSLEM_RESPONSES_ON_SALAFY-_SHIA_TRANSNATIONAL_ISLAMIC_EDUCATION_INSTITUTION_SHIASHIA|journal=Ilmia Islam Futuria|volume=17|issue=1|pages=73–95|quote="organizations such as Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad has an important role in the development of Salafism in Indonesia."|via=Research Gate}}</ref> [[Salafiyah]] merupakan gerakan reformasi di dalam Islam Sunni.<ref>https://rasindonews.wordpress.com/2022/05/12/7-perbedaan-islam-dan-islam-syiah/</ref> Sejak didirikan, Muhammadiyah telah mengadopsi platform reformis yang memadukan pendidikan agama dan pendidikan modern,<ref name="zayd">{{cite book|last1=Abu Zayd|first1=Nasr|title=Reformation of Islamic Thought|year=2006|publisher=Amsterdam University Press|isbn=9789053568286|url=https://books.google.com/books?id=0UZc_Yvle_AC&q=nahdlatul+ulama+wahhabi&pg=PT43|access-date=20 April 2016}}</ref> terutama sebagai cara untuk mempromosikan mobilitas [[Muslim]] ke atas menuju komunitas 'modern' dan untuk memurnikan Islam Indonesia dari praktik sinkretis lokal.<ref name="zayd" /> Sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah masih terus mendukung budaya lokal dan mempromosikan toleransi beragama di Indonesia, sementara beberapa perguruan tinggi sebagian besar dimasuki oleh non-Muslim, terutama di provinsi [[Nusa Tenggara Timur]] dan [[Papua]]. Kelompok ini juga menjalankan rantai besar rumah sakit amal,<ref name="nst" /> dan mengoperasikan 162 perguruan tinggi hingga saat ini.<ref>Pieternella van Doorn-Harder, WOMEN SHAPING ISLAM: Reading the Qu'ran in Indonesia, pg .95. [[Champaign, Illinois|Champaign]]: [[University of Illinois Press]], 2010. {{ISBN|9780252092718}}</ref>
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.


Pada tahun 2019, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 60 juta anggota.<ref name="Muhammadiyah"/> Meskipun para pemimpin dan anggota Muhammadiyah sering terlibat aktif dalam membentuk politik di Indonesia meskipun Muhammadiyah bukanlah sebuah partai politik. Muhammadiyah lebih mengabdikan dirinya untuk kegiatan sosial dan pendidikan.<ref>https://rasindonews.wordpress.com/2022/04/20/muhammadiyah-2/</ref><ref>https://rasindogroup.com/muhammadiyah/</ref>
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah [[Al Quran|Alquran]], di antaranya surat [[Ali Imran]] [[ayat 104]] yang berbunyi: ''Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung''. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, ''melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi'', yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.


== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[File:Muhammadiyah Central Executive, 1937-1943.jpg|jmpl|Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1937-1943, duduk: (dari kiri ke kanan) KH. Faried Ma'ruf, KH. [[Mas Mansur]], H. Hasyim. Berdiri: (dari kiri ke kanan) H. Moehadie, HA. Hamid, RH. Durie, H. Abdullah, KH. [[Ahmad Badawi]], H. Basiran Noto.]]
[[Berkas:Congres_Moehammadijah_ke_20_di_Djokja,_8-16_mei_1931,_KITLV_50B4.tif|jmpl|Poster Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 8–16 Mei 1931 menampilkan sosok [[Pangeran Diponegoro]]]]
[[Berkas:MuhammadiyahHQ.jpg|ka|Pusat Dakwah Muhammadiyah di [[Jakarta]]|jmpl]]
[[Berkas:MuhammadiyahHQ.jpg|ka|Pusat Dakwah Muhammadiyah di [[Jakarta]]|jmpl]]
[[Berkas:Gedung PP Muhammadiyah Ykt.jpg|ka|Pimpinan Pusat Muhammadiyah di [[Yogyakarta]]|jmpl]]
[[Berkas:Gedung PP Muhammadiyah Ykt.jpg|ka|Pimpinan Pusat Muhammadiyah di [[Yogyakarta]]|jmpl]]
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh [[Ahmad Dahlan|K.H. Ahmad Dahlan]] di Kampung Kauman [[Yogyakarta]] pada tanggal [[18 November]] [[1912]] (8 Dzulhijjah 1330 H).<ref>{{cite book|last=Alfian|first=|year=1989|page=152 }}</ref>


Pada tanggal 18 November 1912 (8 Zulhijah 1330 H), [[Ahmad Dahlan]]—pejabat pengadilan [[Keraton]] [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]]<ref>Burhani (2005), hlm. 101.</ref><ref>{{cite book|last=Alfian|first=|year=1989|page=152}}</ref> dan seorang Ulama Muslim terpelajar lulusan dari [[Mekah|Makkah]]—mendirikan organisasi Muhammadiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ada beberapa motif yang melatarbelakangi berdirinya gerakan ini. Di antara yang penting adalah keterbelakangan masyarakat Muslim, banyaknya muslim yang masih menyukai [[klenik]] dan banyaknya Kristenisasi di kawasan penduduk miskin. Ahmad Dahlan, yang banyak dipengaruhi oleh reformis [[Mesir]] [[Muhammad Abduh]], menganggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi agama. Oleh karena itu, sejak awal Muhammadiyah sangat perhatian dalam memelihara [[tauhid]] dan menyempurnakan [[monoteisme]] di masyarakat.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis [[dakwah]] untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan [[Muallimin|Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta]] khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan S Parman no 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan [http://muallimaat.sch.id Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah Yogyakarta] khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya skarang menjadi [http://muallimin.sch.id Sekolah Kader Muhammadiyah]) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh [http://muhammadiyah.or.id Pimpinan Pusat Muhammadiyah]


Dari tahun 1913 hingga 1918, Muhammadiyah mendirikan lima sekolah Islam. Pada tahun 1919 sebuah sekolah menengah Islam, ''Hooge School Muhammadiyah'' didirikan.<ref name="hist">{{cite web |url=http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=35 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070319175257/http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=22&Itemid=35 |url-status=dead |archive-date=2007-03-19 |access-date=2006-08-10 |title=Short History of Persyarikatan Muhammadiyah |publisher=Muhammadiyah }}</ref> Dalam mendirikan sekolah, Muhammadiyah menerima bantuan yang signifikan dari [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]], sebuah gerakan nasionalis penting di Indonesia pada paruh pertama abad kedua puluh, yang menyediakan guru.<ref>Burhani (2010), hlm. 65-66</ref> Muhammadiyah pada umumnya menghindari politik. Tidak seperti mitra tradisionalisnya, [[Nahdlatul Ulama]] dan [[Persatuan Tarbiyah Islamiyah]], Muhammadiyah tidak pernah membentuk [[partai politik]]. Sejak didirikan, ia telah mengabdikan dirinya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama [[Muhammad Sangidu]], seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).<ref>[http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html Sejarah Singkat]</ref> Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Pekalongan]], dan [[Pekajangan]], sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, [[Abdul Karim Amrullah]] membawa Muhammadiyah ke [[Sumatra Barat]] dengan membuka cabang di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang, Agam]]. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh [[Sumatra]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]]. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.


Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari [[Universitas Gadjah Mada|UGM]] kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama [[Muhammad Sangidu]], seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui [[Salat Istikharah|salat istikharah]] (Darban, 2000: 34).<ref>{{Cite web|title=Sejarah Singkat|url=http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-url=https://web.archive.org/web/20150104064749/http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-date=2015-01-04|dead-url=yes|access-date=2015-01-04}}</ref> Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912–1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Pekalongan]], dan [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]], sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, [[Abdul Karim Amrullah]] membawa Muhammadiyah ke [[Sumatera Barat]] dengan membuka cabang di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang, Agam]]. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh [[Sumatra]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]]. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.
== Organisasi ==
=== Jaringan Kelembagaan ===
# Pimpinan Pusat, Kantor pengurus pusat Muhammadiyah awalnya berada di [[Yogyakarta]]. Namun pada tahun 1970, komite-komite pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan berpindah ke kantor di ibu kota [[Jakarta]]. Struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010-2015 terdiri dari lima orang Penasihat, seorang Ketua Umum yang dibantu dua belas orang Ketua lainnya, seorang Sekretaris Umum dengan dua anggota, seorang Bendahara Umum dengan seorang anggotanya.
# Pimpinan Wilayah, setingkat Provinsi, terdapat 33 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
# Pimpinan Daerah, setingkat Kabupaten/Kota.
# Pimpinan Cabang, setingkat Kecamatan.
# Pimpinan Ranting, setingkat Pedesaan/Kelurahan.
# Pimpinan Cabang Istimewa, untuk luar negeri.


Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah hanya memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di [[Surabaya]] dan [[Yogyakarta]].<ref name="RICKLEFS_p356">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | title =A History of Modern Indonesia 1200-2004 | publisher =MacMillan | year =1991 | location =London | page =356}}</ref> Setelah [[Abdul Karim Amrullah]] memperkenalkan organisasi kepada etnis [[orang Minangkabau|Minangkabau]], sebuah komunitas Muslim yang dinamis, Muhammadiyah berkembang pesat. Pada tahun 1938, organisasi tersebut mengklaim 250.000 anggota, mengelola 834 masjid, 31 perpustakaan, 1.774 sekolah, dan 7.630 [[ulama]]. [[Pedagang Minangkabau]] menyebarkan organisasi ke seluruh Indonesia.<ref name="RICKLEFS_p357">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | title =A History of Modern Indonesia 1200-2004 | publisher =MacMillan | year =1991 | location =London | page =357}}</ref> Tetapi aset Muhammadiyah mayoritas di Jawa. Termasuk mayoritas masjid, sekolah, [[Daftar Perguruan Tinggi Muhammadiyah|universitas]], tanah wakaf dan [[Daftar rumah sakit Muhammadiyah|rumah sakit]] berada di Jawa. Kontribusi pedagang Minang terlalu dilebih lebihkan.
=== Pembantu Pimpinan Persyarikatan ===
# Majelis
#* Majelis Tarjih dan Tajdid
#* Majelis Tabligh
#* Majelis Pendidikan Tinggi
#* Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
#* Majelis Pendidikan Kader
#* Majelis Pelayanan Sosial
#* Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
#* Majelis Pemberdayaan Masyarakat
#* Majelis Pembina Kesehatan Umum
#* Majelis Pustaka dan Informasi
#* Majelis Lingkungan Hidup
#* Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
#* Majelis Wakaf dan Kehartabendaan


Selama [[Transisi ke Orde Baru|pergolakan dan kekerasan politik 1965–1966]], Muhammadiyah menyatakan bahwa pemusnahan [[Partai Komunis Indonesia]] merupakan Perang Jihad, pandangan yang didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.<ref>Ricklefs (1991), hal. 288.</ref> (Lihat juga: [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966]]). Selama [[Kejatuhan Suharto|peristiwa seputar jatuhnya Presiden Soeharto tahun 1998]], beberapa bagian Muhammadiyah mendesak pimpinan untuk membentuk sebuah partai. Oleh karena itu, pimpinan, termasuk ketua Muhammadiyah, [[Amien Rais]], mendirikan [[Partai Amanat Nasional]]. Meski mendapat dukungan besar dari anggota Muhammadiyah, partai ini tidak memiliki hubungan resmi dengan Muhammadiyah. Pimpinan Muhammadiyah mengatakan anggota organisasinya bebas untuk bersekutu dengan partai politik pilihan mereka, asalkan partai tersebut memiliki nilai-nilai yang sama dengan Muhammadiyah.<ref name="party">{{cite web|url=http://www.indonesiamatters.com/386/muhammadiyah-makes-overtures-to-islamists/ |access-date=2006-08-10 |title=Muhammadiyah Makes Overtures to Islamists |publisher=Indonesia Matters }}</ref>
# Lembaga
#* [[Lembaga Pengembangan Cabang Ranting Muhammadiyah|Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting]]
#* Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
#* Lembaga Penelitian dan Pengembangan
#* [[Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah|Lembaga Penanggulangan Bencana]]
#* [[Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah|Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah]]
#* Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
#* Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
#* Lembaga Hubungan dan Kerja sama International


Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis [[dakwah]] untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam penerbitan majalah ''[[Suara Muhammadiyah]]'' pada 1915,<ref>{{Cite news|last=Administrator|date=2015-07-04|title=Seabad 'Soeara Moehammadijah'|url=https://koran.tempo.co/read/ide/376989/seabad-soeara-moehammadijah|work=[[Tempo.co]]|language=id|access-date=2020-10-22}}</ref><ref name=":1">{{Cite web|last=[[Muhammad Yuanda Zara]]|first=|title=Suara Muhammadiyah dan Jurnalisme Kaum Modernis|url=https://tirto.id/suara-muhammadiyah-dan-jurnalisme-kaum-modernis-cExK|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-10-22}}</ref> pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan [[Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta]] khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan Letjend S. Parman 68, [[Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta|Patangpuluhan]], [[Wirobrajan, Yogyakarta|Wirobrajan]] dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya sekarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
=== Organisasi Otonom ===
Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:
* ''[['Aisyiyah]]'' (Wanita Muhammadiyah)
* [[Pemuda Muhammadiyah]]
* ''[[Nasyiatul Aisyiyah]]'' (Putri Muhammadiyah)
* [[Ikatan Pelajar Muhammadiyah]] (IPM)
* [[Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]] (IMM)
* ''[[Hizbul Wathan]]'' (Gerakan [[kepramukaan]])
* [[Tapak Suci Putera Muhammadiyah]] (Perguruan [[silat]])


==Muhammadiyah Masa ke Masa==
=== Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ===
{{Utama|Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah}}
{{:Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah}}


=== Periode Kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923) ===
== Amal usaha ==
Pada masa kepemimpinan Kyai Haji Ahmad Dahlan dimulai dari berdiri tahun 1912 sampai tahun 1923 pada saat Kyai wafat, kendati kelihatan sederhana tetapi memancarkan gerakan pembaruan yang luar biasa cemerlang. Pada masa itu gagasan-gagasan cemerlang dilahirkan seperti mendirikan sekolah (1911), menerbitkan publikasi/majalah ''[[Suara Muhammadiyah|Soeara Moehammadijah]]'' (1915), mendirikan ''[[Sopo Tresno]]'' (1914) yang kemudian menjadi ''[[Aisyiyah|‘Aisyiyah]]'' (1917), Pandu [[Hizbul Wathan]] (1918), ''Weisshouse'' atau Panti Asuhan dan ''[[Penolong Kesengsaraan Umum|Penolong Kesengsaraan Omeoem]]'' atau PKU pada tahun 1922 satu bulan sebelum Kyai meninggal.<ref name=":0">{{Cite book|last=Nashir|first=Haedar|date=2016|url=https://play.google.com/store/books/details?id=PCNyDQAAQBAJ|title=Muhammadiyah Gerakan Pembaruan|location=Yogyakarta|publisher=Suara Muhammadiyah|isbn=978-979-3708-76-8|pages=40|url-status=live}}</ref>
* Pendidikan <ref>[http://mdc.umm.ac.id/ Pusat Data Muhammadiyah]</ref>
*# TK/TPQ, jumlah TK/TPQ Muhammadiyah adalah sebanyak 4623.
*# SD/MI, jumlah data SD/MI Muhammadiyah adalah sebanyak 2604.
*# SMP/MTs, jumlah SMP/MTs Muhammadiyah adalah sebanyak 1772.
*# SMA/SMK/MA, jumlah SMA/MA/SMK Muhammadiyah adalah sebanyak 1143.
*# [[Perguruan Tinggi Muhammadiyah]], jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah adalah sebanyak 172.
* Kesehatan:
*# Rumah Sakit, jumlah Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/ Aisyiyah yang terdata sejumlah 72 <ref>[http://www.mdmc.or.id/ Website Resmi Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (Muhammadiyah Disaster Management Center)]</ref>.
*# Balai Kesehatan Ibu dan Anak
*# Balai Kesehatan Masyarakat
*# Balai Pengobatan
*# Apotek
* Sosial
*# Panti Asuhan Yatim
*# Panti Jompo
*# Balai Kesehatan Sosial
*# Panti Wreda/ Manula
*# Panti Cacat Netra
*# Santunan (Keluarga, Wreda/ Manula, Kematian)
*# BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah)
*# Rehabilitasi Cacat
*# Sekolah Luar Biasa
*# [[Pondok Pesantren Muhammadiyah]]


Pada era Kyai Dahlan pula lahir gagasan pengorganisasian zakat, [[shalat Idul Fitri]] dan [[Idul Ahda]] di lapangan, pengorganisasian haji, penerbitan penerbitan brosur dan kegiatan taman pustaka lainnya, pengorganisasian mubaligh dan mubalighat untuk bertabligh yang berkeliling ke masyarakat untuk ”mempropagandakan” (menyiarkan) Islam, merintis membangun masjid/mushala ditempat-tempat umum dan perkantoran, dan ide-ide cerdas lainnya.<ref name=":0" />
== Pendidikan ==
Perguruan Tinggi Muhammadiyah meliputi Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, dan Akademi.


Bahkan gagasan mendirikan Universitas Muhammadiyah justru telah muncul dari gagasan [[Hisjam bin Hoesni|M. Hisjam]] selaku H.B. Muhammadiyah Bahagian Sekolahan, yang disampikan dalam “''rapat anggota Muhammadiyah istimewa''” pada tanggal 17 malam 18 Juni tahun 1920 yang dipimpin langsung oleh [[Ahmad Dahlan|Kyai Haji Ahmad Dahlan]]. Belum termasuk pelurusan arah kiblat yang menggemparkan sebelum Muhammadiyah didirikan.<ref>Sudja’, 1989:31</ref>
=== Universitas ===
{{col|2}}
# Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara
# Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, Sumatra Utara
# Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat
# Universitas Muhammadiyah Riau
# Universitas Muhammadiyah Aceh
# Universitas Muhammadiyah Palembang, Sumatra Selatan
# Universitas Muhammadiyah Lampung
# Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung
# Universitas Muhammadiyah Bengkulu
# Universitas Muhammadiyah Tangerang, Banten
# Universitas Muhammadiyah Jakarta
# Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta
# Universitas Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat
# Universitas Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat
# Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Jawa Barat
# Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, Jawa Barat
# Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
# Universitas Aisyiyah Yogyakarta
# Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
# Universitas Muhammadiyah Magelang, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Purworejo, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Semarang, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Jember, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Gresik, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Pontianak, Kalimantan Barat
# Universitas Muhammadiyah Balikpapan, Kalimantan Timur
# Universitas Muhammadiyah Samarinda, Kalimantan Timur
# Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Kalimantan Selatan
# Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, Kalimantan Tengah
# Universitas Muhammadiyah Mataram, Nusa Tenggara Barat
# Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur
# Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan
# Universitas Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan
# Universitas Muhammadiyah Rappang, Sulawesi Selatan
# Universitas Muhammadiyah Palopo, Sulawesi Selatan
# Universitas Muhammadiyah Palu, Sulawesi Tengah
# Universitas Muhammadiyah Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah
# Universitas Muhammadiyah Buton, Sulawesi Tenggara
# Universitas Muhammadiyah Kendari, Sulawesi Tenggara
# Universitas Muhammadiyah Gorontalo
# Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
# Universitas Muhammadiyah Sorong, Papua Barat
# Universitas Muhammadiyah Kudus, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jawa Tengah
# Universitas Muhammadiyah Madiun, Jawa Timur
# Universitas Muhammadiyah Berau, Kalimantan Timur
{{end-col}}


Dalam pertemuan resmi Muhammadiyah tahun 1920 itu dilantik untuk pertama kalinya empat ''Bahagian Hoofdbestuur'' Muhammadiyah, yaitu:
=== Sekolah Tinggi ===
==== Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) ====
{{col|2}}
# STIKES Muhammadiyah Palembang, Sumatra Selatan
# STIKES Muhammadiyah Pringsewu, Lampung
# STIKES Muhammadiyah Ciamis, Jawa Barat
# STIKES Muhammadiyah Pekajangan, Jawa Tengah
# STIKES Muhammadiyah Klaten, Jawa Tengah
# STIKES Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah
# STIKES Muhammadiyah Gombong, Jawa Tengah
# STIKES Muhammadiyah Bojonegoro, Jawa Timur
# STIKES Muhammadiyah Lamongan, Jawa Timur
# STIKES Muhammadiyah Sidrap, Sulawesi Selatan
# STIKES Muhammadiyah Manado, Sulawesi Utara
# STIKES Aisyiyah Bandung, Jawa Barat
# STIKES Aisyiyah Palembang, Sumatra Selatan
# STIKES Aisyiyah Surakarta, Jawa Tengah
# STIKES Aisyiyah Yogyakarta
# STIKES Muhammadiyah Kendal, Jawa Tengah
{{end-col}}


# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Sekolahan, diketuai oleh sdr. [[Hisjam bin Hoesni|H.M. Hisjam]];
==== Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan ====
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Tabligh, diketuai oleh sdr. [[Fakhruddin (ulama)|H.M. Fachruddin]];
{{col|2}}
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' [[Penolong Kesengsaraan Umum|Penolong Kesengsaraan Oemoem]], diketuai oleh sdr. [[Soedjono Djoened Poesponegoro|H.M. Soedja’]]; dan
# STKIP Muhammadiyah Kotabumi, Lampung
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Taman Poestaka, diketuai oleh sdr. [[Mochtar|H.M. Mochtar]].
# STKIP Muhammadiyah Pringsewu, Lampung
# STKIP Muhammadiyah Pagaralam, Sumatra Selatan
# STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung
# STKIP Muhammadiyah Bogor, Jawa Barat
# STKIP Muhammadiyah Kuningan, Jawa Barat
# STKIP Muhammadiyah Lumajang, Jawa Timur
# STKIP Muhammadiyah Kalabahi, Nusa Tenggara Timur
# STKIP Muhammadiyah Bone, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Bulukumba, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Enrekang, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Rappang, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Barru, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Palopo, Sulawesi Selatan
# STKIP Muhammadiyah Sungai Penuh, Jambi
# STKIP Muhammadiyah Muara Bango, Jambi
# STKIP Muhammadiyah Sampit, Kalimantan Tengah
# STKIP Muhammadiyah Aceh Tengah, Aceh
# STKIP Muhammadiyah Aceh Barat Daya, Aceh
# STKIP Muhammadiyah Sorong, Papua Barat
# STKIP Muhammadiyah Manokwari, Papua Barat
{{end-col}}


Ketika M. Hisjam dilantik dan ditanya pimpinan rencana apa yang akan diperbuatnya, Ketua Bahagian Sekolahan itu menjawab sebagai berikut:<blockquote>''“Bahwa saja akan membawa kawan-kawan kita pengurus bahagian sekolahan berusaha memadjukan pendidikan dan pengadjaran sampai dapat menegakan gedung Universiteit Muhammadijahm jang megah untuk mentjitak serdjana-serdjana Islam dan mahaguru-mahaguru Muhammadijah guna kepentingan umat Islam pada umumnja dan Muhammadijah pada chususnya.”'' <ref>Sudja’, 1989: 31, dengan bahasa Indonesia ejaan lama</ref></blockquote>Rencana ''Bahagian'' Sekolahan tersebut mendapat sambutan gembira dari para anggota ''Bahagian'' Tabligh, dan ''Bahagian'' Taman Pustaka yang hadir waktu itu. Namun ketika [[Sujatin Kartowijono|Suja’]] selaku ''Ketua Bahagian'' PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) menggagas tentang rencana mendirikan ''Hospital'' (Rumah Sakit), ''Armeinhais'' (Rumah Miskin), dan ''Weeshuis'' (Rumah Yatim) justru disambut dengan tertawa bernada ejekan. Suja’ sampai meminta waktu kepada pimpinan sidang, Kyai Dahlan, untuk menjelaskan rencana anehnya itu agar dipahami oleh anggota pertemuan Muhammadiyah. Dalam penjelasan panjang lebar, Suja’ memberikan argumentasi antara lain sebagai berikut:<blockquote>''“…..Dalam Al-Qur’an dapat kita lihat masih tertjantum Surat Al-Ma’un dengan njata dan lengkap, tidak sehurufpun jang kurang sekalimatpun berobah arti dan ma’nanja pun tetap sedjak turun diwahjukan oleh Allah sampai kini tetap djuga. Meskipun kitab sutji Al-Qur’an sudah berabad abad dan Surat Al-Ma’un mendjadi batjaan hari-hari dalam sembahjang oleh ummat Islam Indonesia pada umumnja dan di Jogjakarta pada hususnja, namun sampai kini belum ada seorang dari ummat Islam jang mengambil perhatian akan isi intisarinja jang sangat penting itu untuk diamalkan dalam masjarakat. Banjak orang-orang di luar Islam (bukan orang Islam) jang sudah berbuat menjelenggarakan rumah-rumah Panti Asuhan untuk memelihara mereka sifakir miskin dan kanak-kanak jatim jang terlantar dengan tjara jang sebaik-baiknja, hanja karena terdorong dari rasa kemanusiaan sadja, tidak karena merasa tanggung djawab dalam masjarakat dan tanggung djawab di sisi Allah kelak di hari kemudian. Kalau mereka dapat berbuat karena berdasarkan kemanusiaan sadja, maka saja heran sekali kalau ummat Islam tidak berbuat. Padahal agama Islam adalah agama untuk manusia bukan untuk chalajak jang lain. Apakah kita bukan manusia? Kalau mereka dapat berbuat, kena apakah kita tidak dapat berbuat? Hum ridjal wa nahnu ridjal…”''.<ref>Sudja’, 1989: 33, dengan ejaan lama</ref></blockquote>Dinamika pertemuan atau persidangan Muhammadiyah tersebut menunjukkan proses yang cerdas, demokratis, tetapi sebuah ide baru kadang tidak dengan mudah dipahami umat kala itu. Namun pertemuan Muhammadiyah tersebut tetap memutuskan rencana sebagaimana diagendakan oleh Ketua-Ketua ''Bahagian'' Sekolahan, Tabilgh, PKO, dan Taman Pustaka, yang kemudian menjadi tonggak gerakan sosial Muhammadiyah dikemudian hari.
==== Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) ====
{{col|2}}
# STIE Muhammadiyah Kisaran, Sumatra Utara
# STIE Muhammadiyah Pringsewu, Lampung
# STIE Muhammadiyah Kalianda, Lampung
# STIE Muhammadiyah Jambi
# STIE Muhammadiyah Jakarta
# STIE Ahmad Dahlan Jakarta
# STIE Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat
# STIEBIS Muhammadiyah Sumedang, Jawa Barat
# STIE Muhammadiyah Pekalongan, Jawa Tengah
# STIE Muhammadiyah Cilacap, Jawa Tengah
# STIE Muhammadiyah Paciran Lamongan, Jawa Timur
# STIE Muhammadiyah Ahmad Dahlan Lamongan, Jawa Timur
# STIE Muhammadiyah Tuban, Jawa Timur
# STIE Muhammadiyah Tanjung Redeb, Kalimantan Timur
# STIE Muhammadiyah Samarinda, Kalimantan Timur
# STIEBIS Muhammadiyah Sumedang, Jawa Barat
# STIE Muhammadiyah Palopo, Sulawesi Selatan
# STIE Muhammadiyah Mamuju, Sulawesi Barat
{{end-col}}


Haji Suja’ sendiri mengakui kendati dirinya sempat kecewa dengan tanggapan peserta pertemuan yang terkesan menyepelekan gagasan barunya, tetapi persidangan tersebut diakuinya sebagai peristiwa istimewa yang tidak pernah terlupakan dan menjadi tonggak bagi Muhammadiyah berikutnya. Dengan dibentuknya Bahagian-bahagian langkah Muhammadiyah semakin terorganisasi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) ====
# STIH Muhammadiyah Kisaran, Sumatra Utara
# STIH Muhammadiyah Kotabumi, Lampung
# STIH Muhammadiyah Kalianda, Lampung
# STIH Muhammadiyah Bima, Nusa Tenggara Barat
# STIH Muhammadiyah Takengon, Aceh


Kyai Dahlan bersama delapan anggota H.B. Muhammadiyah semakin giat melakukan aktivitas terutama dalam menjalin hubungan dengan pemerintah, dengan organisasi lain, dan dengan daerah binaan baru. H.B. Muhammadiyah pada waktu itu memang berjumlah sembilan orang terdiri atas Kyai Dahlan sendiri sebagai Presiden atau Ketua, disusul oleh [[Abdullah Silondae|Abdullah Sirad]] sebagai sekretaris serta [[Ahmad]], Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan [[Mohammad Fakry Gaffar|Mohammad Fakih]] sebagai anggota.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) ====
# STISIP Muhammadiyah Rappang, Sulawesi Selatan
# STISIP Muhammadiyah Sinjai, Sulawesi Selatan


Dalam perkembangan awal tersebut Muhammadiyah melakukan perluasan sasaran dan wilayah gerak organisasi ke luar Residensi Yogyakarta tetapi terkendala oleh Anggaran Dasar pertama yang memperoleh pengakuan pemerintah Hindia Belanda 15 Juni tahun 1914.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) ====
# STIA Muhammadiyah Selong, Nusa Tenggara Barat


Pada waktu itu berdatangan tuntutan dari daerah-daerah di luar Yogyakarta yang menjadi donatur dan pembaca majalah [[Suara Muhammadiyah]] (''Swara Moehammadijah'') di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali yang mendukung dan bersetuju dengan Muhammadiyah untuk menyelenggarakan pengajian-pengajian yang akan menjadi anggota Muhammadiyah.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) ====
# STIKOM Muhammadiyah Batam, Kepulauan Riau
# STIKOM Muhammadiyah Jayapura, Papua


Selain itu, banyak anggota yang pindah ke luar Yogyakarta tetapi ingin tetap menjadi anggota dan melakukan kegiatan Muhammadiyah, namun terkendala oleh batasan wilayah Karesidensi Yogyakarta.
==== Sekolah TInggi Manajemen Informatika dan Ilmu Komputer (STMIK) ====
# STMIK Muhammadiyah Jakarta
# STMIK Muhammadiyah Banten
# STMIK Muhammadiyah Paguyangan Brebes


Animo calon anggota Muhammadiyah makin meluas terutama setelah mendengar pidato Kyai Ahmad Dahlan dalam rapat [[Budi Utomo|Boedi Oetomo]] di Kauman Yogyakarta pada tahun 1917 serta peranan Kyai Dahlan sebagai Komiaris dan Penasihat Urusan Agama di [[Sarekat Islam]].<ref>Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1995:33</ref>
==== Sekolah Tinggi Teknologi (STT) ====
# STT Muhammadiyah Cileungsi, Jawa Barat
# STT Muhammadiyah Banten
# STT Muhammadiyah Kebumen, Jawa Tengah


Karena itu H.B. Muhammadiyah mengajukan perubahan Anggaran Dasar pada artikel 2 yang menyangkut wilayah sebaran, dengan artikel baru yaitu:
==== Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) ====
# STIK Muhammadiyah Pontianak, Kalimantan Barat


# memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda;
==== Sekolah Tinggi Farmasi (STF) ====
# memajukan dan menggembirakan cara hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada para anggotanya.
# STF Muhammadiyah Tangerang, Banten
# STF Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat


Usulan tersebut disetujui pemerintah Hindia Belanda dengan ''besluit'' nomor 40 tanggal 16 Agustus 1920. Perubahan artikel 4 dan lima dilakukan lagi yaitu mengubah dari ”''Karesidensi Yogyakarta''” menjadi ”di [[Hindia Belanda]], yang memperoleh persetujuan dengan ''besluit'' nomor 36 tanggal 2 September 1921.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) ====
# STIPER Muhammadiyah Tanah Grogot Paser, Kalimantan Timur
# STIP Muhammadiyah Sinjai, Sulawesi Selatan


Persetujuan tersebut membuka peluang bagi masyarakat di seluruh wilayah Hindia Belanda untuk menjadi simpatisan dan anggota Muhammadiyah. Karena itu mengingat majalah Suara Muhammadiyah yang menjadi sarana perluasan Muhammadiyah waktu itu masih berbahasa Jawa diterbitkan dengan mengggunakan bahasa Melayu penyebaran informasi agama Islam dan Muhammadiyah secara lebih luas dan cepat ke seluruh wilayah tanah air.
==== Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) ====
# STAI Muhammadiyah Garut, Jawa Barat
# STAI Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat
# STAI Muhammadiyah Blora, Jawa Tengah
# STAI Muhammadiyah Klaten, Jawa Tengah
# STAI Muhammadiyah Paciran Lamongan, Jawa Timur
# STAI Muhammadiyah Probolinggo, Jawa Timur
# STAI Muhammadiyah Tulungagung, Jawa Timur
# STAI Muhammadiyah Bima, Nusa Tenggara Barat
# STAI Muhammadiyah Sinjai, Sulawesi Selatan


Dengan demikian sejak tahun 1921 itulah terjadi perluasan anggota dan organisasi ke berbagai wilayah/daerah di Hindia Belanda. Sebelum perubahan Angggaran Dasar tahun 1914 yang membatasi Muhammadiyah hanya di wilayah Karesidensi Yogyakarta, pada waktu itu kegiatan Muhammadiyah dilakukan perkumpulan-perkumpulan yang melakukan kegiatan sebagaimana dilakukan oleh Muhammadiyah di Yogyakarta.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) ====
# STIS Muhammadiyah Tolitoli, Sulawesi Tengah
# STIS Muhammadiyah Pringsewu, Lampung


Perkumpulan-perkumpulan tersebut antara lain ''Sidiq Amanah Tabligh Fatahanah'' di Surakarta, ''Al-Hidayah'' di Garut Jawa Barat, ''Nurul Islam'' di Pekalongan, dan ''Al-Munir'' di Makassar Sulawesi Selatan. Tetapi setelah perubahan Anggaran Dasar sejak tahun 1921 terjadi perkembangan baru dengan perluasan anggota dan organisasi di seluruh Hindia Belanda.
==== Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) ====
# STIT Muhammadiyah Aceh Barat Daya, Aceh
# STIT Muhammadiyah Banjar, Jawa Barat
# STIT Muhammadiyah Wates Kulonprogo, DIY
# STIT Muhammadiyah Bangil Pasuruan, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Bojonegoro, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Kediri, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Lumajang, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Paciran Lamongan, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Pacitan, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Tempurejo Ngawi, Jawa Timur
# STIT Muhammadiyah Sibolga, Sumatra Utara
# STIT Muhammadiyah Kendal, Jawa Tengah
# STIT Muhammadiyah Tanjung Redep Berau, Kalimantan Timur


Pada tahun 1921 terbentuk Cabang Muhammadiyah di Srandakan dan Imogiri (Yogyakarta), di Blora Jawa Tengah, dan Surabaya serta Kepanjen (Jawa Timur). Tahun 1922 terbentuk enam Cabang baru yaitu di Surakarta, Purwokerto, Pekalongan, dan Pekajanagan (Jawa Tengah), Garut (Jawa Barat), serta Batavia (Jakarta). Pada tahun 1923 terbentuk tiga Cabang baru yaitu di Purbalingga, Klaten, dan Balapulang semuanya di Jawa Tengah.
=== Institut ===
{| class="wikitable"
# Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Jawa Barat
|+Cabang Muhammadiyah Tahun 1921-1923<ref>Sejarah Muhammadiyah, Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1995, dari Verslag Muhammadiyah Th. 1921, 1922, dan 1923.</ref>
# Institut Keguruan dan Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Maumere, Nusa Tenggara Timur
!Tahun
!Nama Cabang
!Tanggal Berdiri
|-
|1921
|1. Srandakan, Yogyakarta
2. Imogiri, Yogyakarta


3. Blora, Jawa Tengah
=== Politeknik ===
# Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta
# Politeknik Muhammadiyah Magelang, Jawa Tengah
# Politeknik Muhammadiyah Pekalongan, Jawa Tengah
# Politeknik Muhammadiyah Tegal, Jawa Tengah


4. Surabaya, Jawa Timur
=== Akademi ===


5. Kepanjen, Jawa Timur
==== Akademi Keperawatan (Akper) ====
|26 Juni 1921
# Akper Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat
25 September1921
# Akper Muhammadiyah Kendal, Jawa Tengah
# Akper Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan
# Akper Muhammadiyah Bireuen, Aceh
# Akper Aisyiyah Palembang, Sumatra Selatan
# Akper Aisyiyah Bandung, Jawa Barat
# Akper Aisyiyah Padang, Sumatra Barat


27 November 1921
==== Akademi Kebidanan (Akbid) ====
# Akbid Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat
# Akbid Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan
# Akbid Muhammadiyah Palopo, Sulawesi Selatan
# Akbid Muhammadiyah Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah
# Akbid Muhammadiyah Banda Aceh, Aceh
# Akbid Aisyiyah Palembang, Sumatra Selatan
# Akbid Aisyiyah Serang, Banten
# Akbid Aisyiyah Bandung, Jawa Barat
# Akbid Aisyiyah Pontianak, Kalimantan Barat
# Akbid Nyai Ahmad Dahlan Yogyakarta


27 November 1921
==== Akademi Teknik Elektromedik ====
# Akademi Teknik Elektromedik Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan


21 Desember 1921
==== Akademi Teknik Radiodiagnostik & Radioterapi ====
|-
# AKTEK Radiodiagnostik & Radioterapi Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan
|1922
|6. Surakarta, Jawa Tengah
7. Garut, Jawa Barat


8. Jakarta
==== Akademi Analis Kesehatan ====
# Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan


9. Purwokerto, Jawa Tengah
==== Akademi Kesehatan Lingkungan ====
# Akademi Kesehatan Lingkungan Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan


10. Pekalongan, Jawa Tengah
==== Akademi Fisioterapi ====
# Akademi Fisioterapi Muhammadiyah Aceh


11. Pekajangan, Jawa Tengah
==== Akademi Statistika ====
|25 Januari 1922
# Akademi Statistika Muhammadiyah Semarang, Jawa Tengah
30 Maret 1922


9 Maret 1922
==== Akademi Akuntansi ====
# Akademi Akuntansi Muhammadiyah Klaten, Jawa Tengah


15 November 1922
==== Akademi Farmasi (Akfar) ====
# Akfar Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat
# Akfar Muhammadiyah Kuningan, Jawa Barat


26 November 1922
==== Akademi Pariwisata (Akpar) ====
# Akpar Muhammadiyah Jember, Jawa Timur
# Akpar Muhammadiyah Banda Aceh, Aceh


26 November 1922
== Rujukan ==
|-
|1923
|12. Purbalingga, Jawa Tengah
13. Klaten, Jawa Tengah

14. Balapulang, Jawa Tengah
|25 November 1923
25 November 1923

25 November 1923
|}
Pada waktu itu belum dibentuk Gerombolan atau Ranting Muhammadiyah yang berada di bawah Cabang. Perkembangan Cabang dan Gerombolan terjadi setelah era tahun 1923 pasca ditinggal Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Pada rentang tahun 1916 sampai 1922 terjadi pertambahan anggota Muhammadiyah yang cukup signifikan. Tahun 1916 hanya 149 anggota tetapi pada tahun 1922 menjadi 3346 anggota yang sifatnya aktif. Berdasarkan pekerjaan pada umumnya anggota Muhammadiyah waktu itu terdiri dari saudagar/pedagang (38,6%) dan pegawai/ pamong praja/guru (24,6%), disusul pegawai urusan agama (6%), buruh (19,4%), wartawan (11%), dan swasta (0,6%).

Pada masa 1920-1923 itu juga berkembang sekolah Muhammadiyah yaitu dibentuknya Sekolah Angka 2 di Kauman/Suranatan, Karangkajen, Pasargede/Kotagede, dan Lempuyangan; kemudian Sekolah Guru ''Qismul Arqa Kauman'', Sekolah Agama di Suranatan, dan Sekolah Angka 1 ''HIS Met de Qur’an''.

Siswa yang belajar di sekolah Muhammadiyah sampai tahun 1923 tercatat 1.084 orang. Mengingat animo dan jumlah siswa perempuan bertambah maka Siswa Praja yang mengkoordinasikan aktivitas para siswa sekolah-sekolah Muhammadiyah dibagi menjadi Siswa Praja Pria dan Siswa Praja Wanita, yang setiap satu minggu sekali menyelenggarakan latihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk kegiatan.

Pada tahun 1921 dibuka Pondok Muhammadiyah untuk tempat tinggal atau asrana siswa-siswi sekolah Muhammadiyah. Siswa laki-laki di Jayangprakosan dan dibina langsung oleh Kyai Dahlan, sedangkan siswa putri di rumah Kyai Dahlan dengan ibu asrama Nyai Dahlan sendiri.

Perkembangan berikutnya agar siswa-siswa itu terbina prestasi sekolahnya, maka dibuka dua asrama untuk siswa perempuan di Kauman dan untuk siswa laki-laki di Ngabean. Pada perkembangan berikutnya asrama Muhammadiyah tersebut tidak hanya menampung siswa-siswa sekolah Muhammadiyah tetapi juga berasal dari para siswa MULO dan AMS pemerintah serta Taman Siswa dengan bayaran yang lebih murah.<ref>ibid., hal: 38</ref>

Pada era awal kesadaran Muhammadiyah tentang tulis-menulis dan publikasi cukup tinggi dan merupakan hal yang terbilang cerdas untuk ukuran saat itu yang di kalangan umat Islam masih mengandalkan komunikasi langsung dan personal.<ref>Sairin, 1995:53</ref>

Selain menerbitkan selebaran dan buku, pada tahun 1915 diterbitkan Majalah ''[[Suara Muhammadiyah|Soeara Moehammadijah]]'' yang berbahasa Jawa campuran bahasa Melayu yang diterbitkan Taman Pustaka Muhammadiyah. Pemimpin Redaksinya [[Fakhruddin]], sosok muda yang cerdas, berani, dan penulis yang tajam yang sering mengkritik pemerintah Hindia Belanda, bahkan bersama [[Soerjopranoto]] sempat melakukan mobilisasi kaum buruh pabrik gula [[Madukismo]] untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.

