Lompat ke isi

Tarekat Ba'alawiyah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k ~
 
(35 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Sufisme}}
{{rapikan}}{{naratif}}
'''Tarekat Ba'alawiyah''' ({{lang-ar|طريقة آل باعلوي}}), juga dikenal sebagai '''Tarekat Alawiyah''' adalah sebuah [[tarekat]] [[Sufi]]<ref>{{Cite book|url=https://www.scribd.com/book/351486485/Secret-Practices-of-the-Sufi-Freemasons-The-Islamic-Teachings-at-the-Heart-of-Alchemy|title=Read Secret Practices of the Sufi Freemasons Online by Baron Rudolf von Sebottendorff {{!}} Books|language=en}}</ref> yang berpusat di [[Hadramaut]], [[Yaman]], tetapi sekarang tersebar di tepi [[Samudra Hindia]] bersama dengan diaspora [[Hadhrami]]. Tarekat ini erat kaitannya dengan keluarga [[:en:Ba'alawi (Genus)|sadah Ba'alawi]].
[[Berkas:كتاب المنهج السوي.jpg|jmpl|''Al-Manhaj As-Sawiy Syarh Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi'', karya Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Merupakan salah satu kitab penting yang membahas tarekat Alawiyyah.]]
'''Tarekat Alawiyyah''' atau '''Tarekat As-Sadah Al-Ba'Alawi''' ({{lang-ar|طريقة السادة آل باعلوي}} ''Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi'') adalah suatu [[tarekat]] [[sufi]] [[Sunni|Islam Sunni]] yang terkenal, yang didirikan oleh Imam [[Muhammad al-Faqih Muqaddam|Muhammad bin Ali Ba'alawi]], bergelar ''Al-Faqih Al-Muqaddam'' (lahir di [[Tarim]], [[Yaman]], 574 [[Hijriah|H]]/k. 1178 [[Masehi|M]], dan wafat 653 H/k. 1256 M).<ref>المنهج السوي شرح أصول طريقة السادة آل باعلوي، تأليف: الحبيب زين بن سميط، ص 19. Al-Manhaj As-Sawiy Syarh Ushul Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi, karangan: Al-Habib Zain bin Sumaith, hlm. 19.</ref> Tarekat ini kemudian semakin berkembang dengan pesat di tangan Imam [[Abdullah bin Alawi Al-Haddad]]. Penyebarannya yang terbesar adalah di Yaman, selain itu juga tersebar di [[Indonesia]], [[Malaysia]], [[Singapura]], [[Kenya]], [[Tanzania]], [[India]], [[Pakistan]], [[Hijaz]], dan [[Uni Emirat Arab]] yang merupakan pula wilayah [[diaspora]] bangsa [[Bangsa Arab|Arab]] [[Hadramaut]].


Didirikan oleh [[Muhammad al-Faqih Muqaddam]], yang meninggal pada tahun [[653|653 H]] ([[1232|1232 M]]). Dia menerima [[ijazah]] dari [[Abu Madyan]] di [[Maroko]] melalui dua muridnya.<ref>Anne K. Bang, [https://books.google.com/books?id=aCgzr5jKQEkC&lpg=PP1&pg=PA13#v=onepage&q&f=false Sufis and Scholars of the Sea: Family Networks in East Africa, 1860–1925], Routledge, 2003, pg 13</ref> [[Abu Madyan]] adalah seorang murid dari rantai pemancar spiritual [[tarekat Syadziliyah]] dari [[Muhammad]].
== Dasar-dasar ajaran ==
Ajaran tarekat As-Sadah Al-Ba'Alawi bila ditinjau berdasarkan mazhab [[fikih]]nya adalah bermazhab [[Mazhab Syafi'i|As-Syafi'iyah]]. Sedangkan bila ditinjau dari mazhab [[akidah]]nya, maka bermazhab [[Sunni|As-Sunni Al-Asy'ariyyah]].


