Lompat ke isi

Poncke Princen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Latar belakang: Perbaikan tanggal dan tahun.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(17 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{gaya penulisan}}
{{gaya penulisan}} {{nofootnote}}
[[Berkas:Poncke 'Hajji Princen'.jpg|jmpl|Poncke Princen]]
[[Berkas:Poncke 'Hajji Princen'.jpg|jmpl|Poncke Princen]]
[[Berkas:princen.jpg|jmpl|H.J.C. Princen]]
[[Berkas:princen.jpg|jmpl|H.J.C. Princen]]
'''Haji Johannes Cornelis (H.J.C.) Princen''', lebih dikenal sebagai '''Poncke Princen''' ({{lahirmati|[[Den Haag]], [[Belanda]]|21|11|1925|[[Jakarta]]|22|2|2002}}) adalah seorang pembelot berkebangsaan [[Belanda]] yang pada [[1949]] beralih menjadi [[warga negara Indonesia]], melawan berbagai rezim, mulai dari [[Nazi]] hingga [[Orde Baru]]. Lahir dan menghabiskan masa muda di Belanda, kemudian beralih ke kewarganegaraan [[Indonesia]]. Di Indonesia, Poncke terutama dikenal sebagai pejuang [[Hak Asasi Manusia]]. Poncke menikah dengan Janneke Marckmann (ke 1971) kemudian dengan Sri Mulyati. Poncke memiliki empat anak: Ratnawati H.E. Marckmann, Iwan Hamid Marckmann, Nicolaas Hamid Marckmann dan Wilanda Princen.
'''Haji Johannes Cornelis (H.J.C.) Princen''', lebih dikenal sebagai '''Poncke Princen''' ({{lahirmati|[[Den Haag]], [[Belanda]]|21|11|1925|[[Jakarta]]|22|2|2002}}) adalah seorang pembelot berkebangsaan [[Belanda]] yang pada [[1949]] beralih menjadi [[Warga Negara Indonesia|warga negara Indonesia]], melawan berbagai rezim, mulai dari [[Jerman Nazi|Nazi]] hingga [[Orde Baru]]. Lahir dan menghabiskan masa muda di Belanda, kemudian beralih ke kewarganegaraan [[Indonesia]]. Nama “Poncke” konon diperolehnya dari roman yang digemarinya tentang pastur jenaka di [[Belgia]] Utara yang bernama Pastoor Poncke. Pada tahun 1994 perkumpulan penggemar roman tahun 1940-an tersebut mengadakan rapat dan memutuskan untuk melarang H.J.C. Princen menggunakan nama Poncke. Di Indonesia, dia terutama dikenal sebagai pejuang [[Hak asasi manusia|Hak Asasi Manusia]]. Princen menikah dengan Janneke Marckmann (ke 1971) dan nanti dengan Sri Mulyati. Memiliki empat anak: Ratnawati H.E. Marckmann, Iwan Hamid Marckmann, Nicolaas Hamid Marckmann dan Wilanda Princen. Pada Februari 2002, Princen meninggal dunia pada usia 76 tahun di Jakarta, dan dimakamkan di pemakaman Pondok Kelapa.<ref>{{Cite web|title=Kisah Poncke Princen, Pembelot Belanda yang Membela Indonesia hingga Jadi Mualaf dan Aktivis HAM|url=https://jatimtimes.com/baca/284389/20230225/064300/kisah-poncke-princen-pembelot-belanda-yang-membela-indonesia-hingga-jadi-mualaf-dan-aktivis-ham|website=Jatim TIMES|language=id|access-date=2023-02-25}}</ref>


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Princen lahir dan tumbuh di [[Belanda]], mengenyam pendidikan di Seminari dari 1939-1943. Pada tahun 1940, tentara [[Nazi]] Jerman mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat Poncke bersekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama Poncke mencoba melarikan diri namun gagal. Poncke dikirim ke kamp konsentrasi di [[Vught]], kemudian dikirim ke penjara kota [[Utrecht]]. Di akhir 1944, sesaat setelah Poncke bebas dari Jerman, Poncke kembali ditahan oleh pemerintah Belanda karena menolak mengikuti wajib militer. Poncke dengan desakan pemerintah Belanda masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri. Poncke kemudian bergabung dalam tentara kerajaan Hindia Belanda [[KNIL]].
Princen lahir dan tumbuh di [[Belanda]], mengenyam pendidikan di [[Seminari]] dari 1939-1943. Pada tahun 1943, tentara [[Jerman Nazi|Nazi Jerman]] mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat Poncke bersekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama Poncke mencoba melarikan diri namun gagal. Poncke dikirim ke [[kamp konsentrasi]] di [[Vught]], kemudian dikirim ke penjara kota [[Utrecht (Utrecht)|Utrecht]]. Di akhir 1944, sesaat setelah Poncke bebas dari [[Jerman]], Poncke kembali ditahan oleh pemerintah Belanda karena menolak mengikuti [[wajib militer]]. Poncke dengan desakan pemerintah Belanda masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri. Poncke kemudian bergabung dalam tentara kerajaan [[Hindia Belanda]] [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]].