Kandungan isi Suara Muhammadiyah (SM) ialah pengajaran Agama Islam, berita Muhammadiyah, tanya jawab masalah, masalah organisasi, dan tulisan-tulisan lainnya. Majalah ini menjadi jembatan atau media yang cukup efektif dan tersebar bukan hanya di wilayah Yogyakarta tetapi juga ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Setelah tahun 1923 ketika Muhammadiyah telah menyebarluas ke wilayah lain Hindia Belanda, majalah ini menggunakan bahasa Melayu. Melalui SM itu ide-ide Muhammadiyah dipropagandakan atau disebarluaskan. Hal yang menarik melalui majalah tersebut seperti yang terbit pada nomor 3 tahun 1922, terdapat soal jawab mengenai ''”apakah agama Islam cocok dengan akal pikiran manusia”'' dalam topik ''”Agami-Nalar”''.

Dalam rubrik tanya jawab berbahasa Jawa di SM nomor tersebut ditanyakan hubungan akal dan agama. Setelah redaksi menjelaskan bagaimana agama-agama lain banyak yang tak bersesuaian dengan akal pikiran manusia, akhirnya disimpulkan bahwa ''”...Ananging agami Islam poeniko tamtoetjotjok kalijan ngakaling Manoengsa”'', artinya ''’’Tetapi agama Islam itu tentu cocok dengan akal pikiran manusia”''.<ref>Soeara Moehammadijah, No 3/1922:15</ref>

Muhammadiyah generasi awal setelah Kyai Dahlan wafat pada 23 Februari tahun 1923 terus berkembang ke seluruh tanah air. Dalam penyebaran Muhammadiyah yang pesat itu cukup besar peranan orang-orang Muhammadiyah dari Sumatera Barat dalam menyebarluaskan Muhammadiyah ke wilayah-wilayah Indonesia karena mobilitas sosialnya yang cukup tinggi.

===Periode Kepemimpinan K.H. Ibrahim (1923 – 1932)===
Sebelum [[Ahmad Dahlan|Kyai Haji Ahmad Dahlan]] wafat, ia berpesan kepada para sahabatnya agar tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada [[Ibrahim bin Fadlil|Kiai Haji Ibrahim]], adik ipar KHA. Dahlan. Mula-mula K.H. Ibrahim yang terkenal sebagai ulama besar menyatakan tidak sanggup memikul beban yang demikian berat itu. Namun, atas desakan sahabat-sahabatnya agar amanat pendiri Muhammadiyah bisa dipenuhi, akhirnya dia bisa menerimanya. Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret 1923 dalam Rapat Tahunan Anggota Muhammadiyah sebagai ''Voorzitter Hoofdbestuur'' Moehammadijah Hindia Timur (Soedja‘, 1933: 232).[https://muhammadiyah.or.id/kyai-haji-ibrahim/]

Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.

'''Pada tahun 1923''', Ketua Muhammadiyah Cabang [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] mengundurkan diri karena tidak tahan menerima serangan kanan-kiri dari pihak-pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah kemudian digantikan [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]]. [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]] juga memimpin Muhammadiyah Cabang [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan, Kedung Wuni]], dan tetap aktif mengadakan tabligh dan menjadi guru agama.

'''Pada akhir 1925,''' Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di ranah [[Minang]], ''Hoofdbestuur'' Muhammadiyah mengutus [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]] untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di bumi [[Orang Minangkabau|Minangkabau]]. Kepemimpinan dan cara berdakwah yang dilakukannya tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkem­bangan pesat.[https://muhammadiyah.or.id/buya-haji-ahmad-rasyid-sutan-mansur-ketua-1956-1959/]

'''Pada tahun 1927,''' [[Fakhruddin (ulama)|Fakhruddin]] dan [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]] melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di [[Kota Medan|Medan]] dan [[Aceh]]. Melalui kebijaksanaan dan kepiawaiannya dengan cara mendekati raja-raja yang berpengaruh di daerah setempat atau bahkan dengan menjadi montir, Muhammadiyah dapat didirikan di [[Kota Banda Aceh|Kotaraja]], [[Kota Sigli, Pidie|Sigli]], dan [[Kota Lhokseumawe|Lhokseumawe]].

'''Pada tahun 1929,''' Muhammadiyah berhasil mendirikan Cabang-cabang Muhammadiyah di [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]], [[Kuala Kapuas (kota)|Kuala Kapuas]], [[Mendawai, Katingan|Mendawai]], dan [[Amuntai (kota)|Amuntai]].

'''Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau (14-26 Maret 1930)''' memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil ''Hoofdbestuur'' Muhammadiyah yang dinamakan Konsul Muham­madiyah.

'''Pada 1932,''' Muhammadiyah telah memiliki 103 ''Volkschool'', 47 ''Standaardschool'', 69 ''HIS'' dan 25 ''Schakelschool''.
=== Periode Kepemimpinan K.H. Hisyam (1932 – 1936) ===
[[Hisjam bin Hoesni|Kyai Haji Hisyam]] dipilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934. Ia adalah salah satu murid langsung [[Ahmad Dahlan|K.H. Ahmad Dahlan]], yang juga adalah seorang ''[[abdi dalem]]'' ulama [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]].

Ia memimpin Muhamadiyah hanya selama tiga tahun. Pertama kali ia dipilih dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] tahun 1934, kemudian dipilih lagi dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di [[Kota Banjarmasin|Banjarmasin]] pada tahun 1935, dan berikutnya dipilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-25 di [[Batavia|Batavia (Jakarta)]] pada tahun 1936.

Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarah­kan pada masalah pendidikan dan penga­jaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.

Pada periode kepemimpinan Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga tahun (''volkschool'' atau sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana ''volkschool gubernemen''. Setelah itu, dibuka pula ''vervolgschool'' Muhammadiyah sebagai lanjutannya. Dengan demikian, maka bermunculan ''volkschool'' dan ''vervolgschool'' Muhammadiyah di Indonesia, terutama di [[Jawa]]. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka ''standaardschool'', yaitu sekolah dasar enam tahun, Muhammadiyah pun mendirikan sekolah yang semacam dengan itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan ''Hollands Inlandsche School Met de Qur’an'' Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat [[Katolik]] yang telah mendirikan ''Hollands Inlandsche School Met de Bijbel.''

Kebijakan [[Hisjam bin Hoesni|K.H. Hisyam]] dalam memimpin Muhammadiyah saat itu diarahkan pada [[Modernisasi|moder­nisasi]] sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial. Ia berpikir bahwa masyarakat yang ingin putra-putrinya mendapatkan pendidikan umum tidak perlu harus memasukkannya ke sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial, karena Muhammadiyah sendiri telah mendirikan sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah, bahkan masih dapat pula dipelihara pendidikan agama bagi putra-putri mereka. Walaupun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah akhirnya banyak yang mendapatkan pengakuan dan persamaan dari pemerintah kolonial saat itu.

Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah [[Hisjam bin Hoesni|K.H. Hisyam]] mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial dengan bersedia menerima bantuan keuangan dari pemerintah kolonial, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tidak seimbang dengan bantuan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Hal inilah yang menyebab­kan [[Hisjam bin Hoesni|K.H. Hisyam]] dan Muhammadiyah mendapatkan kritikan keras dari [[Sekolah Taman Siswa|Taman Siswa]] dan [[Sarekat Islam|Syarikat Islam]] yang saat itu melancarkan politik non-kooperatif. Namun, Hisyam berpendirian bahwa subsidi pemerintah itu merupakan hasil pajak yang diperas dari masyarakat Indonesia, terutama ummat Islam. Dengan subsidi tersebut, Muhammadiyah bisa memanfaatkannya untuk membangun kemajuan bagi pendidikan Muhammadiyah yang pada akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik daripada menolaknya, karena jika subsidi tersebut ditolak, maka subsidi tersebut akan dialihkan pada sekolah-sekolah Kristen yang didirikan pemerintah kolonial yang hanya akan memperkuat posisi [[Imperium Belanda|kolonialisme Belanda]].

Di sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut juga dipakai [[bahasa Belanda]] sebagai bahasa pengantar. Sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupa­kan lembaga pendidikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik, dan sekolah-sekolah Protestan. Berkat jasa-jasa K.H. Hisyam dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, ia mendapatkan penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa, yaitu ''Ridder Orde van Oranje Nassau''. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam pendidikan Muhammadiyah yang dilakukannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.[https://muhammadiyah.or.id/kh-hisyam/]

=== Periode Kepemimpinan K.H. Mas Mansur (1936 – 1942) ===
Dalam '''Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada Oktober 1937,''' [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] resmi ditunjuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Di bawah kepemimpinan [[Mas Mansoer|Mas Mansur]], Persyarikatan Muhammadiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat baik dalam dakwah, pendidikan, kaderisasi, maupun dalam pergerakan nasional.

Setelah menjadi Ketua PB Muhammadiyah, [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] mulai melakukan gebrakan politik yaitu dengan memprakarsai berdirinya [[Majelis Islam A'la Indonesia|Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)]]. Selain didominasi oleh aktivis Muhammadiyah, dalam MIAI juga ada [[Muhammad Hasyim Asy'ari|Hasyim Asy’ari]] dan [[Abdul Wahab Hasbullah|Wahab Hasbullah]] yang keduanya tokoh [[Nahdlatul Ulama|Nahdlatul Ulama (NU)]].

'''Pada tahun 1938,''' [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] memprakarsai berdirinya [[Partai Islam Indonesia|Partai Islam Indonesia (PII)]] bersama [[Soekiman Wirjosandjojo|Sukiman Wiryasanjaya]]. Menurut sebagian kalangan, pendirian ini dilakukan sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari [[Partai Syarikat Islam Indonesia|Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII)]].

'''Pada 19 Maret 1939,''' Mas Mansur dan [[R. Wiwoho]] mewakili partai tersebut untuk mendirikan [[Gabungan Politik Indonesia|Gabungan Politik Indonesia (GAPI)]] bersama kaum pergerakan kebangsaan di Jakarta.

Sebagai organisasi federasi partai politik, GAPI secara aktif menuntut kepada Hindia Belanda untuk menerapkan pemerintahan demokratis bagi Indonesia. Berdasarkan anggaran dasar organisasinya, GAPI memiliki tujuan untuk: Menyatukan partai politik Indonesia dalam perjuangan kedaulatan pemerintahan Indonesia; Demokratisasi pemerintahan Indonesia; Mencegah konflik antar partai politik Indonesia dalam melakukan perjuangan kemerdekaan.

Mas Mansur pernah menolak tawaran menjadi Ketua ''Hod van Islamietische Zaken'', yaitu lembaga yang bertugas memberikan nasihat-nasihat keagamaan Islam kepada Pemerintah Hindia Belanda. Meski akan memperoleh gaji sebesar seribu gulden setiap bulan, setara gaji bupati kala itu, ia tetap tegak pada pendirian tidak ingin menjadi alat pemerintahan penjajah. [https://muhammadiyah.or.id/kh-mas-mansoer-pahlawan-nasional-dari-muhammadiyah/]

Dalam periode ini dirumuskan “[[Masalah Lima]]” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “[[Langkah Dua Belas]]”:

[[Soekarno|Sukarno]] aktif menjadi Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah dan Direktur Sekolah Menengah Muhammadiyah Bengkulu ketika menjalani pengasingan dari [[Kabupaten Ende|Ende]] ke [[Bengkulu]] pada 14 Februari 1938.

Sukarno mendebat penggunaan tabir di suatu rapat Muhammadiyah Bengkulu pada bulan Januari 1939. Sikap protes Sukarno ditunjukkan dengan cara ''walk out (''meninggalkan) rapat tersebut.

Dalam protesnya, Sukarno menganggap penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur. Tabir sendiri adalah pembatas perempuan dan laki-laki yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.

pasca kejadian itu, Sukarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah [[Haji Syudjak]] dan [[Samaun Bakri]]. Keduanya sepakat dengan pandangan Sukarno. [[Haji Syudjak]] sendiri menyebut tabir memang tidak diperlukan dalam rapat Muhammadiyah, karena Kiai Ahmad Dahlan pun berpendapat demikian.

Protes Sukarno terhadap masalah tabir nyatanya karena Sukarno menaruh harapan besar untuk agar Muhammadiyah berhasil mengangkat umat dari pandangan kolot yang membelenggu untuk maju. Pada wawancara dengan koresponden Surat Kabar ''Antara'' yang dimuat di Surat Kabar ''Pandji Islam'' tahun itu, Sukarno berkata:

''“… Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Hal tabir itu saya pandang historisch pula, zuiver onpersoonlijk (bukan hal personal). Tampaknya seperti soal kecil, soal kain yang remeh. Tapi pada hakekatnya, soal mahabesar dan mahapenting, soal yang mengenai segenap maatsschappelijke positie (posisi sosial) kaum perempuan. Saya ulangi: tabir ialah simbol dari perbudakan kaum perempuan! Meniadakan perbudakan itu adalah pula satu historische plicht (tugas sejarah)!”''

Tak cukup dengan uraian dari Haji Syudjak yang dikenal sebagai periwayat KH. Ahmad Dahlan, Sukarno meminta ketegasan soal hukum Islam dan pandangan Muhammadiyah ke tokoh Muhammadiyah lain yang juga sahabatnya, Kiai Haji Mas Mansur.

Dalam pandangannya Sukarno menganggap perintah Allah menundukkan pandangan (''ghaddul bashar'') sudah cukup sebagai pedoman dalam relasi muamalah laki-laki dan perempuan sehingga tidak perlu tambahan seperti tabir yang justru membuat perempuan terkungkung.

Surat Terbuka Sukarno bertajuk ''“Minta Hukum yang Pasti dalam Soal ‘Tabir”'' dimuat dalam bukunya, ''Di Bawah Bendera Revolusi'' (1959).

Kejadian lain pada periode ini, Pada Mei tahun 1940, [[Kasman Singodimedjo|Kasman singodimejo]] masuk penjara setelah meneriakkan kalimat ''“Untuk Indonesia Merdeka!”'' di ujung pidato dalam Konferensi Muhammadiyah se-Jawa Barat di Bogor.

Ketika Jepang menggantikan kekuasaan Belanda atas Nusantara, tepatnya pada tanggal 16 April 1943, dibentuklah organisasi yang bernama [[Pusat Tenaga Rakyat|Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA)]] di [[Lapangan Ikada|Lapangan Ikada, Jakarta]].

[[Mas Mansoer]] bersama dengan [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], dan [[Ki Hadjar Dewantara|Ki Hajar Dewantoro]] ditunjuk sebagai pimpinan PUTERA yang kemudian dikenal dengan sebutan Empat Serangkai. Keempat tokoh ini dianggap Jepang sebagai kelompok yang paling berpengaruh di Indonesia.

Keterlibatannya dalam Empat Serangkai mengharuskan Mas Mansoer pindah ke Jakarta, sehingga Ketua PB Muhammadiyah diserahkan kepada [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagoes Hadikoesoemo]].

=== Kepemimpinan Ki Bagus Hadi Kusumo (1944-1955) ===
Munculnya [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagus Hadikusumo]] sebagai Ketua PB Muhammadiyah adalah pada saat terjadi pergo­lakan politik internasional, yaitu pecahnya [[Perang Dunia II|perang dunia II]]. Kendati Ki Bagus Hadikusuma menyatakan ketidaksediaannya sebagai Wakil Ketua PB Muham­madiyah ketika diminta oleh [[Mas Mansoer|Mas Mansur]] pada Kongres ke-26 tahun 1937 di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]], ia tetap tidak bisa mengelak memenuhi panggilan tugas untuk menjadi Ketua PB Muhammadiyah ketika Mas Mansur dipaksa menjadi anggota pengurus [[Pusat Tenaga Rakyat]] (PUTERA) di Jakarta pada tahun 1942.[https://muhammadiyah.or.id/ki-bagus-hadikusuma-ketua-1944-1953/]

Pada 10 November 1943, [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagus Hadikusumo]], [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta|Moh. Hatta]] mendapatkan undangan menghadap Kaisar Jepang. Kunjungan tiga delegasi Indonesia ke Jepang tersebut berjalan selama 17 hari. Pertemuan utamanya dilakukan untuk mempercepat proses kemerdekaan Indonesia.

Setelah sampai di Jepang, tiga utusan Indonesia ini diminta mengikuti sembahyang di Kuil upacara termulia bersama [[Kaisar Jepang]]. Salah satu rukun upacara sakral itu adalah harus meminum [[Sake|air sake]] (arak) dalam cangkir.

Ki Bagus Hadikusumo tidak mau minum sakai [sake, ''red''] karena ajaran agama Islam mengharamkan minuman keras. Kemudian, Ki Bagus Hadikusumo menumpahkan arak itu ke lantai (karena tangannya gemetar). Tentu saja hadirin menjadi berdebar-debar, termasuk pembesar-pembesar militer Jepang,

Kekhawatiran hadirin tentu saja berkaitan dengan sikap keras prajurit Jepang untuk memenggal siapa pun yang menolak perintah. Apalagi yang ditolak Ki Bagus bukan permintaan biasa, melainkan dari seorang Kaisar.

Ki Bagus Hadikusumo menjelaskan alasannya menolak minum sake kepada Kaisar dan pejabat militer Jepang.

Atas kepandaiannya memberi penjelasan, [[Hirohito|Kaisar Hirohito]] pun tidak marah dan merasa takjub sehingga menghadiahkan cangkir dan cawan yang dipakai tempat Sake kepada Ki Bagus Hadikusumo.

Tak hanya mendapatkan hadian cawan, [[Bagoes Hadikoesoemo|Ki Bagus Hadikusumo]] bersama [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta|Hatta]] mendapatkan kehormatan untuk bertemu langsung dan berjabatan tangan dengan Kaisar.

Ki Bagus, Soekarno dan Hatta juga mendapatkan penghargaan Bintang Ratna Suci dari Kaisar. Soekarno mendapatkan lencana kelas dua (''Kun Nito Juiho-Sho''), sementara Ki Bagus Hadikusumo dan Hatta mendapatkan lencana kelas tiga (''Kun Santo Juiho-Sho'').[https://muhammadiyah.or.id/kisah-ki-bagus-hadikusumo-menolak-sake-kaisar-hirohito/]

Ki Bagus Hadikusuma gigih menentang instruksi ''“Sei Kerei”'' dari Jepang. ''Sei Kerei'' adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa Matahari, sebagai ''“Dewa penitis para Kaisar Jepang”''. Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.

Melalui debat yang seru dengan Pemerintah Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara ''Sei Kerei''. Ki Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota ''Chuo Sangiin'' (Dewan Penasehat Pusat) buatan Jepang.

Memasuki masa orde lama awal, Persyarikatan Muhammadiyah masih berada dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo.

Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan ''[[Hizbullah Sabilillah]]'', [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Majelis Syurau Muslimin Indonesia]] (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan [[Askar Perang Sabil|Asykar Perang Sabil]] (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada Sidang kedua BPUPKI 10-17 Juli 1945, salah satu hal yang menyita perhatian adalah upaya Ki Bagus untuk meminta Ketua Panitia UUD Ir. Soekarno mengubah frasa dalam bagian akhir naskah preambul Pernyataan Kemerdekaan yang berbunyi ''“Dengan berdasar kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”'' untuk diperjelas menjadi ''“Berdasar kepada Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam”'' atau dihilangkan sama sekali. Soekarno bergeming untuk menerima usulan Ki Bagus yang disampaikan beberapa kali.[https://muhammadiyah.or.id/ki-bagus-hadikusumo-piagam-jakarta-dan-sikap-negarawan-sejati/]

Sambil menggebrak meja, anggota BPUPKI lainnya [[Abdoel Kahar Moezakir|Abdul Kahar Muzakir]] mendukung pernyataan Ki Bagus agar potensi mudharat atas kalimat tersebut dipertimbangkan sebaik mungkin. Tujuan Ki Bagus semata demi menjaga rasa keadilan di antara umat beragama dan menjaga persatuan bangsa Indonesia, selain menghindari kesan yang tidak baik dan adanya infiltrasi dari agen-agen musuh meski pada akhirnya, usulan tersebut tidak diterima dan perdebatan diakhiri pada 16 Juli 1945, demikian yang tercatat dalam Risalah Sidang [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan|Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI), [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI), 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (1995).

