Lompat ke isi

Tsunami: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dwianto08 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(275 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{refimprove}}
{{other uses}}
[[Berkas:2004-tsunami.jpg|jmpl|ka|250px|[[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004|Tsunami Samudra Hindia 2004]] di Ao Nang, [[Provinsi Krabi]], [[Thailand]].]]
{{untuk|Tsunami sebagai lagu|Tsunami (lagu)}}
[[Berkas:2004 Indonesia Tsunami edit.gif|right|thumb|Simulasi Tsunami Desember 2004]]
[[Berkas:The_Great_Wave_off_Kanagawa.jpg|thumb|right|Gambar Tsunami menurut [[Hokusai]], seorang pelukis Jepang dari [[abad ke 19]].]]
[[Berkas:Ombak.jpg|thumb|Tsunami yang menghantam [[Malé]], [[Maladewa]] pada [[26 Desember]] [[2004]]]]
'''Tsunami''' ([[bahasa Jepang]]: 津波; tsu = pelabuhan, nami = [[gelombang]], secara [[harafiah]] berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh [[gempa bumi]] yang berpusat di bawah laut, letusan [[gunung berapi]] bawah laut, [[longsor]] bawah laut, atau atau hantaman [[meteor]] di laut. [[Gelombang]] tsunami dapat merambat ke segala arah. [[Tenaga]] yang dikandung dalam [[gelombang]] tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, [[gelombang]] tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan [[gelombang]] tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.


'''Tsunami''' ({{IPAc-en|(|t|)|s|uː|ˈ|n|ɑː|m|i|,_|(|t|)|s|ʊ|ˈ|-}} {{respell|(t)soo|NAH|mee|,_|(t)suu|-}}, dalam bahasa Jepang, arti harfiah: "'''ombak besar di pelabuhan'''") atau '''[[semong]]'''<ref>{{Cite web|title=Hasil Pencarian - KBBI Daring|url=https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/semong|website=kbbi.kemdikbud.go.id|access-date=29-11-2022}}</ref> adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar laut, seperti [[gempa bumi]], [[longsor bawah laut]], atau [[letusan gunung berapi]]. Gangguan ini membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan gelombang mencapai 600–900&nbsp;km/jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60&nbsp;cm) sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Saat mencapai pantai, tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa (terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga 90&nbsp;km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang besar.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih.


[[File:NOAA_Tsunami_Animation-2016.webm|thumb|upright=1.4|Animasi tsunami dari [[NOAA]]]]
Sejarawan [[Yunani]] bernama [[Thucydides]] merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami.
Sebab tsunami yang paling umum adalah gempa bumi bawah laut, terutama yang terjadi di [[Penunjaman|zona penunjaman]] dengan kekuatan 7,0 skala magnitudo momen atau lebih. Penyebab lainnya adalah [[Tanah longsor|longsor]], [[letusan gunung]], dan jatuhnya benda besar seperti [[meteor]] ke dalam air. Secara geografis, hampir seluruh tsunami terjadi di kawasan [[Cincin Api Pasifik|Lingkaran Api Pasifik]] dan kawasan [[Palung Sumatra]] di [[Samudra Hindia]]. Risiko tsunami dapat dideteksi dengan [[sistem peringatan dini tsunami]] yang mengamati gempa-gempa berkekuatan besar dan melakukan analisis data perubahan air laut yang terjadi setelahnya. Jika dianggap ada risiko tsunami, pihak berwenang dapat memberi peringatan atau mengambil tindakan seperti [[Evakuasi darurat|evakuasi]]. Risiko kerusakan juga dapat dikurangi dengan rancangan tahan tsunami, seperti membuat bangunan dengan ruang luas, serta penggunaan bahan [[beton bertulang]], maupun dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara menyelamatkan diri dari tsunami, seperti pentingnya mengungsi dan menyiapkan rencana darurat dari jauh-jauh hari.


Sekitar 78% tsunami di terjadi di [[Samudra Pasifik]] atau yang dikenal dengan [[Lingkaran Api Pasifik]]. Persentase tertinggi tsunami terjadi di [[Jepang]] (20%), diikuti oleh [[Rusia]] (8%) dan [[Indonesia]] (8%). Meskipun sebagian besar tsunami berukuran kecil dan tidak merusak atau hanya berdampak pada pantai di dekat sumbernya, beberapa tsunami dapat menyebabkan kerusakan dan kematian di pantai yang jauh. Negara lain dengan persentase tsunami tertinggi sejak tahun 1900 berasal dari [[Alaska]], [[Hawaii]], [[Chili]], [[Papua Nugini]], [[Kepulauan Solomon]], [[Tonga]], [[Filipina]], [[Pakistan]], dan [[Peru]].<ref>{{cite web|title=Tsunami Locations|url=https://www.noaa.gov/jetstream/tsunamis/tsunami-locations|website=[[NOAA]].gov|language=en|access-date=6 April 2024}}</ref>
Teks-teks [[geologi]], [[geografi]], dan [[oseanografi]] di masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".


== Istilah ==
Beberapa kondisi [[meteorologis]], seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai [[meteor]] [[tsunami]] yang ketinggiannya beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
{{infobox Chinese
|pic=Tsunami (Chinese characters).svg
|piccap="Tsunami" dalam tulisan ''[[kanji]]''
|picsize=100px
|kanji=津波
|romaji=tsunami
}}
[[File:Tsunami by hokusai 19th century.jpg|thumb|250px|Ilustrasi tsunami dilukis oleh [[Hokusai]], dalam mitologi Jepang, gelombang besar tersebut disebabkan oleh ikan lele raksasa bernama [[Ōnamazu]]]]
Kata tsunami adalah serapan dari [[bahasa Jepang]] 津波 (''tsunami''): ''tsu'' berarti [[pelabuhan]], dan ''nami'' berarti [[gelombang]]. Nama ini diperkirakan berasal dari para nelayan Jepang, yang mengamati bahwa kapal-kapal dan bangunan di pelabuhan rusak akibat fenomena ini sekalipun mereka tidak merasakan gelombang besar ketika berada di laut lepas.{{sfn|Gupta|Gahalaut|2014|p=1}} Oleh orang awam, tsunami kadang disebut "gelombang pasang". Namun, istilah yang dulunya populer ditolak para pakar karena fenomena ini tidak ada hubungannya dengan fenomena [[pasang surut]] yang diakibatkan [[gravitasi]] [[matahari]] dan [[bulan]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=338}} Para pakar lebih menyukai istilah ''tsunami'', walaupun sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di pelabuhan.{{sfn|Awate|2016|p=114}}


Beberapa bahasa memiliki padanan untuk istilah tsunami. Contohnya, dalam [[bahasa Aceh]], tsunami disebut ''ië beuna'' atau ''alôn buluël'' (tergantung daerah). Kata ''[[smong]]'' dan ''emong'' digunakan dalam bahasa-bahasa di [[Pulau Simeulue]], yang berada sebelah barat pantai Sumatra. Dalam [[bahasa Tamil]] di pantai timur India, tsunami disebut ''aazhi peralai''.{{sfn|Gupta|Gahalaut|2014|p=1}}
Wilayah di sekeliling [[Samudra Pasifik]] memiliki ''Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC)'' yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling [[Samudera Hindia]] sedang membangun ''Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS)'' yang akan berpusat di Indonesia.


== Pemicu ==
Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam
{{multiple image
| width = 220
| image1 = Eq-gen3.svg
| image2 = Eq-gen4.svg
| footer = Tsunami yang diakibatkan terjadinya gempa bumi bawah laut.
}}
Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air.{{sfn|Rinard Hinga|2015|pp=338–339}} Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini menuju ekuilibrium atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat terbentuk dan menyebar meninggalkan pusat gangguan, sehingga menyebabkan tsunami.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}} Peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan perpindahan air seperti ini meliputi [[gempa bumi]] bawah laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya benda ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau ledakan senjata.{{sfn|Ward|2011|pp=5–9}}{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}}


Pemicu paling umum adalah gempa bumi yang mengakibatkan sekitar 80%–90% dari seluruh tsunami.{{sfn|Ward|2011|p=5}} Gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi pada [[zona penunjaman]] (daerah pertemuan dua [[Tektonika lempeng|lempeng]] yang membenamkan salah satu lempeng tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa seperti ini menyebabkan tsunami. Biasanya, hanya gempa berkekuatan di atas 7,0 [[skala magnitudo momen]] yang memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu gempa, semakin besar pula peluang tsunami yang disebabkan oleh gempa tersebut.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}} Selain paling umum, tsunami seperti ini adalah satu-satunya yang dapat bertahan jauh (termasuk menyeberangi [[samudra]]) sehingga membahayakan daerah yang lebih luas.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=35}} [[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004|Tsunami Samudra Hindia 2004]] merupakan contoh tsunami seperti ini, dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 dan merupakan tsunami paling mematikan dalam sejarah.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}}
== Terminologi ==
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti [[pelabuhan]], dan nami berarti [[gelombang]]. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi.


[[Berkas:Longsor tsunami.png|jmpl|ka|upright=2|Longsor, baik yang terjadi di daratan (''gambar'') maupun di dasar laut, dapat memicu tsunami dengan "melemparkan" material seperti bebatuan ke lautan.]]
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan [[gelombang pasang]]. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Penyebab umum lainnya adalah [[tanah longsor]], baik yang terjadi di bawah laut maupun yang terjadi di daratan tetapi memindahkan material seperti bebatuan ke laut. Karena longsor bawah laut sering terjadi akibat gempa, longsor dapat memperparah gangguan pada air setelah gempa. Fenomena ini dapat menyebabkan tsunami bahkan pada gempa dengan kekuatan yang biasanya tidak menyebabkan tsunami (seperti gempa yang bermagnitudo sedikit di bawah 7,0), atau menyebabkan tsunami yang lebih besar dari perkiraan berdasarkan kekuatan gempa. Contohnya, [[gempa bumi Papua Nugini 1998]] hanya bermagnitudo sedikit di atas 7,0, tetapi menghasilkan tsunami besar dengan tinggi maksimum 15 meter. Contoh longsor daratan yang menyebabkan tsunami adalah [[Gempa bumi dan megatsunami Alaska 1958|tsunami Alaska 1958]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|pp=340–341}}


Penyebab tsunami lainnya adalah aktivitas vulkanik, terutama dari [[gunung berapi]] yang berada di dekat atau di bawah laut. Umumnya, aktivitas vulkanik menyebabkan naik atau turunnya bibir gunung berapi, memicu tsunami yang mirip dengan tsunami gempa bumi bawah laut.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=34}} Namun, dapat juga terjadi letusan besar yang menghancurkan pulau gunung berapi di tengah laut, menyebabkan air bergerak mengisi wilayah pulau tersebut dan memulai gelombang besar. Contoh tsunami akibat letusan besar seperti ini adalah tsunami [[letusan Krakatau 1883]], yang mengakibatkan tsunami setinggi lebih dari 40&nbsp;m.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=341}}{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=34}}
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para [[geologis]] dan [[oseanografis]] sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.


Selain penyebab-penyebab di atas, ada penyebab tsunami yang lebih langka, di antaranya benturan benda besar ke dalam air akibat ledakan senjata atau kejatuhan meteor.{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}} Benturan ini memicu gelombang air, dan tsunami yang dihasilkannya memiliki karakteristik fisika yang mirip dengan tsunami letusan gunung berapi.{{sfn|Ward|2011|p=9}}{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}}
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. ''Aazhi Peralai'' dalam [[Bahasa Tamil]], ''ië beuna'' atau ''alôn buluëk'' (menurut dialek) dalam [[Bahasa Aceh]] adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa [[Tagalog]] versi [[Austronesia]], bahasa utama di Filipina, ''alon'' berarti "gelombang". Di Pulau [[Simeulue]], daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam [[Bahasa Defayan]], ''smong'' berarti tsunami. Sementara dalam [[Bahasa Sigulai]], ''emong'' berarti tsunami.