== Mengabdi Republik, berjuang untuk kemanusiaan ==
== Mengabdi Republik ==
Indonesia melalui [[proklamasi]] mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun pemerintah Belanda tidak mengakui deklarasi tersebut. Tanggal 26 September 1948, Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang terjadi terhadap pribumi memilih untuk membelot dan meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan [[Tentara Nasional Indonesia]]. Pada tahun 1949 Poncke telah tergabung dengan divisi Siliwangi dengan nomor pokok prajurit 251121085, kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Mengikuti long march ke Jawa Barat dan terus aktif dalam perang gerilya. Istrinya, seorang peranakan Republikan Sunda terbunuh oleh tentara Belanda dalam sebuah penyergapan. Poncke mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno pada tahun 1949. Pada tahun 1948 Poncke menerima penghargaan [[Bintang Gerilya]] dari Presiden Soekarno.
Indonesia melalui [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]] mendeklarasikan [[kemerdekaan]] pada 17 Agustus 1945, namun pemerintah Belanda tidak mengakui deklarasi tersebut. Tanggal 26 September 1948, Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang terjadi terhadap [[pribumi]] memilih untuk membelot dan meninggalkan [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]] di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan [[Tentara Nasional Indonesia]]. Pada tahun 1949 Poncke telah tergabung dengan [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|divisi Siliwangi]] dengan nomor pokok prajurit 251121085, Kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Mengikuti long march ke [[Jawa Barat]] dan terus aktif dalam perang gerilya. Istrinya, seorang peranakan Republikan Sunda terbunuh oleh tentara Belanda dalam sebuah penyergapan. Pada tahun 1949, Poncke menerima penghargaan [[Bintang Gerilya]] dari Presiden Soekarno.


Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus Indonesia dan menjadi anggota [[parlemen|parlemen nasional]] mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ([[IPKI]]). Poncke keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang. Poncke ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. setelah bebas pada awal tahun 1960an, Poncke mulai lebih terfokus aktif dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia dengan mendirikan Liga Demokrasi. Akibat aktivitasnya yang kritis Poncke dipenjarakan oleh pemerintah Soekarno(1962-1966).
Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus Indonesia dan menjadi anggota [[parlemen|parlemen nasional]] mewakili [[Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia|Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia]] (IPKI). Poncke keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang. Poncke ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. setelah bebas pada awal tahun 1960an, Poncke mulai lebih terfokus aktif dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia dengan mendirikan Liga Demokrasi. Akibat aktivitasnya yang kritis Poncke dipenjarakan oleh pemerintah Soekarno (1962-1966).


Semenjak akhir tahun 1965, kekuasaan [[PKI|Partai Komunis Indonesia]] (yang saat itu menjadi massa utama pendukung Presiden [[Soekarno|Sukarno]] dan rival dari kekuatan militer), mulai merosot akibat operasi pembersihan kalangan politik sayap kiri oleh [[Angkatan Darat]]. Degradasi kekuasaan ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dukungan [[CIA]] untuk melakukan "kudeta merayap" yang mengantarkan [[Soeharto|Suharto]] menjadi presiden dan berdirilah rezim baru [[Orde Baru]] menggantikan rezim yang lama - [[Orde Lama]]. Poncke dibebaskan setelah dipenjara selama 4 tahun. Pengalaman hidup Poncke di penjara semakin mempertebal keyakinannya untuk mendesak negara memberikan perlindungan dan penegakan HAM dengan mendirikan Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia [[LPHAM]] dan sekaligus memimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia tersebut.
Semenjak akhir tahun 1965, kekuasaan [[Partai Komunis Indonesia]] (yang saat itu menjadi massa utama pendukung Presiden [[Soekarno|Sukarno]] dan rival dari kekuatan militer), mulai merosot akibat operasi pembersihan kalangan politik sayap kiri oleh [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Angkatan Darat]]. Degradasi kekuasaan ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dukungan [[Badan Intelijen Pusat|CIA]] untuk melakukan "kudeta merayap" yang mengantarkan [[Soeharto|Suharto]] menjadi presiden dan berdirilah rezim baru [[Orde Baru]] menggantikan rezim yang lama - [[Orde Lama]]. Poncke dibebaskan setelah dipenjara selama 4 tahun. Pengalaman hidup Poncke di penjara semakin mempertebal keyakinannya untuk mendesak negara memberikan perlindungan dan penegakan HAM dengan mendirikan [[Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia|Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia]] (LPHAM) dan sekaligus memimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia tersebut.