Bagaimanapun Ki Bagus tetaplah murid KH Ahmad Dahlan yang ingin memperjuangkan aspirasi hukum Islam di dalam negara sebagaimana yang telah dilakukannya dewan Priestraad Hindia-Belanda, meneruskan perjuangan gurunya. Dirasa tidak ada jalan lain untuk meninggikan kedudukan Hukum Islam, Ki Bagus akhirnya menerima tujuh kata yang pada awalnya tidak disepakatinya tersebut dan berusaha mempertahankannya. Konsekuensi yang tidak diinginkannya justru datang satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjelang penetapan UUD oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Pernyataan tersebut dianggap menusuk hati orang non-muslim meskipun salah satu anggota Panitia Sembilan yang beragama Kristen, AA Maramis tidak merasa demikian dan mengganggap wajar bagi Indonesia yang 90 persen penduduknya adalah umat Islam. Tidak tanggung-tanggung, ancaman yang diberikan jika pemerintah tidak menghapus kalimat tersebut adalah lepasnya wilayah timur dari Republik Indonesia. Dalam suasana yang genting sehari setelah Kemerdekaan, kunci utama untuk memperbolehkan tujuh kata yang telah disepakati apakah boleh dihapus atau tidak adalah Ki Bagus Hadikusumo.

Soekarno mengutus Hatta dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk menemui Ki Bagus yang pada akhirnya pulang dengan tangan kosong, menyusul demikian KH Wahid Hasyim yang bernasib sama. Ki Bagus pada akhirnya luluh setelah Kasman Singodimedjo datang membujuk dalam bahasa Jawa halus.

''“Kalau bangsa Indonesia, terutama pemimpin-pemimpinnya cekcok, lantas bagaimana?”, “Kiai, tidakkah bijaksana jikalau kita sekarang sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yakni menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita kita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil, makmur, tenang, tenteram, diridhai Allah swt,”'' dan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu pun dihapus.[https://muhammadiyah.or.id/kasman-singodimedjo-sang-mister-islamis-dan-nasionalis/]

Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain, Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik, “Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tahun 1945, masalah utama yang tersisa adalah pengakuan kedaulatan. Tanpa pengakuan dari negara lain yang telah berdaulat, proklamasi sebuah bangsa dianggap tidak berkekuatan hukum di mata internasional, hanya dianggap main-main belaka.

Memenuhi kebutuhan itu, tiga tokoh Muhammadiyah yakni Haji Agus Salim (ketua), H.M. Rasjidi, A. R Baswedan bertandang ke dunia Arab sebagai tim delegasi Pemerintah Indonesia. Selain tiga nama tersebut, turut bergabung Nazir St. Pamuntjak dan Abdul Kadir sebagai anggota. Misi diplomatik yang dilakukan selama April-Juli 1947 itu berhasil menggaet dukungan dari Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman. [https://muhammadiyah.or.id/h-m-rasjidi-menteri-agama-ri-pertama-dan-diplomat-muhammadiyah/]

Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952, ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.

Kasman menyesal karena tidak terwujudnya janji yang dia jaminkan kepada Ketua PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo saat merayunya mau menghapus tujuh kata Piagam Jakarta.

Soekarno sendiri menjanjikan akan mengakomodir kembali tujuh kata itu dalam sidang MPR pada Februari 1946. Hingga Ki Bagus wafat pada 4 November 1954, janji tersebut belum terwujud meski Kasman menagih secara keras pada Sidang Konstituante 2 Desember 1957, termasuk hingga wafatnya Soekarno pada tahun 1970.

''“Sayalah yang bertanggung jawab dalam masalah ini, dan semoga Allah mengampuni dosa saya,”'' ucap Kasman sambil menangis di depan anggota Muhammadiyah Lukman Harun.[https://muhammadiyah.or.id/kasman-singodimedjo-sang-mister-islamis-dan-nasionalis/]

=== Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959) ===
[[Ahmad Rasyid|Ahmad Rasyid Sutan Mansur]] atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Yogyakarta, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.

Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil merumuskan [[Khittah Muhammadiyah|khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah]]. Antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader handal.

Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.<ref>https://wiki-indonesia.club/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur</ref>

=== Periode Kepemimpinan H.M. Yunus Anies (1959 – 1962) ===
Pembubaran Masyumi membawa implikasi buruk terhadap ummat Islam. Ummat Islam nyaris tidak terwakili di parlemen (DPR GR). Dalam kondisi demikian itu, [[Yunus Yosfiah|Yunus Anis]] kemudian diminta oleh berbagai kalangan, termasuk [[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]], agar bersedia menjadi anggota DPR GR yang sedang disusun Presiden Soekarno. Kesediaannya menjadi anggota DPR GR sebenarnya mengundang banyak kritik dari tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya, sebab disadari Muhammadiyah saat itu tidak mendukung kebijakan Presiden Soekarno yang membubarkan Masyumi, serta bertindak secara otoriter menyusun anggota parlemen. Namun, kritik itu dijawabnya dengan ungkapan sederhana: bahwa keterlibatannya dalam DPR GR bukanlah untuk kepentingan politik jangka pendek, melainkan untuk kepentingan jangka panjang. Yakni, mewakili ummat Islam yang nyaris tidak terwakili dalam parlemen.

[[Dekrit Presiden Republik Indonesia 1959|Dekrit Presiden 5 Juli 1959]] yang menandai era berlakunya kembali [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]] dalam [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]] (NKRI), kemudian menyulut timbulnya berbagai macam peristiwa politik yang tidak sehat. Tak sedikit manuver dan intrik dilakukan oleh partai politik, terutama [[Partai Komunis Indonesia]] yang sangat membahayakan bagi instabilitas kondisi politik Tanah Air saat itu. Dalam situasi seperti itulah Yunus Anis terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muham­madiyah periode 1959-1962 pada Muktamar Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta.

Selama periode kepemimpinannya, Yunus Anis mengawal gagasan tentang [[Kepribadian Muhammadiyah]]. Perumusan tersebut digarap oleh sebuah tim yang dipimpin oleh [[Fakih Usman|K.H. Faqih Usman]], dan akan diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 yang bertepatan dengan [[setengah abad Muhammadiyah]].[https://muhammadiyah.or.id/kyai-haji-muhammad-yunus-anis-ketua-1959-1962/]

=== Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968) ===
[[Ahmad Badawi|K.H. Ahmad Badawi]] dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] dan [[Soekarno|Bung Karno]] tahun 1965.<ref>http://sekolahmuonline.blogspot.com/2018/03/muhammadiyah-dari-masa-ke-masa.html</ref>

Citra politik Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Badawi memang sedang tersudut, karena banyaknya anggota Muhammadiyah yang menjadi anggota dan pengurus Masyumi yang saat itu sedang menjadi target penghancuran oleh rezim [[Orde Lama (1959–1965)|Orde Lama]]. Citra ini memang sengaja dihembus-hembuskan oleh PKI, bahwa Muhammadiyah dituduh anti-[[Pancasila]], anti-[[Nasakom|NASAKOM]], dan pewaris [[Negara Islam Indonesia|DI/TII]]. Muhammadiyah pada saat itu berhadapan dengan adanya banyak tekanan politik masa Orde Lama.

Menghadapi realitas politik seperti itu, Muhammadiyah akhirnya dipaksa berhadapan dengan urusan-urusan politik praktis. Muham­madiyah sendiri kurang leluasa dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan sistem politik yang dibangun Orde Lama. Akhirnya, Muhammadiyah mengambil kebijakan politik untuk turut serta terlibat dalam urusan-urusan kenegaraan. Meski demikian, realitas menunjukkan bahwa Muham­madiyah hanya mampu mengerem laju pengaruh komunis di masa Orde Lama yang kurang mengedepankan nilai agama dan moralitas bangsa.

Kebijakan Muhammadiyah seperti itu akhirnya membawa kedekatan Badawi dengan Presiden Soekarno. Semenjak 1963, Badawi diangkat menjadi Penasehat Pribadi Presiden di bidang agama. Perlu diperhatikan bahwa kedekatan Badawi dengan Soekarno bukan untuk mencari muka Muhammadiyah di mata Presiden. KHA. Badawi sangat bijak dan pintar dalam melobi Presiden dengan nuansa agamis. KHA. Badawi tidak menjilat atau menjadi antek Soekarno, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lain. Ia memiliki prinsip agama yang kuat, sehingga Muhammadiyah mengamanatkan kepadanya untuk mendekati Soekarno. Kedekatan ini juga dirasakan oleh Soekarno, bahwa dirinya sangat memerlukan nasehat-nasehat agama. Oleh karenanya, bila KHA. Badawi memberikan masukan-masukan yang disampaikan secara bijak, Soekarno sangat memperhatikannya. Bahkan para menterinya pun diminta turut memperhatikan fatwa Kiai Badawi.

Bagi Muhammadiyah, keadaan ini sangat menguntungkan. Fitnahan terhadap Muhammadiyah yang terus jalan harus diimbangi dengan upaya mengikisnya. Soekarno sendiri sadar bahwa Muhammadiyah pada masa itu senafas dan seirama dengan [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]], namun ia tetap membutuhkan kehadiran Muhammadiyah. Bahkan Soekarno sepertinya semakin menyukainya untuk ''balance of power policy'' (PP. Muhammadiyah, t.t., halaman 6). Iktikad baik Soekarno ini menunjukkan bahwa dirinya sangat memerlukan kehadiran Muham­madiyah untuk mengimbangi keberadaan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]], [[Nahdlatul Ulama|NU]], dan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] yang dirasanya lebih dekat.

Nasehat-nasehat politik yang diberikan Badawi sangat berbobot dipandang dari kacamata Islam. Secara relatif KHA. Badawi bisa mengendalikan Presiden Soekarno agar tidak terseret terlalu jauh oleh pengaruh komunis yang menggerogoti­nya. Siraman rohani kepada Soekarno disampaikan oleh Kiai Badawi tidak terikat oleh ruang dan waktu. Di mana ada kesempatan, Kiai Badawi memberikan nasehatnya kepada Presiden.[https://muhammadiyah.or.id/kh-ahmad-badawi-ketua-1962-1965/]

Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa ''“Membubarkan PKI adalah ibadah”''. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan [[Tapak Suci Putera Muhammadiyah|Tapak Suci]] (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpas [[Gerakan 30 September|G.30 S/PKI]].

Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan fungsi politik dapat duduk dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga ada yang didudukkan dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda, Muhammadiyah kembali pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.

=== Periode K.H. Faqih Usman (1968-1971) ===
[[Fakih Usman|K.H Faqih Usman]] dikukuhkan sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta untuk periode 1968-1971. Namun, jabatan itu sempat diemban hanya beberapa hari saja, karena ia segera dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa pada tanggal 3 Oktober 1968. Selanjutnya kepemimpinan Muhammadiyah dilanjutkan oleh [[Abdur Rozaq Fachruddin|Abdul Rozak Fachruddin]] yang masih sangat muda.[https://muhammadiyah.or.id/kh-faqih-usman-ketua-1968-1971/]

=== Periode K.H. Abdur Rozak Fachrudin (1968 – 1990) ===
Pak AR menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak tahun 1968 setelah di-''fait accomply'' untuk menjadi Pejabat Ketua PP Muhammadiyah sehubungan dengan wafatnya K.H. Faqih Usman. Dalam Sidang Tanwir di Ponorogo (Jawa Timur) pada tahun 1969, akhirnya Pak AR dikukuhkan menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Makassar pada tahun 1971. Sejak saat itu ia terpilih secara berturut-turut dalam empat kali Muktamar Muhammadiyah berikutnya untuk periode 1971-1974, 1974-1978, 1978-1985 dan terakhir 1985-1990.[https://muhammadiyah.or.id/kh-abdur-rozak-fachrudin-1971-1985/]

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tanggal 16-20 Desember 1981 di Yogyakarta, Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan pemerintah yang melarang pembuatan dan penjualan minuman keras.[https://muhammadiyah.or.id/kisah-ki-bagus-hadikusumo-menolak-sake-kaisar-hirohito/]

=== Periode K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA (1990 – 1995) ===
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta tahun 1995, [[Ahmad Azhar Basyir|Azhar Basyir]] terpilih sebagai Ketua Muhammadiyah menggantikan KH AR Fakhruddin. Berkenaan dengan dimensi tasawuf dalam Muhammadiyah, Azhar Basyir menyatakan bahwa Muhammadiyah juga menganut tasawuf, seperti yang ditulis [[Hamka|Buya Hamka]] dalam buku ''Tasauf Modern''. Menurutnya, orang dapat saja melakukan kegiatan yang berorientasi dunia tanpa meninggalkan dzikir.

Dapatlah dikata, Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual. Oleh karenanya, Muhammadiyah di bawah kepemimpinannya cukup intens memunculkan kegiatan yang berbentuk pengajian dan kajian dalam mengurai berbagai persoalan keummatan dan pemikiran keislaman.

=== Periode Amien Rais (1990 – 1995) ===

=== Periode Buya Syafii Maarif (1998 – 2005) ===
Buya Syafii Maarif menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama tujuh tahun dari 1998-2005.

=== Periode Din Syamsudin (2005 – 2015) ===

=== Periode Haedar Nashir (2015 – 2024) ===

==== Muktamar 2015 – 2020 (Diperpanjang sampai 2022) ====
Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Syawal 1436 H bertepatan dengan 3-7 Agustus 2015 M bertempat di Kota Makassar mengesahkan hasil pemilihan Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 - 2020 sebanyak 13 orang dari hasil pemilihan 39 calon yang diajukan oleh Tanwir, sesuai urutan perolehan suara, sebagai berikut:
{| class="wikitable"
|+Perolehan Suara Muktamar Muhammadiyah
!No
!Nama
!Suara
|-
|1
|[[Haedar Nashir|Dr. H. Haedar Nashir, M.Si]]
|1947
|-
|2
|[[Yunahar Ilyas|Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.]]
|1928
|-
|3
|[[Dahlan Rais|Drs. H. A. Dahlan Rais, M.Hum.]]
|1827
|-
|4
|[[M. Busyro Muqoddas|Dr. H. M. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum.]]
|1811
|-
|5
|[[Abdul Mu’ti|Dr. H. Abdul Mu`ti, M.Ed.]]
|1802
|-
|6
|[[Anwar Abbas|Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag.]]
|1436
|-
|7
|[[Muhadjir Effendy|Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.A.P.]]
|1279
|-
|8
|[[Syafiq A. Mughni|Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni.]]
|1198
|-
|9
|[[Dadang Rukhiyana|Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si.]]
|1146
|-
|10
|Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd.
|1051
|-
|11
|[[Agung Danarto|Dr. H. Agung Danarto, M.Ag.]]
|1049
|-
|12
|[[Goodwill Zubir|Drs. H. M. Goodwill Zubir]]
|1085
|-
|13
|[[Hajriyanto Y. Thohari|Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, M.A.]]
|968
|}
Kemudian menetapkan [[Haedar Nashir|Dr. H. Haedar Nashir, M.Si]]. sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 – 2020, dan Mengumumkan [[Abdul Mu’ti|Dr. H. Abdul Mu`ti, M.Ed]]. sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 – 2020.

==== Muktamar 2020 – 2024 ====
Prof Dr Haedar Nashir terpilih menjadi ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode kedua secara aklamasi melalui Muktamar Muhammadiyah ke-48.<ref>Dahlan Iksan (21 November 2022) "[https://radarbekasi.id/2022/11/21/kumpulan-pengabdi/ Kumpulan Pengabdi]" Radar Bekasi</ref>

== Doktrin ==
Doktrin sentral Muhammadiyah adalah [[Islam Sunni]] (''ahlussunnah wal-jama'ah''). Namun, organisasi ini menekankan otoritas [[Quran|al-Qur'an]] dan [[Hadis]] sebagai hukum Islam tertinggi yang berfungsi sebagai dasar yang sah dari interpretasi keyakinan agama dan praktik. Ini kontras dengan praktik tradisional dengan ditanamkannya hukum [[syariah]] dalam mazhab-mazhab agama oleh para [[ulama]]. Fokus utama gerakan Muhammadiyah adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab moral masyarakat, menyucikan iman mereka ke Islam yang benar. Secara teologis, Muhammadiyah menganut doktrin [[Salafi]]yah; menyerukan secara langsung kembali ke [[Quran|al-Qur'an]] dan [[Sunnah]] dan pemahaman para imam-imam [[Salaf]] (generasi awal), termasuk eponim dari empat [[Mazhab]] [[Islam Sunni|Sunni]]. Ini menganjurkan pemurnian iman dari berbagai adat istiadat setempat yang mereka anggap sebagai bentuk takhayul, sesat, dan [[syirik]]. Muhammadiyah secara langsung menelusuri warisan keilmuannya pada ajaran [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridha]] (w. 1935 M / 1354 H), [[Muhammad bin Abdul Wahhab|Muhammad bin 'Abdul Wahhab]] (w. 1792 / 1206 H), dan para teolog abad pertengahan seperti [[Ibnu Taimiyyah|Ahmad Ibnu Taimiyyah]] (w. 1328 M / 728 H) dan [[Ibnu Qayyim al-Jauziyyah|Ibnu Qayyim]] (w. 1350 / 751 H).<ref>{{Cite web|date=3 November 2017|title=Muhammadiyah Itu Golongan Ahlus Sunnah was Salafiyyah|trans-title=Muhammadiyah The Ahlus Sunnah was Salafiyyah|url=https://pwmu.co/40369/11/03/muhammadiyah-itu-golongan-ahlus-sunnah-salafiyyah/|url-status=live|archive-url=https://web.archive.org/web/20211018045958/https://pwmu.co/40369/11/03/muhammadiyah-itu-golongan-ahlus-sunnah-salafiyyah/|archive-date=18 October 2021|website=Pwmu}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Muhtaroom|first=Ali|date=August 2017|title=STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION|url=https://www.researchgate.net/publication/318894800_THE_STUDY_OF_INDONESIAN_MOSLEM_RESPONSES_ON_SALAFY-_SHIA_TRANSNATIONAL_ISLAMIC_EDUCATION_INSTITUTION_SHIASHIA|journal=Ilmia Islam Futuria|volume=17|issue=1|pages=73–95|quote="the development ofSalafi in Indonesia has inspired the emergence of anumber of organizations reformers of modern Islam in Indonesia. Organizationssuchas Muhammadiyah, Al-Irsyad,shared similar intentions to purify faith with the call back to the Quran and Sunnah, and leave many traditional customs that are claimed to be contaminated by heresy,tahayyul, and superstition... For Muhammadiyah, the purification of faith and the return to the Quran and Sunnah is an obligation... Muhammadiyah doctrine theology agrees with salafi, namely puritanist by going back to Al-Quran and As-Sunnah..."|via=Research Gate}}</ref>

Muhammadiyah sangat menentang [[sinkretisme]] Islam dengan [[animisme]] (pemujaan roh) pada zaman sejarah penyebaran Islam di Nusantara dan tidak mengakui unsur Hindu-Buddha dan kepercayaan lokal yang tersebar di kalangan masyarakat dari masa pra-Islam. Muhammadiyah juga menentang tradisi [[Sufi]]sme yang memungkinkan seorang pemimpin sufi menjadi otoritas formal atas umat Islam. Pada tahun 2006, organisasi tersebut dikatakan telah "belok tajam ke arah Islam yang lebih konservatif" di bawah kepemimpinan [[Din Syamsuddin]] ketua [[Majelis Ulama Indonesia]].<ref>[https://www.nytimes.com/2006/02/06/opinion/in-indonesia-islam-loves-democracy.html?_r=0 In Indonesia, Islam loves democracy]| Michael Vatikiotis | ''New York Times'' |6 February 6, 2006</ref> Namun, beberapa faksi Muhammadiyah cenderung mendukung gerakan [[modernisme Islam|modernis]] dari [[Muhammad Abduh|Muhammad 'Abduh]] daripada Doktrin Salafi dari Rasyīd Rîdá; yang dideskripsikan sebagai "kaku dan konservatif".<ref>{{Cite book|last=NASHIR, M. Si|first=DR. H. HAIDAR|title=MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT|publisher=Muhammadiyah University Press|year=2015|isbn=978-602-361-013-6|location=Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102, Jawa Tengah – Indonesia|pages=94}}</ref>

==Aktivitas==
Muhammadiyah tercatat sebagai organisasi Reformisme adalah keyakinan bahwa perubahan secara bertahap melalui serta di dalam institusi yang ada, secara pasti dapat mengubah sistem ekonomi dan struktur politik fundamental masyarakat. Kegiatan utamanya adalah pengamalan dan pendidikan agama. Ia telah membangun sekolah Islam modern, berbeda dari [[pesantren]] tradisional. Beberapa sekolahnya juga terbuka untuk non-Muslim.<ref name="US">{{cite web|url=http://www.usindo.org/Briefs/2006/Muhammadiyah%20on%20Health%2004-06-06.htm |access-date=2006-08-10 |title=USINDO Roundtable With the Muhammadiyah and Aisyiyah Delegation |publisher=The US-Indonesian Society |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20060813131301/http://www.usindo.org/Briefs/2006/Muhammadiyah%20on%20Health%2004-06-06.htm |archive-date=August 13, 2006 }}</ref> Pada tahun 2006 ada sekitar 5.754 sekolah milik Muhammadiyah.<ref name="tt">{{cite web|url=http://www.tribun-timur.com/view.php?id=30329&jenis=Kota |archive-url=https://web.archive.org/web/20070927185234/http://www.tribun-timur.com/view.php?id=30329&jenis=Kota |url-status=dead |archive-date=2007-09-27 |access-date=2006-08-10 |title=Muhammadiyah urged Governot to Set Model School |publisher=Tribun Timur }}</ref>

Muhammadiyah juga berfungsi sebagai organisasi amal yang terlibat dalam [[pelayanan kesehatan]]. Pada 2016, memiliki beberapa ratus klinik dan rumah sakit nirlaba di seluruh Indonesia.<ref name=nst/> Pada 2006, aktif mengkampanyekan bahaya [[flu burung]] di Indonesia.<ref name="antara">{{cite web |url=http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=13950 |access-date=2006-08-10 |title=Muhammadiyah to help campaign on danger of avian flu |publisher=Antara }}{{Dead link|date=April 2020 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>

== Organisasi ==
=== Kelembagaan ===
# '''Pimpinan Pusat''', Kantor pengurus pusat Muhammadiyah awalnya berada di [[Yogyakarta]]. Namun pada tahun 1970, komite-komite pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan berpindah ke kantor di ibu kota [[Jakarta]].<ref>{{Cite web|url=http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-49-det-profil.html|title=Profil Muhammadiyah|access-date=2022-02-07|archive-date=2020-08-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20200804040900/http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-49-det-profil.html|dead-url=yes}}</ref> Struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010–2015 terdiri dari lima orang penasihat, seorang ketua umum yang dibantu dua belas orang ketua lainnya, seorang sekretaris umum dengan dua anggota, seorang bendahara umum dengan seorang anggotanya.
# '''Pimpinan Wilayah''', setingkat provinsi, terdapat 35 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dari 38 Provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
# '''Pimpinan Daerah''', setingkat kabupaten/kota, terdapat 475 Pimpinan Daerah Muhammadiyah dari 514 Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia.
# '''Pimpinan Cabang''', setingkat kecamatan, terdapat 3.947 Pimpinan Cabang Muhammadiyah dari 7.277 Kecamatan di seluruh wilayah Indonesia.
# '''Pimpinan Ranting''', setingkat Desa/Kelurahan, terdapat 14.670 Pimpinan Ranting Muhammadiyah dari 83.763 Desa/Kelurahan di seluruh wilayah Indonesia.
# '''Pimpinan Cabang Istimewa''', untuk luar negeri, terdapat 30 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah dari 195 Negara di seluruh Dunia.