== Penyebab terjadinya tsunami ==
=== Kawasan rentan tsunami ===
{{See also|Lingkaran Api Pasifik|Palung Sumatra}}
[[Berkas:Skema_tsunami.gif|thumb|Skema terjadinya tsunami]]
{{multiple image
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan [[gunung api]], [[gempa bumi]], [[longsor]] maupun [[meteor]] yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya [[Gunung Krakatau]].
| total_width= 440
| image1 = Pacific Ring of Fire.png
| image2 = Sumatra Volcanoes.png
| footer = Sebagian besar tsunami di bumi terjadi di [[Lingkaran Api Pasifik]] (kiri) dan [[Palung Sumatra]] (kanan).
}}
Rawan tidaknya suatu daerah terhadap tsunami ditentukan oleh ada tidaknya pemicu-pemicu di atas, terutama gempa bumi berkekuatan besar di lautan, yang merupakan penyebab tsunami paling umum. Hampir 80% dari tsunami di bumi terjadi di kawasan yang disebut [[Lingkaran Api Pasifik]], zona penunjaman di sekitar [[Samudra Pasifik]] yang mengalami banyak gempa bumi besar. Lingkaran api (Inggris: ''ring of fire'') ini mencakup (searah jarum jam) [[Selandia Baru]], [[Papua Nugini]], [[Indonesia]], pantai timur Asia (terutama [[Filipina]] dan [[Jepang]]) sampai ke utara, lalu pantai barat Amerika Utara dan Selatan. Selain itu, kawasan [[Palung Sumatra]] yang berada di [[Samudra Hindia]] lepas pantai barat dan selatan pulau Sumatra dan [[Jawa]], Indonesia, juga merupakan zona penunjaman yang rentan tsunami. Di luar dua kawasan ini, tsunami cukup jarang terjadi. Tercatat tsunami pernah terjadi di [[Makran|Pantai Makran]] (selatan [[Iran]] dan [[Pakistan]]), [[Laut Tengah]], serta pantai barat [[Portugal]].{{sfn|Gupta|Gahalaut|2014|p=5}}


== Rambatan gelombang tsunami ==
Gerakan vertikal pada [[kerak bumi]], dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
=== Dari pusat tsunami hingga ke pantai ===
Gangguan yang terjadi di tengah laut menyebar sebagai [[gelombang]]. Seperti gelombang pada umunya (termasuk gelombang air di kolam atau ombak di pantai), gelombang tsunami memiliki fase "bukit" dan "lembah", [[panjang gelombang]], [[frekuensi|periode]], dan [[kecepatan]].{{sfn|Ward|2011|p=2}} Namun gelombang tsunami memiliki perbedaan besar daripada gelombang ombak biasa. Tak seperti ombak biasa yang energinya berasal dari angin, gelombang tsunami bisa terus bertahan karena gaya [[gravitasi]] bumi yang menarik air untuk kembali ke kesetimbangannya.{{sfn|Margaritondo|2005|p=402}}{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=338}} Perbedaan-perbedaan lain adalah dari sifatnya secara matematis. Panjang gelombangnya (jarak antara satu bukit ke bukit berikutnya) berkisar antara beberapa kilometer hingga ratusan kilometer. Ini jauh lebih besar dibandingkan ombak yang panjang gelombangnya sekitar 100 meter.{{sfn|Ward|2011|p=3}} Karena panjang gelombangnya ini, serta kecilnya amplitudo atau tinggi gelombang (umumnya 30–60&nbsp;cm), gradien atau kemiringan air yang terbentuk sangatlah kecil, sehingga tidak terasa oleh kapal-kapal di laut lepas.{{sfn|Ward|2011|p=3}} Gelombang tsunami juga memiliki perioda yang jauh lebih besar (dapat mencapai 70–2.000 detik) dibandingan ombak biasa (sekitar 10 detik). Hal ini berarti arus yang ditimbulkan tsunami bertahan jauh lebih lama.{{sfn|Ward|2011|p=2}}


[[Berkas:2004IndianOceanTsunami.jpg|jmpl|upright=1.35|Waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, [[Tsunami Samudra Hindia 2004]] (''gambar'') mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, [[Sri Lanka]] setelah 2 jam, dan [[Kenya]] setelah 9 jam.]]
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Kecepatan gelombang tsunami (dapat mencapai 600–900&nbsp;km/jam) juga amat besar dibandingkan ombak biasa (sekitar 50&nbsp;km/jam). Namun ini hanyalah ''kecepatan rambatan gelombang'', dan bukan ''kecepatan partikel air''. Kecepatan partikel air jauh lebih rendah, umumnya di bawah 1&nbsp;m/s (3,6&nbsp;km/jam).{{sfn|Ward|2011|p=2}} Kecepatan ini kira-kira berbanding lurus dengan akar kuadrat dari kedalaman laut, sehingga tsunami bergerak lebih cepat di tengah samudra dibanding dekat pantai dangkal.{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Karena itu, waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, Tsunami Samudra Hindia 2004 mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, [[Sri Lanka]] setelah 2 jam, dan [[Kenya]] (di sisi lain Samudra Hindia) setelah 9 jam.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=5}}


Perbedaan lainnya antara tsunami dan ombak biasa adalah gelombang tsunami melibatkan air di seluruh area vertikal, baik bagian dalam dan dangkal. Tak seperti ombak biasa yang dalamnya jarang melebihi 20&nbsp;m, gelombang tsunami mencapai dasar laut sehingga memiliki total energi yang jauh lebih besar. Saat merambat di laut dalam, gangguan yang terjadi di permukaan hanyalah sebagian kecil dari total energi yang dimiliki oleh tsunami tersebut.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}}
Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau [[sesar]]. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah [[subduksi]], dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
<!--=== Model matematika ===
{{Kembangkan bagian}}
-->
=== Saat mendekati pantai ===
[[Berkas:Propagation du tsunami en profondeur variable.gif|jmpl|Karena berkurangnya kedalaman, gelombang tsunami memendek dan meninggi saat mendekati pantai.]]
Saat gelombang tsunami mendekati pantai, kecepatan gelombang menurun akibat gesekan dengan dasar laut.{{sfn|Encyclopædia Britannica|2019|loc=Origin and development}} Pada frekuensi tetap, panjang gelombang berbanding lurus dengan kecepatan sehingga gelombang tsunami memendek. Selain itu, karena tsunami menjangkau hingga dasar laut, saat laut menjadi dangkal, energi yang sebelumnya tersebar jauh hingga ke bawah mulai berpindah ke atas. Berpindahnya energi ini meningkatkan amplitudo atau tinggi gelombang.{{sfn|Ward|2011|pp=12–13}} Alhasil, saat mendekati pantai, energi tsunami menjadi jauh lebih padat baik secara horizontal (akibat berkurangnya panjang gelombang) dan secara vertikal (akibat berkurangnya kedalaman air dan meningkatnya amplitudo).{{sfn|Ward|2011|p=13}} Akibat yang lain adalah gradien atau kemiringan air menjadi jauh lebih curam.{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}}


Surutnya air laut sering dilaporkan terjadi sebelum datangnya tsunami, dalam kasus tertentu air laut dapat bergerak hingga ratusan meter menjauhi daratan. Hal ini sering memancing datangnya penduduk yang tidak tahu bahwa tsunami akan terjadi, karena dalam keadaan ini ikan mudah ditangkap dan sering terlihat [[koral|karang]] atau makhluk laut lainnya yang biasanya tidak terlihat.{{sfn|Rinard Hinga|2015|pp=339–340}} Tidak semua tsunami didahului oleh surutnya air, tsunami juga dapat langsung dimulai dengan naiknya permukaan air. Hal ini karena tsunami berbentuk gelombang, dengan puncak dan lembah. Jika lembah gelombang yang sampai lebih dahulu, permukaan air laut akan turun. Sebaliknya, puncak gelombang menghasilkan naiknya air laut. Kedua hal ini dapat terjadi dengan peluang yang sama.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=37}}
Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi [[megatsunami]] yang tingginya mencapai ratusan meter.


== Mencapai daratan ==
Gempa yang menyebabkan tsunami
Tsunami sering digambarkan secara ikonik sebagai dinding air raksasa yang bergerak menghantam daratan, seperti ombak yang ditunggangi [[selancar|peselancar]].{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=38}} Fenomena ini memang terjadi, tetapi hanya pada tsunami-tsunami yang sangat besar, seperti pada Tsunami Samudra Hindia 2004.{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Pada sebagian besar kasus, tsunami tidak menyebabkan dinding air raksasa, tetapi terjadi dengan naiknya permukaan laut secara tiba-tiba (terkadang didahului surut).{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=339}}{{sfn|U.S. Geological Survey|2016}} Air dapat naik dan surut selama berjam-jam, sesuai bukit dan lembah gelombang.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}} Tsunami yang mencapai daratan bukan hanya sebuah gelombang tetapi terdiri dari rangkaian gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda dan dapat [[Interferensi|saling memperkuat]]. Saat ini, tidak mungkin memperkirakan jumlah puncak besar yang ada dalam suatu tsunami, atau puncak mana yang paling berbahaya. Karena itu, daerah pantai masih dianggap berbahaya walaupun beberapa gelombang besar telah lewat.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}}


[[Berkas:Tsunami run-up, height, and inundation.png|jmpl|Diagram yang menunjukkan ukuran yang berkaitan dengan besar tsunami, termasuk inundasi (''inundation'') dan kenaikan ('''run-up'').]]
* Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
Tsunami yang mencapai daratan dapat menyebabkan kenaikan permukaan air hingga 15–30 meter.{{sfn| Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=5}} Banjir yang dihasilkan dapat bergerak cepat hingga 90&nbsp;km/jam,{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=340}} dan menjangkau hingga beberapa kilometer dari pantai.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=5}} Aliran air ini mampu menghancurkan bangunan dan tanaman, menghanyutkan kendaraan atau benda-benda bergerak lainnya.{{sfn|Encyclopædia Britannica|2019|loc=Origin and Development}} Kerusakan akibat arus yang berkecepatan tinggi dan dipenuhi puing serta benda hanyut ini sering kali lebih besar daripada kerusakan akibat hantaman awal tsunami.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=41}} Banjir yang diakibatkan tsunami ini sering diukur dengan dua besaran: inundasi atau penggenangan (''inundation'') dan kenaikan (''run-up''). Inundasi adalah jarak maksimal yang ditempuh tsunami secara horizontal ke dalam daratan. Kenaikan adalah ketinggian maksimum yang digenangi banjir dibandingkan dengan ketinggian normal air laut.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=5}}
* Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
* Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun


Saat banjir tsunami mulai surut, arus balik air ke laut juga dapat menimbukan kerusakan besar.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=41}} Air dapat mengalir dengan cepat dan bergejolak, menyebabkan erosi dan merusak fondasi bangunan.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=42}}{{sfn|Encyclopædia Britannica|2019|loc=Origin and Development}} Air dapat bergerak bolak balik hingga beberapa hari.{{sfn|Encyclopædia Britannica|2019|loc=Origin and Development}}
== Sistem Peringatan Dini ==
{{utama|Sistem peringatan tsunami}}


