Lompat ke isi

Pajak: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Aldo samulo (bicara | kontrib)
k ←Suntingan Bonte.bonte (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Veracious
k Mengembalikan suntingan oleh 180.249.184.100 (bicara) ke revisi terakhir oleh Akuindo
Tag: Pengembalian
 
(178 revisi perantara oleh 99 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{cakupan}}
{{cakupan}}
{{Keuangan}}
{{Keuangan}}{{Pajak}}
'''Pajak''' ({{lang-en|tax}}, dari bahasa [[Latin]] ''[[wikt:en:taxo#Latin|taxo]]''; "''rate''"; {{lang-nl|belasting}}) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.<ref>{{Cite web|url=https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=12761|title=Peraturan {{!}} Ortax - your center of excellence in taxation|website=Ortax.org|language=en|access-date=2019-12-03}}</ref> Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau [[Badan]]) oleh [[Negara]] atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.<ref>{{cite web | url =http://www.britannica.com/EBchecked/topic/584578/taxation|title=Taxation|work=[[Britannica]]|author=Charles E. McLure, Jr.|accessdate = 3 March 2015}}</ref> Pajak dipungut berdasarkan [[norma sosial|norma-norma hukum]] untuk menutup biaya produksi barang dan [[jasa kolektif]] untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari [[pajak langsung]] atau [[pajak tidak langsung]] dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya [[Uni Emirat Arab]].<ref>{{cite web|url=http://www.ey.com/GL/en/Services/Tax/The-worldwide-personal-tax-guide---XMLQS?preview&XmlUrl=/ec1mages/taxguides/TGE-2013/TGE-AE.xml|title=2013-2014 The worldwide personal tax guide United Arab Emirates|publisher=[[Ernst & Young]]|accessdate=3 March 2015|archive-date=2015-11-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20151125114612/http://www.ey.com/GL/en/Services/Tax/The-worldwide-personal-tax-guide---XMLQS?preview&XmlUrl=/ec1mages/taxguides/TGE-2013/TGE-AE.xml|dead-url=yes}}</ref>
{{Pajak}}
'''Pajak''' adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan [[norma sosial|norma-norma hukum]] untuk menutup biaya produksi barang-barang dan [[jasa kolektif]] untuk mencapai kesejahteraan umum.

[[Lembaga Pemerintah]] yang mengelola perpajakan negara di [[Indonesia]] adalah [[Direktorat Jenderal Pajak]] (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan [[Kementerian Keuangan Republik Indonesia]].
[[Lembaga Pemerintah]] yang mengelola perpajakan negara di [[Indonesia]] adalah [[Direktorat Jenderal Pajak]] (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan [[Kementerian Keuangan Republik Indonesia]].

{{TOC limit|limit=3}}

== Pendahuluan ==
[[Berkas:Pieter Brueghel the Younger, 'Paying the Tax (The Tax Collector)' oil on panel, 1620-1640. USC Fisher Museum of Art.jpg|jmpl|kiri|[[Pieter Brueghel the Younger]], ''The tax collector's office'', 1640]]

Terdapat perbedaan definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat dikategorikan sebagai pajak. Contohnya adalah beberapa transfer ke sektor publik yang masih dipengaruhi oleh harga. Hal ini misalnya, biaya kuliah pada universitas negeri dan biaya untuk penyelenggaraan pelayanan pada pemerintah. Pemerintah juga memperoleh sumber daya finansial dengan “menciptakan” uang (misalnya dengan mencetak uang), melalui hibah (contohnya, kontribusi terhadap universitas dan museum negeri), dengan menetapkan sanksi (seperti denda atas pelanggaran lalu lintas), dengan mengambil utang, dan dengan menyita kekayaan. Dari sudut pandang ahli ekonomi, pajak adalah transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke sektor publik yang dipungut dengan dasar yang ditetapkan sebelumnya dan tanpa menyatakan manfaat yang akan diberikan.

Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak adalah karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang sering diperdebatkan {{by whom|date=January 2015}} dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak dilakukan oleh institusi publik misalnya [[Direktorat Jenderal Pajak]] di [[Indonesia]], [[Canada Revenue Agency]] di [[Kanada]], the [[Internal Revenue Service]] (IRS) di [[Amerika Serikat]], atau [[Her Majesty's Revenue and Customs]] (HMRC) di [[Inggris]]. Saat pajak tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda, penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.<ref>
See for example {{usc|26|7203}} in the case of U.S. Federal taxes.
</ref>


== Definisi ==
== Definisi ==
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
; Leroy Beaulieu:''Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.''<ref>{{Cite book|last = Leroy-Beaulieu|first = Paul|title = Traite de la Science des Finances|publisher = Guillaumin et cie|location=Paris|year = 1899|url = https://archive.org/details/traitdelascienc03lerogoog|volume = 1|language = Prancis}}</ref>
* Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum ([[undang-undang]]) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
; P. J. A. Adriani:''Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum ([[undang-undang]]) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.''<ref>{{cite book|last= Adriani|first= P.J.A|year=1949|title= Het belastingrecht: zijn grondslagen en ontwikkeling|language= Belanda|location= Amsterdam|publisher= Veen}}</ref>
* Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran [[rakyat]] kepada [[Kas Negara]] berdasarkan [[undang-undang]] (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk [[public saving]] yang merupakan sumber utama untuk membiayai ''[[public investment]]''.
; Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH:''Pajak adalah iuran [[rakyat]] kepada [[Kas Negara]] berdasarkan [[undang-undang]] (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk [[public saving]] yang merupakan sumber utama untuk membiayai ''[[public investment]]''.''<ref>{{cite book|last= Soemitro|first= Rochmat|year= 1988|title= Pengantar Singkat Hukum Pajak|location= Bandung|publisher= Eresco|isbn= 979-8020-23-5}}</ref>
* Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan [[pemerintah]]an.
; Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock:''Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke [[sektor]] pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan [[pemerintah]]an.''<ref>{{cite book|last1= Sommerfeld|first1= Ray M.|last2= Anderson|first2= Herschel M.|last3=Brock|first3=Horace R.|date= 15 Agustus 1972|title= An Introduction to Taxation|url= https://archive.org/details/introductiontota00raym|trans_title= Pengantar Perpajakan|language=Inggris|location= Forth Worth|publisher= Harcourt College Publishers|isbn= 9780155463035}}</ref>