Para anggota [[Sufi]] ini sebagian besar adalah para [[sayyid]] yang nenek moyangnya berasal dari lembah Hadramaut, di bagian selatan Yaman, meskipun tidak terbatas pada mereka. Rantai ijazah transmisi [[spiritual]] Sufi dari [[Muhammad al-Faqih Muqaddam]] menelusuri kembali ke [[Muhammad|nabi Muhammad]] melalui sepupunya [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] dan dari dia, putranya [[Husain bin Ali|Husain]].
Pengajaran keilmuan berdasarkan aturan tarekat (''manhaj'') As-Sadah Al-Ba'alawi ialah mengajarkan berbagai ilmu-ilmu keislaman, yang kini telah berkembang sepanjang sejarahnya dan menjadi bebagai cabang ilmu keislaman. Berbagai ma'had dan rubath tarekat ini, setelah tahun-tahun menjalankan pengajarannya secara terus-menerus sampai dengan hari ini, telah membuat cara-cara yang sistematis dalam memberikan pengajaran ilmu-ilmu tersebut, yang selain itu juga mengajarkan mengenai pentingnya pendidikan melalui suri tauladan (''tarbiyyah fi tazkiyah'').


== Latar belakang ==
== Sekilas tentang Tarekat Alawiyyah ==
Nama Ba 'Alawiyyah sendiri berasal dari [[Hadhrami|suku Hadhrami]] ([[Etnisitas|suku bangsa]] di [[Yaman]]) yang tergabung dalam [[Ba'alawi (Marga)|marga Ba'alawi]].
Tarekat Alawiyyah adalah suatu tarekat yang ditempuh oleh para [[salafus sholeh]]. Dalam tarekat ini, mereka mengajarkan Al-Kitab [[Al-Qur’an]] dan [[As-Sunnah]] kepada masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah [[Rasullullah SAW]].<ref>Penjelasan di atas dinukil dari buku ''Qutil Qulub'', karya Abul Qosim Al-Qusyairy, dan dari beberapa kitab lain.</ref>


Pada awal abad keempat [[Kalender Hijriah|hijriah]] pada 318 H, Sayyid Ahmad al-Muhaajir dari [[Basra]], [[Irak]] terlebih dahulu ke [[Makkah]] dan [[Madinah]], dan kemudian ke [[Hadramaut]], untuk menghindari kekacauan yang terjadi di [[Kekhalifahan Abbasiyah]], dimana keturunan [[Muhammad]] terus menerus dicurigai melakukan pembakaran dan pemberontakan melawan [[khalifah]].
Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa tarekat [[Sayyid|As-Saadah]] Bani Alawy ini diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya mereka menyampaikan tarekat ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh karenanya, tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang langgeng sebab penyampaiannya dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.


Sebagian besar keturunan Muhammad yang dikenal sebagai [[sayyid]] menikmati banyak pengikut karena pengetahuan mereka yang mendalam tentang Islam dan ajarannya, baik [[esoterik]] maupun [[eksoterik]]. Meskipun kepribadian seperti itu mungkin tak memiliki [[Ambisi (disambiguasi)|ambisi]] politik, memiliki banyak pengikut berarti mereka selalu menarik kecurigaan kekhalifahan.
Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya tarekat ini berjalan di atas rel Al-Kitab dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Tarekat Alawiyyah ini menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah ''mahdhah'', yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ''ghoiru mahdhah'', yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis ta’lim yang mengajarkan ilmu dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, tarekat ini mencakup hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal (antara sesama manusia).


Jadi semua [[sayyid]] 'Alawi [[Hadramaut]] adalah keturunannya, dan keturunannya telah menyebar jauh dan luas ke [[Jazirah Arab]], [[India]] terutama di negara bagian [[Kerala|Kerala Selatan]] di sepanjang [[Pesisir Malabar|Pantai Malabar]], Pantai Utara, dan [[Afrika Barat]] ([[Maroko]]), serta negara-negara [[Kepulauan Melayu]] ([[Malaysia]] dan [[Indonesia]]) menyebarkan [[Sunni|Islam Sunni]] dari [[mazhab Syafi'i]] dan Tarekat Ba 'Alawiyyah.
Selain itu, tarekat ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah (Al-Islam) di muka bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawy pergi ke tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama besar dan panutan umat di zamannya. Banyak pula dari mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri dan penerusnya, tarekat ini mampu mengatasi tantangan zaman dan tetap eksis sampai saat ini.<ref>Diambil dari ''Al-'Alam An-Nibros'', karya [[Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas]], hal. 1-5, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir.</ref>