== Penanggulangan ==
Banyak kota-kota di sekitar [[Pasifik]], terutama di [[Jepang]] dan juga [[Hawaii]], mempunyai [[sistem peringatan tsunami]] dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi [[seismologi]] di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengan[[satelit]].
=== Sistem peringatan dini ===
[[Berkas:Indonesia early warning system officer.jpg|jmpl|Petugas sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, memantau data dari [[Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011|Gempa bumi Tōhoku 2011.]]]]
[[Berkas:DART II System Diagram.jpg|jmpl|lurus|Diagram DART II, salah satu komponen deteksi tsunami yang dimiliki [[Pacific Tsunami Warning Center]].]]
{{Main|Sistem peringatan dini tsunami}}
[[Sistem peringatan dini tsunami]] berfungsi untuk mendeteksi risiko tsunami, memperkirakan daerah-daerah yang akan terkena, dan mengeluarkan pengumuman agar publik dapat mengambil tindakan untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|pp=7–8}} Peringatan dini tsunami biasanya berawal dari terjadinya gempa berkekuatan besar (magnitudo 7,0 atau lebih).{{sfn|Encyclopædia Britannica|2019|loc=Tsunami Warning Systems}}{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342}} Saat gempa seperti ini terjadi, penduduk daerah terdekat dapat langsung diberi peringatan dini disertai perkiraan kasar ukuran atau waktu kedatangan tsunami. Sementara itu, pusat sistem peringatan dini mengumpulkan data-data lain, seperti perubahan pada permukaan laut, serta kedalaman dan karakteristik dasar laut setempat.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=343}}{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}} Perubahan ketinggian air laut dapat diukur dengan alat seperti [[alat pengukur pasang surut]] yang sebelumnya telah ditempatkan di berbagai lokasi.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=51}} Data-data ini kemudian diolah untuk mengeluarkan perkiraan yang lebih rinci. Dengan data yang cukup, dapat dideteksi apakah ada tsunami, dan jika ada, perkiraan juga dapat meliputi peta pergerakan, daerah yang mungkin terkena, waktu kedatangan, maupun ukuran tsunami. Jika dideteksi tidak ada tsunami, peringatan dini dapat dibatalkan. Jika tsunami terdeteksi, pihak berwenang di daerah yang dianggap berisiko dapat mengambil tindakan penanggulangan, termasuk memerintahkan evakuasi daerah pesisir. Waktu respons yang dimiliki tiap lokasi berbeda-beda tergantung jaraknya dari pusat tsunami. Daerah yang cukup jauh bisa jadi memiliki waktu berjam-jam untuk bersiap dan melakukan evakuasi.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=343}}{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}}


[[File:Tsunami alarm warning system in Kajhu Grand Mosque complex, Kajhu; February 2020 (02).jpg|thumb|230px|Sirine tsunami di [[Baitussalam, Aceh Besar]]]]
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut [[buoy]], dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat [http://www.prh.noaa.gov/pr/ptwc/ Pasific Tsunami Warning Center] pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Selain deteksi dan perkiraan bahaya tsunami, efektivitas sistem peringatan dini juga tergantung kepada adanya rencana tindakan yang matang. Dalam rencana seperti ini, lembaga pemerintah terkait harus sudah mengenal dan terlatih dalam tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, di antaranya menafsirkan sumber-sumber ilmiah maupun menyebarkan informasi dan instruksi kepada masyarakat melalui jalur komunikasi yang efektif. Karena rentang waktu sebelum datangnya tsunami bisa jadi sangat singkat, faktor kecepatan amat penting. Dengan adanya persiapan dan rencana yang matang, keputusan dan tindakan dapat diambil dengan lebih cepat.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=8}}


Upaya deteksi tsunami melalui pemantauan gempa bumi bermagnitudo besar telah dilakukan sekurangnya sejak awal 1900-an oleh vulkanolog Amerika Serikat [[Thomas A. Jaggar]] di [[Hawaii]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342}} Namun, metode peringatan pada awal abad ke-20 masih belum formal dan kurang efektif karena tidak akurat (sering mengeluarkan peringatan ketika sebenarnya tidak ada tsunami), dan tidak adanya jalur komunikasi resmi.{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342–343}} Pusat peringatan dini formal pertama adalah [[Pacific Tsunami Warning Center]] (PTWC), yang didirikan di Hawaii pada 1949, sebagai tanggapan atas tsunami yang diakibatkan oleh [[Gempa bumi Kepulauan Aleut 1946]].{{sfn|Rinard Hinga|2015|p=342}} Sejak 1965, negara-negara Samudra Pasifik lainnya ikut berpartisipasi dalam sistem ini, dan kini telah beranggotakan 46 negara.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}} Selain PTWC, Amerika Serikat juga memiliki satu sistem lain yang disebut [[West Coast and Alaska Tsunami Warning Center]].{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}} Setelah tsunami Samudra Hindia 2004, negara-negara Samudra Hindia membentuk [[Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System]], lembaga kerja sama pemantauan dan penyebaran informasi risiko tsunami.{{sfn|Hettiarachchi|2018|p=1340}} Banyak negara di kawasan rentan tsunami memiliki lembaga yang bertugas mengatur sistem peringatan dini nasional, seperti [[Badan Meteorologi Jepang]] di Jepang, dan [[Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika]] (BMKG) di Indonesia.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=7}}{{sfn|Indian Ocean Tsunami Information Center|2018}}
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.


=== Rancangan tahan tsunami ===
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. [[Episenter]] dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
[[Berkas:Ie Beuna Narit Aceh.JPG|thumb|230px|Papan tanda zona tsunami di [[Aceh Besar]]]]
[[Berkas:Aceh 2004 tsunami standing mosque USGS.jpg|jmpl|Sebuah [[masjid]] di pesisir [[Banda Aceh]] di tengah puing-puing pasca tsunami 2004. Kemungkinan, masjid ini dapat bertahan karena memiliki ruang terbuka yang luas.{{sfn|U.S. Geological Survey|2005}}]]
[[Berkas:Countermeasures against level 1 and level 2 tsunamis.jpg|jmpl|Sebuah rancangan bendungan tsunami, bertujuan membendung tsunami kecil dan mengurangi kerusakan akibat tsunami besar.]]
Dengan kecepatan tinggi dan hanyutnya benda-benda yang berat, arus tsunami memiliki energi tinggi yang dapat menghancurkan atau merusak bangunan-bangunan di daerah pesisir.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=10}} Namun, berdasarkan pengamatan, bangunan-bangunan dengan rancangan tertentu memiliki peluang lebih besar untuk bertahan. Bangunan dengan ruangan terbuka yang luas, yang bisa dilewati oleh air tanpa banyak benturan sering mampu bertahan saat diterjang tsunami.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=42}} Contohnya adalah [[rumah panggung|rumah-rumah panggung]] di Hawaii (air bisa mengalir antara lantai dan tanah), dan [[masjid]]-masjid besar di Aceh (yang umum memiliki ruangan luas terbuka).{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=42}}{{sfn|U.S. Geological Survey|2005}} Struktur [[beton bertulang]] juga sering tidak hancur dalam tsunami, walaupun tembok-tembok bangunannya dapat hancur.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=42}} Jika bangunan berkerangka seperti ini cukup tinggi, lantai atasnya dapat dirancang sebagai zona evakuasi darurat untuk penduduk yang tidak sempat mengungsi ke tanah yang tinggi.{{sfn|Chock|Robertson|Kriebel|Nistor|2011|p=14}}{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=10}}


Struktur khusus yang dibangun di tepi pantai, seperti [[pemecah gelombang]], [[tembok pantai]] dibangun di beberapa tempat yang rawan tsunami, seperti Jepang dan Hawaii. Struktur-struktur seperti ini tidak berkekuatan atau berketinggian yang cukup untuk sepenuhnya menghentikan tsunami, namun dapat mengurangi kekuatan arusnya.{{sfn|Dudley|Lee|1988|p=42}}{{sfn|Chock|Robertson|Kriebel|Nistor|2011|p=5}}


=== Perilaku individu ===
=== Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia ===
Beberapa lembaga nasional maupun internasional menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri dari tsunami. [[Komisi Oseanografi Antarpemerintah]] menyarankan penduduk di daerah rawan tsunami untuk menyiapkan rencana darurat jauh-jauh hari (jika perlu melibatkan keluarga untuk memudahkan koordinasi) dan mengikuti instruksi pihak berwenang setempat. Lembaga ini juga menyarankan cepat mengungsi ke daerah yang lebih tinggi jika merasakan gempa yang kuat di daerah pantai, bahkan sebelum adanya peringatan resmi, karena tsunami dapat terjadi dengan cepat di daerah yang dekat dengan pusat gempa.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|pp=10–12}} Gejala alam yang dapat menandakan datangnya tsunami adalah naik atau surutnya permukaan air laut secara tiba-tiba, ataupun bunyi deruan keras berasal dari arah laut.{{sfn|Intergovernmental Oceanographic Commission|2012|p=12}}{{sfn|National Tsunami Hazard Mitigation Program|2015|p=1}}


== Daftar tsunami di Indonesia ==
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System - DSS).
{{Incomplete list}}
[[Indonesia]] menjadi salah satu negara yang paling banyak terkena dampak tsunami, setelah Jepang. Sebanyak 217 gelombang tsunami terjadi di Indonesia sejak tahun 1608. Oleh karena itu, tsunami relatif sering terjadi Indonesia.<ref>{{cite web|title=Sejak 1992, Tsunami Indonesia 2 tahun Sekali|url=https://news.mypangandaran.com/artikel/read/cerita-pangandaran/41/sejak-1992-tsunami-indonesia-2-tahun-sekali|website=mypangandaran.com|date=1 November 2010|access-date=19 April 2024}}</ref><ref>{{cite web|title=Tsunamis in Indonesia|url=https://www.worlddata.info/asia/indonesia/tsunamis.php|website=worlddata.info|access-date=18 April 2024}}</ref>


Gelombang tsunami terbesar yang pernah tercatat di Indonesia yaitu [[Gempa bumi dan megatsunami Ambon 1674]], mencapai ketinggian hingga 100 meter (330 kaki), dan menewaskan sekitar 2.300 penduduk.
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.