== Mengkritik Rezim Orde Baru ==
== Mengkritik Rezim Orde Baru ==
Poncke merasa kecewa dengan rezim yang baru dan kembali melakukan perjuangan melawan rezim yang baru. Poncke kini membela pihak yang dulu memojokkannya, dia membela korban-korban pelanggaran [[HAM]] dan pembantaian yang terdiri dari bekas anggota [[PKI]] dan orang-orang yang dituduh [[komunis]]. Pada tahun 1968 Poncke menitipkan sebuah perekam suara kepada Goenawan Moehammad yang saat itu bekerja di Harian Kami dan termasuk dalam rombongan pertama wartawan dari Jakarta yang akhirnya mendapat izin penguasa untuk melihat para tahanan politik di Pulau Buru. Poncke memintanya mewawancarai [[Pramoedya Ananta Toer]] secara diam-diam dan membuat laporan tentang keadaan di Kamp tahanan untuk membuat [[Amnesty International]] yang kemudian mengangkat Pramoedya sebagai ‘Prisoner of Conscience” lambang korban yang terinjak. Akibat pembelaan Poncke terhadap korban-korban tertuduh PKI, Poncke juga mendapat cap 'komunis' - walaupun Poncke juga menentang kekuasaan yang didominasi komunis pada masa [[Orde Lama]].
Poncke merasa kecewa dengan rezim yang baru dan kembali melakukan perjuangan melawan rezim yang baru. Poncke kini membela pihak yang dulu memojokkannya, dia membela korban-korban pelanggaran [[Hak asasi manusia|HAM]] dan pembantaian yang terdiri dari bekas anggota [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] dan orang-orang yang dituduh [[Komunisme|komunis]]. Pada tahun 1968 Poncke menitipkan sebuah perekam suara kepada [[Goenawan Mohamad|Goenawan Moehammad]] yang saat itu bekerja di Harian Kami dan termasuk dalam rombongan pertama wartawan dari Jakarta yang akhirnya mendapat izin penguasa untuk melihat para tahanan politik di Pulau Buru. Poncke memintanya mewawancarai [[Pramoedya Ananta Toer]] secara diam-diam dan membuat laporan tentang keadaan di Kamp tahanan untuk membuat [[Amnesty International]] yang kemudian mengangkat Pramoedya sebagai ‘Prisoner of Conscience” lambang korban yang terinjak. Akibat pembelaan Poncke terhadap korban-korban tertuduh PKI, Poncke juga mendapat cap 'komunis' - walaupun Poncke juga menentang kekuasaan yang didominasi komunis pada masa [[Orde Lama]].


Pada tahun 1968-1969, lewat sebuah investigasi, Poncke mengungkapkan sejumlah fakta dan memprotes pembantaian massal PKI di Purwodadi Jawa Tengah. Kritik tersebut mendapat bantahan dari rezim Soeharto yang baru berkuasa dan akhirnya mengambil sikap represif terhadap kebebasan pers.
Pada tahun 1968-1969, lewat sebuah investigasi, Poncke mengungkapkan sejumlah fakta dan memprotes pembantaian massal PKI di Purwodadi Jawa Tengah. Kritik tersebut mendapat bantahan dari rezim Soeharto yang baru berkuasa dan akhirnya mengambil sikap represif terhadap kebebasan pers.


Tuduhan sebagai simpatisan Komunis merupakan stigma yang paling terkenal untuk mengamputasi musuh politik Soeharto, Jenderal [[M. Panggabean]] (Panglima [[AD]]-[[KSAD]] saat itu) dan Mayjen [[Soerono Reksodimedjo]] (Pangdam IV [[Diponegoro]]) disematkan kepada Poncke agar kemudian lebih mudah untuk memenjarakannya.
Tuduhan sebagai simpatisan Komunis merupakan stigma yang paling terkenal untuk mengamputasi musuh politik Soeharto, Jenderal [[Maraden Panggabean|M. Panggabean]] (Panglima [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|AD]]-[[Kepala Staf TNI Angkatan Darat|KSAD]] saat itu) dan Mayjen [[Surono Reksodimedjo|Soerono Reksodimedjo]] ([[Komando Daerah Militer IV/Diponegoro|Pangdam IV Diponegoro]]) disematkan kepada Poncke agar kemudian lebih mudah untuk memenjarakannya.


Tidak hanya kritik yang dikeluarkan Poncke, Poncke juga menyarankan pemerintah membentuk tim independen untuk memeriksa laporan yang ia siarkan ke beberapa media nasional mengenai kasus Purwodadi. Hal itu ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi pada kasus yang cukup menghebohkan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah tersebut. Akibat kengerian dampak kasus ini, pada tahun yang sama, Poncke bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah lembaga yang mencoba mengatasi trauma para korban PKI yang di namakan Pusat Pemulihan Hidup Baru.
Tidak hanya kritik yang dikeluarkan Poncke, Poncke juga menyarankan pemerintah membentuk tim independen untuk memeriksa laporan yang ia siarkan ke beberapa media nasional mengenai [[Pembantaian Purwodadi|kasus Purwodadi]]. Hal itu ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi pada kasus yang cukup menghebohkan masyarakat pesisir utara [[Jawa Tengah]] tersebut. Akibat kengerian dampak kasus ini, pada tahun yang sama, Poncke bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah lembaga yang mencoba mengatasi trauma para korban PKI yang di namakan Pusat Pemulihan Hidup Baru.


Tahun 1970, Poncke menjadi salah satu yang mempelopori berdirinya Lembaga Bantuan Hukum. Pada tahun 1974, Poncke terlibat dalam penggalangan demonstrasi menentang pembangunan [[Taman Mini Indonesia Indah]]. Pembangunan monumen raksasa ini secara umum dinilai sebagai langkah yang sangat tidak tepat di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih buruk di saat itu. Princen dipenjarakan karena aksinya ini, sejak tahun 1974 hingga 1976.
Tahun 1970, Poncke menjadi salah satu yang mempelopori berdirinya [[Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia|Lembaga Bantuan Hukum]]. Pada tahun 1974, Poncke terlibat dalam penggalangan demonstrasi menentang pembangunan [[Taman Mini Indonesia Indah]]. Pembangunan monumen raksasa ini secara umum dinilai sebagai langkah yang sangat tidak tepat di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih buruk di saat itu. Princen dipenjarakan karena aksinya ini, sejak tahun 1974 hingga 1976.