=== Pembantu Pimpinan Persyarikatan ===
# Majelis
#* Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT)
#* Majelis Tabligh (MT)
#* Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (DIKTILITBANG)
#* Majelis Pendidikan Dasar, Menengah dan Pendidikan Nonformal (MPDM-NF)
#* Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPK-SDI)
#* Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS)
#* Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP)
#* Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
#* Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
#* Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
#* Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
#* Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH)
#* Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW)
# Lembaga
#* Lembaga Pengembangan Cabang/Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM)
#* Lembaga Pengembangan Pesantren (LPP)
#* Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS)
#* Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan (LPPK)
#* Lembaga Seni Budaya (LSB)
#* Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) / Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
#* [[Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu)]]<ref>{{Cite web|date=2024-01-01|title=Muhammadiyah Aceh Beri Bantuan Kesehatan ke Pengungsi Rohingya - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/muhammadiyah-aceh-beri-bantuan-kesehatan-ke-pengungsi-rohingya/|language=id|access-date=2024-01-01}}</ref>
#* Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP)
#* Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO)
#* Lembaga Hubungan dan Kerja Sama International (LHKSI)
#* Lembaga Dakwah Komunitas (LDK)
#* Lembaga Pemeriksaan Halal dan Kajian Halalan Thayyiban (LPH-KHT)
#* Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU)
#Biro
#*Biro Pengembangan Organisasi (BPO)
#*Biro Pengelolaan Keuangan (BPK)
#*Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum (BKPU)
# Televisi Organisasi
#* [[tvMu]]
#* [[ADiTV]]

=== Organisasi otonom ===
Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:<ref name="org2">{{cite web|url=http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070927192732/http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=31 |url-status=dead |archive-date=2007-09-27 |access-date=2006-08-10 |title=Autonomous Organizations |publisher=Muhammadiyah }}</ref>
# ''[['Aisyiyah]]'' (Wanita Muhammadiyah)
# [[Pemuda Muhammadiyah]] (PM)
# ''[[Nasyiatul Aisyiyah]]'' (NA/Puteri Muhammadiyah)
# [[Ikatan Pelajar Muhammadiyah]] (IPM)
# [[Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]] (IMM)
# ''[[Hizbul Wathan]]'' ([[Kepanduan|Gerakan kepanduan]])
# [[Tapak Suci Putera Muhammadiyah]] (Perguruan [[silat]]/Putera Muhammadiyah)

=== Komunitas/Gerakan Kultural ===

# [[Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah]] (KOKAM), [[Pemuda Muhammadiyah]]
# [https://kaderhijaumu.id/ Kader Hijau Muhammadiyah (KHM)]
# [http://ecobhinnekamuhammadiyah.org/id/ Eco Bhinneka Muhammadiyah]
# [https://maharesigana.org/ Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220703015753/https://maharesigana.org/ |date=2022-07-03 }}, [[Universitas Muhammadiyah Malang]]
# Relawan [[Universitas Muhammadiyah Yogyakarta]]
# Mahasiswa Tanggap Bencana (Matana), [[Universitas Muhammadiyah Surabaya]]
# Search & Rescue Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI)
# Green Muhammadiyah

=== Badan Khusus ===

* Pusat Syiar Digital Muhammadiyah (PSDM)
* Muhammadiyah Aid
* Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC)[[Berkas:Cabang Istimewa Muhammadiyah.png|thumb|250px|Peta negara-negara yang terdapat Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah]]
=== Cabang Istimewa Luar Negeri ===
* Benua Asia
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Pakistan]] (2004)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Iran]] (2005)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Malaysia]] (2007)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Jepang]] (2008)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Irak]] (2009)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Yordania]] (2010)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Taiwan]] (2014)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Tiongkok]] (2015)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Korea Selatan]] (2016)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Arab Saudi]] (2017)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[India]] (2018)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Yaman]] (2019)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Thailand]] (2021)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Kuwait]] (2022)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Timor Leste]] (2023)
* Benua Eropa
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Belanda]] (2006)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Jerman]] Raya (2007){{efn|Mencakup [[Jerman]], [[Austria]], [[Belgia]], [[Luksemburg]], [[Liechtenstein]], [[Polandia]], dan [[Swiss]].<ref>{{Cite web|title=Profil - PCIM Jerman Raya {{!}} Muhammadiyah|url=http://jerman-raya.muhammadiyah.or.id/content-2-sdet-profil.html#:~:text=PCIM%20Jerman%20Raya%20adalah%20pimpinan,,%20Swiss,%20Polandia%20dan%20Liechtenstein.&text=Muhammadiyah%20berdiri%20sejak%201912%20M%20di%20Yogyakarta.|website=jerman-raya.muhammadiyah.or.id|access-date=2023-03-12}}</ref>}}
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Prancis]] (2007)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Inggris Raya]] (2009)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Rusia]] (2012)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Turki]] (2016)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Spanyol]] (2020)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Hungaria]] (2021)
* Benua Afrika
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Mesir]] (2002)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Sudan]] (2006)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Libya]] (2007)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Tunisia]] (2015)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Maroko]] (2018)
* Benua Amerika
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Amerika Serikat]] (2008)
* Benua Australia & Oseania
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Australia]] (2007)
*# Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah [[Selandia Baru]] (2023)

=== Sister Organisasi (SO) ===

# Muhammadiyah [[Filipina]]
# Muhammadiyah [[Vietnam]]
# Muhammadiyah [[Kamboja]]
# Muhammadiyah [[Nigeria]]
# Muhammadiyah [[Uganda]]
# Muhammadiyah [[Singapura]]
# Muhammadiyah [[Mauritius]]
# Muhammadiyah [[Laos]]
# Muhammadiyah [[Brunei Darussalam]]
# Muhammadiyah [[Lebanon]]

=== Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ===
{{Utama|Daftar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah}}

== Amal usaha ==
* Pendidikan<ref>{{Cite web |url=http://mdc.umm.ac.id/ |title=Pusat Data Muhammadiyah |access-date=2011-11-15 |archive-date=2011-11-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20111126095855/http://mdc.umm.ac.id/ |dead-url=yes }}</ref>
*# [[Sekolah luar biasa]] (SLB) Muhammadiyah berjumlah 71.
*# [[Taman kanak-kanak|TK]]/TPQ Muhammadiyah berjumlah 22.000.
*# [[Sekolah dasar|SD]]/[[Madrasah ibtidaiah|MI]] Muhammadiyah berjumlah 2.766.
*# [[Sekolah menengah pertama|SMP]]/[[Madrasah sanawiah|MTs]] Muhammadiyah berjumlah 1.826.
*# [[Sekolah menengah atas|SMA]]/[[Sekolah menengah kejuruan|SMK]]/[[Madrasah aliah|MA]] Muhammadiyah berjumlah 1.407.
*# [[Pondok Pesantren]] Muhammadiyah berjumlah 440.
*# [[Daftar perguruan tinggi Muhammadiyah|Perguruan Tinggi Muhammadiyah]] berjumlah 173.
* Kesehatan:
*# [[Daftar rumah sakit Muhammadiyah|Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/Aisyiyah]] berjumlah 120.
*# Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 57.
*# Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 120.
*# Balai Pengobatan berjumlah 122.
*# [[Apotek]] berjumlah 154.
*# Klinik Kesehatan 248.
*# Rehabilitasi Cacat 82.
* Sosial
*# Panti Asuhan 1.012.
*# Panti Jompo 54.
*# Balai Kesejahteraan Sosial berjumlah 23.
*# Santunan (keluarga, wreda/manula, kematian) berjumlah 30.
*# BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah) berjumlah 378.
*Ekonomi
*#Baitut Tamwil Muhammadiyah berjumlah 132.
*#Perusahaan 27.
*#Koperasi/Bank Syari'ah Muhammadiyah berjumlah 762.
*Agama
*#Masjid berjumlah 11.473.
*#Musholla berjumlah 8.725.

== Catatan ==
{{notelist}}

== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}


== Bacaan lanjut ==
== Bacaan lanjutan ==
* {{cite book|last=Djurdi|first=S.|coauthors=|title=1 abad Muhammadiyah|year=2010|publisher=Penerbit Buku Kompas|location=|id=ISBN 979-709-498-7 }}
* {{cite book|last=Djurdi|first=S.|coauthors=|title=1 abad Muhammadiyah|year=2010|publisher=Penerbit Buku Kompas|location=|id=ISBN 979-709-498-7 }}
* {{cite book|last=Alfian|first=|coauthors=|title=Muhammadiyah: the political behavior of a Muslim modernist organization under Dutch colonialism|year=1989|publisher=Gadjah Mada University Press|location=|id=ISBN 979-420-118-9 }}
* {{cite book|last=Alfian|first=|coauthors=|title=Muhammadiyah: the political behavior of a Muslim modernist organization under Dutch colonialism|year=1989|publisher=Gadjah Mada University Press|location=|id=ISBN 979-420-118-9 }}
* {{cite book|last=DAR! Mizan|first=|coauthors=|title=Komik Muhammadiyah|year=2007|publisher=DAR! Mizan|location=|id=ISBN 979-752-808-1 }}
* {{cite book|last=DAR! Mizan|first=|coauthors=|title=Komik Muhammadiyah|year=2007|publisher=DAR! Mizan|location=|id=ISBN 979-752-808-1 }}
* [https://web.archive.org/web/20090831071033/http://suara-muhammadiyah.com/2009/ Official magazine]
* [https://www.jstor.org/stable/pdfplus/2753021.pdf Pacific Affairs, Vol. 27, No. 3 (Sep., 1954), pp. 255-263] Modern Islam in Indonesia: The Muhammadiyah After Independence
* [http://mizanstore.com/detailproduct/18935-Muhammadiyah-itu-NU Ali Shodiqin, Mochammad. 2014. "Muhammadiyah itu NU!: Dokumen Fiqh yang Terlupakan".] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160117044807/http://mizanstore.com/detailproduct/18935-Muhammadiyah-itu-NU |date=2016-01-17 }} [http://nourabooks.co.id/ Jakarta: NouraBooks.]
* Burhani, Ahmad Najib. 2005. "Revealing the Neglected Missions: Some Comments on the Javanese Elements of Muhammadiyah Reformism." ''Studia Islamika'', 12 (1): 101–129.
* Burhani, Ahmad Najib. 2010. ''Muhammadiyah Jawa''. Jakarta: Al-Wasat.
* {{cite book|author-link1=James Peacock|last=Peacock|first=J.L.|title=Purifying the Faith: The Muhammadijah Movement in Indonesian Islam|publisher=Cummings Press|year=1978}}
* {{cite web|title=Muhammadiyah|publisher=Div. of Religion and Philosophy, St. Martin College, UK|access-date=2006-08-28|url=http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/muham.html|url-status=dead|archive-url=https://web.archive.org/web/20080914141232/http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/indon/muham.html|archive-date=2008-09-14}}
* Ricklefs, M.C. 1991. ''A History of Modern Indonesia since c.1300. 2nd Edition'', Stanford: Stanford University Press. {{ISBN|0-333-57690-X}}


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
{{portal|Indonesia}}
{{portal|Indonesia}}
* [[Lembaga Dakwah Islam Indonesia]]
* [[Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]]
* [[Persatuan Islam Tionghoa Indonesia]]
* [[Majelis Ulama Indonesia]]
* [[Majelis Mujahidin Indonesia]]
* [[Nahdlatul 'Ulama]]
* [[Muallimin]]
* [[Hizbul Wathan]]
* [[Ikatan Pelajar Muhammadiyah]]
* [[Ikatan Pelajar Muhammadiyah]]
* [[Daftar perguruan tinggi Muhammadiyah|Perguruan Tinggi Muhammadiyah]]
* [[Pemuda Muhammadiyah]]
* [[Syarikatul Mubtadi]]
* [[Nasyiatul Aisyiyah]]
* [[Aisyiyah]]
* [[Tapak Suci Putera Muhammadiyah]]
* [[Hizbul Wathan]]
* [[Daftar perguruan tinggi Muhammadiyah]]
* [[tvMu]]
* [[ADiTV]]


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{commons}}
* {{id}} [http://www.muhammadiyah.or.id/ Situs web resmi Muhammadiyah]
* {{id}} [http://www.muhammadiyah.or.id/ Situs web resmi Muhammadiyah]
* {{id}} [http://mdc.umm.ac.id/ Pusat data Muhammadiyah]
* {{id}} [http://mdc.umm.ac.id/ Pusat data Muhammadiyah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111126095855/http://mdc.umm.ac.id/ |date=2011-11-26 }}
* {{id}} [http://www.imm.or.id/ Situs web resmi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]
* {{id}} [http://www.imm.or.id/ Situs web resmi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah]
* {{id}} [http://www.ipm.or.id Situs web resmi Ikatan Pelajar Muhammadiyah]
* {{id}} [http://www.ipm.or.id Situs web resmi Ikatan Pelajar Muhammadiyah] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190719112420/https://ipm.or.id/ |date=2019-07-19 }}

{{Ormas Islam di Indonesia}}{{Perguruan Tinggi Muhammadiyah}}
{{Authority control}}


{{normdaten}}
[[Kategori:Muhammadiyah| ]]
[[Kategori:Muhammadiyah| ]]
[[Kategori:Organisasi Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Organisasi Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Organisasi Islam]]
[[Kategori:Organisasi masyarakat]]
[[Kategori:Organisasi di Indonesia]]
[[Kategori:Organisasi di Indonesia]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1912 di Hindia Belanda]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1912 di Hindia Belanda]]

Revisi terkini sejak 8 Oktober 2024 13.03

Persyarikatan Muhammadiyah
محمدية
Lambang Persyarikatan Muhammadiyah
Bendera Persyarikatan Muhammadiyah
Tanggal pendirian18 November 1912; 111 tahun lalu (1912-11-18)
PendiriK.H. Ahmad Dahlan
Didirikan diKota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hindia Belanda
TipeOrganisasi keagamaan
TujuanSosial-keagamaan, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
Kantor pusat
Wilayah layanan
Asia Tenggara
Jumlah anggota
60 juta
Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir
Sekretaris Umum
Prof. Dr. Abdul Mu'ti
AfiliasiModernisme Islam (Islam Sunni)[2]
Situs webmuhammadiyah.or.id

Muhammadiyah (bahasa Arab: محمدية, translit. muḥammadiyyah, har. 'pengikut Muhammad'); secara resmi bernama Persyarikatan Muhammadiyah, adalah organisasi keagamaan Islam non-pemerintah di Indonesia dan salah satu yang terbesar di negara itu.[3] Muhammadiyah atau Moehammadijah adalah nama gerakan Islam yang lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah). Pendiri Muhammadiyah adalah seorang kyai yang dikenal alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan, yang sebelumnya atau nama kecilnya bernama Muhammad Darwisy.[4]

Muhammadiyah menganjurkan dibukanya keran ijtihad sebagai bentuk penyesuaian detail hukum Islam dengan perkembangan jaman dengan Ideologi mengedepankan Pancasila di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini merupakan antitesis dari pemikiran kebanyakan muslim di masa kolonial yang mencukupkan diri dengan ijtihad ulama 4 mazhab dan menutup diri dari kemungkinan pembaharuan ijtihad.[5]

Muhammadiyah memainkan peran penting dalam perluasan doktrin teologis salafi di Indonesia.[6] Salafiyah merupakan gerakan reformasi di dalam Islam Sunni.[7] Sejak didirikan, Muhammadiyah telah mengadopsi platform reformis yang memadukan pendidikan agama dan pendidikan modern,[8] terutama sebagai cara untuk mempromosikan mobilitas Muslim ke atas menuju komunitas 'modern' dan untuk memurnikan Islam Indonesia dari praktik sinkretis lokal.[8] Sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah masih terus mendukung budaya lokal dan mempromosikan toleransi beragama di Indonesia, sementara beberapa perguruan tinggi sebagian besar dimasuki oleh non-Muslim, terutama di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua. Kelompok ini juga menjalankan rantai besar rumah sakit amal,[3] dan mengoperasikan 162 perguruan tinggi hingga saat ini.[9]

Pada tahun 2019, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 60 juta anggota.[5] Meskipun para pemimpin dan anggota Muhammadiyah sering terlibat aktif dalam membentuk politik di Indonesia meskipun Muhammadiyah bukanlah sebuah partai politik. Muhammadiyah lebih mengabdikan dirinya untuk kegiatan sosial dan pendidikan.[10][11]

Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1937-1943, duduk: (dari kiri ke kanan) KH. Faried Ma'ruf, KH. Mas Mansur, H. Hasyim. Berdiri: (dari kiri ke kanan) H. Moehadie, HA. Hamid, RH. Durie, H. Abdullah, KH. Ahmad Badawi, H. Basiran Noto.
Poster Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 8–16 Mei 1931 menampilkan sosok Pangeran Diponegoro
Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta
Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta

Pada tanggal 18 November 1912 (8 Zulhijah 1330 H), Ahmad Dahlan—pejabat pengadilan Keraton Yogyakarta[12][13] dan seorang Ulama Muslim terpelajar lulusan dari Makkah—mendirikan organisasi Muhammadiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ada beberapa motif yang melatarbelakangi berdirinya gerakan ini. Di antara yang penting adalah keterbelakangan masyarakat Muslim, banyaknya muslim yang masih menyukai klenik dan banyaknya Kristenisasi di kawasan penduduk miskin. Ahmad Dahlan, yang banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad Abduh, menganggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi agama. Oleh karena itu, sejak awal Muhammadiyah sangat perhatian dalam memelihara tauhid dan menyempurnakan monoteisme di masyarakat.

Dari tahun 1913 hingga 1918, Muhammadiyah mendirikan lima sekolah Islam. Pada tahun 1919 sebuah sekolah menengah Islam, Hooge School Muhammadiyah didirikan.[14] Dalam mendirikan sekolah, Muhammadiyah menerima bantuan yang signifikan dari Boedi Oetomo, sebuah gerakan nasionalis penting di Indonesia pada paruh pertama abad kedua puluh, yang menyediakan guru.[15] Muhammadiyah pada umumnya menghindari politik. Tidak seperti mitra tradisionalisnya, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Muhammadiyah tidak pernah membentuk partai politik. Sejak didirikan, ia telah mengabdikan dirinya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.

Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).[16] Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912–1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.

Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah hanya memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di Surabaya dan Yogyakarta.[17] Setelah Abdul Karim Amrullah memperkenalkan organisasi kepada etnis Minangkabau, sebuah komunitas Muslim yang dinamis, Muhammadiyah berkembang pesat. Pada tahun 1938, organisasi tersebut mengklaim 250.000 anggota, mengelola 834 masjid, 31 perpustakaan, 1.774 sekolah, dan 7.630 ulama. Pedagang Minangkabau menyebarkan organisasi ke seluruh Indonesia.[18] Tetapi aset Muhammadiyah mayoritas di Jawa. Termasuk mayoritas masjid, sekolah, universitas, tanah wakaf dan rumah sakit berada di Jawa. Kontribusi pedagang Minang terlalu dilebih lebihkan.

Selama pergolakan dan kekerasan politik 1965–1966, Muhammadiyah menyatakan bahwa pemusnahan Partai Komunis Indonesia merupakan Perang Jihad, pandangan yang didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.[19] (Lihat juga: Pembantaian di Indonesia 1965–1966). Selama peristiwa seputar jatuhnya Presiden Soeharto tahun 1998, beberapa bagian Muhammadiyah mendesak pimpinan untuk membentuk sebuah partai. Oleh karena itu, pimpinan, termasuk ketua Muhammadiyah, Amien Rais, mendirikan Partai Amanat Nasional. Meski mendapat dukungan besar dari anggota Muhammadiyah, partai ini tidak memiliki hubungan resmi dengan Muhammadiyah. Pimpinan Muhammadiyah mengatakan anggota organisasinya bebas untuk bersekutu dengan partai politik pilihan mereka, asalkan partai tersebut memiliki nilai-nilai yang sama dengan Muhammadiyah.[20]

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam penerbitan majalah Suara Muhammadiyah pada 1915,[21][22] pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan Letjend S. Parman 68, Patangpuluhan, Wirobrajan dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya sekarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Muhammadiyah Masa ke Masa

[sunting | sunting sumber]

Periode Kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923)

[sunting | sunting sumber]

Pada masa kepemimpinan Kyai Haji Ahmad Dahlan dimulai dari berdiri tahun 1912 sampai tahun 1923 pada saat Kyai wafat, kendati kelihatan sederhana tetapi memancarkan gerakan pembaruan yang luar biasa cemerlang. Pada masa itu gagasan-gagasan cemerlang dilahirkan seperti mendirikan sekolah (1911), menerbitkan publikasi/majalah Soeara Moehammadijah (1915), mendirikan Sopo Tresno (1914) yang kemudian menjadi ‘Aisyiyah (1917), Pandu Hizbul Wathan (1918), Weisshouse atau Panti Asuhan dan Penolong Kesengsaraan Omeoem atau PKU pada tahun 1922 satu bulan sebelum Kyai meninggal.[23]

Pada era Kyai Dahlan pula lahir gagasan pengorganisasian zakat, shalat Idul Fitri dan Idul Ahda di lapangan, pengorganisasian haji, penerbitan penerbitan brosur dan kegiatan taman pustaka lainnya, pengorganisasian mubaligh dan mubalighat untuk bertabligh yang berkeliling ke masyarakat untuk ”mempropagandakan” (menyiarkan) Islam, merintis membangun masjid/mushala ditempat-tempat umum dan perkantoran, dan ide-ide cerdas lainnya.[23]

Bahkan gagasan mendirikan Universitas Muhammadiyah justru telah muncul dari gagasan M. Hisjam selaku H.B. Muhammadiyah Bahagian Sekolahan, yang disampikan dalam “rapat anggota Muhammadiyah istimewa” pada tanggal 17 malam 18 Juni tahun 1920 yang dipimpin langsung oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Belum termasuk pelurusan arah kiblat yang menggemparkan sebelum Muhammadiyah didirikan.[24]

Dalam pertemuan resmi Muhammadiyah tahun 1920 itu dilantik untuk pertama kalinya empat Bahagian Hoofdbestuur Muhammadiyah, yaitu:

  1. H.B. Muhammadiyah Bahagian Sekolahan, diketuai oleh sdr. H.M. Hisjam;
  2. H.B. Muhammadiyah Bahagian Tabligh, diketuai oleh sdr. H.M. Fachruddin;
  3. H.B. Muhammadiyah Bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem, diketuai oleh sdr. H.M. Soedja’; dan
  4. H.B. Muhammadiyah Bahagian Taman Poestaka, diketuai oleh sdr. H.M. Mochtar.

Ketika M. Hisjam dilantik dan ditanya pimpinan rencana apa yang akan diperbuatnya, Ketua Bahagian Sekolahan itu menjawab sebagai berikut:

“Bahwa saja akan membawa kawan-kawan kita pengurus bahagian sekolahan berusaha memadjukan pendidikan dan pengadjaran sampai dapat menegakan gedung Universiteit Muhammadijahm jang megah untuk mentjitak serdjana-serdjana Islam dan mahaguru-mahaguru Muhammadijah guna kepentingan umat Islam pada umumnja dan Muhammadijah pada chususnya.” [25]

Rencana Bahagian Sekolahan tersebut mendapat sambutan gembira dari para anggota Bahagian Tabligh, dan Bahagian Taman Pustaka yang hadir waktu itu. Namun ketika Suja’ selaku Ketua Bahagian PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) menggagas tentang rencana mendirikan Hospital (Rumah Sakit), Armeinhais (Rumah Miskin), dan Weeshuis (Rumah Yatim) justru disambut dengan tertawa bernada ejekan. Suja’ sampai meminta waktu kepada pimpinan sidang, Kyai Dahlan, untuk menjelaskan rencana anehnya itu agar dipahami oleh anggota pertemuan Muhammadiyah. Dalam penjelasan panjang lebar, Suja’ memberikan argumentasi antara lain sebagai berikut:

“…..Dalam Al-Qur’an dapat kita lihat masih tertjantum Surat Al-Ma’un dengan njata dan lengkap, tidak sehurufpun jang kurang sekalimatpun berobah arti dan ma’nanja pun tetap sedjak turun diwahjukan oleh Allah sampai kini tetap djuga. Meskipun kitab sutji Al-Qur’an sudah berabad abad dan Surat Al-Ma’un mendjadi batjaan hari-hari dalam sembahjang oleh ummat Islam Indonesia pada umumnja dan di Jogjakarta pada hususnja, namun sampai kini belum ada seorang dari ummat Islam jang mengambil perhatian akan isi intisarinja jang sangat penting itu untuk diamalkan dalam masjarakat. Banjak orang-orang di luar Islam (bukan orang Islam) jang sudah berbuat menjelenggarakan rumah-rumah Panti Asuhan untuk memelihara mereka sifakir miskin dan kanak-kanak jatim jang terlantar dengan tjara jang sebaik-baiknja, hanja karena terdorong dari rasa kemanusiaan sadja, tidak karena merasa tanggung djawab dalam masjarakat dan tanggung djawab di sisi Allah kelak di hari kemudian. Kalau mereka dapat berbuat karena berdasarkan kemanusiaan sadja, maka saja heran sekali kalau ummat Islam tidak berbuat. Padahal agama Islam adalah agama untuk manusia bukan untuk chalajak jang lain. Apakah kita bukan manusia? Kalau mereka dapat berbuat, kena apakah kita tidak dapat berbuat? Hum ridjal wa nahnu ridjal…”.[26]

Dinamika pertemuan atau persidangan Muhammadiyah tersebut menunjukkan proses yang cerdas, demokratis, tetapi sebuah ide baru kadang tidak dengan mudah dipahami umat kala itu. Namun pertemuan Muhammadiyah tersebut tetap memutuskan rencana sebagaimana diagendakan oleh Ketua-Ketua Bahagian Sekolahan, Tabilgh, PKO, dan Taman Pustaka, yang kemudian menjadi tonggak gerakan sosial Muhammadiyah dikemudian hari.

Haji Suja’ sendiri mengakui kendati dirinya sempat kecewa dengan tanggapan peserta pertemuan yang terkesan menyepelekan gagasan barunya, tetapi persidangan tersebut diakuinya sebagai peristiwa istimewa yang tidak pernah terlupakan dan menjadi tonggak bagi Muhammadiyah berikutnya. Dengan dibentuknya Bahagian-bahagian langkah Muhammadiyah semakin terorganisasi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.

Kyai Dahlan bersama delapan anggota H.B. Muhammadiyah semakin giat melakukan aktivitas terutama dalam menjalin hubungan dengan pemerintah, dengan organisasi lain, dan dengan daerah binaan baru. H.B. Muhammadiyah pada waktu itu memang berjumlah sembilan orang terdiri atas Kyai Dahlan sendiri sebagai Presiden atau Ketua, disusul oleh Abdullah Sirad sebagai sekretaris serta Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota.

Dalam perkembangan awal tersebut Muhammadiyah melakukan perluasan sasaran dan wilayah gerak organisasi ke luar Residensi Yogyakarta tetapi terkendala oleh Anggaran Dasar pertama yang memperoleh pengakuan pemerintah Hindia Belanda 15 Juni tahun 1914.

Pada waktu itu berdatangan tuntutan dari daerah-daerah di luar Yogyakarta yang menjadi donatur dan pembaca majalah Suara Muhammadiyah (Swara Moehammadijah) di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali yang mendukung dan bersetuju dengan Muhammadiyah untuk menyelenggarakan pengajian-pengajian yang akan menjadi anggota Muhammadiyah.

Selain itu, banyak anggota yang pindah ke luar Yogyakarta tetapi ingin tetap menjadi anggota dan melakukan kegiatan Muhammadiyah, namun terkendala oleh batasan wilayah Karesidensi Yogyakarta.

Animo calon anggota Muhammadiyah makin meluas terutama setelah mendengar pidato Kyai Ahmad Dahlan dalam rapat Boedi Oetomo di Kauman Yogyakarta pada tahun 1917 serta peranan Kyai Dahlan sebagai Komiaris dan Penasihat Urusan Agama di Sarekat Islam.[27]

Karena itu H.B. Muhammadiyah mengajukan perubahan Anggaran Dasar pada artikel 2 yang menyangkut wilayah sebaran, dengan artikel baru yaitu:

  1. memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda;
  2. memajukan dan menggembirakan cara hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada para anggotanya.

Usulan tersebut disetujui pemerintah Hindia Belanda dengan besluit nomor 40 tanggal 16 Agustus 1920. Perubahan artikel 4 dan lima dilakukan lagi yaitu mengubah dari ”Karesidensi Yogyakarta” menjadi ”di Hindia Belanda, yang memperoleh persetujuan dengan besluit nomor 36 tanggal 2 September 1921.

Persetujuan tersebut membuka peluang bagi masyarakat di seluruh wilayah Hindia Belanda untuk menjadi simpatisan dan anggota Muhammadiyah. Karena itu mengingat majalah Suara Muhammadiyah yang menjadi sarana perluasan Muhammadiyah waktu itu masih berbahasa Jawa diterbitkan dengan mengggunakan bahasa Melayu penyebaran informasi agama Islam dan Muhammadiyah secara lebih luas dan cepat ke seluruh wilayah tanah air.

Dengan demikian sejak tahun 1921 itulah terjadi perluasan anggota dan organisasi ke berbagai wilayah/daerah di Hindia Belanda. Sebelum perubahan Angggaran Dasar tahun 1914 yang membatasi Muhammadiyah hanya di wilayah Karesidensi Yogyakarta, pada waktu itu kegiatan Muhammadiyah dilakukan perkumpulan-perkumpulan yang melakukan kegiatan sebagaimana dilakukan oleh Muhammadiyah di Yogyakarta.

Perkumpulan-perkumpulan tersebut antara lain Sidiq Amanah Tabligh Fatahanah di Surakarta, Al-Hidayah di Garut Jawa Barat, Nurul Islam di Pekalongan, dan Al-Munir di Makassar Sulawesi Selatan. Tetapi setelah perubahan Anggaran Dasar sejak tahun 1921 terjadi perkembangan baru dengan perluasan anggota dan organisasi di seluruh Hindia Belanda.

Pada tahun 1921 terbentuk Cabang Muhammadiyah di Srandakan dan Imogiri (Yogyakarta), di Blora Jawa Tengah, dan Surabaya serta Kepanjen (Jawa Timur). Tahun 1922 terbentuk enam Cabang baru yaitu di Surakarta, Purwokerto, Pekalongan, dan Pekajanagan (Jawa Tengah), Garut (Jawa Barat), serta Batavia (Jakarta). Pada tahun 1923 terbentuk tiga Cabang baru yaitu di Purbalingga, Klaten, dan Balapulang semuanya di Jawa Tengah.

Cabang Muhammadiyah Tahun 1921-1923[28]
Tahun Nama Cabang Tanggal Berdiri
1921 1. Srandakan, Yogyakarta

2. Imogiri, Yogyakarta

3. Blora, Jawa Tengah

4. Surabaya, Jawa Timur

5. Kepanjen, Jawa Timur

26 Juni 1921

25 September1921

27 November 1921

27 November 1921

21 Desember 1921

1922 6. Surakarta, Jawa Tengah

7. Garut, Jawa Barat

8. Jakarta

9. Purwokerto, Jawa Tengah

10. Pekalongan, Jawa Tengah

11. Pekajangan, Jawa Tengah

25 Januari 1922

30 Maret 1922

9 Maret 1922

15 November 1922

26 November 1922

26 November 1922

1923 12. Purbalingga, Jawa Tengah

13. Klaten, Jawa Tengah

14. Balapulang, Jawa Tengah

25 November 1923

25 November 1923

25 November 1923

Pada waktu itu belum dibentuk Gerombolan atau Ranting Muhammadiyah yang berada di bawah Cabang. Perkembangan Cabang dan Gerombolan terjadi setelah era tahun 1923 pasca ditinggal Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Pada rentang tahun 1916 sampai 1922 terjadi pertambahan anggota Muhammadiyah yang cukup signifikan. Tahun 1916 hanya 149 anggota tetapi pada tahun 1922 menjadi 3346 anggota yang sifatnya aktif. Berdasarkan pekerjaan pada umumnya anggota Muhammadiyah waktu itu terdiri dari saudagar/pedagang (38,6%) dan pegawai/ pamong praja/guru (24,6%), disusul pegawai urusan agama (6%), buruh (19,4%), wartawan (11%), dan swasta (0,6%).

Pada masa 1920-1923 itu juga berkembang sekolah Muhammadiyah yaitu dibentuknya Sekolah Angka 2 di Kauman/Suranatan, Karangkajen, Pasargede/Kotagede, dan Lempuyangan; kemudian Sekolah Guru Qismul Arqa Kauman, Sekolah Agama di Suranatan, dan Sekolah Angka 1 HIS Met de Qur’an.

Siswa yang belajar di sekolah Muhammadiyah sampai tahun 1923 tercatat 1.084 orang. Mengingat animo dan jumlah siswa perempuan bertambah maka Siswa Praja yang mengkoordinasikan aktivitas para siswa sekolah-sekolah Muhammadiyah dibagi menjadi Siswa Praja Pria dan Siswa Praja Wanita, yang setiap satu minggu sekali menyelenggarakan latihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk kegiatan.

Pada tahun 1921 dibuka Pondok Muhammadiyah untuk tempat tinggal atau asrana siswa-siswi sekolah Muhammadiyah. Siswa laki-laki di Jayangprakosan dan dibina langsung oleh Kyai Dahlan, sedangkan siswa putri di rumah Kyai Dahlan dengan ibu asrama Nyai Dahlan sendiri.

Perkembangan berikutnya agar siswa-siswa itu terbina prestasi sekolahnya, maka dibuka dua asrama untuk siswa perempuan di Kauman dan untuk siswa laki-laki di Ngabean. Pada perkembangan berikutnya asrama Muhammadiyah tersebut tidak hanya menampung siswa-siswa sekolah Muhammadiyah tetapi juga berasal dari para siswa MULO dan AMS pemerintah serta Taman Siswa dengan bayaran yang lebih murah.[29]

Pada era awal kesadaran Muhammadiyah tentang tulis-menulis dan publikasi cukup tinggi dan merupakan hal yang terbilang cerdas untuk ukuran saat itu yang di kalangan umat Islam masih mengandalkan komunikasi langsung dan personal.[30]

Selain menerbitkan selebaran dan buku, pada tahun 1915 diterbitkan Majalah Soeara Moehammadijah yang berbahasa Jawa campuran bahasa Melayu yang diterbitkan Taman Pustaka Muhammadiyah. Pemimpin Redaksinya Fakhruddin, sosok muda yang cerdas, berani, dan penulis yang tajam yang sering mengkritik pemerintah Hindia Belanda, bahkan bersama Soerjopranoto sempat melakukan mobilisasi kaum buruh pabrik gula Madukismo untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial.

Kandungan isi Suara Muhammadiyah (SM) ialah pengajaran Agama Islam, berita Muhammadiyah, tanya jawab masalah, masalah organisasi, dan tulisan-tulisan lainnya. Majalah ini menjadi jembatan atau media yang cukup efektif dan tersebar bukan hanya di wilayah Yogyakarta tetapi juga ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Setelah tahun 1923 ketika Muhammadiyah telah menyebarluas ke wilayah lain Hindia Belanda, majalah ini menggunakan bahasa Melayu. Melalui SM itu ide-ide Muhammadiyah dipropagandakan atau disebarluaskan. Hal yang menarik melalui majalah tersebut seperti yang terbit pada nomor 3 tahun 1922, terdapat soal jawab mengenai ”apakah agama Islam cocok dengan akal pikiran manusia” dalam topik ”Agami-Nalar”.

Dalam rubrik tanya jawab berbahasa Jawa di SM nomor tersebut ditanyakan hubungan akal dan agama. Setelah redaksi menjelaskan bagaimana agama-agama lain banyak yang tak bersesuaian dengan akal pikiran manusia, akhirnya disimpulkan bahwa ”...Ananging agami Islam poeniko tamtoetjotjok kalijan ngakaling Manoengsa”, artinya ’’Tetapi agama Islam itu tentu cocok dengan akal pikiran manusia”.[31]

Muhammadiyah generasi awal setelah Kyai Dahlan wafat pada 23 Februari tahun 1923 terus berkembang ke seluruh tanah air. Dalam penyebaran Muhammadiyah yang pesat itu cukup besar peranan orang-orang Muhammadiyah dari Sumatera Barat dalam menyebarluaskan Muhammadiyah ke wilayah-wilayah Indonesia karena mobilitas sosialnya yang cukup tinggi.

Periode Kepemimpinan K.H. Ibrahim (1923 – 1932)

[sunting | sunting sumber]

Sebelum Kyai Haji Ahmad Dahlan wafat, ia berpesan kepada para sahabatnya agar tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada Kiai Haji Ibrahim, adik ipar KHA. Dahlan. Mula-mula K.H. Ibrahim yang terkenal sebagai ulama besar menyatakan tidak sanggup memikul beban yang demikian berat itu. Namun, atas desakan sahabat-sahabatnya agar amanat pendiri Muhammadiyah bisa dipenuhi, akhirnya dia bisa menerimanya. Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret 1923 dalam Rapat Tahunan Anggota Muhammadiyah sebagai Voorzitter Hoofdbestuur Moehammadijah Hindia Timur (Soedja‘, 1933: 232).[1]

Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.

Pada tahun 1923, Ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan mengundurkan diri karena tidak tahan menerima serangan kanan-kiri dari pihak-pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah kemudian digantikan Sutan Mansur. Sutan Mansur juga memimpin Muhammadiyah Cabang Pekajangan, Kedung Wuni, dan tetap aktif mengadakan tabligh dan menjadi guru agama.

Pada akhir 1925, Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di ranah Minang, Hoofdbestuur Muhammadiyah mengutus Sutan Mansur untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di bumi Minangkabau. Kepemimpinan dan cara berdakwah yang dilakukannya tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkem­bangan pesat.[2]

Pada tahun 1927, Fakhruddin dan Sutan Mansur melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Melalui kebijaksanaan dan kepiawaiannya dengan cara mendekati raja-raja yang berpengaruh di daerah setempat atau bahkan dengan menjadi montir, Muhammadiyah dapat didirikan di Kotaraja, Sigli, dan Lhokseumawe.

Pada tahun 1929, Muhammadiyah berhasil mendirikan Cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai.

Kongres Muhammadiyah ke-19 di Minangkabau (14-26 Maret 1930) memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil Hoofdbestuur Muhammadiyah yang dinamakan Konsul Muham­madiyah.

Pada 1932, Muhammadiyah telah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 HIS dan 25 Schakelschool.