{|class="wikitable sortable"
Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
|-
! scope="col" | Tanggal
! scope="col" | Lokasi
! scope="col" | Nama
! scope="col" | Korban jiwa
! scope="col" | Ketinggian
! scope="col" | Penyebab
|-
|{{dts|2018-12-22}}
|[[Selat Sunda]], [[Banten]], [[Lampung]]
| [[Tsunami Selat Sunda 2018]]
| 437
| {{cvt|13|m}}
| Letusan gunung berapi
|-
|{{dts|2018-09-28}}
| [[Sulawesi Tengah]]
| [[Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018]]
| 4.340
| {{cvt|15|m}}
| Gempa bumi, [[Longsor bawah laut]]
|-
|{{dts|2010-10-25}}
| [[Sumatra]], [[Mentawai]]
| [[Gempa bumi Kepulauan Mentawai 2010]]
| 408
| {{cvt|8|m}}
| Gempa bumi
|-
|{{dts|2006-07-17}}
|[[Jawa Barat]], [[Jawa Tengah]], [[Yogyakarta]]
|[[Gempa bumi dan tsunami Jawa 2006]]
| 668
| {{cvt|8|m}}
| Gempa bumi
|-
|{{dts|2004-12-26}}
|[[Sumatra]], [[Aceh]]
|[[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004]]
|227.898
|{{cvt|30|m}}, tertinggi {{cvt|51|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|2000-05-04}}
|[[Kabupaten Banggai Kepulauan|Kepulauan Banggai]], [[Sulawesi Tengah]]
|[[Gempa bumi Kepulauan Banggai 2000]]
|54
|{{cvt|6|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1998-11-29}}
|[[Maluku Utara]]
|[[:en:1998 North Maluku earthquake|Gempa bumi Maluku Utara 1998]]
|41
|{{cvt|2,7|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1996-02-17}}
|[[Papua]]
|[[Gempa bumi Biak 1996]]
|166
| {{cvt|7|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1994-06-03}}
|[[Jawa Timur]], [[Bali]]
|[[Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994]]
|250
|{{cvt|12|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1992-12-12}}
|[[Flores]], [[Sulawesi Selatan]], [[Sulawesi Tenggara]]
|[[Gempa bumi dan tsunami Flores 1992]]
|2.500
|{{cvt|26|m}}
|Gempa bumi, Longsor bawah laut
|-
|{{dts|1977-08-19}}
|[[Sumba]]
|[[Gempa bumi Sumba 1977]]
|316
|{{cvt|8|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1969-02-03}}
|[[Sulawesi Barat]], [[Kalimantan Selatan]]
|[[Gempa bumi Sulawesi 1969]]
|668
|{{cvt|12|m}}
|Gempa bumi, Longsor bawah laut
|-
|{{dts|1968-08-18}}
|[[Sulawesi Tengah]]
|[[Gempa bumi Sulawesi 1968]]
|213
|{{cvt|6|m}}
|Gempa bumi, Longsor bawah laut
|-
|{{dts|1965-01-24}}
|[[Pulau Seram]]
|[[Gempa bumi Laut Seram 1965]]
|75
|{{cvt|8|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1938-02-01}}
|[[Laut Banda]]
|[[Gempa bumi Laut Banda 1938]]
|0
|{{cvt|1|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1907-01-04}}
|[[Sumatra]]
|[[:en:1907 Sumatra earthquake|Gempa bumi Sumatra 1907]]
|2.118
|{{cvt|14|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1899-09-30}}
|[[Pulau Seram]]
|[[Gempa bumi Pulau Seram 1899]]
|3.389
|{{cvt|10|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1883-08-27}}
|[[Selat Sunda]], [[Banten]], [[Lampung]]
|[[Letusan Krakatau 1883]]
|36.417
| {{cvt|36|m}}
|[[Letusan gunung berapi]]
|-
|{{dts|1871-03-14}}
|[[Sulawesi Utara]]
|[[Letusan dan tsunami Ruang 1871]]
|413
| {{cvt|25|m}}
|Letusan gunung berapi
|-
|{{dts|1843-01-05}}
|[[Sumatra]]
|[[:en:1843 Nias earthquake|Gempa bumi Nias 1843]]
|
| {{cvt|18|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1833-11-25}}
|[[Sumatra]]
|[[Gempa bumi Sumatra 1833]]
|2.000
|{{cvt|30|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1815-11-12}}
|[[Bali]]
|[[Gempa bumi Bali 1815]]
|10.453
|{{cvt|8|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1815-07-15}}
|[[Sumbawa]]
|[[Letusan Tambora 1815]]
|105.000
|{{cvt|12|m}}
|Letusan gunung berapi
|-
|{{dts|1797-02-10}}
|[[Sumatra]]
|[[Gempa bumi Sumatra 1797]]
|2.000
|{{cvt|12|m}}
|[[Gempa bumi]]
|-
|{{dts|1780-01-23}}
|[[Jawa]]
|[[Gempa bumi Jawa 1780]]
|
|{{cvt|25|m}}
|Gempa bumi
|-
|{{dts|1674-02-17}}
|[[Laut Banda]], [[Maluku]]
|[[Gempa bumi dan megatsunami Ambon 1674]]
|2.347
|{{cvt|100|m}}
|Gempa bumi, Longsor bawah laut
|-
|{{dts|1629-08-01}}
|[[Laut Banda]]
|[[Gempa bumi Laut Banda 1629]]
|5
|{{cvt|16|m}}
|Gempa bumi
|}


== Daftar tsunami paling mematikan ==
{| class="sortable wikitable" style="font-size:100%"
|-
! No
! Korban
! Nama
! Lokasi
! Tanggal
|-
| 1
| 227,898
| [[Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004]]
| [[Indonesia]], [[Sri Lanka]], [[India]], [[Thailand]], [[Somalia]], [[Maladewa]], [[Myanmar]], [[Malaysia]]
| {{dts|2004|12|26}}
|-
| 2
| 123,000
| [[Gempa bumi Messina 1908]]
| [[Italia]]
| {{dts|1908|12|28}}
|-
| 3
| 36,417
| [[Letusan Krakatau 1883]]
| [[Hindia Belanda]], (Kini [[Indonesia]])
| {{dts|1883|8|27}}
|-
| 4
| 40,000–50,000<ref name="autogenerated2006">{{Cite web|url=http://www.york.ac.uk/media/economics/documents/cherrydiscussionpapers/0603.pdf|title=The Opportunity of a Disaster: The Economic Impact of the 1755 Lisbon Earthquake. Discussion Paper 06/03, Centre for Historical Economics and Related Research at York, York University, 2006|access-date=August 6, 2013|archive-date=February 22, 2014|archive-url=https://web.archive.org/web/20140222235014/http://www.york.ac.uk/media/economics/documents/cherrydiscussionpapers/0603.pdf|url-status=live}}</ref>
| [[Gempa bumi Lisbon 1755]]
| [[Portugal]], [[Maroko]], [[Spanyol]]
| {{dts|1755|11|1}}
|-
| 5
| 32,000
| [[:en:Minoan Eruption|Erupsi Minoan]]
| [[Yunani]]
| 2 Millennium BC
|-
| 6.
| 31,000
| [[:en:1498 Meiō earthquake|Gempa bumi Meiō 1498]]
| rowspan="3" | [[Jepang]]
| {{dts|1498|9|20}}
|-
| 7
| 30,000
| [[:en:1707 Hōei earthquake|Gempa bumi Hōei 1707]]
| {{dts|1707|10|28}}
|-
| 8
| 27,122<ref>{{cite web|url=http://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=2489&t=101650&s=13&d=22,26,13,12&nd=display|title=Significant Earthquake|author=Paula Dunbar|access-date=October 24, 2014|archive-date=July 21, 2020|archive-url=https://web.archive.org/web/20200721063724/https://www.ngdc.noaa.gov/nndc/struts/results?eq_0=2489&t=101650&s=13&d=22,26,13,12&nd=display|url-status=live}}</ref>
| [[:en:1896 Sanriku earthquake|Gempa bumi Sanriku 1896]]
| {{dts|1896|6|15}}
|-
| 9
| 25,674
| [[Gempa bumi Arica 1868]]
| [[Peru]]
| {{dts|1868|8|13}}
|-
| 10
| 19,786
| [[Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011]]
| [[Jepang]]
| {{dts|2011|3|11}}
|}


==== Cara Kerja ====
== Catatan kaki ==
{{reflist}}

Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.

Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).

Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

== Tsunami dalam sejarah ==
* [[1 November]] [[1755]] - Tsunami menghancurkan [[Lisboa]], ibu kota [[Portugal]], dan menelan 60.000 korban jiwa.
* [[1883]] - Pada tanggal [[26 Agustus]], letusan gunung [[Krakatau]] dan tsunami menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
* [[2004]] - Pada tanggal [[25 Desember|25]]-[[26 Desember]] 2004, [[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|gempa besar yang menimbulkan tsunami]] menelan korban jiwa lebih dari 250.000 di [[Asia Selatan]], [[Asia Tenggara]] dan [[Afrika]]. Ketinggian tsunami 35 m,
* [[2006]] - [[17 Juli]], [[gempa bumi Jawa Juli 2006|Gempa yang menyebabkan tsunami]] terjadi di selatan pulau [[Jawa]], [[Indonesia]], dan setinggi maksimum ditemukan 21 meter di Pulau Nusakambangan. Memakan korban jiwa lebih dari 500 orang. Dan berasal dari selatan kota [[Ciamis]]
* [[2007]] - [[12 September]], [[Bengkulu]], Memakan korban jiwa 3 orang. Ketinggian tsunami 3-4 m.
* [[2010]] - [[27 Februari]], [[Santiago]], [[Chili]]
* 2010 - [[26 Oktober]], [[Kepulauan Mentawai]], [[Indonesia]]
* [[2011]] - [[11 Maret]], [[Gempa bumi dan tsunami Sendai 2011|Jepang]]


== Daftar pustaka ==
== Daftar pustaka ==
{{refbegin|2}}
* Iwan, W.D., ''editor'', 2006, Summary report of the Great Sumatra Earthquakes and Indian Ocean tsunamis of [[26 December]] 2004 and [[28 March]] 2005: Earthquake Engineering Research Institute, EERI Publication #2006-06, 11 chapters, 100 page summary, plus CD-ROM with complete text and supplementary photographs, EERI Report 2006-06. [www.eeri.org] ISBN 1-932884-19-X
* {{cite book|ref=harv|last=Awate|first=S.J.|title=Environmental Geography|url=https://books.google.com/books?id=uj6VDgAAQBAJ&pg=PA114|year=2016|publisher=Lulu Publication|location=Raleigh|isbn=978-1-365-64482-5}}
* Dudley, Walter C. & Lee, Min (1988: 1st edition) ''Tsunami!'' ISBN 0-8248-1125-9 [http://www.tsunami.org/references.htm#Books link]
* {{cite report|ref=harv|first1=Gary|last1=Chock|first2=Ian|last2=Robertson|first3=David|last3=Kriebel|first4=Ioan|last4=Nistor|first5=Mathew|last5=Francis|first6=Daniel|last6=Cox|first7=Solomon|last7=Yim|title=The Tohoku, Japan, Tsunami of March 11, 2011: Effects on Structures|date=2011|publisher=Earthquake Engineering Research Institute|location=[[Oakland, California]]|url=http://itic.ioc-unesco.org/images/docs/japan-tohoku-report-tsunami-bldgs.pdf}}
* Kenneally, Christine ([[December 30]] 2004). "Surviving the Tsunami". ''Slate''. [http://www.slate.com/id/2111608/ link]
* {{cite book|ref=harv|last1=Dudley|first1=Walter C.|last2=Lee|first2=Min|title=Tsunami!|url=https://books.google.com/books?id=xLrvAAAAMAAJ|year=1988|publisher=University of Hawaii Press|location=[[Honolulu]]|isbn=978-0-8248-1125-9}}
* Macey, Richard ([[January 1]] 2005). "The Big Bang that Triggered A Tragedy", ''[[The Sydney Morning Herald]]'', p 11 - quoting Dr Mark Leonard, seismologist at Geoscience Australia.
* {{cite book|ref=harv|last1=Gupta|first1=Harsh K.|last2=Gahalaut|first2=Vineet K. |title=Three Great Tsunamis: Lisbon (1755), Sumatra-Andaman (2004) and Japan (2011)|url=https://books.google.com/books?id=nALFBAAAQBAJ|date=2014|publisher=Springer Science & Business Media|isbn=978-94-007-6576-4}}
* Lambourne, Helen ([[March 27]] 2005). "Tsunami: Anatomy of a disaster". ''[[BBC News]]''. [http://news.bbc.co.uk/1/hi/sci/tech/4381395.stm link]
* {{cite journal|ref=harv|first=Giorgio|last=Margaritondo|date=2005|title=Explaining the physics of tsunamis to undergraduate and non-physics students|doi=10.1088/0143-0807/26/3/007|journal=European Journal of Physics|volume=26|issue=3|publisher=IOP Publishing Ltd}}
* abelard.org. ''tsunamis: tsunamis travel fast but not at infinite speed''. Website, retrieved [[March 29]] 2005. [http://www.abelard.org/briefings/tsunami.php link]
* {{cite journal|ref=harv|first=Samantha|last=Hettiarachchi|date=2018|title=Establishing the Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System for human and environmental security|doi=10.1016/j.proeng.2018.01.173|journal=Procedia Engineering|volume=212|pages=1339-1346|issn=1877-7058 |publisher=Elsevier}}
* [http://www.ngdc.noaa.gov/spotlight/tsunami/tsunami.html The NOAA's page on the 2004 Indian Ocean earthquake and tsunami]
* {{cite web|ref=harv|url=http://iotic.ioc-unesco.org/indian-ocean-tsunami-warning-system/tsunami-early-warning-centres/56/national-tsunami-warning-centres|title=National Tsunami Warning Centres|author=Indian Ocean Tsunami Information Center|date=2018|publisher=[[UNESCO]]|language=en|archive-url=https://web.archive.org/web/20180128225352/http://iotic.ioc-unesco.org/indian-ocean-tsunami-warning-system/tsunami-early-warning-centres/56/national-tsunami-warning-centres|archive-date=2018-01-28|access-date=2019-02-01|dead-url=no}}