== Berjuang hingga akhir hayat ==
== Berjuang hingga akhir hayat ==
Sejak dibebaskan tahun 1976, Poncke semakin vokal membela [[Hak Asasi Manusia]] di bawah represi orde militer. Poncke terlibat dalam pembelaan HAM di [[Timor Timur]] salah satu dari dua kasus yang menonjol adalah pembantaian Santa Cruz dan melindungi puluhan mahasiswa Timor-Timur. Poncke juga aktif dalam masalah perburuhan. Sejak tahun 1976 Poncke tak pernah ditahan, namun berulang kali diinterogasi dan juga diawasi secara ketat oleh [[polisi]], dan juga pihak militer [[ABRI]]). Tahun 1980, Poncke juga ikut mendirikan [[YLBHI]], menjadi pengacara para korban pada peristiwa pembantaian [[Tanjung Priok]] (1984), dan membela puluhan mahasiswa [[ITB]] yang ditahan akibat terlibat aktivitas demo terhadap Mendagri [[Rudini]] (1989). Poncke mendirikan sebuah Koalisi HAM yang bernama [[Indonesia Front for Defending Human Right]] ([[INFIGHT]]) 1989, [[Serikat Buruh Merdeka Setiakawan]] (SBMS) tahun 1990, [[KontraS]] (1998) dan lain-lain. Poncke menerima penghargaan [[Yap Thiam Hien]] [[Award]] 2002 sebagai tokoh HAM bersama petani [[jenggawah]] [[Jember]].
Sejak dibebaskan tahun 1976, Poncke semakin vokal membela [[Hak Asasi Manusia]] di bawah represi orde militer. Poncke terlibat dalam pembelaan HAM di [[Timor Timur]] salah satu dari dua kasus yang menonjol adalah [[pembantaian Santa Cruz]] dan melindungi puluhan mahasiswa Timor-Timur. Poncke juga aktif dalam masalah perburuhan. Sejak tahun 1976 Poncke tak pernah ditahan, namun berulang kali diinterogasi dan juga diawasi secara ketat oleh [[polisi]], dan juga pihak militer [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]]). Tahun 1980, Poncke juga ikut mendirikan [[Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia|YLBHI]], menjadi pengacara para korban pada peristiwa [[Peristiwa Tanjung Priok|pembantaian Tanjung Priok]] (1984), dan membela puluhan mahasiswa [[Institut Teknologi Bandung|ITB]] yang ditahan akibat terlibat aktivitas demo terhadap [[Daftar Menteri Dalam Negeri Indonesia|Mendagri]] [[Rudini]] (1989). Poncke mendirikan sebuah Koalisi HAM yang bernama [[Indonesia Front for Defending Human Right]] (INFIGHT) 1989, [[Serikat Buruh Merdeka Setiakawan]] (SBMS) tahun 1990, [[Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan|KontraS]] (1998) dan lain-lain. Poncke menerima [[penghargaan Yap Thiam Hien]] 2002 sebagai tokoh HAM bersama petani [[Jenggawah, Jember|Jenggawah]], [[Kabupaten Jember|Jember]].


Poncke meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan. Pekerjaannya kini diteruskan oleh [[Ahmad Hambali]] seorang aktivis muda yang sempat bertemu dalam kondisi berkursi roda ketika sama-sama membela petani Sagara Garut tahun 1990-an.
Poncke meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan. Pekerjaannya kini diteruskan oleh [[Ahmad Hambali]] seorang aktivis muda yang sempat bertemu dalam kondisi berkursi roda ketika sama-sama membela petani [[Sagara, Cibalong, Garut|Sagara]], [[Kabupaten Garut|Garut]] tahun 1990-an.


== Referensi ==
'''Sumber tambahan''': Ahmad Hambali, ''LPHAM dan Princen'', Pengantar Draft Penelitian Studi Surat-Surat Protes Princen tahun 1990, LPHAM, Jakarta, 2004
* Ahmad Hambali, ''LPHAM dan Princen'', Pengantar Draft Penelitian Studi Surat-Surat Protes Princen tahun 1990, LPHAM, Jakarta, 2004


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==


* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/princen/index.shtml HJC Princen - Haji Belanda Pejuang HAM] dalam "Tokoh Indonesia"
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/princen/index.shtml HJC Princen - Haji Belanda Pejuang HAM] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060616034942/http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/princen/index.shtml |date=2006-06-16 }} dalam "Tokoh Indonesia"
* {{en}} [https://web.archive.org/web/20051028052338/http://www.iht.com/articles/1998/03/12/jak.t_1.php Human Rights Campaigner Continues Fight That He Began Decades Ago as a Dutchman: Just Another Skirmish For Indonesian Warrior], Artikel di International Herald Tribune
* {{en}} {{nl}} [http://www.iisg.nl/archives/en/files/p/10824215full.php Archief Poncke Princen], Arsip di International Institute of Social History

{{lifetime|1925|2002|Princen, Poncke}}

[[Kategori:Pejuang HAM]]
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Kristen ke Islam]]
[[Kategori:Tokoh dari Den Haag]]