Tarekat Sufi Ba 'Alawiyyah, menurut [[sejarawan]], terkait dengan tarekat Sufi Madyaniyyah. Hal ini juga dipengaruhi oleh [[tarekat Qadiriyah]], semua karena pendirinya, [[Muhammad al-Faqih Muqaddam]] menerima transmisi spiritual dari mereka.<ref name="aziz">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=tQICAwAAQBAJ| title=Religion and Mysticism in Early Islam: Theology and Sufism in Yemen| volume=26| first=Muhammad |last=Ali Aziz|
== Tarekat Saadah Bani ‘Alawiy ==
publisher=I.B.Tauris|year=2011| isbn=978-0-85771-960-7| page=296| access-date=August 28, 2014}}</ref> [[Hadramaut]] selama hidupnya terkoyak oleh perkelahian suku yang terus-menerus, Muqaddam menyarankan keturunan Sayyid untuk meninggalkan senjata dan perang dan sebaliknya untuk mengejar nilai-nilai agama dan moral.
Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Ba’alawi pernah ditanya, “Apa dan bagaimana tarekat Saadah Aal Abi ‘Alawi (keluarga Bani Alawy) itu?. Apakah cukup didefinisikan dengan ittibâ’ (mengikuti) Quran dan sunah?. Apakah terdapat pertentangan di antara mereka?. Apakah tarekat mereka bertentangan dengan tarekat-tarekat yang lain?.”
Beliau pun menyampaikan jawabannya sebagai berikut :
“Ketahuilah, sesungguhnya tarekat Saadah Aal Abi ‘Alawi merupakan salah satu tarekat kaum [[sufi]] yang asasnya adalah ittibâ’ (mengikuti) Quran dan sunah, pokoknya adalah sidqul iftiqôr (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan syuhûdul minnah (menyaksikan bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Tarekat ini mengikuti ittiba’ manshûsh dengan cara khusus dan menyempurnakan semua dasar (ushûl) untuk mempercepat wushûl.
Melihat hal ini, maka tarekat Saadah Aal Abi ‘Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan mempelajari hukum-hukum dhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang mengikat orang-orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan bahwa kedudukan manusia dalam beragama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash, ilmu yang membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas.


Sebagai pendiri [[Sufisme|tasawuf]] di Hadramaut, ia menerima gelar ''[[Qutb|Qutb al-Irshad wa Ghausil al-'Ibad Wa al-Bilad]]'' ({{lang-ar|قطب الارشاد وغوث العباد والبلاد}}) dari tarekat Sufi Ba 'Alawiyyah, yang merupakan tingkatan tertinggi dalam tasawuf.<ref name="aziz" /><ref>{{cite web|url=http://nurmuhammad.com/NaqshbandiSecrets/qutbanniyya.htm| title=Qutbanniyya|access-date=September 11, 2014}}</ref><ref>{{cite journal|url=http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20280795-Lutfhi%20Fathimah%20Handayani.pdf|title=Kebertahanan Organisasi Islam berideologi Tasawuf|first=Luthfi|last=Fathimah Handayani|format=thesis|publisher=Universitas Indonesia|year=2012|language=id|access-date=September 11, 2014}}</ref><ref>{{cite encyclopedia|url=http://www.sufiwiki.com/Awliya|title=Awliya|access-date=September 11, 2014}}</ref> Awalnya, para pengikut Ba 'Alawiyyah berfungsi secara diam-diam selama sekitar lima abad.<ref name="schwartz">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=S_U-S9cgKGIC| title=The Other Islam: Sufism and the Road to Global Harmony| first=Stephen |last=Schwartz|edition=unabridged| publisher=Crown Publishing Group| year=2008| isbn=978-0-385-52665-4|page=224}}</ref>
Demikian itulah jalan lurus (shirôthol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut. Ilmu itu tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi digunakan untuk berjalan menuju Allah Ta’ala. Dhohir jalan kaum sufi adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam bertawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala sesuatu yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya. Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, mencegah dari semua sifat hina dan tercela. Puncaknya memperoleh kedekatan dengan Allah dan fath. Jalan ini (mengajarkan seseorang) untuk bersifat (dengan sifat-sifat mulia) dan beramal saleh, serta mewujudkan tahqiq, asrôr, maqômât dan ahwâl. Jalan ini diterima oleh orang-orang yang saleh dari kaum sholihin dengan pengamalan, dzauq dan perbuatan, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah, sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafaat.”
[Diambil dari 'Iqdul Yawaaqiitul Jauhariyyah, Al-Habib Idrus bin Umar AlHabsyi]