Periode Kepemimpinan K.H. Hisyam (1932 – 1936)

[sunting | sunting sumber]

Kyai Haji Hisyam dipilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934. Ia adalah salah satu murid langsung K.H. Ahmad Dahlan, yang juga adalah seorang abdi dalem ulama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia memimpin Muhamadiyah hanya selama tiga tahun. Pertama kali ia dipilih dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934, kemudian dipilih lagi dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada tahun 1935, dan berikutnya dipilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.

Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarah­kan pada masalah pendidikan dan penga­jaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.

Pada periode kepemimpinan Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga tahun (volkschool atau sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana volkschool gubernemen. Setelah itu, dibuka pula vervolgschool Muhammadiyah sebagai lanjutannya. Dengan demikian, maka bermunculan volkschool dan vervolgschool Muhammadiyah di Indonesia, terutama di Jawa. Ketika pemerintah kolonial Belanda membuka standaardschool, yaitu sekolah dasar enam tahun, Muhammadiyah pun mendirikan sekolah yang semacam dengan itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandsche School Met de Qur’an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah mendirikan Hollands Inlandsche School Met de Bijbel.

Kebijakan K.H. Hisyam dalam memimpin Muhammadiyah saat itu diarahkan pada moder­nisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial. Ia berpikir bahwa masyarakat yang ingin putra-putrinya mendapatkan pendidikan umum tidak perlu harus memasukkannya ke sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial, karena Muhammadiyah sendiri telah mendirikan sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah, bahkan masih dapat pula dipelihara pendidikan agama bagi putra-putri mereka. Walaupun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah akhirnya banyak yang mendapatkan pengakuan dan persamaan dari pemerintah kolonial saat itu.

Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah K.H. Hisyam mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial dengan bersedia menerima bantuan keuangan dari pemerintah kolonial, walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tidak seimbang dengan bantuan pemerintah kepada sekolah-sekolah Kristen saat itu. Hal inilah yang menyebab­kan K.H. Hisyam dan Muhammadiyah mendapatkan kritikan keras dari Taman Siswa dan Syarikat Islam yang saat itu melancarkan politik non-kooperatif. Namun, Hisyam berpendirian bahwa subsidi pemerintah itu merupakan hasil pajak yang diperas dari masyarakat Indonesia, terutama ummat Islam. Dengan subsidi tersebut, Muhammadiyah bisa memanfaatkannya untuk membangun kemajuan bagi pendidikan Muhammadiyah yang pada akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik daripada menolaknya, karena jika subsidi tersebut ditolak, maka subsidi tersebut akan dialihkan pada sekolah-sekolah Kristen yang didirikan pemerintah kolonial yang hanya akan memperkuat posisi kolonialisme Belanda.

Di sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupa­kan lembaga pendidikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik, dan sekolah-sekolah Protestan. Berkat jasa-jasa K.H. Hisyam dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, ia mendapatkan penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa, yaitu Ridder Orde van Oranje Nassau. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam pendidikan Muhammadiyah yang dilakukannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.[3]

Periode Kepemimpinan K.H. Mas Mansur (1936 – 1942)

[sunting | sunting sumber]

Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada Oktober 1937, Mas Mansur resmi ditunjuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Di bawah kepemimpinan Mas Mansur, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat baik dalam dakwah, pendidikan, kaderisasi, maupun dalam pergerakan nasional.

Setelah menjadi Ketua PB Muhammadiyah, Mas Mansur mulai melakukan gebrakan politik yaitu dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Selain didominasi oleh aktivis Muhammadiyah, dalam MIAI juga ada Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasbullah yang keduanya tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

Pada tahun 1938, Mas Mansur memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Sukiman Wiryasanjaya. Menurut sebagian kalangan, pendirian ini dilakukan sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII).

Pada 19 Maret 1939, Mas Mansur dan R. Wiwoho mewakili partai tersebut untuk mendirikan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) bersama kaum pergerakan kebangsaan di Jakarta.

Sebagai organisasi federasi partai politik, GAPI secara aktif menuntut kepada Hindia Belanda untuk menerapkan pemerintahan demokratis bagi Indonesia. Berdasarkan anggaran dasar organisasinya, GAPI memiliki tujuan untuk: Menyatukan partai politik Indonesia dalam perjuangan kedaulatan pemerintahan Indonesia; Demokratisasi pemerintahan Indonesia; Mencegah konflik antar partai politik Indonesia dalam melakukan perjuangan kemerdekaan.

Mas Mansur pernah menolak tawaran menjadi Ketua Hod van Islamietische Zaken, yaitu lembaga yang bertugas memberikan nasihat-nasihat keagamaan Islam kepada Pemerintah Hindia Belanda. Meski akan memperoleh gaji sebesar seribu gulden setiap bulan, setara gaji bupati kala itu, ia tetap tegak pada pendirian tidak ingin menjadi alat pemerintahan penjajah. [4]

Dalam periode ini dirumuskan “Masalah Lima” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “Langkah Dua Belas”:

Sukarno aktif menjadi Ketua Majelis Pengajaran Muhammadiyah dan Direktur Sekolah Menengah Muhammadiyah Bengkulu ketika menjalani pengasingan dari Ende ke Bengkulu pada 14 Februari 1938.

Sukarno mendebat penggunaan tabir di suatu rapat Muhammadiyah Bengkulu pada bulan Januari 1939. Sikap protes Sukarno ditunjukkan dengan cara walk out (meninggalkan) rapat tersebut.

Dalam protesnya, Sukarno menganggap penggunaan tabir melambangkan cara pandang Islam yang mundur. Tabir sendiri adalah pembatas perempuan dan laki-laki yang membuat jamaah perempuan tidak dapat melihat penceramaah atau jamaah lain dari lawan jenis.

pasca kejadian itu, Sukarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah Haji Syudjak dan Samaun Bakri. Keduanya sepakat dengan pandangan Sukarno. Haji Syudjak sendiri menyebut tabir memang tidak diperlukan dalam rapat Muhammadiyah, karena Kiai Ahmad Dahlan pun berpendapat demikian.

Protes Sukarno terhadap masalah tabir nyatanya karena Sukarno menaruh harapan besar untuk agar Muhammadiyah berhasil mengangkat umat dari pandangan kolot yang membelenggu untuk maju. Pada wawancara dengan koresponden Surat Kabar Antara yang dimuat di Surat Kabar Pandji Islam tahun itu, Sukarno berkata:

“… Saya adalah murid dari Historische School van Marx. Hal tabir itu saya pandang historisch pula, zuiver onpersoonlijk (bukan hal personal). Tampaknya seperti soal kecil, soal kain yang remeh. Tapi pada hakekatnya, soal mahabesar dan mahapenting, soal yang mengenai segenap maatsschappelijke positie (posisi sosial) kaum perempuan. Saya ulangi: tabir ialah simbol dari perbudakan kaum perempuan! Meniadakan perbudakan itu adalah pula satu historische plicht (tugas sejarah)!”

Tak cukup dengan uraian dari Haji Syudjak yang dikenal sebagai periwayat KH. Ahmad Dahlan, Sukarno meminta ketegasan soal hukum Islam dan pandangan Muhammadiyah ke tokoh Muhammadiyah lain yang juga sahabatnya, Kiai Haji Mas Mansur.

Dalam pandangannya Sukarno menganggap perintah Allah menundukkan pandangan (ghaddul bashar) sudah cukup sebagai pedoman dalam relasi muamalah laki-laki dan perempuan sehingga tidak perlu tambahan seperti tabir yang justru membuat perempuan terkungkung.

Surat Terbuka Sukarno bertajuk “Minta Hukum yang Pasti dalam Soal ‘Tabir” dimuat dalam bukunya, Di Bawah Bendera Revolusi (1959).

Kejadian lain pada periode ini, Pada Mei tahun 1940, Kasman singodimejo masuk penjara setelah meneriakkan kalimat “Untuk Indonesia Merdeka!” di ujung pidato dalam Konferensi Muhammadiyah se-Jawa Barat di Bogor.

Ketika Jepang menggantikan kekuasaan Belanda atas Nusantara, tepatnya pada tanggal 16 April 1943, dibentuklah organisasi yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di Lapangan Ikada, Jakarta.

Mas Mansoer bersama dengan Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantoro ditunjuk sebagai pimpinan PUTERA yang kemudian dikenal dengan sebutan Empat Serangkai. Keempat tokoh ini dianggap Jepang sebagai kelompok yang paling berpengaruh di Indonesia.

Keterlibatannya dalam Empat Serangkai mengharuskan Mas Mansoer pindah ke Jakarta, sehingga Ketua PB Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo.

Kepemimpinan Ki Bagus Hadi Kusumo (1944-1955)

[sunting | sunting sumber]

Munculnya Ki Bagus Hadikusumo sebagai Ketua PB Muhammadiyah adalah pada saat terjadi pergo­lakan politik internasional, yaitu pecahnya perang dunia II. Kendati Ki Bagus Hadikusuma menyatakan ketidaksediaannya sebagai Wakil Ketua PB Muham­madiyah ketika diminta oleh Mas Mansur pada Kongres ke-26 tahun 1937 di Yogyakarta, ia tetap tidak bisa mengelak memenuhi panggilan tugas untuk menjadi Ketua PB Muhammadiyah ketika Mas Mansur dipaksa menjadi anggota pengurus Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) di Jakarta pada tahun 1942.[5]

Pada 10 November 1943, Ki Bagus Hadikusumo, Soekarno dan Moh. Hatta mendapatkan undangan menghadap Kaisar Jepang. Kunjungan tiga delegasi Indonesia ke Jepang tersebut berjalan selama 17 hari. Pertemuan utamanya dilakukan untuk mempercepat proses kemerdekaan Indonesia.

Setelah sampai di Jepang, tiga utusan Indonesia ini diminta mengikuti sembahyang di Kuil upacara termulia bersama Kaisar Jepang. Salah satu rukun upacara sakral itu adalah harus meminum air sake (arak) dalam cangkir.

Ki Bagus Hadikusumo tidak mau minum sakai [sake, red] karena ajaran agama Islam mengharamkan minuman keras. Kemudian, Ki Bagus Hadikusumo menumpahkan arak itu ke lantai (karena tangannya gemetar). Tentu saja hadirin menjadi berdebar-debar, termasuk pembesar-pembesar militer Jepang,

Kekhawatiran hadirin tentu saja berkaitan dengan sikap keras prajurit Jepang untuk memenggal siapa pun yang menolak perintah. Apalagi yang ditolak Ki Bagus bukan permintaan biasa, melainkan dari seorang Kaisar.

Ki Bagus Hadikusumo menjelaskan alasannya menolak minum sake kepada Kaisar dan pejabat militer Jepang.

Atas kepandaiannya memberi penjelasan, Kaisar Hirohito pun tidak marah dan merasa takjub sehingga menghadiahkan cangkir dan cawan yang dipakai tempat Sake kepada Ki Bagus Hadikusumo.

Tak hanya mendapatkan hadian cawan, Ki Bagus Hadikusumo bersama Soekarno dan Hatta mendapatkan kehormatan untuk bertemu langsung dan berjabatan tangan dengan Kaisar.

Ki Bagus, Soekarno dan Hatta juga mendapatkan penghargaan Bintang Ratna Suci dari Kaisar. Soekarno mendapatkan lencana kelas dua (Kun Nito Juiho-Sho), sementara Ki Bagus Hadikusumo dan Hatta mendapatkan lencana kelas tiga (Kun Santo Juiho-Sho).[6]

Ki Bagus Hadikusuma gigih menentang instruksi “Sei Kerei” dari Jepang. Sei Kerei adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”. Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.

Melalui debat yang seru dengan Pemerintah Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara Sei Kerei. Ki Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan Penasehat Pusat) buatan Jepang.

Memasuki masa orde lama awal, Persyarikatan Muhammadiyah masih berada dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo.

Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada Sidang kedua BPUPKI 10-17 Juli 1945, salah satu hal yang menyita perhatian adalah upaya Ki Bagus untuk meminta Ketua Panitia UUD Ir. Soekarno mengubah frasa dalam bagian akhir naskah preambul Pernyataan Kemerdekaan yang berbunyi “Dengan berdasar kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk diperjelas menjadi “Berdasar kepada Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” atau dihilangkan sama sekali. Soekarno bergeming untuk menerima usulan Ki Bagus yang disampaikan beberapa kali.[7]

Sambil menggebrak meja, anggota BPUPKI lainnya Abdul Kahar Muzakir mendukung pernyataan Ki Bagus agar potensi mudharat atas kalimat tersebut dipertimbangkan sebaik mungkin. Tujuan Ki Bagus semata demi menjaga rasa keadilan di antara umat beragama dan menjaga persatuan bangsa Indonesia, selain menghindari kesan yang tidak baik dan adanya infiltrasi dari agen-agen musuh meski pada akhirnya, usulan tersebut tidak diterima dan perdebatan diakhiri pada 16 Juli 1945, demikian yang tercatat dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (1995).

Bagaimanapun Ki Bagus tetaplah murid KH Ahmad Dahlan yang ingin memperjuangkan aspirasi hukum Islam di dalam negara sebagaimana yang telah dilakukannya dewan Priestraad Hindia-Belanda, meneruskan perjuangan gurunya. Dirasa tidak ada jalan lain untuk meninggikan kedudukan Hukum Islam, Ki Bagus akhirnya menerima tujuh kata yang pada awalnya tidak disepakatinya tersebut dan berusaha mempertahankannya. Konsekuensi yang tidak diinginkannya justru datang satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia menjelang penetapan UUD oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Pernyataan tersebut dianggap menusuk hati orang non-muslim meskipun salah satu anggota Panitia Sembilan yang beragama Kristen, AA Maramis tidak merasa demikian dan mengganggap wajar bagi Indonesia yang 90 persen penduduknya adalah umat Islam. Tidak tanggung-tanggung, ancaman yang diberikan jika pemerintah tidak menghapus kalimat tersebut adalah lepasnya wilayah timur dari Republik Indonesia. Dalam suasana yang genting sehari setelah Kemerdekaan, kunci utama untuk memperbolehkan tujuh kata yang telah disepakati apakah boleh dihapus atau tidak adalah Ki Bagus Hadikusumo.

Soekarno mengutus Hatta dan Mr. Teuku Mohammad Hasan untuk menemui Ki Bagus yang pada akhirnya pulang dengan tangan kosong, menyusul demikian KH Wahid Hasyim yang bernasib sama. Ki Bagus pada akhirnya luluh setelah Kasman Singodimedjo datang membujuk dalam bahasa Jawa halus.

“Kalau bangsa Indonesia, terutama pemimpin-pemimpinnya cekcok, lantas bagaimana?”, “Kiai, tidakkah bijaksana jikalau kita sekarang sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yakni menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita kita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil, makmur, tenang, tenteram, diridhai Allah swt,” dan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu pun dihapus.[8]

Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain, Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik, “Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tahun 1945, masalah utama yang tersisa adalah pengakuan kedaulatan. Tanpa pengakuan dari negara lain yang telah berdaulat, proklamasi sebuah bangsa dianggap tidak berkekuatan hukum di mata internasional, hanya dianggap main-main belaka.

Memenuhi kebutuhan itu, tiga tokoh Muhammadiyah yakni Haji Agus Salim (ketua), H.M. Rasjidi, A. R Baswedan bertandang ke dunia Arab sebagai tim delegasi Pemerintah Indonesia. Selain tiga nama tersebut, turut bergabung Nazir St. Pamuntjak dan Abdul Kadir sebagai anggota. Misi diplomatik yang dilakukan selama April-Juli 1947 itu berhasil menggaet dukungan dari Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman. [9]

Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952, ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.

Kasman menyesal karena tidak terwujudnya janji yang dia jaminkan kepada Ketua PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo saat merayunya mau menghapus tujuh kata Piagam Jakarta.

Soekarno sendiri menjanjikan akan mengakomodir kembali tujuh kata itu dalam sidang MPR pada Februari 1946. Hingga Ki Bagus wafat pada 4 November 1954, janji tersebut belum terwujud meski Kasman menagih secara keras pada Sidang Konstituante 2 Desember 1957, termasuk hingga wafatnya Soekarno pada tahun 1970.

“Sayalah yang bertanggung jawab dalam masalah ini, dan semoga Allah mengampuni dosa saya,” ucap Kasman sambil menangis di depan anggota Muhammadiyah Lukman Harun.[10]

Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959)

[sunting | sunting sumber]

Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Yogyakarta, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.

Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader handal.

Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.[32]

Periode Kepemimpinan H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)

[sunting | sunting sumber]

Pembubaran Masyumi membawa implikasi buruk terhadap ummat Islam. Ummat Islam nyaris tidak terwakili di parlemen (DPR GR). Dalam kondisi demikian itu, Yunus Anis kemudian diminta oleh berbagai kalangan, termasuk A.H. Nasution, agar bersedia menjadi anggota DPR GR yang sedang disusun Presiden Soekarno. Kesediaannya menjadi anggota DPR GR sebenarnya mengundang banyak kritik dari tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya, sebab disadari Muhammadiyah saat itu tidak mendukung kebijakan Presiden Soekarno yang membubarkan Masyumi, serta bertindak secara otoriter menyusun anggota parlemen. Namun, kritik itu dijawabnya dengan ungkapan sederhana: bahwa keterlibatannya dalam DPR GR bukanlah untuk kepentingan politik jangka pendek, melainkan untuk kepentingan jangka panjang. Yakni, mewakili ummat Islam yang nyaris tidak terwakili dalam parlemen.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai era berlakunya kembali UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kemudian menyulut timbulnya berbagai macam peristiwa politik yang tidak sehat. Tak sedikit manuver dan intrik dilakukan oleh partai politik, terutama Partai Komunis Indonesia yang sangat membahayakan bagi instabilitas kondisi politik Tanah Air saat itu. Dalam situasi seperti itulah Yunus Anis terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muham­madiyah periode 1959-1962 pada Muktamar Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta.

Selama periode kepemimpinannya, Yunus Anis mengawal gagasan tentang Kepribadian Muhammadiyah. Perumusan tersebut digarap oleh sebuah tim yang dipimpin oleh K.H. Faqih Usman, dan akan diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 yang bertepatan dengan setengah abad Muhammadiyah.[11]

Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)

[sunting | sunting sumber]

K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno tahun 1965.[33]

Citra politik Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Badawi memang sedang tersudut, karena banyaknya anggota Muhammadiyah yang menjadi anggota dan pengurus Masyumi yang saat itu sedang menjadi target penghancuran oleh rezim Orde Lama. Citra ini memang sengaja dihembus-hembuskan oleh PKI, bahwa Muhammadiyah dituduh anti-Pancasila, anti-NASAKOM, dan pewaris DI/TII. Muhammadiyah pada saat itu berhadapan dengan adanya banyak tekanan politik masa Orde Lama.

Menghadapi realitas politik seperti itu, Muhammadiyah akhirnya dipaksa berhadapan dengan urusan-urusan politik praktis. Muham­madiyah sendiri kurang leluasa dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan sistem politik yang dibangun Orde Lama. Akhirnya, Muhammadiyah mengambil kebijakan politik untuk turut serta terlibat dalam urusan-urusan kenegaraan. Meski demikian, realitas menunjukkan bahwa Muham­madiyah hanya mampu mengerem laju pengaruh komunis di masa Orde Lama yang kurang mengedepankan nilai agama dan moralitas bangsa.

Kebijakan Muhammadiyah seperti itu akhirnya membawa kedekatan Badawi dengan Presiden Soekarno. Semenjak 1963, Badawi diangkat menjadi Penasehat Pribadi Presiden di bidang agama. Perlu diperhatikan bahwa kedekatan Badawi dengan Soekarno bukan untuk mencari muka Muhammadiyah di mata Presiden. KHA. Badawi sangat bijak dan pintar dalam melobi Presiden dengan nuansa agamis. KHA. Badawi tidak menjilat atau menjadi antek Soekarno, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lain. Ia memiliki prinsip agama yang kuat, sehingga Muhammadiyah mengamanatkan kepadanya untuk mendekati Soekarno. Kedekatan ini juga dirasakan oleh Soekarno, bahwa dirinya sangat memerlukan nasehat-nasehat agama. Oleh karenanya, bila KHA. Badawi memberikan masukan-masukan yang disampaikan secara bijak, Soekarno sangat memperhatikannya. Bahkan para menterinya pun diminta turut memperhatikan fatwa Kiai Badawi.

Bagi Muhammadiyah, keadaan ini sangat menguntungkan. Fitnahan terhadap Muhammadiyah yang terus jalan harus diimbangi dengan upaya mengikisnya. Soekarno sendiri sadar bahwa Muhammadiyah pada masa itu senafas dan seirama dengan Masyumi, namun ia tetap membutuhkan kehadiran Muhammadiyah. Bahkan Soekarno sepertinya semakin menyukainya untuk balance of power policy (PP. Muhammadiyah, t.t., halaman 6). Iktikad baik Soekarno ini menunjukkan bahwa dirinya sangat memerlukan kehadiran Muham­madiyah untuk mengimbangi keberadaan PNI, NU, dan PKI yang dirasanya lebih dekat.