Pajak dari perspektif [[ekonomi]] dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari [[sektor privat]] kepada [[sektor publik]]. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pajak dari perspektif [[ekonomi]] dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari [[sektor privat]] kepada [[sektor publik]]. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Baris 16: Baris 26:
Sementara pemahaman pajak dari perspektif [[hukum]] menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban [[warga negara]] untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi [[fiskus]] sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif [[hukum]] menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban [[warga negara]] untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi [[fiskus]] sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.


Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "''kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''''
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "''kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''''

== Sejarah ==
Keberadaan pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 – 2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel, yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil.<ref>{{Citation|last=Darussalam|title=Sejarah Pajak-Awal Kehadiran Pajak|date=2017|url=https://dinaspajak.com/sejarah-pajak-awal-kehadiran-pajak-10547|website=news.ddtc.co.id|access-date=29 November 2021}}</ref> Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling luas adalah [[corvée]] dan [[persepuluhan]]. Corvée adalah [[kerja paksa]] yang diberikan kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan lainnya ( "''tenaga kerja''" dalam bahasa [[Sastra Mesir Kuno|Mesir kuno]] adalah sinonim untuk pajak).<ref>{{Citation|last=Olmert|first=Michael|title=Milton's Teeth and Ovid's Umbrella: Curiouser & Curiouser Adventures in History|publisher=Simon & Schuster|language=Inggris|place=New York|pages=41|date=1996|url=https://archive.org/details/miltonsteethovid00olme/page/8/mode/2up|isbn=0-684-80164-7}}</ref>

Perpajakan di [[Kekaisaran Akhemeniyah|Kekaisaran Persia]], sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh [[Darius I dari Persia|Darius I Agung]] yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.<ref>{{Citation|last=Ningsih|first=Widya L.|title=Kekaisaran Persia: Sejarah, Masa Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan|date=2021|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/21/134558879/kekaisaran-persia-sejarah-masa-kejayaan-keruntuhan-dan-peninggalan|website=www.kompas.com|access-date=29 November 2021}}</ref> Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti "bagian raja".<ref>{{cite journal|last=Kleber|first=Kristin|date=2015|title=Taxation in the Achaemenid Empire|url=https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780199935390.001.0001/oxfordhb-9780199935390-e-34?print=pdf|journal=Taxation in the Achaemenid Empire|publisher=Oxford University Press|pages=1-2|id=DOI: 10.1093/oxfordhb/9780199935390.013.34|accessdate=28 November 2021|place=Kanada}}</ref> Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap [[Satrap|Satrapy]] (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (pengeluaran dan kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya. hasil panen).<ref>{{Citation|last=Rattinni|first=Kristin B.|title=Darius I—facts and information-National Geographic|date=2019|url=https://www.nationalgeographic.com/culture/article/darius-i-persia|website=www.nationalgeographic.com|access-date=28 November 2021}}</ref>

=== Indonesia ===
Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda. Sistem perpajakan dalam ekonomi modern pajak menjadi sumber pendapatan pemerintah merupakan hal paling penting. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai "upeti" berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah sehingga berbeda masa sekarang, hasil perpajakan di Indonesia biasanya berupa layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.<ref>{{Citation|last=Welianto|first=Ari|title=Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan|date=2020|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/22/080000369/sejarah-pajak-indonesia-dimulai-zaman-kerajaan|website=www.kompas.com|access-date=28 November 2021}}</ref>

Dasar pemungutan pajak adalah undang-undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang bersumber kepada suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, maka berdasarkan Undang-Undang Pajak itu dibuat aturan pelaksanaan oleh pemerintah yaitu: 1. Menteri Keuangan, Direktur  Jenderal Pajak untuk Pajak Pusat dan, 2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri untuk Pajak Daerah.  <ref>{{Cite book|last=Ismail|first=Tjip|date=2010|url=http://repository.ut.ac.id/4534/|title=Pajak Daerah dan Retribusi Daerah|location=Jakarta|publisher=Universitas Terbuka|isbn=978-979-011-454-8|volume=3|pages=1–52|language=en}}</ref>


== Unsur pajak ==
== Unsur pajak ==
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
# '''Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.''' Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "''pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.''"
# '''Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.''' Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "''pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.''"
# '''Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.''' Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
# '''Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.''' Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
# Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
# '''Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah''' dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik prasarana maupun sarana.
# '''Pemungutan pajak dapat dipaksakan.''' Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
# '''Pemungutan pajak dapat dipaksakan.''' Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
# Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi '''mengisi Kas Negara/Anggaran Negara''' yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
# Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi '''mengisi Kas Negara/Anggaran Negara''' yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).