* {{cite book|ref=harv|author=Intergovernmental Oceanographic Commission|date=2012|title=Tsunami, The Great Waves, Second Revised Edition|language=en|location=Paris|publisher=UNESCO|url=http://itic.ioc-unesco.org/images/stories/awareness_and_education/great_waves/great_waves_en_v.2014_sm.pdf}}
== Pranala luar ==
* {{cite web|ref=harv|author=National Tsunami Hazard Mitigation Program|date=2015 |url=https://nws.weather.gov/nthmp/documents/nthmpsafety.pdf |title=Tsunami Awareness & Safety|publisher=[[National Weather Service]] Amerika Serikat}}
* {{en}}[http://www.worldbank.org/id/tsunami Program Bank Dunia Untuk Tsunami di Aceh & Nias]
* {{cite book|ref=harv|last=Rinard Hinga|first=Bethany D.|title=Ring of Fire: An Encyclopedia of the Pacific Rim's Earthquakes, Tsunamis, and Volcanoes: An Encyclopedia of the Pacific Rim's Earthquakes, Tsunamis, and Volcanoes|url=https://books.google.com/books?id=VHq1BgAAQBAJ|accessdate=2019-01-14|date=2015|publisher=ABC-CLIO|location=[[Santa Barbara, California|Santa Barbara]]|isbn=978-1-61069-297-7}}
* {{ms}} [http://www.geocities.com/semua_hal/FaktaTsunami.htm Fakta mengenai gelombang tsunami]
* {{cite encyclopedia|author=Tim Penyunting Encyclopædia Britannica|url=https://www.britannica.com/science/tsunami|title=Tsunami|encyclopedia=[[Encyclopædia Britannica]]|date=2019|ref={{SfnRef|Encyclopædia Britannica|2019}}|publisher=Encyclopædia Britannica, inc.|accessdate=2019-01-14 }}
* {{en}} [http://www.geophys.washington.edu/tsunami/general/physics/runup.html Animasi komputer mengenai tsunami]
* {{cite web|ref=harv|author=U.S. Geological Survey|title=Photo Gallery of Northwestern Sumatra: 21 January 2005, Banda Aceh|url=https://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatra05/Banda_Aceh/0702.html|language=en|date=2005|archive-url=https://web.archive.org/web/20190205041805/https://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatra05/Banda_Aceh/0702.html|archive-date=2019-02-05|access-date=2019-02-05|dead-url=no}}
* {{en}} [http://wcatwc.gov/ NOAA Pusat Peringatan Tsunami NWS Pantai Barat & Alaska]
* {{cite web|ref=harv|author=U.S. Geological Survey|title=Life of a Tsunami|url=https://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/basics.html|language=en|date=2016|archive-url=https://web.archive.org/web/20190110094633/https://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/basics.html|archive-date=2019-01-10|access-date=2019-01-28|dead-url=no}}
* {{id}} [http://www.jtic.org/ Jakarta Tsunami Information Centre]
* {{cite encyclopedia|ref=harv|last=Ward|first=Steven N.|editor-last=Gupta|editor-first=Harsh K.|title=Tsunami|encyclopedia=Encyclopedia of Solid Earth Geophysics|url= https://websites.pmc.ucsc.edu/~ward/papers/ency2.pdf|editors=Harsh K. Gupta|location=[[Dordrecht]]|publisher=Springer|doi=10.1007/978-90-481-8702-7_2|accessdate=14 Januari 2019|year=2011|orig-year=naskah 2010}} <!-- Ensiklopedia ini sebenarnya diterbitkan tahun 2011, namun naskah yang tersedia daring adalah naskah 2010 yang dapat memiliki nomor halaman berbeda dengan ensiklopedianya. Nomor halaman yang digunakan di artikel ini adalah nomor pada naskah. -->
* {{en}} [http://www.edu4hazards.org/tsunami.html How to survive a tsunami - Guide for children and youth]
{{refend}}
* {{en}} [http://tsunami.name Tsunami database with detailed statistics]
{{Authority control}}
* {{en}} [http://www.crisisreversal.com ImanusT (Crisis Relief Non-Profit Organization)]
{{artikel bagus}}
* {{en}} [http://www.geo-world.org/tsunami Tsunami education and outreach site]
* {{en}} [http://www.whoi.edu/institutes/coi/viewTopic.do?o=read&amp;id=281 Tsunami Information from the Coastal Ocean Institute], [[Woods Hole Oceanographic Institution]]
* {{en}} [http://www.pbs.org/nova/tsunami/ NOVA: Wave That Shook The World] — Site and special report shot within days of the 2004 Indian Ocean tsunami.
* {{en}} [http://www.tsunami.noaa.gov/ NOAA Tsunami] — General description of tsunamis and the United States agency NOAA's role in [http://www.tsunami.noaa.gov/research_modeling.html Tsunami hazard assessment], [http://www.tsunami.noaa.gov/prepare.html preparedness], [http://www.tsunami.noaa.gov/education.html education], [http://www.tsunami.noaa.gov/warnings_forecasts.html forecasts & warnings], [http://www.tsunami.noaa.gov/responding.html response] and [http://www.tsunami.noaa.gov/research_modeling.html research].
* {{en}} [http://ifmaxp1.ifm.uni-hamburg.de/tsunami.shtml Can HF Radar detect Tsunamis?] — University of Hamburg HF-Radar.
* {{en}} [http://www.highergroundproject.org.uk The Higher Ground Project] — Stories of children who survived the tsunami.
* {{en}} [http://www.geohazards.no/ The International Centre for Geohazards (ICG)]
* {{en}} [http://www.prh.noaa.gov/itic/library/about_tsu/faqs.html ITIC tsunami FAQ]
* {{en}} [http://nctr.pmel.noaa.gov/ NOAA Center for Tsunami Research] (incorporates the PMEL Tsunami Research Program) (United States)
* {{en}} [http://pubs.usgs.gov/circ/c1187/ USGS: Surviving a tsunami] (United States)
* {{en}} [http://ioc.unesco.org/itsu/ ITSU] — Coordination Group for the Pacific Tsunami Warning System.
* {{en}} [http://www.tsunami.org/ Pacific Tsunami Museum]
* {{en}} [http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/ Tsunamis and Earthquakes]
* {{en}} [http://tsunami.gov/ Tsunami Centers] — United States National Weather Service.
* {{en}} [http://tsunami-warning.org/ Tsunami Warning] — Tsunami warnings via mobile phone.
* {{en}} [http://www.sthjournal.org/ ''Science of Tsunami Hazards'' journal]
* {{en}} [http://www.geohazards.no/ The International Centre for Geohazards (ICG)]
* {{en}} [http://www.envirtech.org/envirtech_tsunameter.htm Envirtech Tsunami Warning System] — Based on seabed seismics and sea level gauges.
* {{en}} [http://geology.com/articles/tsunami-geology.shtml What Causes a Tsunami?]
* {{en}} [http://sciam.com/article.cfm?chanID=sa006&articleID=000CDB86-32E0-13A8-B2E083414B7F0000 Scientific American Magazine (January 2006 Issue) Tsunami: Wave of Change] What we can learn from the Indian Ocean tsunami of December 2004.
* [http://www.jtic.org/ Jakarta Tsunami Information Centre]

=== Gambar dan film ===
* {{en}} [http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/5194316.stm BBC: Proses terjadinya tsunami]
* [http://www.archive.org/details/opensource_movies 5 Amateur Camcorder Video Streams of the [[December 26]] 2004 tsunami that hit Sri Lanka, Thailand and Indonesia (search on tsunamis).]
* [http://homepage.mac.com/demark/tsunami/1.html 2004 Asian Tsunami Satellite Images (Before and After)]
* [http://www.crisp.nus.edu.sg/tsunami/tsunami.html Satellite Images of Tsunami Affected Areas] High resolution satellite images showing the effects of the 2004 tsunami on the affected areas in Indonesia, Thailand and Nicobar island of India.
* [http://www.geophys.washington.edu/tsunami/general/physics/runup.html Computer-generated animation of a tsunami]
* [http://nctr.pmel.noaa.gov/animate.html Animations of actual and simulated tsunami events] from the NOAA Center for Tsunami Research
* [http://www.geophys.washington.edu/tsunami/general/physics/characteristics.html Animation of 1960 tsunami originating outside coast of Chile]
* [http://www.riveroflife.be/tsunami/index.html The Survivors - A moving travelogue full of stunning images along the tsunami ravaged South-Western Coast of India] '''[Unavailable]'''
* [http://www.forskning.no/Artikler/2006/juni/1149444923.73 Origin of a Tsunami - animation showing how the shifting of continental plates in the Indian Ocean created the catastrophe of December 26th 2004.]
* [http://archives.cbc.ca/IDD-1-75-1561/science_technology/earthquakes_and_tsunamis/ CBC Digital Archives – Canada's Earthquakes and Tsunamis]
* Tsunami Aftermath [[in]] [http://thanks4supporting.us/tsunami-aftermath-penang-island-malaysia.html Penang] and [http://thanks4supporting.us/visit-to-kota-kuala-muda.html Kuala Muda, Kedah].
* [http://kempo.canalblog.com/] Amateur photo Thailand Tsunami 2004
* [http://www.mindef.gov.sg/tsunami/photos1.asp Photos]and [http://www.mindef.gov.sg/tsunami/videos.asp Videos] of Humanitarian Assistance to Tsunami-hit areas by the [[Singapore Armed Forces]]


[[Kategori:Tsunami| ]]
[[Kategori:Tsunami| ]]
[[Kategori:Artikel pilihan bertopik alam]]
[[Kategori:Kata dan frasa Jepang]]
[[Kategori:Kata dan frasa Jepang]]
[[Kategori:Bencana alam]]