== Doktrin ==
== Intisari Tarekat ‘Alawiyyah ==
Seperti banyak tarekat [[Sufisme|sufi]] lainnya, tarekat Ba 'Alawiyyah mendukung [[doktrin]] [[zahir]] dan batin. Aspek zahir dari tarekat ini terdiri dari mengejar ilmu-ilmu agama dan [[Ritual|praktik ritual]] sedangkan aspek batinnya adalah pencapaian ''maqam sufi'' dan ''ahwal''. Keutamaan [[Tarekat (Islam)|tarekat]] adalah bahwa penganutnya tak pernah mengungkapkan rahasia mereka (''sawn al-asrar'') dan mereka menjaganya dari ketidaktahuan. Aspek zahir mengikuti praktik [[Al-Ghazali]] seperti yang dijelaskan dalam ''Ihya Ulum al-Deen-nya'', sedangkan aspek batin mirip dengan [[Tarekat Syadziliyah|tarekat Sufi Syadziliyah]].<ref name="aziz"/><ref>https://web.archive.org/web/20111209102407/http://tariqa.sites.uol.com.br/ {{in lang|pt}}</ref>


Doktrin dasar Ba 'Alawiyyah adalah pemurnian hati melalui kehidupan suci. Meskipun itu adalah [[Sufisme|tasawuf]] dan cabang dari [[Tarekat Qadiriyah|Qadiriyah]], tetapi tidak memiliki ''Khalwah'' (pengasingan untuk tujuan latihan spiritual) dan tidak meninggalkan aktivitas duniawi.<ref name="mapilla">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=xlb5BrabQd8C| title=Mappila Muslims: A Study on Society and Anti Colonial Struggles| first=Husain |last=Raṇṭattāṇi| publisher=Other Books| year=2007| isbn=978-81-903887-8-8| access-date=August 28, 2014}}</ref> Hal ini juga menekankan pengajaran dan pengamalan [[akhlak]] seperti yang dicontohkan oleh [[Muhammad|Nabi Muhammad]].
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba’bud
Sesungguhnya asas tarekat para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah Al-Kitab dan As-Sunnah, dan yang menjadi bukti tentang itu semua adalah perjalanan hidup mereka yang diridhoi oleh Allah dan hal ihwal mereka yang terpuji. Secara garis besar, tarekat mereka itu adalah sebagai berikut :
-Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
-Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat dapat mengingatkan diri kepada Allah.
-Berakhlak dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut kebaikan.
-Membiasakan diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah sesuai dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang disusun oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
-Ziarah kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan diri kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon (berbaik sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut bebas dari perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.
[Diambil dari Nafaaisul 'Uquud fii Syajaroh Aal Ba'bud, karya Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Ba'bud, hal. 15, manuskrip]


Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir dan putranya, menurut mayoritas [[sejarawan]], menyebarkan [[Mazhab Syafi'i|mazhab hukum Syafi'i]] dan [[Asy'ariyah|Asy'ari]] untuk [[teologi]].<ref name="mapilla"/>
== Dimanakah para salaf Bani Alawy berjalan? ==
Kitab Ar-Risalah Al-Muawanah, karangan Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata :
“Hendaklah kamu selalu membaikkan dan meluruskan aqidah dengan mengikuti kelompok yang selamat, yang dikenal di antara berbagai kelompok Islam sebagai Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh pada teladan Rasulullah serta para Sahabatnya.”
Buku Aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah, yang dibiayai oleh Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik untuk disebarkan.
Pada cover depan buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata dalam suatu syairnya yang berbunyi :
“Jadikankanlah Asy’ariyyah sebagai aqidahmu…”
(Asy’ariyyah adalah salah satu dari 2 aliran aqidah dalam Ahli Sunnah wal Jamaah, disamping Maturidiyyah)


R.B. Serjeant merangkum poin-poin utama dari tarekat Ba 'Alawiyyah: [[Sayyid]] menegaskan itu adalah tarekat terbaik berdasarkan [[al-Qur'an]] dan [[Sunnah]] dan kepercayaan [[Leluhur|nenek moyang]] yang saleh ([[Salaf|Salaf aṣ-Ṣhālih]]), tetapi bertindaklah dengan kerendahan hati, kesalehan, dan motif yang luhur. Pengikut harus menyukai ketidakjelasan, tak menyukai manifestasi, menarik diri dari keramaian, tetapi ia tetap harus memberi peringatan dan nasihat dalam masalah kewajiban agama. Dia juga harus menunjukkan kebaikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, teman, kenalan, suku dan semua [[Muslim]] lainnya.<ref name="aziz"/>
Kitab ‘Uquudul Almas, karangan Al-Habib Alwi bin Thohir Alhaddad Mufti Johor, hal. 89.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata :
“Hendaklah kamu membentengi aqidahmu dan memperbaiki pondasinya di atas jalan kelompok yang selamat, yang dikenal di antara seluruh firqoh-firqoh Islam yaitu kelompok Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau.”


Tradisi ditransmisikan secara lisan pada generasi pertamanya, jadi tidak ada buku yang ditulis. Kemudian, transmisi melalui tulisan menjadi lebih penting untuk memperjelas beberapa ketidakjelasan. Buku-buku seperti ''al-Burqa'', ''al-Ma'arij'', ''al-Kibrit al-Ahmar'', ''al-Juz al-Latif'' kemudian ditulis untuk melestarikan hilangnya tarekat secara bertahap.<ref name="aziz"/> Tarekat juga mengajarkan kepada pemeluknya untuk [[Dakwah|berdakwah]] dan menyebarkan [[Islam]] secara damai tanpa kekerasan. Ini menjelaskan mengapa Islam bisa menyebar dengan mudah di negara-negara [[Asia Tenggara]] dan diterima oleh penduduk asli, dimana para pengikutnya membawa Islam secara damai dan sebagian besar melalui [[perdagangan]] dan [[perkawinan]] (hal ini karena laki-laki tak membawa istri mereka ke luar negeri).<ref name="freitag">{{cite book| title=Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s| series=Volume 57 of Social, economic, and political studies of the Middle East and Asia|
Kitab Majmu’ Kalam Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, karangan Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, hal. 105.
editor1=Freitag, Ulrike | editor2=Clarence-Smith, William G. | edition=illustrated| publisher=BRILL| year=1997| isbn=978-90-04-10771-7| page=392}}<!--| access-date=August 28, 2014--></ref>
Di dalam kitab tersebut, Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Ba’alawy berkata :
“Sesungguhnya itulah jalan yang ditempuh oleh sebagian besar para Tabi’in dengan mengikuti jalan para Sahabat, begitu juga hal ini diikuti oleh Tabi’ Tabi’in seperti Al-Imam Asy-Syafi’i, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Malik, Al-Imam Abu Hanifah, dan juga diikuti oleh orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka, dan seperti para Saadah kita. Maka Itulah mereka yang disebut Sawaadhul A’dhom dan golongan yang selamat. Karena mereka berjalan di atas apa-apa yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau dengan sebaik-baiknya aqidah dan suluk di atas jalan kebenaran dan petunjuk dengan tanpa mengecam salah seorang pun dari para Sahabat dan tidak juga mengundat (mencaci/melaknat) mereka…”