== Jenis Pajak ==
== Penggolongan Jenis Pajak ==
Di tinjau dari segi [[Lembaga Pemungut Pajak]] dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
Pajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu:
=== [[Pajak Negara]] ===
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
* [[Pajak Penghasilan]]<br />
:Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
* [[Pajak Pertambahan Nilai]] dan [[Pajak Penjualan atas Barang Mewah]]
:Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
* [[Bea Materai]]
:UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
* [[Bea Masuk]]
:UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
* [[Cukai]]
:UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai


# Berdasarkan pihak yang menanggung pajak;
=== [[Pajak Daerah]] ===
# Berdasarkan sifatnya; dan
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
# Berdasarkan pihak yang memungut pajak
* Pajak Provinsi terdiri dari:
<ol type=a>
<li>Pajak Kendaraan Bermotor;</li>
<li>Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;</li>
<li>Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;</li>
<li>Pajak Air Permukaan; dan</li>
<li>Pajak Rokok.</li></ol>


=== Berdasarkan pihak yang menanggung ===
* Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak terdiri dari dua macam pajak yaitu
<ol type=a>
<li>Pajak Hotel;</li>
<li>Pajak Restoran;</li>
<li>Pajak Hiburan;</li>
<li>Pajak Reklame;</li>
<li>Pajak Penerangan Jalan;</li>
<li>Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;</li>
<li>Pajak Parkir;</li>
<li>Pajak Air Tanah;</li>
<li>Pajak Sarang Burung Walet;</li>
<li>Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan</li>
<li>Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.</li></ol>


==== [[Pajak langsung|Pajak Langsung]] ====
== Undang - undang Perpajakan Negara ==
adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan.

==== [[Pajak tidak langsung|Pajak Tidak Langsung]] ====
pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai, dan Cukai.

=== Berdasarkan sifatnya ===
Pajak terdiri dari dua macam berdasarkan sifatnya, antara lain:

==== Pajak Subyektif ====
pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar

==== Pajak Obyektif ====
pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan atau perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak memperhitungkan apakah wajib pajak tersebut memiliki tanggungan atau tidak.

=== Berdasarkan pihak yang memungut pajak ===
Berdasarkan pihak yang memungut, pajak terdiri dari dua macam, antara lain:

==== Pajak Pusat ====
pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh [[Direktorat Jenderal Pajak]] - [[Kementerian Keuangan Indonesia|Kementerian Keuangan]]. Adapun pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

===== [[Pajak penghasilan|Pajak Penghasilan]] (PPh) =====
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.<ref group=note>Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.</ref> Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Definisi tersebut diberikan oleh Pasal 4 ayat (1) UU PPh yakni UU No 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No 7 tahun 2021.

Dari definisi tersebut penghasilan mempunyai 5 (lima) elemen:

# tambahan kemampuan ekonomis Dari kacamata [[akuntansi]], tambahan kemampuan ekonomis dapat diartikan sebagai tambahan sisi aktiva di neraca/laporan posisi keuangan wajib pajak yang tidak dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas atau modal. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas merupakan utang. Utang bukan merupakan penghasilan karena debitur mau tidak mau harus mengembalikan pokok hutang beserta bunganya. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan modal merupakan setoran modal yang juga bukan penghasilan.
# diterima atau diperoleh wajib pajak Penggunaan kata diterima untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel kas dalam pembukuannya, sedangkan kata diperoleh untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel akrual dalam pembukuannya.
# baik dari Indonesia maupun luar Indonesia (world wide income) Indonesia menggunakan ''world wide income'' dalam pengenaan pajaknya. Oleh karenanya bagi wajib pajak dalam negeri, penghasilan dari manapun baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia harus dilaporkan di SPT.
# dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Oleh karenanya biasanya penghasilan diukur dari pola konsumsi maupun kekayaan wajib pajak.
# dengan nama dan dalam bentuk apapun Pengenaan pajak atas penghasilan dilakukan tanpa memperhatikan jenis, bentuk maupun nama penghasilannya. Oleh karenanya selama memenuhi definisi penghasilan meskipun bentuknya dalam bentuk barang (bukan kas) maka tetap disebut sebagai penghasilan.

Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.<ref name="HPP">{{Cite web|url=https://money.kompas.com/read/2021/11/04/070100026/poin-penting-perubahan-dan-tambahan-aturan-pajak-di-uu-hpp|title=Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP|website=Kompas.com|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>

===== [[Pajak pertambahan nilai|Pajak Pertambahan Nilai]] (PPN) dan PPnBM =====
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.<ref name="HPP"/>

===== [[Pajak bumi dan bangunan|Pajak Bumi dan Bangunan]] =====
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan sektor Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke pemerintah Kabupaten/Kota.

===== [[Bea meterai|Bea Meterai]] =====
Bea meterai menurut UU Nomor 10 Tahun 2020 merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2020 tentang Bea Meterai. Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 134 Tahun 2021 menjelaskan tentang Tarif Bea Meterai yang ditetapkan sebesar Rp 10.000,00.<ref>{{Cite web|url=https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi-umum/publikasi-kemenkeu/bea-meterai.html|title=Data Publikasi Bea Meterai|website=Website Resmi KPPN Kotabumi|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>

Seiring perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia juga menyediakan meterai elektronik dengan payung hukum yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai. Beleid ini telah berlaku pada 19 Agustus 2021. Meterai elektronik berguna sebagai pelengkap dokumen elektronik yang diakui keabsahannya.<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=2021-10-08|title=Meterai Tempel atau Digital Sama Absahnya|url=https://indonesia.go.id/kategori/editorial/3310/meterai-tempel-atau-digital-sama-absahnya|website=Portal Informasi Indonesia|access-date=2023-10-17}}</ref>

===== Bea Keluar / Bea Masuk =====
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

===== [[Cukai]] =====
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.<ref name="HPP"/>

==== [[Pajak Daerah]] ====
Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)<ref>{{Cite web|url=https://news.ddtc.co.id/pemda-perlu-tahu-apa-yang-perlu-disiapkan-setelah-uu-hkpd-berlaku-37964|title=Pemda Perlu Tahu! Apa yang Perlu Disiapkan Setelah UU HKPD Berlaku?|website=DDTC News|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>, yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain:

===== Pajak Provinsi =====
* Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
* Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
* Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
* Pajak Air Permukaan; dan
* Pajak Rokok.