{{Link FA|th}}

[[ace:Ië beuna]]
[[af:Tsoenami]]
[[als:Tsunami]]
[[an:Tsunami]]
[[ar:تسونامي]]
[[az:Sunami]]
[[bat-smg:Cunamis]]
[[be:Цунамі]]
[[be-x-old:Цунамі]]
[[bg:Цунами]]
[[bn:সুনামি]]
[[br:Tsunami]]
[[bs:Cunami]]
[[ca:Tsunami]]
[[ckb:تسۆنامی]]
[[cs:Tsunami]]
[[cy:Tsunami]]
[[da:Tsunami]]
[[de:Tsunami]]
[[el:Τσουνάμι]]
[[en:Tsunami]]
[[eo:Cunamo]]
[[es:Tsunami]]
[[et:Tsunami]]
[[eu:Tsunami]]
[[fa:سونامی]]
[[fi:Tsunami]]
[[fiu-vro:Tsunami]]
[[fr:Tsunami]]
[[fy:Tsûnamy]]
[[ga:Súnámaí]]
[[gan:海嘯]]
[[gl:Tsunami]]
[[gu:સુનામી]]
[[he:צונמי]]
[[hi:सूनामी]]
[[hr:Cunami]]
[[ht:Radmare]]
[[hu:Szökőár]]
[[hy:Ցունամի]]
[[ia:Tsunami]]
[[is:Flóðbylgja]]
[[it:Tsunami]]
[[ja:津波]]
[[jv:Tsunami]]
[[kab:Tsunami]]
[[kn:ಸುನಾಮಿ]]
[[ko:지진 해일]]
[[ku:Tsunamî]]
[[la:Megacyma]]
[[lb:Tsunami]]
[[li:Tsunami]]
[[lt:Cunamis]]
[[lv:Cunami]]
[[map-bms:Tsunami]]
[[mk:Цунами]]
[[ml:സുനാമി]]
[[mn:Цунами]]
[[mr:त्सुनामी]]
[[mrj:Цунами]]
[[ms:Tsunami]]
[[my:ဆူနာမီ]]
[[nds:Tsunami]]
[[nds-nl:Vleuigolve]]
[[ne:सूनामी]]
[[nl:Tsunami]]
[[nn:Flodbølgje]]
[[no:Tsunami]]
[[nv:Tó nitéél nitságoʼ atságáá]]
[[om:Tsunamis]]
[[pl:Tsunami]]
[[pnb:سونامی]]
[[pt:Tsunami]]
[[ro:Tsunami]]
[[ru:Цунами]]
[[scn:Tsunami]]
[[sh:Tsunami]]
[[si:සුනාමි]]
[[simple:Tsunami]]
[[sk:Cunami]]
[[sl:Cunami]]
[[sq:Cunami]]
[[sr:Цунами]]
[[su:Sunami]]
[[sv:Tsunami]]
[[sw:Tsunami]]
[[ta:ஆழிப்பேரலை]]
[[te:సునామి]]
[[th:คลื่นสึนามิ]]
[[tr:Tsunami]]
[[uk:Цунамі]]
[[ur:جنوبی ايشيا ميں سونامی]]
[[vi:Sóng thần]]
[[war:Tsunami]]
[[wuu:海啸]]
[[yi:צונאמי]]
[[zh:海啸]]
[[zh-min-nan:Hái-tiòng]]
[[zh-yue:海嘯]]

Revisi terkini sejak 25 Mei 2024 02.35

Tsunami Samudra Hindia 2004 di Ao Nang, Provinsi Krabi, Thailand.

Tsunami (/(t)sˈnɑːmi, (t)sʊˈ-/ (T)SOO-nah-MEE-,_-(T)SUU--, dalam bahasa Jepang, arti harfiah: "ombak besar di pelabuhan") atau semong[1] adalah gelombang air besar yang diakibatkan oleh gangguan di dasar laut, seperti gempa bumi, longsor bawah laut, atau letusan gunung berapi. Gangguan ini membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan gelombang mencapai 600–900 km/jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki amplitudo kecil (umumnya 30–60 cm) sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Saat mencapai pantai, tsunami kadang menghantam daratan berupa dinding air raksasa (terutama pada tsunami-tsunami besar), tetapi bentuk yang lebih umum adalah naiknya permukaan air secara tiba-tiba. Kenaikan permukaan air dapat mencapai 15–30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga 90 km/jam, menjangkau beberapa kilometer dari pantai, dan menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang besar.

Animasi tsunami dari NOAA

Sebab tsunami yang paling umum adalah gempa bumi bawah laut, terutama yang terjadi di zona penunjaman dengan kekuatan 7,0 skala magnitudo momen atau lebih. Penyebab lainnya adalah longsor, letusan gunung, dan jatuhnya benda besar seperti meteor ke dalam air. Secara geografis, hampir seluruh tsunami terjadi di kawasan Lingkaran Api Pasifik dan kawasan Palung Sumatra di Samudra Hindia. Risiko tsunami dapat dideteksi dengan sistem peringatan dini tsunami yang mengamati gempa-gempa berkekuatan besar dan melakukan analisis data perubahan air laut yang terjadi setelahnya. Jika dianggap ada risiko tsunami, pihak berwenang dapat memberi peringatan atau mengambil tindakan seperti evakuasi. Risiko kerusakan juga dapat dikurangi dengan rancangan tahan tsunami, seperti membuat bangunan dengan ruang luas, serta penggunaan bahan beton bertulang, maupun dengan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara menyelamatkan diri dari tsunami, seperti pentingnya mengungsi dan menyiapkan rencana darurat dari jauh-jauh hari.

Sekitar 78% tsunami di terjadi di Samudra Pasifik atau yang dikenal dengan Lingkaran Api Pasifik. Persentase tertinggi tsunami terjadi di Jepang (20%), diikuti oleh Rusia (8%) dan Indonesia (8%). Meskipun sebagian besar tsunami berukuran kecil dan tidak merusak atau hanya berdampak pada pantai di dekat sumbernya, beberapa tsunami dapat menyebabkan kerusakan dan kematian di pantai yang jauh. Negara lain dengan persentase tsunami tertinggi sejak tahun 1900 berasal dari Alaska, Hawaii, Chili, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Tonga, Filipina, Pakistan, dan Peru.[2]

Istilah

Tsunami

"Tsunami" dalam tulisan kanji
Nama Jepang
Kanji: 津波
Ilustrasi tsunami dilukis oleh Hokusai, dalam mitologi Jepang, gelombang besar tersebut disebabkan oleh ikan lele raksasa bernama Ōnamazu

Kata tsunami adalah serapan dari bahasa Jepang 津波 (tsunami): tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Nama ini diperkirakan berasal dari para nelayan Jepang, yang mengamati bahwa kapal-kapal dan bangunan di pelabuhan rusak akibat fenomena ini sekalipun mereka tidak merasakan gelombang besar ketika berada di laut lepas.[3] Oleh orang awam, tsunami kadang disebut "gelombang pasang". Namun, istilah yang dulunya populer ditolak para pakar karena fenomena ini tidak ada hubungannya dengan fenomena pasang surut yang diakibatkan gravitasi matahari dan bulan.[4] Para pakar lebih menyukai istilah tsunami, walaupun sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di pelabuhan.[5]

Beberapa bahasa memiliki padanan untuk istilah tsunami. Contohnya, dalam bahasa Aceh, tsunami disebut ië beuna atau alôn buluël (tergantung daerah). Kata smong dan emong digunakan dalam bahasa-bahasa di Pulau Simeulue, yang berada sebelah barat pantai Sumatra. Dalam bahasa Tamil di pantai timur India, tsunami disebut aazhi peralai.[3]

Pemicu

Tsunami yang diakibatkan terjadinya gempa bumi bawah laut.

Tsunami dapat dipicu oleh gangguan pada dasar laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air.[6] Dalam proses kembalinya air yang terganggu ini menuju ekuilibrium atau keadaan tenang, suatu gelombang dapat terbentuk dan menyebar meninggalkan pusat gangguan, sehingga menyebabkan tsunami.[7] Peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan perpindahan air seperti ini meliputi gempa bumi bawah laut, longsor yang terjadi di dasar laut, jatuhnya benda ke dalam air seperti letusan gunung, meteor, atau ledakan senjata.[8][9]

Pemicu paling umum adalah gempa bumi yang mengakibatkan sekitar 80%–90% dari seluruh tsunami.[10] Gempa yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah gempa yang terjadi pada zona penunjaman (daerah pertemuan dua lempeng yang membenamkan salah satu lempeng tersebut) yang dangkal. Namun, tidak semua gempa seperti ini menyebabkan tsunami. Biasanya, hanya gempa berkekuatan di atas 7,0 skala magnitudo momen yang memiliki potensi ini. Semakin kuat suatu gempa, semakin besar pula peluang tsunami yang disebabkan oleh gempa tersebut.[11] Selain paling umum, tsunami seperti ini adalah satu-satunya yang dapat bertahan jauh (termasuk menyeberangi samudra) sehingga membahayakan daerah yang lebih luas.[12] Tsunami Samudra Hindia 2004 merupakan contoh tsunami seperti ini, dipicu oleh gempa bermagnitudo 9,1 dan merupakan tsunami paling mematikan dalam sejarah.[11]

Longsor, baik yang terjadi di daratan (gambar) maupun di dasar laut, dapat memicu tsunami dengan "melemparkan" material seperti bebatuan ke lautan.

Penyebab umum lainnya adalah tanah longsor, baik yang terjadi di bawah laut maupun yang terjadi di daratan tetapi memindahkan material seperti bebatuan ke laut. Karena longsor bawah laut sering terjadi akibat gempa, longsor dapat memperparah gangguan pada air setelah gempa. Fenomena ini dapat menyebabkan tsunami bahkan pada gempa dengan kekuatan yang biasanya tidak menyebabkan tsunami (seperti gempa yang bermagnitudo sedikit di bawah 7,0), atau menyebabkan tsunami yang lebih besar dari perkiraan berdasarkan kekuatan gempa. Contohnya, gempa bumi Papua Nugini 1998 hanya bermagnitudo sedikit di atas 7,0, tetapi menghasilkan tsunami besar dengan tinggi maksimum 15 meter. Contoh longsor daratan yang menyebabkan tsunami adalah tsunami Alaska 1958.[13]

Penyebab tsunami lainnya adalah aktivitas vulkanik, terutama dari gunung berapi yang berada di dekat atau di bawah laut. Umumnya, aktivitas vulkanik menyebabkan naik atau turunnya bibir gunung berapi, memicu tsunami yang mirip dengan tsunami gempa bumi bawah laut.[14] Namun, dapat juga terjadi letusan besar yang menghancurkan pulau gunung berapi di tengah laut, menyebabkan air bergerak mengisi wilayah pulau tersebut dan memulai gelombang besar. Contoh tsunami akibat letusan besar seperti ini adalah tsunami letusan Krakatau 1883, yang mengakibatkan tsunami setinggi lebih dari 40 m.[15][14]

Selain penyebab-penyebab di atas, ada penyebab tsunami yang lebih langka, di antaranya benturan benda besar ke dalam air akibat ledakan senjata atau kejatuhan meteor.[9] Benturan ini memicu gelombang air, dan tsunami yang dihasilkannya memiliki karakteristik fisika yang mirip dengan tsunami letusan gunung berapi.[16][9]

Kawasan rentan tsunami

Sebagian besar tsunami di bumi terjadi di Lingkaran Api Pasifik (kiri) dan Palung Sumatra (kanan).