Nasehat-nasehat politik yang diberikan Badawi sangat berbobot dipandang dari kacamata Islam. Secara relatif KHA. Badawi bisa mengendalikan Presiden Soekarno agar tidak terseret terlalu jauh oleh pengaruh komunis yang menggerogoti­nya. Siraman rohani kepada Soekarno disampaikan oleh Kiai Badawi tidak terikat oleh ruang dan waktu. Di mana ada kesempatan, Kiai Badawi memberikan nasehatnya kepada Presiden.[12]

Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpas G.30 S/PKI.

Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan fungsi politik dapat duduk dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga ada yang didudukkan dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda, Muhammadiyah kembali pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.

Periode K.H. Faqih Usman (1968-1971)

[sunting | sunting sumber]

K.H Faqih Usman dikukuhkan sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta untuk periode 1968-1971. Namun, jabatan itu sempat diemban hanya beberapa hari saja, karena ia segera dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa pada tanggal 3 Oktober 1968. Selanjutnya kepemimpinan Muhammadiyah dilanjutkan oleh Abdul Rozak Fachruddin yang masih sangat muda.[13]

Periode K.H. Abdur Rozak Fachrudin (1968 – 1990)

[sunting | sunting sumber]

Pak AR menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak tahun 1968 setelah di-fait accomply untuk menjadi Pejabat Ketua PP Muhammadiyah sehubungan dengan wafatnya K.H. Faqih Usman. Dalam Sidang Tanwir di Ponorogo (Jawa Timur) pada tahun 1969, akhirnya Pak AR dikukuhkan menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Makassar pada tahun 1971. Sejak saat itu ia terpilih secara berturut-turut dalam empat kali Muktamar Muhammadiyah berikutnya untuk periode 1971-1974, 1974-1978, 1978-1985 dan terakhir 1985-1990.[14]

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tanggal 16-20 Desember 1981 di Yogyakarta, Muhammadiyah mendukung penuh kebijakan pemerintah yang melarang pembuatan dan penjualan minuman keras.[15]

Periode K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA (1990 – 1995)

[sunting | sunting sumber]

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta tahun 1995, Azhar Basyir terpilih sebagai Ketua Muhammadiyah menggantikan KH AR Fakhruddin. Berkenaan dengan dimensi tasawuf dalam Muhammadiyah, Azhar Basyir menyatakan bahwa Muhammadiyah juga menganut tasawuf, seperti yang ditulis Buya Hamka dalam buku Tasauf Modern. Menurutnya, orang dapat saja melakukan kegiatan yang berorientasi dunia tanpa meninggalkan dzikir.

Dapatlah dikata, Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual. Oleh karenanya, Muhammadiyah di bawah kepemimpinannya cukup intens memunculkan kegiatan yang berbentuk pengajian dan kajian dalam mengurai berbagai persoalan keummatan dan pemikiran keislaman.

Periode Amien Rais (1990 – 1995)

[sunting | sunting sumber]

Periode Buya Syafii Maarif (1998 – 2005)

[sunting | sunting sumber]

Buya Syafii Maarif menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah selama tujuh tahun dari 1998-2005.

Periode Din Syamsudin (2005 – 2015)

[sunting | sunting sumber]

Periode Haedar Nashir (2015 – 2024)

[sunting | sunting sumber]

Muktamar 2015 – 2020 (Diperpanjang sampai 2022)

[sunting | sunting sumber]

Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Syawal 1436 H bertepatan dengan 3-7 Agustus 2015 M bertempat di Kota Makassar mengesahkan hasil pemilihan Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 - 2020 sebanyak 13 orang dari hasil pemilihan 39 calon yang diajukan oleh Tanwir, sesuai urutan perolehan suara, sebagai berikut:

Perolehan Suara Muktamar Muhammadiyah
No Nama Suara
1 Dr. H. Haedar Nashir, M.Si 1947
2 Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag. 1928
3 Drs. H. A. Dahlan Rais, M.Hum. 1827
4 Dr. H. M. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum. 1811
5 Dr. H. Abdul Mu`ti, M.Ed. 1802
6 Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag. 1436
7 Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.A.P. 1279
8 Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni. 1198
9 Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. 1146
10 Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd. 1051
11 Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. 1049
12 Drs. H. M. Goodwill Zubir 1085
13 Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, M.A. 968

Kemudian menetapkan Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 – 2020, dan Mengumumkan Dr. H. Abdul Mu`ti, M.Ed. sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015 – 2020.

Muktamar 2020 – 2024

[sunting | sunting sumber]

Prof Dr Haedar Nashir terpilih menjadi ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode kedua secara aklamasi melalui Muktamar Muhammadiyah ke-48.[34]

Doktrin sentral Muhammadiyah adalah Islam Sunni (ahlussunnah wal-jama'ah). Namun, organisasi ini menekankan otoritas al-Qur'an dan Hadis sebagai hukum Islam tertinggi yang berfungsi sebagai dasar yang sah dari interpretasi keyakinan agama dan praktik. Ini kontras dengan praktik tradisional dengan ditanamkannya hukum syariah dalam mazhab-mazhab agama oleh para ulama. Fokus utama gerakan Muhammadiyah adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab moral masyarakat, menyucikan iman mereka ke Islam yang benar. Secara teologis, Muhammadiyah menganut doktrin Salafiyah; menyerukan secara langsung kembali ke al-Qur'an dan Sunnah dan pemahaman para imam-imam Salaf (generasi awal), termasuk eponim dari empat Mazhab Sunni. Ini menganjurkan pemurnian iman dari berbagai adat istiadat setempat yang mereka anggap sebagai bentuk takhayul, sesat, dan syirik. Muhammadiyah secara langsung menelusuri warisan keilmuannya pada ajaran Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M / 1354 H), Muhammad bin 'Abdul Wahhab (w. 1792 / 1206 H), dan para teolog abad pertengahan seperti Ahmad Ibnu Taimiyyah (w. 1328 M / 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 1350 / 751 H).[35][36]

Muhammadiyah sangat menentang sinkretisme Islam dengan animisme (pemujaan roh) pada zaman sejarah penyebaran Islam di Nusantara dan tidak mengakui unsur Hindu-Buddha dan kepercayaan lokal yang tersebar di kalangan masyarakat dari masa pra-Islam. Muhammadiyah juga menentang tradisi Sufisme yang memungkinkan seorang pemimpin sufi menjadi otoritas formal atas umat Islam. Pada tahun 2006, organisasi tersebut dikatakan telah "belok tajam ke arah Islam yang lebih konservatif" di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin ketua Majelis Ulama Indonesia.[37] Namun, beberapa faksi Muhammadiyah cenderung mendukung gerakan modernis dari Muhammad 'Abduh daripada Doktrin Salafi dari Rasyīd Rîdá; yang dideskripsikan sebagai "kaku dan konservatif".[38]

Aktivitas

[sunting | sunting sumber]

Muhammadiyah tercatat sebagai organisasi Reformisme adalah keyakinan bahwa perubahan secara bertahap melalui serta di dalam institusi yang ada, secara pasti dapat mengubah sistem ekonomi dan struktur politik fundamental masyarakat. Kegiatan utamanya adalah pengamalan dan pendidikan agama. Ia telah membangun sekolah Islam modern, berbeda dari pesantren tradisional. Beberapa sekolahnya juga terbuka untuk non-Muslim.[39] Pada tahun 2006 ada sekitar 5.754 sekolah milik Muhammadiyah.[40]

Muhammadiyah juga berfungsi sebagai organisasi amal yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Pada 2016, memiliki beberapa ratus klinik dan rumah sakit nirlaba di seluruh Indonesia.[3] Pada 2006, aktif mengkampanyekan bahaya flu burung di Indonesia.[41]

Organisasi

[sunting | sunting sumber]

Kelembagaan

[sunting | sunting sumber]
  1. Pimpinan Pusat, Kantor pengurus pusat Muhammadiyah awalnya berada di Yogyakarta. Namun pada tahun 1970, komite-komite pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan berpindah ke kantor di ibu kota Jakarta.[42] Struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010–2015 terdiri dari lima orang penasihat, seorang ketua umum yang dibantu dua belas orang ketua lainnya, seorang sekretaris umum dengan dua anggota, seorang bendahara umum dengan seorang anggotanya.
  2. Pimpinan Wilayah, setingkat provinsi, terdapat 35 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dari 38 Provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
  3. Pimpinan Daerah, setingkat kabupaten/kota, terdapat 475 Pimpinan Daerah Muhammadiyah dari 514 Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia.
  4. Pimpinan Cabang, setingkat kecamatan, terdapat 3.947 Pimpinan Cabang Muhammadiyah dari 7.277 Kecamatan di seluruh wilayah Indonesia.
  5. Pimpinan Ranting, setingkat Desa/Kelurahan, terdapat 14.670 Pimpinan Ranting Muhammadiyah dari 83.763 Desa/Kelurahan di seluruh wilayah Indonesia.
  6. Pimpinan Cabang Istimewa, untuk luar negeri, terdapat 30 Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah dari 195 Negara di seluruh Dunia.

Pembantu Pimpinan Persyarikatan

[sunting | sunting sumber]
  1. Majelis
    • Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT)
    • Majelis Tabligh (MT)
    • Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (DIKTILITBANG)
    • Majelis Pendidikan Dasar, Menengah dan Pendidikan Nonformal (MPDM-NF)
    • Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPK-SDI)
    • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS)
    • Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP)
    • Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
    • Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
    • Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
    • Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
    • Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH)
    • Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW)
  2. Lembaga
    • Lembaga Pengembangan Cabang/Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM)
    • Lembaga Pengembangan Pesantren (LPP)
    • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS)
    • Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan (LPPK)
    • Lembaga Seni Budaya (LSB)
    • Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) / Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
    • Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu)[43]
    • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP)
    • Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO)
    • Lembaga Hubungan dan Kerja Sama International (LHKSI)
    • Lembaga Dakwah Komunitas (LDK)
    • Lembaga Pemeriksaan Halal dan Kajian Halalan Thayyiban (LPH-KHT)
    • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU)
  3. Biro
    • Biro Pengembangan Organisasi (BPO)
    • Biro Pengelolaan Keuangan (BPK)
    • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum (BKPU)
  4. Televisi Organisasi

Organisasi otonom

[sunting | sunting sumber]

Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:[44]

  1. 'Aisyiyah (Wanita Muhammadiyah)
  2. Pemuda Muhammadiyah (PM)
  3. Nasyiatul Aisyiyah (NA/Puteri Muhammadiyah)
  4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
  5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
  6. Hizbul Wathan (Gerakan kepanduan)
  7. Tapak Suci Putera Muhammadiyah (Perguruan silat/Putera Muhammadiyah)

Komunitas/Gerakan Kultural

[sunting | sunting sumber]
  1. Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), Pemuda Muhammadiyah
  2. Kader Hijau Muhammadiyah (KHM)
  3. Eco Bhinneka Muhammadiyah
  4. Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana) Diarsipkan 2022-07-03 di Wayback Machine., Universitas Muhammadiyah Malang
  5. Relawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
  6. Mahasiswa Tanggap Bencana (Matana), Universitas Muhammadiyah Surabaya
  7. Search & Rescue Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI)
  8. Green Muhammadiyah

Badan Khusus

[sunting | sunting sumber]
  • Pusat Syiar Digital Muhammadiyah (PSDM)
  • Muhammadiyah Aid
  • Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC)
    Peta negara-negara yang terdapat Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah

Cabang Istimewa Luar Negeri

[sunting | sunting sumber]
  • Benua Asia
    1. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Pakistan (2004)
    2. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Iran (2005)
    3. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia (2007)
    4. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Jepang (2008)
    5. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Irak (2009)
    6. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Yordania (2010)
    7. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Taiwan (2014)
    8. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok (2015)
    9. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Korea Selatan (2016)
    10. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Arab Saudi (2017)
    11. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah India (2018)
    12. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Yaman (2019)
    13. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Thailand (2021)
    14. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Kuwait (2022)
    15. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Timor Leste (2023)
  • Benua Eropa
    1. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Belanda (2006)
    2. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Jerman Raya (2007)[a]
    3. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Prancis (2007)
    4. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya (2009)
    5. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Rusia (2012)
    6. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Turki (2016)
    7. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Spanyol (2020)
    8. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Hungaria (2021)
  • Benua Afrika
    1. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Mesir (2002)
    2. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Sudan (2006)
    3. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Libya (2007)
    4. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tunisia (2015)
    5. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Maroko (2018)
  • Benua Amerika
    1. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Amerika Serikat (2008)
  • Benua Australia & Oseania
    1. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Australia (2007)
    2. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Selandia Baru (2023)

Sister Organisasi (SO)

[sunting | sunting sumber]
  1. Muhammadiyah Filipina
  2. Muhammadiyah Vietnam
  3. Muhammadiyah Kamboja
  4. Muhammadiyah Nigeria
  5. Muhammadiyah Uganda
  6. Muhammadiyah Singapura
  7. Muhammadiyah Mauritius
  8. Muhammadiyah Laos
  9. Muhammadiyah Brunei Darussalam
  10. Muhammadiyah Lebanon

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

[sunting | sunting sumber]

Amal usaha

[sunting | sunting sumber]
  • Pendidikan[46]
    1. Sekolah luar biasa (SLB) Muhammadiyah berjumlah 71.
    2. TK/TPQ Muhammadiyah berjumlah 22.000.
    3. SD/MI Muhammadiyah berjumlah 2.766.
    4. SMP/MTs Muhammadiyah berjumlah 1.826.
    5. SMA/SMK/MA Muhammadiyah berjumlah 1.407.
    6. Pondok Pesantren Muhammadiyah berjumlah 440.
    7. Perguruan Tinggi Muhammadiyah berjumlah 173.
  • Kesehatan:
    1. Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/Aisyiyah berjumlah 120.
    2. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 57.
    3. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 120.
    4. Balai Pengobatan berjumlah 122.
    5. Apotek berjumlah 154.
    6. Klinik Kesehatan 248.
    7. Rehabilitasi Cacat 82.
  • Sosial
    1. Panti Asuhan 1.012.
    2. Panti Jompo 54.
    3. Balai Kesejahteraan Sosial berjumlah 23.
    4. Santunan (keluarga, wreda/manula, kematian) berjumlah 30.
    5. BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah) berjumlah 378.
  • Ekonomi
    1. Baitut Tamwil Muhammadiyah berjumlah 132.
    2. Perusahaan 27.
    3. Koperasi/Bank Syari'ah Muhammadiyah berjumlah 762.
  • Agama
    1. Masjid berjumlah 11.473.
    2. Musholla berjumlah 8.725.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b www.muhammadiyah.or.id. "Kantor"
  2. ^ Nashir M. Si, Dr. H Haidar (2015). MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT. Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102 Jawa Tengah – Indonesia: Muhammadiyah University Press. hlm. 94. ISBN 978-602-361-013-6. From aqidah standpoints, Muhammadiyah may adhere Salafi , as stated by Tarjih in Himpinan Putusan Tarjih (wy: 11), that Muhammadiyah promotes the belief principles referring to the Salaf (al-fi rqat al-najat min al-Salaf). 
  3. ^ a b c A. Jalil Hamid, Tackle the rising cost of living longer . New Straits Times, 30 October 2016. Accessed 1 November 2016.
  4. ^ Nashir, Haedar (2016). Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. hlm. 15. ISBN 978-979-3708-76-8. 
  5. ^ a b "Muhammadiyah". Div. of Religion and Philosophy, St. Martin College, UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-14. Diakses tanggal 2008-08-28. 
  6. ^ Muhtaroom, Ali (August 2017). "STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION". Ilmia Islam Futuria. 17 (1): 73–95 – via Research Gate. organizations such as Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad has an important role in the development of Salafism in Indonesia. 
  7. ^ https://rasindonews.wordpress.com/2022/05/12/7-perbedaan-islam-dan-islam-syiah/
  8. ^ a b Abu Zayd, Nasr (2006). Reformation of Islamic Thought. Amsterdam University Press. ISBN 9789053568286. Diakses tanggal 20 April 2016. 
  9. ^ Pieternella van Doorn-Harder, WOMEN SHAPING ISLAM: Reading the Qu'ran in Indonesia, pg .95. Champaign: University of Illinois Press, 2010. ISBN 9780252092718
  10. ^ https://rasindonews.wordpress.com/2022/04/20/muhammadiyah-2/
  11. ^ https://rasindogroup.com/muhammadiyah/
  12. ^ Burhani (2005), hlm. 101.
  13. ^ Alfian (1989). hlm. 152.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  14. ^ "Short History of Persyarikatan Muhammadiyah". Muhammadiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-19. Diakses tanggal 2006-08-10. 
  15. ^ Burhani (2010), hlm. 65-66
  16. ^ "Sejarah Singkat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-04. Diakses tanggal 2015-01-04. 
  17. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 356. 
  18. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 357. 
  19. ^ Ricklefs (1991), hal. 288.
  20. ^ "Muhammadiyah Makes Overtures to Islamists". Indonesia Matters. Diakses tanggal 2006-08-10. 
  21. ^ Administrator (2015-07-04). "Seabad 'Soeara Moehammadijah'". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-10-22. 
  22. ^ Muhammad Yuanda Zara. "Suara Muhammadiyah dan Jurnalisme Kaum Modernis". tirto.id. Diakses tanggal 2020-10-22. 
  23. ^ a b Nashir, Haedar (2016). Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. hlm. 40. ISBN 978-979-3708-76-8. 
  24. ^ Sudja’, 1989:31
  25. ^ Sudja’, 1989: 31, dengan bahasa Indonesia ejaan lama
  26. ^ Sudja’, 1989: 33, dengan ejaan lama
  27. ^ Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1995:33
  28. ^ Sejarah Muhammadiyah, Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1995, dari Verslag Muhammadiyah Th. 1921, 1922, dan 1923.
  29. ^ ibid., hal: 38
  30. ^ Sairin, 1995:53
  31. ^ Soeara Moehammadijah, No 3/1922:15
  32. ^ https://wiki-indonesia.club/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur
  33. ^ http://sekolahmuonline.blogspot.com/2018/03/muhammadiyah-dari-masa-ke-masa.html
  34. ^ Dahlan Iksan (21 November 2022) "Kumpulan Pengabdi" Radar Bekasi
  35. ^ "Muhammadiyah Itu Golongan Ahlus Sunnah was Salafiyyah" [Muhammadiyah The Ahlus Sunnah was Salafiyyah]. Pwmu. 3 November 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 October 2021. 
  36. ^ Muhtaroom, Ali (August 2017). "STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION". Ilmia Islam Futuria. 17 (1): 73–95 – via Research Gate. the development ofSalafi in Indonesia has inspired the emergence of anumber of organizations reformers of modern Islam in Indonesia. Organizationssuchas Muhammadiyah, Al-Irsyad,shared similar intentions to purify faith with the call back to the Quran and Sunnah, and leave many traditional customs that are claimed to be contaminated by heresy,tahayyul, and superstition... For Muhammadiyah, the purification of faith and the return to the Quran and Sunnah is an obligation... Muhammadiyah doctrine theology agrees with salafi, namely puritanist by going back to Al-Quran and As-Sunnah... 
  37. ^ In Indonesia, Islam loves democracy| Michael Vatikiotis | New York Times |6 February 6, 2006
  38. ^ NASHIR, M. Si, DR. H. HAIDAR (2015). MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT. Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102, Jawa Tengah – Indonesia: Muhammadiyah University Press. hlm. 94. ISBN 978-602-361-013-6. 
  39. ^ "USINDO Roundtable With the Muhammadiyah and Aisyiyah Delegation". The US-Indonesian Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 13, 2006. Diakses tanggal 2006-08-10. 
  40. ^ "Muhammadiyah urged Governot to Set Model School". Tribun Timur. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2006-08-10. 
  41. ^ "Muhammadiyah to help campaign on danger of avian flu". Antara. Diakses tanggal 2006-08-10. [pranala nonaktif permanen]
  42. ^ "Profil Muhammadiyah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-04. Diakses tanggal 2022-02-07. 
  43. ^ "Muhammadiyah Aceh Beri Bantuan Kesehatan ke Pengungsi Rohingya - Acehkini.ID". 2024-01-01. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  44. ^ "Autonomous Organizations". Muhammadiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2006-08-10. 
  45. ^ "Profil - PCIM Jerman Raya | Muhammadiyah". jerman-raya.muhammadiyah.or.id. Diakses tanggal 2023-03-12. 
  46. ^ "Pusat Data Muhammadiyah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-26. Diakses tanggal 2011-11-15. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]