===== Pajak Kabupaten/Kota =====
* Pajak Hotel,
* Pajak Restoran,
* Pajak Hiburan,
* Pajak Reklame,
* Pajak Penerangan Jalan,
* Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
* Pajak Parkir,
* Pajak Air Tanah,
* Pajak Sarang Burung Walet
* Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan
* Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

== Undang-undang perpajakan negara ==
# [[s:Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983]] tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
# [[s:Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983]] tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
#:''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009|Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009]]
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983]] tentang Pajak Penghasilan
# [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983]] tentang Pajak Penghasilan
#:''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008|Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008]]
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983]] tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
# [[s:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983]] tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
#:''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009|Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009]]
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995|Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995]] tentang Kepabeanan
# [[s:Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995|Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995]] tentang Kepabeanan
#:''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006|Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006]]
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006|Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995|Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995]] tentang Cukai
# [[s:Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995|Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995]] tentang Cukai
#:''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007|Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007]]
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985|Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985]] tentang Pajak Bumi dan Bangunan
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994|Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020|Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020]] tentang Bea Meterai
# [[s:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997|Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997]] tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000|Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002|Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002]] tentang Pengadilan Pajak


== Fungsi pajak ==
== Fungsi pajak ==
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan [[indonesia|negara]] untuk membiayai semua [[pengeluaran pemerintah|pengeluaran]] termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan [[indonesia|negara]] untuk membiayai semua [[pengeluaran pemerintah|pengeluaran]] termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan [[hukum]], keamanan atas [[aset]], infrastruktur ekonomi, [[pekerjaan publik]], subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan [[pelayanan publik]]. Pelayanan ini termasuk [[pendidikan]], [[kesehatan]], [[pensiun]], bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi


Kebanyakan ahli ekonomi, terutama [[neo-klasik]] berpendapat bahwa pajak menciptakan [[distorsi pasar]] yang mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh karenanya, mereka mencari jenis pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.<ref name="Human Capital Tax">{{cite journal|last1=Simkovic|first1=Michael|title=Distortionary Taxation of Human Capital Acquisition Costs|journal=Social Science Research Network|url=http://ssrn.com/abstract=2551567}}</ref>
* '''Fungsi anggaran (''budgetair'')'''
Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya [[bisnis]],atau untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampai, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik.
Sebagai sumber pendapatan [[negara]], pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. [[Biaya]] ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja [[pegawai]], belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, [[uang]] dikeluarkan dari [[tabungan]] pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.


Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa.

Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut [[biaya kepatuhan]] ([[compliance cost]]). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di bidang perpajakan. Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu, misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya digunakan untuk membiaya pusat rehabilitasi alkohol disebut [[hipotekasi]]. Kebijakan ini sering kali tidak dimintasi oleh [[menteri Keuangan]] karena mengurangi kebebasan tindakan atas pasar. Beberapa fungsi pajak antara lain:<ref name="Pajak"> {{cite journal|title= Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat|author= Dwi Sulastyawati|journal= Salam: Jurnal Filsafat dan Ilmu Hukum|page= 122|url= http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/downloadSuppFile/1530/106}} </ref>

* '''Fungsi anggaran (''budgetair'')'''
Sebagai sumber pendapatan [[negara]], pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|title=Pajak: Arti, Sejarah dan Fungsinya Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/15/190000669/pajak-arti-sejarah-dan-fungsinya|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2020-10-17}}</ref> Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. [[Biaya]] ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja [[pegawai]], belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, [[uang]] dikeluarkan dari [[tabungan]] pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.<ref name="Pajak" />
* '''Fungsi mengatur (''regulerend'')
* '''Fungsi mengatur (''regulerend'')
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan [[ekonomi]] melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman [[modal]], baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan [[ekonomi]] melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman [[modal]], baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.<ref name="Pajak" />


* '''Fungsi stabilitas'''
* '''Fungsi stabilitas'''
Baris 93: Baris 170:


== Syarat pemungutan pajak ==
== Syarat pemungutan pajak ==
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada [[masyarakat]]. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada [[masyarakat]]. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:{{fact}}


* '''Pemungutan pajak harus adil'''
* '''Pemungutan pajak harus adil'''
Baris 99: Baris 176:
Seperti halnya [[hukum|produk hukum]] pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Seperti halnya [[hukum|produk hukum]] pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.


Contoh:
Contohnya:
</br>
# Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
# Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
# Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
# Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
Baris 109: Baris 185:
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
* Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
# Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
* Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
# Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
* Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
# Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak


* '''Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian'''
* '''Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian'''
Baris 126: Baris 202:


Contoh:
Contoh:
# Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 1 macam tarif tetap<ref>{{Cite web|url=https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tarif-tunggal-bea-meterai-rp10000-dikenakan-mulai-tahun-2021-dengan-masa-transisi/|title=Tarif Tunggal Bea Meterai Rp10.000 Dikenakan Mulai Tahun 2021 dengan Masa Transisi|website=Situs Kemenkeu|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>
* Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
* Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
# Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 11%<ref>{{Cite web|url=https://amp.kontan.co.id/news/tarif-ppn-11-persen-menjamin-keadilan-dan-stabilitas|title=Tarif PPN 11 Persen Menjamin Keadilan dan Stabilitas|website=Situs KONTAN.co.id|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>
* Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
# Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi)


== Asas pemungutan ==
== Asas pemungutan ==
==== Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli ====
=== Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli ===
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
[[Berkas:AdamSmith.jpg|200px|thumb|Adam Smith, pencetus teori ''The Four Maxims'']]
[[Berkas:AdamSmith.jpg|200px|jmpl|Adam Smith, pencetus teori ''The Four Maxims'']]
1. Menurut [[Adam Smith]] dalam bukunya ''Wealth of Nations'' dengan ajaran yang terkenal "''The Four Maxims''", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
1. Menurut [[Adam Smith]] dengan ajaran yang terkenal "''The Four Maxims''", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:<ref>{{cite book|last= Smith|first= Adam|year= 1991|title= The Wealth of Nations|url= https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=96164#parentHorizontalTab3|trans_title= Kesejahteraan Bangsa-Bangsa|language=Inggris|location= London|publisher= David Campbell Publishers|isbn= 1-85715-011-2}}</ref>


:* '''Asas ''Equality''''' (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
* Asas ''Equality''(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.