Rawan tidaknya suatu daerah terhadap tsunami ditentukan oleh ada tidaknya pemicu-pemicu di atas, terutama gempa bumi berkekuatan besar di lautan, yang merupakan penyebab tsunami paling umum. Hampir 80% dari tsunami di bumi terjadi di kawasan yang disebut Lingkaran Api Pasifik, zona penunjaman di sekitar Samudra Pasifik yang mengalami banyak gempa bumi besar. Lingkaran api (Inggris: ring of fire) ini mencakup (searah jarum jam) Selandia Baru, Papua Nugini, Indonesia, pantai timur Asia (terutama Filipina dan Jepang) sampai ke utara, lalu pantai barat Amerika Utara dan Selatan. Selain itu, kawasan Palung Sumatra yang berada di Samudra Hindia lepas pantai barat dan selatan pulau Sumatra dan Jawa, Indonesia, juga merupakan zona penunjaman yang rentan tsunami. Di luar dua kawasan ini, tsunami cukup jarang terjadi. Tercatat tsunami pernah terjadi di Pantai Makran (selatan Iran dan Pakistan), Laut Tengah, serta pantai barat Portugal.[17]

Rambatan gelombang tsunami

Dari pusat tsunami hingga ke pantai

Gangguan yang terjadi di tengah laut menyebar sebagai gelombang. Seperti gelombang pada umunya (termasuk gelombang air di kolam atau ombak di pantai), gelombang tsunami memiliki fase "bukit" dan "lembah", panjang gelombang, periode, dan kecepatan.[18] Namun gelombang tsunami memiliki perbedaan besar daripada gelombang ombak biasa. Tak seperti ombak biasa yang energinya berasal dari angin, gelombang tsunami bisa terus bertahan karena gaya gravitasi bumi yang menarik air untuk kembali ke kesetimbangannya.[9][4] Perbedaan-perbedaan lain adalah dari sifatnya secara matematis. Panjang gelombangnya (jarak antara satu bukit ke bukit berikutnya) berkisar antara beberapa kilometer hingga ratusan kilometer. Ini jauh lebih besar dibandingkan ombak yang panjang gelombangnya sekitar 100 meter.[19] Karena panjang gelombangnya ini, serta kecilnya amplitudo atau tinggi gelombang (umumnya 30–60 cm), gradien atau kemiringan air yang terbentuk sangatlah kecil, sehingga tidak terasa oleh kapal-kapal di laut lepas.[19] Gelombang tsunami juga memiliki perioda yang jauh lebih besar (dapat mencapai 70–2.000 detik) dibandingan ombak biasa (sekitar 10 detik). Hal ini berarti arus yang ditimbulkan tsunami bertahan jauh lebih lama.[18]

Waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, Tsunami Samudra Hindia 2004 (gambar) mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, Sri Lanka setelah 2 jam, dan Kenya setelah 9 jam.

Kecepatan gelombang tsunami (dapat mencapai 600–900 km/jam) juga amat besar dibandingkan ombak biasa (sekitar 50 km/jam). Namun ini hanyalah kecepatan rambatan gelombang, dan bukan kecepatan partikel air. Kecepatan partikel air jauh lebih rendah, umumnya di bawah 1 m/s (3,6 km/jam).[18] Kecepatan ini kira-kira berbanding lurus dengan akar kuadrat dari kedalaman laut, sehingga tsunami bergerak lebih cepat di tengah samudra dibanding dekat pantai dangkal.[20] Karena itu, waktu tempuh sebelum tsunami mencapai suatu titik tergantung pada karakteristik dasar laut maupun jarak dari pusat tsunami. Contohnya, Tsunami Samudra Hindia 2004 mulai menghantam Indonesia setelah 15 menit, Sri Lanka setelah 2 jam, dan Kenya (di sisi lain Samudra Hindia) setelah 9 jam.[21]

Perbedaan lainnya antara tsunami dan ombak biasa adalah gelombang tsunami melibatkan air di seluruh area vertikal, baik bagian dalam dan dangkal. Tak seperti ombak biasa yang dalamnya jarang melebihi 20 m, gelombang tsunami mencapai dasar laut sehingga memiliki total energi yang jauh lebih besar. Saat merambat di laut dalam, gangguan yang terjadi di permukaan hanyalah sebagian kecil dari total energi yang dimiliki oleh tsunami tersebut.[7]

Saat mendekati pantai

Karena berkurangnya kedalaman, gelombang tsunami memendek dan meninggi saat mendekati pantai.

Saat gelombang tsunami mendekati pantai, kecepatan gelombang menurun akibat gesekan dengan dasar laut.[22] Pada frekuensi tetap, panjang gelombang berbanding lurus dengan kecepatan sehingga gelombang tsunami memendek. Selain itu, karena tsunami menjangkau hingga dasar laut, saat laut menjadi dangkal, energi yang sebelumnya tersebar jauh hingga ke bawah mulai berpindah ke atas. Berpindahnya energi ini meningkatkan amplitudo atau tinggi gelombang.[23] Alhasil, saat mendekati pantai, energi tsunami menjadi jauh lebih padat baik secara horizontal (akibat berkurangnya panjang gelombang) dan secara vertikal (akibat berkurangnya kedalaman air dan meningkatnya amplitudo).[24] Akibat yang lain adalah gradien atau kemiringan air menjadi jauh lebih curam.[20]

Surutnya air laut sering dilaporkan terjadi sebelum datangnya tsunami, dalam kasus tertentu air laut dapat bergerak hingga ratusan meter menjauhi daratan. Hal ini sering memancing datangnya penduduk yang tidak tahu bahwa tsunami akan terjadi, karena dalam keadaan ini ikan mudah ditangkap dan sering terlihat karang atau makhluk laut lainnya yang biasanya tidak terlihat.[25] Tidak semua tsunami didahului oleh surutnya air, tsunami juga dapat langsung dimulai dengan naiknya permukaan air. Hal ini karena tsunami berbentuk gelombang, dengan puncak dan lembah. Jika lembah gelombang yang sampai lebih dahulu, permukaan air laut akan turun. Sebaliknya, puncak gelombang menghasilkan naiknya air laut. Kedua hal ini dapat terjadi dengan peluang yang sama.[26]

Mencapai daratan

Tsunami sering digambarkan secara ikonik sebagai dinding air raksasa yang bergerak menghantam daratan, seperti ombak yang ditunggangi peselancar.[27] Fenomena ini memang terjadi, tetapi hanya pada tsunami-tsunami yang sangat besar, seperti pada Tsunami Samudra Hindia 2004.[20] Pada sebagian besar kasus, tsunami tidak menyebabkan dinding air raksasa, tetapi terjadi dengan naiknya permukaan laut secara tiba-tiba (terkadang didahului surut).[7][20] Air dapat naik dan surut selama berjam-jam, sesuai bukit dan lembah gelombang.[11] Tsunami yang mencapai daratan bukan hanya sebuah gelombang tetapi terdiri dari rangkaian gelombang yang memiliki amplitudo dan frekuensi berbeda dan dapat saling memperkuat. Saat ini, tidak mungkin memperkirakan jumlah puncak besar yang ada dalam suatu tsunami, atau puncak mana yang paling berbahaya. Karena itu, daerah pantai masih dianggap berbahaya walaupun beberapa gelombang besar telah lewat.[11]

Diagram yang menunjukkan ukuran yang berkaitan dengan besar tsunami, termasuk inundasi (inundation) dan kenaikan ('run-up).

Tsunami yang mencapai daratan dapat menyebabkan kenaikan permukaan air hingga 15–30 meter.[21] Banjir yang dihasilkan dapat bergerak cepat hingga 90 km/jam,[11] dan menjangkau hingga beberapa kilometer dari pantai.[21] Aliran air ini mampu menghancurkan bangunan dan tanaman, menghanyutkan kendaraan atau benda-benda bergerak lainnya.[28] Kerusakan akibat arus yang berkecepatan tinggi dan dipenuhi puing serta benda hanyut ini sering kali lebih besar daripada kerusakan akibat hantaman awal tsunami.[29] Banjir yang diakibatkan tsunami ini sering diukur dengan dua besaran: inundasi atau penggenangan (inundation) dan kenaikan (run-up). Inundasi adalah jarak maksimal yang ditempuh tsunami secara horizontal ke dalam daratan. Kenaikan adalah ketinggian maksimum yang digenangi banjir dibandingkan dengan ketinggian normal air laut.[21]

Saat banjir tsunami mulai surut, arus balik air ke laut juga dapat menimbukan kerusakan besar.[29] Air dapat mengalir dengan cepat dan bergejolak, menyebabkan erosi dan merusak fondasi bangunan.[30][28] Air dapat bergerak bolak balik hingga beberapa hari.[28]

Penanggulangan

Sistem peringatan dini

Petugas sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, memantau data dari Gempa bumi Tōhoku 2011.
Diagram DART II, salah satu komponen deteksi tsunami yang dimiliki Pacific Tsunami Warning Center.

Sistem peringatan dini tsunami berfungsi untuk mendeteksi risiko tsunami, memperkirakan daerah-daerah yang akan terkena, dan mengeluarkan pengumuman agar publik dapat mengambil tindakan untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan.[31] Peringatan dini tsunami biasanya berawal dari terjadinya gempa berkekuatan besar (magnitudo 7,0 atau lebih).[32][33] Saat gempa seperti ini terjadi, penduduk daerah terdekat dapat langsung diberi peringatan dini disertai perkiraan kasar ukuran atau waktu kedatangan tsunami. Sementara itu, pusat sistem peringatan dini mengumpulkan data-data lain, seperti perubahan pada permukaan laut, serta kedalaman dan karakteristik dasar laut setempat.[34][35] Perubahan ketinggian air laut dapat diukur dengan alat seperti alat pengukur pasang surut yang sebelumnya telah ditempatkan di berbagai lokasi.[36] Data-data ini kemudian diolah untuk mengeluarkan perkiraan yang lebih rinci. Dengan data yang cukup, dapat dideteksi apakah ada tsunami, dan jika ada, perkiraan juga dapat meliputi peta pergerakan, daerah yang mungkin terkena, waktu kedatangan, maupun ukuran tsunami. Jika dideteksi tidak ada tsunami, peringatan dini dapat dibatalkan. Jika tsunami terdeteksi, pihak berwenang di daerah yang dianggap berisiko dapat mengambil tindakan penanggulangan, termasuk memerintahkan evakuasi daerah pesisir. Waktu respons yang dimiliki tiap lokasi berbeda-beda tergantung jaraknya dari pusat tsunami. Daerah yang cukup jauh bisa jadi memiliki waktu berjam-jam untuk bersiap dan melakukan evakuasi.[34][35]

Sirine tsunami di Baitussalam, Aceh Besar

Selain deteksi dan perkiraan bahaya tsunami, efektivitas sistem peringatan dini juga tergantung kepada adanya rencana tindakan yang matang. Dalam rencana seperti ini, lembaga pemerintah terkait harus sudah mengenal dan terlatih dalam tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, di antaranya menafsirkan sumber-sumber ilmiah maupun menyebarkan informasi dan instruksi kepada masyarakat melalui jalur komunikasi yang efektif. Karena rentang waktu sebelum datangnya tsunami bisa jadi sangat singkat, faktor kecepatan amat penting. Dengan adanya persiapan dan rencana yang matang, keputusan dan tindakan dapat diambil dengan lebih cepat.[37]

Upaya deteksi tsunami melalui pemantauan gempa bumi bermagnitudo besar telah dilakukan sekurangnya sejak awal 1900-an oleh vulkanolog Amerika Serikat Thomas A. Jaggar di Hawaii.[33] Namun, metode peringatan pada awal abad ke-20 masih belum formal dan kurang efektif karena tidak akurat (sering mengeluarkan peringatan ketika sebenarnya tidak ada tsunami), dan tidak adanya jalur komunikasi resmi.[38] Pusat peringatan dini formal pertama adalah Pacific Tsunami Warning Center (PTWC), yang didirikan di Hawaii pada 1949, sebagai tanggapan atas tsunami yang diakibatkan oleh Gempa bumi Kepulauan Aleut 1946.[33] Sejak 1965, negara-negara Samudra Pasifik lainnya ikut berpartisipasi dalam sistem ini, dan kini telah beranggotakan 46 negara.[35] Selain PTWC, Amerika Serikat juga memiliki satu sistem lain yang disebut West Coast and Alaska Tsunami Warning Center.[35] Setelah tsunami Samudra Hindia 2004, negara-negara Samudra Hindia membentuk Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System, lembaga kerja sama pemantauan dan penyebaran informasi risiko tsunami.[39] Banyak negara di kawasan rentan tsunami memiliki lembaga yang bertugas mengatur sistem peringatan dini nasional, seperti Badan Meteorologi Jepang di Jepang, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Indonesia.[35][40]

Rancangan tahan tsunami

Papan tanda zona tsunami di Aceh Besar
Sebuah masjid di pesisir Banda Aceh di tengah puing-puing pasca tsunami 2004. Kemungkinan, masjid ini dapat bertahan karena memiliki ruang terbuka yang luas.[41]
Sebuah rancangan bendungan tsunami, bertujuan membendung tsunami kecil dan mengurangi kerusakan akibat tsunami besar.