== Latar belakang ==
Princen lahir dan tumbuh di [[Belanda]]. Dia sempat mengenyam pendidikan di Seminari dari 1939-1943. Pada tahun 1943, tentara [[Nazi]] Jerman mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat dia sekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama dia mencoba melarikan diri dan tertangkap oleh Nazi. Dia pun dikirim ke kamp konsentrasi di [[Vught]], lalu dikirim lanjut ke penjara kota [[Utrecht]]. Di akhir 1944, sesaat setelah dia bebas dari Jerman, dia kembali ditahan oleh pemerintah - kali ini pemerintah Belanda, karena dia menolak wajib militer di tengah kondisi yang sangat kritis tersebut. Ia pun dengan paksa masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri, yaitu Indonesia. Di negara jajahan ini ia tergabung dalam tentara kerajaan Hindia Belanda [[KNIL]].

== Mengabdi Republik, berjuang untuk kemanusiaan ==
Indonesia lewat [[proklamasi]] sudah memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, tetapi perang antara penjajah dan negara bekas jajahan masih terus menerus berkecamuk. Tanggal 26 September 1948, serdadu Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang dilakukan bangsanya, meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan pihak lawan yakni [[Tentara Nasional Indonesia]]. Ketika tentara negerinya menyerang Yogyakarta tahun 1949 dia telah bergabung dengan divisi Siliwangi dengan nomor pokok prajurit 251121085, kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Malah ikut longmarch ke Jawa Barat dan terus aktif dalam perang gerilya. Isterinya, seorang peranakan republiken sunda dibunuh tentara Belanda dalam sebuah penyergapan dan pertempuran sengit. Tidak cuma isterinya, anaknya yang dalam kandungan ikut tewas. Poncke mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno pada tahun 1949. Pada tahun 1948 pula dia, walaupun seorang Belanda, secara langsung menerima penghargaan [[Bintang Gerilya]] dari Presiden Soekarno.

Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus populer Indonesia dan menjadi anggota [[parlemen|parlemen nasional]] mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ([[IPKI]]). Tetapi dia pun akhirnya juga menyaksikan berbagai penyelewengan yang terjadi di dalam birokrasi saat itu. Dia juga kecewa dengan iklim politik yang semakin tidak kondusif. Dia pun keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang. Princen ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. setelah bebas pada awal tahun 1960an, dia mulai lebih terfokus aktif dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia dengan mendirikan Liga Demokrasi. karena aktivitasnya yang kritis tersebut peraih bintang gerilya ini akhirnya dipenjarakan pemerintah Soekarno(1962-1966).

Semenjak akhir tahun 1965, kekuasaan [[PKI|Partai Komunis Indonesia]] (yang saat itu menjadi massa utama pendukung Presiden [[Soekarno|Sukarno]] dan rival dari kekuatan militer), mulai merosot karena dibabat habis oleh [[Angkatan Darat]]. sehingga pamor kekuasaan Presiden Sukarno semenjak Maret 1966. Degradasi energi kekuasaan ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dukungan [[CIA]] untuk melakukan "kudeta merayap" yang mengantarkan [[Soeharto|Suharto]] menjadi presiden. Dan berdirilah rezim baru, [[Orde Baru]], menggantikan rezim yang lama - [[Orde Lama]]. Princen pun menikmati kebebasan kembali setelah dipenjara selama 4 tahun.Pengalaman hidupnya dari penjara ke penjara semakin mempertebal keyakinannya untuk mendesak negara memberikan perlindungan dan penegakan HAM dengan mendirikan Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia [[LPHAM]] dan sekaligus memimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia tersebut.

== Mengkritik Rezim Orde Baru ==
Tetapi Princen kembali dikecewakan dengan rezim yang baru, dan perjuangannya pun tak berhenti walaupun rezim yang berkuasa sudah ganti. Princen justru membela pihak yang dulu memojokkannya, ia membela korban-korban pelanggaran [[HAM]] dan pembantaian yang terdiri dari bekas anggota [[PKI]] dan orang-orang yang dituduh [[komunis]]. Pada tahun 1968 Poncke menitipkan sebuah perekam suara kepada Goenawan Moehammad yang saat itu bekerja di Harian Kami dan termasuk dalam rombongan pertama wartawan dari Jakarta yang akhirnya mendapat izin penguasa untuk melihat para tahanan politik di Pulau Buru. Poncke memintanya mewawancarai [[Pramoedya Ananta Toer]] diam-diam dan membuat sedikti laporan tentang keadaan di Kamp tahanan itu buat [[Amnesty International]] yang kemudian mengangkat Pramoedya sebagai ‘Prisoner of Conscience” lambang korban yang terinjak. Tahun berikutnya, Poncke Karena pembelaan terhadap korban-korban yang dituduh PKI ini, Princen sendiri di kalangan umum juga sempat mendapat cap 'komunis' - orang lupa bahwa dia juga menentang kekuasaan yang didominasi komunis pada masa [[Orde Lama]].