:* '''Asas Certainty''' (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
* Asas ''Certainty'' (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.


:* '''Asas ''Convinience of Payment''''' (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
* Asas ''Convinience of Payment'' (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.


:* '''Asas ''Efficiency''''' (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
* ''Asas ''Efficiency'' (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.<ref>{{cite book|last= Smith|first= Adam|year= 1776|title= An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations|location= London|language=Inggris}}</ref>


2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:


:* '''Asas daya pikul''': besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
* Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.


:* '''Asas manfaat''': pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
* Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.


:* '''Asas kesejahteraan:''' pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
* Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.


:* '''Asas kesamaan''': dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
* Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).


:* '''Asas beban yang sekecil-kecilnya''': pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
* Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai objek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.


3. Menurut [[Adolf Wagner]], asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:<ref> {{cite journal|title= Reformasi Birokrasi Perpajakan Sebagai Usaha Peningkatan Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak|author= Pranoto, Ayub Satriyo Kusumo|journal= Yustisia|volume= 5|number= 2|year= 2016|page= 401|url= https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/viewFile/8756/7840}} </ref>
3. Menurut [[Adolf Wagner]], asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut:


:* '''Asas politik finansial''': pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
* Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.


:* '''Asas ekonomi''': penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
* Asas ekonomi: penentuan objek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah


:* '''Asas keadilan''': pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
* Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.


:* '''Asas administrasi''': menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
* Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.


:* '''Asas yuridis''': segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
* Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.


==== Asas Pengenaan Pajak ====
=== Asas Pengenaan Pajak ===
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.


Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:{{fact}}


# Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (''domicile/residence principle''): berdasarkan asas ini [[negara]] akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh [[orang pribadi]] atau [[badan]], apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
# Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (''domicile/residence principle''): berdasarkan asas ini [[negara]] akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh [[orang pribadi]] atau [[badan]], apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
Baris 181: Baris 257:
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.


'''Indonesia''', dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan [[Undang-Undang]] Nomor 10 Tahun [[1994]], khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang [[parsial]], yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
'''Indonesia''', dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] Nomor 10 Tahun [[1994]], khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang [[parsial]], yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.


'''Jepang''', misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk [[Jepang]] berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
'''Jepang''', misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk [[Jepang]] berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.{{fact}}


'''Australia''', untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di [[Australia]], dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.
'''Australia''', untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di [[Australia]], dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.{{fact}}


== Teori pemungutan ==
== Teori pemungutan ==
Ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:<ref> {{cite book|last=Brotodiharjo|first1= R. Santoso|year=2003|title= Pengantar Ilmu Hukum Pajak|url= https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac?id=5173|language=Bahasa Indonesia|location= Bandung|publisher= Refika Aditama|isbn=9799605547}}</ref>
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya ''Pengantar Ilmu Hukum Pajak'', ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
# Teori asuransi, menurut teori ini, [[negara]] mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian [[asuransi]] diperlukan adanya pembayaran [[premi]]. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
# Teori asuransi, menurut teori ini, [[negara]] mempunyai [[tugas]] untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian [[asuransi]] diperlukan adanya pembayaran [[premi]]. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
# Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan [[miskin|orang miskin]] lebih tinggi daripada [[kaya|orang kaya]]. Ada perlindungan jaminan sosial, [[kesehatan]], dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
# Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan [[miskin|orang miskin]] lebih tinggi daripada [[kaya|orang kaya]]. Ada perlindungan jaminan sosial, [[kesehatan]], dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.


== Penerimaan Pajak di Indonesia ==
== Penerimaan pajak di Indonesia ==
Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%.
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp362 triliun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp325 triliun dari pajak dan Rp37 triliun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak:
* [[Pajak Penghasilan]] (PPh) Rp464,66 triliun
* [[Pajak Pertambahan Nilai]] dan [[Pajak Penjualan atas Barang Mewah]] (PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun
* [[Pajak Bumi dan Bangunan]] (PBB) Rp28,96 triliun


Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.<ref group=note>Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.</ref>{{fact}}
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam [[APBN]] 2006 mencapai Rp402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
* [[Pajak Penghasilan]] (PPh) Rp198,22 triliun
* [[Pajak Pertambahan Nilai]] dan [[Pajak Penjualan atas Barang Mewah]] (PPN dan PPnBM) Rp126,76 triliun
* [[Pajak Bumi dan Bangunan]] (PBB) Rp15,67 triliun
* [[Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan]] (BPHTB) Rp5,06 triliun
* penerimaan pajak lainnya Rp2,76 triliun.

Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp36,1 triliun, bea masuk Rp17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp398,1 miliar.

Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai Rp1.040 triliun.

* Pajak

* Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi:

# Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
# Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.

* Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan menjadi:
# Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.
# Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.
# Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.

* Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
# Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
# Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
# Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
# Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Direktorat Jenderal Pajak]]
* [[Direktorat Jenderal Pajak]]
* [[Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan]]
* [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan]]
* [[Nomor Pokok Wajib Pajak]]
* [[Nomor Pokok Wajib Pajak]]
* [[Penghindaran pajak]]
* [[Penghindaran pajak]]
* [[Pajak Penghasilan]]
* [[Pajak Penghasilan]]
* [[Bentuk Usaha Tetap]]
* [[Bentuk Usaha Tetap]]
* [[Jurusita Pajak]]
* [[Jurusita Pajak]]
* [[uang]]
* [[Uang]]
* [[Perpajakan di Indonesia]]
* [[Pajak Pertambahan Nilai]]
* [[Pendapatan Negara]]
* [[Penerimaan Negara Bukan Pajak]]
* [[Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia]]
* [[Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara]] (APBN)
* [[Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah]] (APBD)
* [[Belanja Negara]]
* [[Penanaman Modal Dalam Negeri]]
* [[Retribusi]]

== Catatan Kaki ==
{{reflist|group=note}}


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 239: Baris 305:
== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{Wikisource|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan}}
{{Wikisource|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan}}
* {{id}} [http://www.pajak.go.id/ Situs Direktorat Jenderal Pajak]
* [http://www.pajak.go.id/ Situs Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia]
* {{id}} [http://www.forumpajak.net/ Situs Komunitas Diskusi Pajak]
* {{id}} [http://www.pajak.net/ Software Pelaporan Pajak]
* {{id}} [http://www.konsultanpajak.net/ Direktori Konsultan Pajak Indonesia]
* {{id}} [http://www.pajakonline.com/ Portal Pajak Indonesia]
* {{id}} [http://www.ortax.org/ Media Komunitas Pajak Indonesia]
* {{id}} [http://www.accounting-pajak.com/ Konsultan Pajak]
{{ekonomi-stub}}
[[Kategori:Perpajakan| ]]


[[Kategori:Perpajakan| ]]
{{Link FA|no}}
[[Kategori:Ekonomi mikro|*]]

[[Kategori:Ilmu dan teknologi dalam tahun 1876]]
[[an:Impuesto]]
[[ar:ضريبة]]
[[arc:ܡܕܐܬܐ]]
[[arz:ضريبه]]
[[az:Vergi]]
[[bat-smg:Muokesnis]]
[[be:Падатак]]
[[be-x-old:Падатак]]
[[bg:Данък]]
[[br:Tell]]
[[bs:Porez]]
[[ca:Impost]]
[[cs:Daň]]
[[cy:Treth]]
[[da:Skat]]
[[de:Steuer]]
[[el:Φορολογία]]
[[en:Tax]]
[[eo:Imposto]]
[[es:Impuesto]]
[[et:Maksud]]
[[eu:Zerga]]
[[fa:مالیات]]
[[fi:Vero]]
[[fr:Impôt]]
[[gl:Imposto]]
[[he:מס]]
[[hi:कर]]
[[hr:Porez]]
[[hu:Adó]]
[[hy:Հարկ]]
[[ilo:Buis]]
[[io:Imposto]]
[[is:Skattur]]
[[it:Imposta]]
[[ja:租税]]
[[ka:გადასახადი]]
[[kk:Салық]]
[[kn:ತೆರಿಗೆ]]
[[ko:세금]]
[[krc:Налог]]
[[la:Tributum]]
[[lb:Steier]]
[[lt:Mokestis]]
[[lv:Nodoklis]]
[[ml:നികുതി]]
[[mr:कर]]
[[ms:Cukai]]
[[new:कर]]
[[nl:Belasting (fiscaal)]]
[[nn:Skatt]]
[[no:Skatt]]
[[oc:Impòst]]
[[pl:Podatek]]
[[pnb:ٹیکس]]
[[ps:ورکړېنه]]
[[pt:Imposto]]
[[ro:Impozit]]
[[ru:Налог]]
[[rue:Дань]]
[[sah:Түһээн]]
[[sh:Porez]]
[[simple:Tax]]
[[sk:Daň]]
[[sl:Davek]]
[[sq:Tatimi]]
[[sr:Порез]]
[[sv:Skatt]]
[[sw:Kodi (ushuru)]]
[[ta:வரி]]
[[te:పన్ను (ఆర్థిక వ్యవస్థ)]]
[[tg:Молиёт]]
[[th:ภาษี]]
[[tl:Buwis]]
[[tr:Vergi]]
[[uk:Податок]]
[[ur:مالیات]]
[[uz:Soliq]]
[[vi:Thuế]]
[[war:Buhís]]
[[yi:שטייער]]
[[zh:稅]]
[[zh-min-nan:Cho͘-soè]]
[[zh-yue:稅]]

Revisi terkini sejak 12 Agustus 2024 07.08

Pajak (bahasa Inggris: tax, dari bahasa Latin taxo; "rate"; bahasa Belanda: belasting) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1] Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[2] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya Uni Emirat Arab.[3] Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Pendahuluan

[sunting | sunting sumber]
Pieter Brueghel the Younger, The tax collector's office, 1640

Terdapat perbedaan definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat dikategorikan sebagai pajak. Contohnya adalah beberapa transfer ke sektor publik yang masih dipengaruhi oleh harga. Hal ini misalnya, biaya kuliah pada universitas negeri dan biaya untuk penyelenggaraan pelayanan pada pemerintah. Pemerintah juga memperoleh sumber daya finansial dengan “menciptakan” uang (misalnya dengan mencetak uang), melalui hibah (contohnya, kontribusi terhadap universitas dan museum negeri), dengan menetapkan sanksi (seperti denda atas pelanggaran lalu lintas), dengan mengambil utang, dan dengan menyita kekayaan. Dari sudut pandang ahli ekonomi, pajak adalah transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke sektor publik yang dipungut dengan dasar yang ditetapkan sebelumnya dan tanpa menyatakan manfaat yang akan diberikan.

Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak adalah karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang sering diperdebatkan [oleh siapa?] dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak dilakukan oleh institusi publik misalnya Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia, Canada Revenue Agency di Kanada, the Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat, atau Her Majesty's Revenue and Customs (HMRC) di Inggris. Saat pajak tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda, penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.[4]

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:

Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.[5]
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[6]
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.[7]
Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[8]

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.

Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''

Keberadaan pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 – 2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel, yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil.[9] Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling luas adalah corvée dan persepuluhan. Corvée adalah kerja paksa yang diberikan kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan lainnya ( "tenaga kerja" dalam bahasa Mesir kuno adalah sinonim untuk pajak).[10]

Perpajakan di Kekaisaran Persia, sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh Darius I Agung yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.[11] Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti "bagian raja".[12] Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap Satrapy (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (pengeluaran dan kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya. hasil panen).[13]

Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda. Sistem perpajakan dalam ekonomi modern pajak menjadi sumber pendapatan pemerintah merupakan hal paling penting. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai "upeti" berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah sehingga berbeda masa sekarang, hasil perpajakan di Indonesia biasanya berupa layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.[14]

Dasar pemungutan pajak adalah undang-undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang bersumber kepada suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, maka berdasarkan Undang-Undang Pajak itu dibuat aturan pelaksanaan oleh pemerintah yaitu: 1. Menteri Keuangan, Direktur  Jenderal Pajak untuk Pajak Pusat dan, 2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri untuk Pajak Daerah.  [15]

Unsur pajak

[sunting | sunting sumber]

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

  1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
  2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
  3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik prasarana maupun sarana.
  4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
  5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

Penggolongan Jenis Pajak

[sunting | sunting sumber]

Pajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu:

  1. Berdasarkan pihak yang menanggung pajak;
  2. Berdasarkan sifatnya; dan
  3. Berdasarkan pihak yang memungut pajak

Berdasarkan pihak yang menanggung

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak terdiri dari dua macam pajak yaitu

adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan.

pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contoh: Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai, dan Cukai.

Berdasarkan sifatnya

[sunting | sunting sumber]

Pajak terdiri dari dua macam berdasarkan sifatnya, antara lain:

Pajak Subyektif

[sunting | sunting sumber]

pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar

Pajak Obyektif

[sunting | sunting sumber]

pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan/melihat objeknya, baik berupa keadaan atau perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya, barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui. Misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak memperhitungkan apakah wajib pajak tersebut memiliki tanggungan atau tidak.

Berdasarkan pihak yang memungut pajak

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan pihak yang memungut, pajak terdiri dari dua macam, antara lain:

Pajak Pusat

[sunting | sunting sumber]

pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan. Adapun pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.[note 1] Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Definisi tersebut diberikan oleh Pasal 4 ayat (1) UU PPh yakni UU No 7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No 7 tahun 2021.

Dari definisi tersebut penghasilan mempunyai 5 (lima) elemen:

  1. tambahan kemampuan ekonomis Dari kacamata akuntansi, tambahan kemampuan ekonomis dapat diartikan sebagai tambahan sisi aktiva di neraca/laporan posisi keuangan wajib pajak yang tidak dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas atau modal. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas merupakan utang. Utang bukan merupakan penghasilan karena debitur mau tidak mau harus mengembalikan pokok hutang beserta bunganya. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan modal merupakan setoran modal yang juga bukan penghasilan.
  2. diterima atau diperoleh wajib pajak Penggunaan kata diterima untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel kas dalam pembukuannya, sedangkan kata diperoleh untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel akrual dalam pembukuannya.
  3. baik dari Indonesia maupun luar Indonesia (world wide income) Indonesia menggunakan world wide income dalam pengenaan pajaknya. Oleh karenanya bagi wajib pajak dalam negeri, penghasilan dari manapun baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia harus dilaporkan di SPT.
  4. dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Oleh karenanya biasanya penghasilan diukur dari pola konsumsi maupun kekayaan wajib pajak.
  5. dengan nama dan dalam bentuk apapun Pengenaan pajak atas penghasilan dilakukan tanpa memperhatikan jenis, bentuk maupun nama penghasilannya. Oleh karenanya selama memenuhi definisi penghasilan meskipun bentuknya dalam bentuk barang (bukan kas) maka tetap disebut sebagai penghasilan.

Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16]

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16]

Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan sektor Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke pemerintah Kabupaten/Kota.

Bea meterai menurut UU Nomor 10 Tahun 2020 merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2020 tentang Bea Meterai. Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 134 Tahun 2021 menjelaskan tentang Tarif Bea Meterai yang ditetapkan sebesar Rp 10.000,00.[17]

Seiring perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia juga menyediakan meterai elektronik dengan payung hukum yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai. Beleid ini telah berlaku pada 19 Agustus 2021. Meterai elektronik berguna sebagai pelengkap dokumen elektronik yang diakui keabsahannya.[18]

Bea Keluar / Bea Masuk
[sunting | sunting sumber]

UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.[16]

Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)[19], yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain:

Pajak Provinsi
[sunting | sunting sumber]
  • Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
  • Pajak Air Permukaan; dan
  • Pajak Rokok.
Pajak Kabupaten/Kota
[sunting | sunting sumber]
  • Pajak Hotel,
  • Pajak Restoran,
  • Pajak Hiburan,
  • Pajak Reklame,
  • Pajak Penerangan Jalan,
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
  • Pajak Parkir,
  • Pajak Air Tanah,
  • Pajak Sarang Burung Walet
  • Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan
  • Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Undang-undang perpajakan negara

[sunting | sunting sumber]
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    stdtd Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    stdtd Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    stdtd Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
  4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
    stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
    stdd Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
  6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
    stdd Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
  7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai
  8. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
    stdd Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
  9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Fungsi pajak

[sunting | sunting sumber]

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik, subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut. Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun, bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong produksi menjadi pergerakan ekonomi

Kebanyakan ahli ekonomi, terutama neo-klasik berpendapat bahwa pajak menciptakan distorsi pasar yang mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh karenanya, mereka mencari jenis pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.[20] Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi. Pada masa lampai, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik.

Sistem perpajakan nasional merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi di mana rakyat memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan, pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat. Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak yang berkuasa.