Dengan kecepatan tinggi dan hanyutnya benda-benda yang berat, arus tsunami memiliki energi tinggi yang dapat menghancurkan atau merusak bangunan-bangunan di daerah pesisir.[42] Namun, berdasarkan pengamatan, bangunan-bangunan dengan rancangan tertentu memiliki peluang lebih besar untuk bertahan. Bangunan dengan ruangan terbuka yang luas, yang bisa dilewati oleh air tanpa banyak benturan sering mampu bertahan saat diterjang tsunami.[30] Contohnya adalah rumah-rumah panggung di Hawaii (air bisa mengalir antara lantai dan tanah), dan masjid-masjid besar di Aceh (yang umum memiliki ruangan luas terbuka).[30][41] Struktur beton bertulang juga sering tidak hancur dalam tsunami, walaupun tembok-tembok bangunannya dapat hancur.[30] Jika bangunan berkerangka seperti ini cukup tinggi, lantai atasnya dapat dirancang sebagai zona evakuasi darurat untuk penduduk yang tidak sempat mengungsi ke tanah yang tinggi.[43][42]

Struktur khusus yang dibangun di tepi pantai, seperti pemecah gelombang, tembok pantai dibangun di beberapa tempat yang rawan tsunami, seperti Jepang dan Hawaii. Struktur-struktur seperti ini tidak berkekuatan atau berketinggian yang cukup untuk sepenuhnya menghentikan tsunami, namun dapat mengurangi kekuatan arusnya.[30][44]

Perilaku individu

Beberapa lembaga nasional maupun internasional menyarankan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri dari tsunami. Komisi Oseanografi Antarpemerintah menyarankan penduduk di daerah rawan tsunami untuk menyiapkan rencana darurat jauh-jauh hari (jika perlu melibatkan keluarga untuk memudahkan koordinasi) dan mengikuti instruksi pihak berwenang setempat. Lembaga ini juga menyarankan cepat mengungsi ke daerah yang lebih tinggi jika merasakan gempa yang kuat di daerah pantai, bahkan sebelum adanya peringatan resmi, karena tsunami dapat terjadi dengan cepat di daerah yang dekat dengan pusat gempa.[45] Gejala alam yang dapat menandakan datangnya tsunami adalah naik atau surutnya permukaan air laut secara tiba-tiba, ataupun bunyi deruan keras berasal dari arah laut.[46][47]

Daftar tsunami di Indonesia

Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak terkena dampak tsunami, setelah Jepang. Sebanyak 217 gelombang tsunami terjadi di Indonesia sejak tahun 1608. Oleh karena itu, tsunami relatif sering terjadi Indonesia.[48][49]

Gelombang tsunami terbesar yang pernah tercatat di Indonesia yaitu Gempa bumi dan megatsunami Ambon 1674, mencapai ketinggian hingga 100 meter (330 kaki), dan menewaskan sekitar 2.300 penduduk.

Tanggal Lokasi Nama Korban jiwa Ketinggian Penyebab
02018-12-2222 Desember 2018 Selat Sunda, Banten, Lampung Tsunami Selat Sunda 2018 437 13 m (43 ft) Letusan gunung berapi
02018-09-2828 September 2018 Sulawesi Tengah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 4.340 15 m (49 ft) Gempa bumi, Longsor bawah laut
02010-10-2525 Oktober 2010 Sumatra, Mentawai Gempa bumi Kepulauan Mentawai 2010 408 8 m (26 ft) Gempa bumi
02006-07-1717 Juli 2006 Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta Gempa bumi dan tsunami Jawa 2006 668 8 m (26 ft) Gempa bumi
02004-12-2626 Desember 2004 Sumatra, Aceh Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 227.898 30 m (98 ft), tertinggi 51 m (167 ft) Gempa bumi
02000-05-044 Mei 2000 Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah Gempa bumi Kepulauan Banggai 2000 54 6 m (20 ft) Gempa bumi
01998-11-2929 November 1998 Maluku Utara Gempa bumi Maluku Utara 1998 41 2,7 m (8 ft 10 in) Gempa bumi
01996-02-1717 Februari 1996 Papua Gempa bumi Biak 1996 166 7 m (23 ft) Gempa bumi
01994-06-033 Juni 1994 Jawa Timur, Bali Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994 250 12 m (39 ft) Gempa bumi
01992-12-1212 Desember 1992 Flores, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Gempa bumi dan tsunami Flores 1992 2.500 26 m (85 ft) Gempa bumi, Longsor bawah laut
01977-08-1919 Agustus 1977 Sumba Gempa bumi Sumba 1977 316 8 m (26 ft) Gempa bumi
01969-02-033 Februari 1969 Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan Gempa bumi Sulawesi 1969 668 12 m (39 ft) Gempa bumi, Longsor bawah laut
01968-08-1818 Agustus 1968 Sulawesi Tengah Gempa bumi Sulawesi 1968 213 6 m (20 ft) Gempa bumi, Longsor bawah laut
01965-01-2424 Januari 1965 Pulau Seram Gempa bumi Laut Seram 1965 75 8 m (26 ft) Gempa bumi
01938-02-011 Februari 1938 Laut Banda Gempa bumi Laut Banda 1938 0 1 m (3 ft 3 in) Gempa bumi
01907-01-044 Januari 1907 Sumatra Gempa bumi Sumatra 1907 2.118 14 m (46 ft) Gempa bumi
01899-09-3030 September 1899 Pulau Seram Gempa bumi Pulau Seram 1899 3.389 10 m (33 ft) Gempa bumi
01883-08-2727 Agustus 1883 Selat Sunda, Banten, Lampung Letusan Krakatau 1883 36.417 36 m (118 ft) Letusan gunung berapi
01871-03-1414 Maret 1871 Sulawesi Utara Letusan dan tsunami Ruang 1871 413 25 m (82 ft) Letusan gunung berapi
01843-01-055 Januari 1843 Sumatra Gempa bumi Nias 1843 18 m (59 ft) Gempa bumi
01833-11-2525 November 1833 Sumatra Gempa bumi Sumatra 1833 2.000 30 m (98 ft) Gempa bumi
01815-11-1212 November 1815 Bali Gempa bumi Bali 1815 10.453 8 m (26 ft) Gempa bumi
01815-07-1515 Juli 1815 Sumbawa Letusan Tambora 1815 105.000 12 m (39 ft) Letusan gunung berapi
01797-02-1010 Februari 1797 Sumatra Gempa bumi Sumatra 1797 2.000 12 m (39 ft) Gempa bumi
01780-01-2323 Januari 1780 Jawa Gempa bumi Jawa 1780 25 m (82 ft) Gempa bumi
01674-02-1717 Februari 1674 Laut Banda, Maluku Gempa bumi dan megatsunami Ambon 1674 2.347 100 m (330 ft) Gempa bumi, Longsor bawah laut
01629-08-011 Agustus 1629 Laut Banda Gempa bumi Laut Banda 1629 5 16 m (52 ft) Gempa bumi

Daftar tsunami paling mematikan

No Korban Nama Lokasi Tanggal
1 227,898 Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 Indonesia, Sri Lanka, India, Thailand, Somalia, Maladewa, Myanmar, Malaysia 02004-12-2626 Desember 2004
2 123,000 Gempa bumi Messina 1908 Italia 01908-12-2828 Desember 1908
3 36,417 Letusan Krakatau 1883 Hindia Belanda, (Kini Indonesia) 01883-08-2727 Agustus 1883
4 40,000–50,000[50] Gempa bumi Lisbon 1755 Portugal, Maroko, Spanyol 01755-11-011 November 1755
5 32,000 Erupsi Minoan Yunani 2 Millennium BC
6. 31,000 Gempa bumi Meiō 1498 Jepang 01498-09-2020 September 1498
7 30,000 Gempa bumi Hōei 1707 01707-10-2828 Oktober 1707
8 27,122[51] Gempa bumi Sanriku 1896 01896-06-1515 Juni 1896
9 25,674 Gempa bumi Arica 1868 Peru 01868-08-1313 Agustus 1868
10 19,786 Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011 Jepang 02011-03-1111 Maret 2011

Catatan kaki

  1. ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 29-11-2022. 
  2. ^ "Tsunami Locations". NOAA.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 6 April 2024. 
  3. ^ a b Gupta & Gahalaut 2014, hlm. 1.
  4. ^ a b Rinard Hinga 2015, hlm. 338.
  5. ^ Awate 2016, hlm. 114.
  6. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 338–339.
  7. ^ a b c Rinard Hinga 2015, hlm. 339.
  8. ^ Ward 2011, hlm. 5–9.
  9. ^ a b c d Margaritondo 2005, hlm. 402.
  10. ^ Ward 2011, hlm. 5.
  11. ^ a b c d e Rinard Hinga 2015, hlm. 340.
  12. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 35.
  13. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 340–341.
  14. ^ a b Dudley & Lee 1988, hlm. 34.
  15. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 341.
  16. ^ Ward 2011, hlm. 9.
  17. ^ Gupta & Gahalaut 2014, hlm. 5.
  18. ^ a b c Ward 2011, hlm. 2.
  19. ^ a b Ward 2011, hlm. 3.
  20. ^ a b c d U.S. Geological Survey 2016.
  21. ^ a b c d Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 5.
  22. ^ Encyclopædia Britannica 2019, Origin and development.
  23. ^ Ward 2011, hlm. 12–13.
  24. ^ Ward 2011, hlm. 13.
  25. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 339–340.
  26. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 37.
  27. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 38.
  28. ^ a b c Encyclopædia Britannica 2019, Origin and Development.
  29. ^ a b Dudley & Lee 1988, hlm. 41.
  30. ^ a b c d e Dudley & Lee 1988, hlm. 42.
  31. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 7–8.
  32. ^ Encyclopædia Britannica 2019, Tsunami Warning Systems.
  33. ^ a b c Rinard Hinga 2015, hlm. 342.
  34. ^ a b Rinard Hinga 2015, hlm. 343.
  35. ^ a b c d e Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 7.
  36. ^ Dudley & Lee 1988, hlm. 51.
  37. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 8.
  38. ^ Rinard Hinga 2015, hlm. 342–343.
  39. ^ Hettiarachchi 2018, hlm. 1340.
  40. ^ Indian Ocean Tsunami Information Center 2018.
  41. ^ a b U.S. Geological Survey 2005.
  42. ^ a b Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 10.
  43. ^ Chock et al. 2011, hlm. 14.
  44. ^ Chock et al. 2011, hlm. 5.
  45. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 10–12.
  46. ^ Intergovernmental Oceanographic Commission 2012, hlm. 12.
  47. ^ National Tsunami Hazard Mitigation Program 2015, hlm. 1.
  48. ^ "Sejak 1992, Tsunami Indonesia 2 tahun Sekali". mypangandaran.com. 1 November 2010. Diakses tanggal 19 April 2024. 
  49. ^ "Tsunamis in Indonesia". worlddata.info. Diakses tanggal 18 April 2024. 
  50. ^ "The Opportunity of a Disaster: The Economic Impact of the 1755 Lisbon Earthquake. Discussion Paper 06/03, Centre for Historical Economics and Related Research at York, York University, 2006" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal February 22, 2014. Diakses tanggal August 6, 2013. 
  51. ^ Paula Dunbar. "Significant Earthquake". Diarsipkan dari versi asli tanggal July 21, 2020. Diakses tanggal October 24, 2014. 

Daftar pustaka