Pada tahun 1968-1969, lewat sebuah investigasi, Princen mengungkapkan sejumlah fakta dan memprotes pembantaian massal PKI di Purwodadi Jawa Tengah. Kritik itu jelas melahirkan murka penguasa yang baru dua tahun menikmati imperiumnya. Tidak hanya harus membantah pemberitaan yang menghebohkan tersebut, pemerintah juga perlu mengambil tindakan yang lebih serius tidak hanya terhadap Poncke tapi juga terhadap pers, masyarakat Jawa Tengah dan masyarakat Indonesia.

Tak ayal, Tuduhan pengikut komunis sebagai stigma yang paling terkenal untuk mengamputasi musuh politik orde baru digunakan Soeharto, Jenderal [[M. Panggabean]] (Panglima [[AD]]-[[KSAD]] pada waktu itu) dan Mayjen [[Soerono Reksodimedjo]] (Pangdam IV [[Diponegoro]]) disematkan kepada Princen agar kemudian lebih mudah untuk memenjarakannya.

Tidak hanya kritik yang dikeluarkan Poncke. Kakak dari Keis Princen ini juga menyarankan pemerintah membentuk tim independen untuk memeriksa laporan yang ia siarkan ke beberapa media nasional soal kasus Purwodadi. Hal itu ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui apa yang sebenaranya terjadi pada kasus yang cukup menghebohkan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah tersebut. Begitu mengerikannya dampak kasus ini, pada tahun yang sama, ia bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah lembaga yang mencoba mengatasi trauma para korban PKI yang ia namakan Pusat Pemulihan Hidup Baru.

Gerakannya semakin meluas seiring ketidakadilan yang ia saksikan. Tahun 1970, Poncke menjadi salah satu yang mempelopori berdirinya Lembaga Bantuan Hukum. Pada tahun 1974, Princen terlibat dalam penggalangan demonstrasi menentang pembangunan [[Taman Mini Indonesia Indah]]. Pembangunan monumen raksasa ini secara umum dinilai sebagai langkah yang sangat tidak tepat di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih buruk di saat itu. Princen dipenjarakan karena aksinya ini, sejak tahun 1974 hingga 1976.

== Berjuang hingga akhir hayat ==
Sejak dibebaskan tahun 1976, Princen tidak menjadi kendor, tetapi malah semakin vokal membela [[Hak Asasi Manusia]] di bawah represi orde militer yang menguasai negeri ini saat itu. Dia terlibat dalam pembelaan HAM di [[Timor Timur]] salah satu dari dua kasus yang menonjol adalah pembantaian Santa Cruz dan melindungi puluhan mahasiswa Timor-Timur. dia juga aktif dalam masalah perburuhan. Sejak tahun 1976 dia tak pernah dipenjarakan secara permanen, tetapi berulang kali diinterogasi dan juga diawasi secara ketat oleh [[polisi]], dan mungkin juga militer (yang tak jelas bedanya saat itu - sama-sama [[ABRI]]). Tahun 1980, ia juga ikut mendirikan [[YLBHI]], menjadi pengacara para korban pada peristiwa pembantaian [[Tanjung Priok]] (1984), membela puluhan mahasiswa [[ITB]] yang ditahan karena mendemo Mendagri [[Rudini]] (1989). Mendirikan sebuah Koalisi HAM yang bernama [[Indonesia Front for Defending Human Right]] ([[INFIGHT]]) 1989, [[Serikat Buruh Merdeka Setiakawan]] (SBMS) tahun 1990, [[KontraS]] (1998) dan lain-lain. Pun ketika masyarakat memberinya penghargaan [[Yap Thiam Hien]] [[Award]] 2002 sebagai tokoh HAM bersama petani [[jenggawah]] [[Jember]], Poncke memandang penghargaan tersebut sebagai bagian yang lahir dari proses panjang perjuangan penegakan HAM secara bersama di Indonesia. Baginya didukung atau tidak bukan menjadi bagian utama dari upaya pembelaannya secara konsisten terhadap manusia tanpa membedakan apakah ia dituduh [[PRD]] - yang oleh Orde Baru dianggap turunan dari [[PKI]] atau ekstrem kanan.

Princen meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan. Pekerjaannya yang amat mulia kini dicoba diteruskan oleh [[Ahmad Hambali]] seorang aktivis muda yang sempat bertemu dalam kondisi berkursi roda ketika sama-sama membela petani Sagara Garut tahun 1990-an. Walaupun pencekalan ditanah leluhurnya masih terus berlangsung hingga ajal menjemput, namun rohnya kini bebas keluar masuk [[Den Haag]], [[Heemstede]], [[Amersfoort]], [[Enschede]], [[Haarlem]] dan [[Sukabumi]]. Bebas juga dari protes kerdil para veteran perang kolonial, dari Drs. Kamsteeg yang melarangnya menggunakan nama Poncke. Yang tersisa hanya semangatnya. Sang desertir sudah pulang ke kesatuannya.