Setiap proses bisnis memakan biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang muncul saat proses administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di bidang perpajakan. Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk tujuan tertentu, misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya digunakan untuk membiaya pusat rehabilitasi alkohol disebut hipotekasi. Kebijakan ini sering kali tidak dimintasi oleh menteri Keuangan karena mengurangi kebebasan tindakan atas pasar. Beberapa fungsi pajak antara lain:[21]

  • Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.[22] Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.[21]

  • Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.[21]

  • Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

  • Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Syarat pemungutan pajak

[sunting | sunting sumber]

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:[butuh rujukan]

  • Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.

Contoh:

  1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
  2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
  3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
  • Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

  1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
  2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
  3. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
  • Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

  • Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

  • Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

Contoh:

  1. Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 1 macam tarif tetap[23]
  2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 11%[24]
  3. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi)

Asas pemungutan

[sunting | sunting sumber]

Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

[sunting | sunting sumber]

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:

Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims

1. Menurut Adam Smith dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:[25]

  • Asas Equality(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
  • Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
  • Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
  • Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.[26]

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

  • Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
  • Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
  • Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  • Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
  • Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai objek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:[27]

  • Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
  • Asas ekonomi: penentuan objek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
  • Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
  • Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
  • Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.

Asas Pengenaan Pajak

[sunting | sunting sumber]

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:[butuh rujukan]

  1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
  2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
  3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.[butuh rujukan]

Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.[butuh rujukan]

Teori pemungutan

[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:[28]

  1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
  2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

Penerimaan pajak di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi penerimaan pajak 2012 per jenis pajak:

Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.[note 2][butuh rujukan]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Catatan Kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
  2. ^ Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Peraturan | Ortax - your center of excellence in taxation". Ortax.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-03. 
  2. ^ Charles E. McLure, Jr. "Taxation". Britannica. Diakses tanggal 3 March 2015. 
  3. ^ "2013-2014 The worldwide personal tax guide United Arab Emirates". Ernst & Young. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-25. Diakses tanggal 3 March 2015. 
  4. ^ See for example 26 U.S.C. § 7203 in the case of U.S. Federal taxes.
  5. ^ Leroy-Beaulieu, Paul (1899). Traite de la Science des Finances (dalam bahasa Prancis). 1. Paris: Guillaumin et cie. 
  6. ^ Adriani, P.J.A (1949). Het belastingrecht: zijn grondslagen en ontwikkeling (dalam bahasa Belanda). Amsterdam: Veen. 
  7. ^ Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. ISBN 979-8020-23-5. 
  8. ^ Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel M.; Brock, Horace R. (15 Agustus 1972). An Introduction to Taxation (dalam bahasa Inggris). Forth Worth: Harcourt College Publishers. ISBN 9780155463035. 
  9. ^ Darussalam (2017), "Sejarah Pajak-Awal Kehadiran Pajak", news.ddtc.co.id, diakses tanggal 29 November 2021 
  10. ^ Olmert, Michael (1996), Milton's Teeth and Ovid's Umbrella: Curiouser & Curiouser Adventures in History (dalam bahasa Inggris), New York: Simon & Schuster, hlm. 41, ISBN 0-684-80164-7 
  11. ^ Ningsih, Widya L. (2021), "Kekaisaran Persia: Sejarah, Masa Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan", www.kompas.com, diakses tanggal 29 November 2021 
  12. ^ Kleber, Kristin (2015). "Taxation in the Achaemenid Empire". Taxation in the Achaemenid Empire. Kanada: Oxford University Press: 1–2. DOI: 10.1093/oxfordhb/9780199935390.013.34. Diakses tanggal 28 November 2021. 
  13. ^ Rattinni, Kristin B. (2019), "Darius I—facts and information-National Geographic", www.nationalgeographic.com, diakses tanggal 28 November 2021 
  14. ^ Welianto, Ari (2020), "Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan", www.kompas.com, diakses tanggal 28 November 2021 
  15. ^ Ismail, Tjip (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (dalam bahasa Inggris). 3. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm. 1–52. ISBN 978-979-011-454-8. 
  16. ^ a b c "Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-06-19. 
  17. ^ "Data Publikasi Bea Meterai". Website Resmi KPPN Kotabumi. Diakses tanggal 2022-06-19. 
  18. ^ Administrator (2021-10-08). "Meterai Tempel atau Digital Sama Absahnya". Portal Informasi Indonesia. Diakses tanggal 2023-10-17. 
  19. ^ "Pemda Perlu Tahu! Apa yang Perlu Disiapkan Setelah UU HKPD Berlaku?". DDTC News. Diakses tanggal 2022-06-19. 
  20. ^ Simkovic, Michael. "Distortionary Taxation of Human Capital Acquisition Costs". Social Science Research Network. 
  21. ^ a b c Dwi Sulastyawati. "Hukum Pajak dan Implementasinya Bagi Kesejahteraan Rakyat". Salam: Jurnal Filsafat dan Ilmu Hukum: 122. 
  22. ^ Media, Kompas Cyber. "Pajak: Arti, Sejarah dan Fungsinya Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-10-17. 
  23. ^ "Tarif Tunggal Bea Meterai Rp10.000 Dikenakan Mulai Tahun 2021 dengan Masa Transisi". Situs Kemenkeu. Diakses tanggal 2022-06-19. 
  24. ^ "Tarif PPN 11 Persen Menjamin Keadilan dan Stabilitas". Situs KONTAN.co.id. Diakses tanggal 2022-06-19. 
  25. ^ Smith, Adam (1991). The Wealth of Nations (dalam bahasa Inggris). London: David Campbell Publishers. ISBN 1-85715-011-2. 
  26. ^ Smith, Adam (1776). An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (dalam bahasa Inggris). London. 
  27. ^ Pranoto, Ayub Satriyo Kusumo (2016). "Reformasi Birokrasi Perpajakan Sebagai Usaha Peningkatan Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak". Yustisia. 5 (2): 401. 
  28. ^ Brotodiharjo, R. Santoso (2003). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama. ISBN 9799605547. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]