'''Sumber tambahan''': Ahmad Hambali, ''LPHAM dan Princen'', Pengantar Draft Penelitian Studi Surat-Surat Protes Princen tahun 1990, LPHAM, Jakarta, 2004

== Pranala luar ==

* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/p/princen/index.shtml HJC Princen - Haji Belanda Pejuang HAM] dalam "Tokoh Indonesia"
* {{en}} [https://web.archive.org/web/20051028052338/http://www.iht.com/articles/1998/03/12/jak.t_1.php Human Rights Campaigner Continues Fight That He Began Decades Ago as a Dutchman: Just Another Skirmish For Indonesian Warrior], Artikel di International Herald Tribune
* {{en}} [https://web.archive.org/web/20051028052338/http://www.iht.com/articles/1998/03/12/jak.t_1.php Human Rights Campaigner Continues Fight That He Began Decades Ago as a Dutchman: Just Another Skirmish For Indonesian Warrior], Artikel di International Herald Tribune
*
* {{en}} {{nl}} [http://www.iisg.nl/archives/en/files/p/10824215full.php Archief Poncke Princen], Arsip di International Institute of Social History
* {{en}} {{nl}} [http://www.iisg.nl/archives/en/files/p/10824215full.php Archief Poncke Princen], Arsip di International Institute of Social History


Baris 83: Baris 45:
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Kristen ke Islam]]
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Kristen ke Islam]]
[[Kategori:Tokoh dari Den Haag]]
[[Kategori:Tokoh dari Den Haag]]
[[Kategori:Tokoh Indonesia keturunan Belanda]]
[[Kategori:Indo-Eropa]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 1956–1959]]

Revisi terkini sejak 23 Oktober 2024 10.26

Poncke Princen
H.J.C. Princen

Haji Johannes Cornelis (H.J.C.) Princen, lebih dikenal sebagai Poncke Princen (21 November 1925 – 22 Februari 2002) adalah seorang pembelot berkebangsaan Belanda yang pada 1949 beralih menjadi warga negara Indonesia, melawan berbagai rezim, mulai dari Nazi hingga Orde Baru. Lahir dan menghabiskan masa muda di Belanda, kemudian beralih ke kewarganegaraan Indonesia. Nama “Poncke” konon diperolehnya dari roman yang digemarinya tentang pastur jenaka di Belgia Utara yang bernama Pastoor Poncke. Pada tahun 1994 perkumpulan penggemar roman tahun 1940-an tersebut mengadakan rapat dan memutuskan untuk melarang H.J.C. Princen menggunakan nama Poncke. Di Indonesia, dia terutama dikenal sebagai pejuang Hak Asasi Manusia. Princen menikah dengan Janneke Marckmann (ke 1971) dan nanti dengan Sri Mulyati. Memiliki empat anak: Ratnawati H.E. Marckmann, Iwan Hamid Marckmann, Nicolaas Hamid Marckmann dan Wilanda Princen. Pada Februari 2002, Princen meninggal dunia pada usia 76 tahun di Jakarta, dan dimakamkan di pemakaman Pondok Kelapa.[1]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Princen lahir dan tumbuh di Belanda, mengenyam pendidikan di Seminari dari 1939-1943. Pada tahun 1943, tentara Nazi Jerman mulai menginvasi dan menduduki Belanda. Seminari tempat Poncke bersekolah diisolasi dan anak-anaknya dikurung di asramanya karena Belanda berada sepenuhnya dalam suasana perang. Pada tahun yang sama Poncke mencoba melarikan diri namun gagal. Poncke dikirim ke kamp konsentrasi di Vught, kemudian dikirim ke penjara kota Utrecht. Di akhir 1944, sesaat setelah Poncke bebas dari Jerman, Poncke kembali ditahan oleh pemerintah Belanda karena menolak mengikuti wajib militer. Poncke dengan desakan pemerintah Belanda masuk dinas militer dan dikirim ke jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri. Poncke kemudian bergabung dalam tentara kerajaan Hindia Belanda KNIL.

Mengabdi Republik

[sunting | sunting sumber]

Indonesia melalui proklamasi mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun pemerintah Belanda tidak mengakui deklarasi tersebut. Tanggal 26 September 1948, Poncke yang muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang terjadi terhadap pribumi memilih untuk membelot dan meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia. Pada tahun 1949 Poncke telah tergabung dengan divisi Siliwangi dengan nomor pokok prajurit 251121085, Kompi staf brigade infanteri 2, Grup Purwakarta. Mengikuti long march ke Jawa Barat dan terus aktif dalam perang gerilya. Istrinya, seorang peranakan Republikan Sunda terbunuh oleh tentara Belanda dalam sebuah penyergapan. Pada tahun 1949, Poncke menerima penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno.

Pada tahun 1956, Princen menjadi politikus Indonesia dan menjadi anggota parlemen nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Poncke keluar dari parlemen dan mulai bersikap vokal terhadap pemerintahan yang mulai otoriter saat itu dengan pihak militer yang bertindak sewenang-wenang. Poncke ditahan dan dipenjara dari 1957 hingga 1958. setelah bebas pada awal tahun 1960an, Poncke mulai lebih terfokus aktif dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia dengan mendirikan Liga Demokrasi. Akibat aktivitasnya yang kritis Poncke dipenjarakan oleh pemerintah Soekarno (1962-1966).

Semenjak akhir tahun 1965, kekuasaan Partai Komunis Indonesia (yang saat itu menjadi massa utama pendukung Presiden Sukarno dan rival dari kekuatan militer), mulai merosot akibat operasi pembersihan kalangan politik sayap kiri oleh Angkatan Darat. Degradasi kekuasaan ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok faksi militer dukungan CIA untuk melakukan "kudeta merayap" yang mengantarkan Suharto menjadi presiden dan berdirilah rezim baru Orde Baru menggantikan rezim yang lama - Orde Lama. Poncke dibebaskan setelah dipenjara selama 4 tahun. Pengalaman hidup Poncke di penjara semakin mempertebal keyakinannya untuk mendesak negara memberikan perlindungan dan penegakan HAM dengan mendirikan Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia (LPHAM) dan sekaligus memimpin lembaga pembela HAM pertama di Indonesia tersebut.

Mengkritik Rezim Orde Baru

[sunting | sunting sumber]

Poncke merasa kecewa dengan rezim yang baru dan kembali melakukan perjuangan melawan rezim yang baru. Poncke kini membela pihak yang dulu memojokkannya, dia membela korban-korban pelanggaran HAM dan pembantaian yang terdiri dari bekas anggota PKI dan orang-orang yang dituduh komunis. Pada tahun 1968 Poncke menitipkan sebuah perekam suara kepada Goenawan Moehammad yang saat itu bekerja di Harian Kami dan termasuk dalam rombongan pertama wartawan dari Jakarta yang akhirnya mendapat izin penguasa untuk melihat para tahanan politik di Pulau Buru. Poncke memintanya mewawancarai Pramoedya Ananta Toer secara diam-diam dan membuat laporan tentang keadaan di Kamp tahanan untuk membuat Amnesty International yang kemudian mengangkat Pramoedya sebagai ‘Prisoner of Conscience” lambang korban yang terinjak. Akibat pembelaan Poncke terhadap korban-korban tertuduh PKI, Poncke juga mendapat cap 'komunis' - walaupun Poncke juga menentang kekuasaan yang didominasi komunis pada masa Orde Lama.

Pada tahun 1968-1969, lewat sebuah investigasi, Poncke mengungkapkan sejumlah fakta dan memprotes pembantaian massal PKI di Purwodadi Jawa Tengah. Kritik tersebut mendapat bantahan dari rezim Soeharto yang baru berkuasa dan akhirnya mengambil sikap represif terhadap kebebasan pers.

Tuduhan sebagai simpatisan Komunis merupakan stigma yang paling terkenal untuk mengamputasi musuh politik Soeharto, Jenderal M. Panggabean (Panglima AD-KSAD saat itu) dan Mayjen Soerono Reksodimedjo (Pangdam IV Diponegoro) disematkan kepada Poncke agar kemudian lebih mudah untuk memenjarakannya.

Tidak hanya kritik yang dikeluarkan Poncke, Poncke juga menyarankan pemerintah membentuk tim independen untuk memeriksa laporan yang ia siarkan ke beberapa media nasional mengenai kasus Purwodadi. Hal itu ditujukan agar masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi pada kasus yang cukup menghebohkan masyarakat pesisir utara Jawa Tengah tersebut. Akibat kengerian dampak kasus ini, pada tahun yang sama, Poncke bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah lembaga yang mencoba mengatasi trauma para korban PKI yang di namakan Pusat Pemulihan Hidup Baru.

Tahun 1970, Poncke menjadi salah satu yang mempelopori berdirinya Lembaga Bantuan Hukum. Pada tahun 1974, Poncke terlibat dalam penggalangan demonstrasi menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Pembangunan monumen raksasa ini secara umum dinilai sebagai langkah yang sangat tidak tepat di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih buruk di saat itu. Princen dipenjarakan karena aksinya ini, sejak tahun 1974 hingga 1976.

Berjuang hingga akhir hayat

[sunting | sunting sumber]

Sejak dibebaskan tahun 1976, Poncke semakin vokal membela Hak Asasi Manusia di bawah represi orde militer. Poncke terlibat dalam pembelaan HAM di Timor Timur salah satu dari dua kasus yang menonjol adalah pembantaian Santa Cruz dan melindungi puluhan mahasiswa Timor-Timur. Poncke juga aktif dalam masalah perburuhan. Sejak tahun 1976 Poncke tak pernah ditahan, namun berulang kali diinterogasi dan juga diawasi secara ketat oleh polisi, dan juga pihak militer ABRI). Tahun 1980, Poncke juga ikut mendirikan YLBHI, menjadi pengacara para korban pada peristiwa pembantaian Tanjung Priok (1984), dan membela puluhan mahasiswa ITB yang ditahan akibat terlibat aktivitas demo terhadap Mendagri Rudini (1989). Poncke mendirikan sebuah Koalisi HAM yang bernama Indonesia Front for Defending Human Right (INFIGHT) 1989, Serikat Buruh Merdeka Setiakawan (SBMS) tahun 1990, KontraS (1998) dan lain-lain. Poncke menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2002 sebagai tokoh HAM bersama petani Jenggawah, Jember.

Poncke meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan. Pekerjaannya kini diteruskan oleh Ahmad Hambali seorang aktivis muda yang sempat bertemu dalam kondisi berkursi roda ketika sama-sama membela petani Sagara, Garut tahun 1990-an.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Ahmad Hambali, LPHAM dan Princen, Pengantar Draft Penelitian Studi Surat-Surat Protes Princen tahun 1990, LPHAM, Jakarta, 2004

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Kisah Poncke Princen, Pembelot Belanda yang Membela Indonesia hingga Jadi Mualaf dan Aktivis HAM". Jatim TIMES. Diakses tanggal 2023-02-25.