Pengikut Ba 'Alawiyyah juga mempraktekkan tradisi aspek luar lainnya yang tak diajarkan dalam ''Ihya Ulum al-Deen''. Sebagai contoh, umum bagi para pengikut Ba 'Alawiyyah di masa lalu, terutama di [[Hadramaut]] dan [[Kepulauan Melayu]], untuk melakukan ''[[Sungkem|taqbil]]'', terutama kepada para [[Habib]] yang dihormati.<ref name="mapilla"/> Kegiatan spiritual tahunan seperti [[Maulid Nabi Muhammad|Maulid]], [[Haul (Islam)|Haul]] (peringatan ulang tahun kematian anggota keluarga atau kepada orang-orang yang sangat dihormati di masyarakat<ref name="hudson">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=rr40qWoVQRwC| title=Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and Western Political Theory Law, ethics and governance| editor=Azyumardi Azra| editor2=Wayne Hudson| publisher=Ashgate Publishing, Ltd.| year=2008 |isbn=978-0-7546-7092-6| page=237 | access-date=August 29, 2014}}</ref>), atau praktik yang dilakukan secara rutin seperti [[Zikir|Majelis Zikir]] (biasanya dengan membaca [[zikir]] atau wirid seperti Wird al-Latif atau Ratib oleh Habib [[Abdullah bin Alawi al-Haddad]] setelah setiap waktu [[Salat Subuh|Subuh]] dan [[Salat Magrib|Magrib]]),<ref name="bekasi">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=uQLYAAAAMAAJ| title=Tradisi pembacaan ratibul Haddad di Bekasi: laporan penelitian| first=Aam | last=Abdillah| publisher=Pusat Penelitian, IAIN Sunan Gunung Djati| place=Bandung|year=1998|page=56| language=id| access-date=August 29, 2014}}</ref> [[Tahlil]] (bentuk lain dari majelis zikir, tetapi biasanya dilakukan jika seseorang meninggal), Membaca buku-buku Islam klasik,<ref name="khatam">{{cite web| url=http://bahrusshofa.blogspot.com/2008/07/tradisi-khatam-bukhari.html| title=Tradisi Khatam Bukhari|language=id|access-date=August 29, 2014}}</ref> dan [[Ziarah]] adalah praktik yang diikuti oleh Ba 'Alawiyyah.<ref name="turmudi">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=thrtmDsd6KAC| title=Struggling for the Umma: Changing Leadership Roles of Kiai in Jombang, East Java| series=Islam in Southeast Asia Series|first=Endang |last=Turmudi| publisher=ANU E Press|year=2006| isbn=978-1-920942-43-4| page=214| access-date=August 24, 2014}}</ref>
kitab Al-’Iqdul Yawaaqit Al-Jauhariyyah, karangan Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi, juz 1, hal. 28.
Di dalam buku tersebut, Al-Imam Idrus bin Umar Alhabsyi berkata :
“…Maka menjadi sucilah lembah itu (Hadramaut) berkat adanya Al-Fagih Al-Muqoddam. Beliau senantia
sa membangun pondasi ketakwaan di masjid yang ada di lembah itu, sehingga semakin tampaklah disana aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah…”


Selama acara-acara ini tak jarang melihat [[Haḍra]] dan [[Kasidah|Qasidah]] juga dibacakan dan kadang-kadang disertai dengan [[Rebana]]. Beberapa amalan di atas (seperti [[Maulid Nabi Muhammad|maulid]] atau [[Kasidah|qasidah]]) bahkan dilakukan dalam upacara pernikahan oleh masyarakat Ba 'Alawiyyah.<ref name="aziz" /><ref name="turmudi" />
Kitab Al-Maslak Al-Qorib, karangan Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawy, pada bagian akhir.
Di dalam buku tersebut, Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Ba’alawy berkata :
“Sesungguhnya tarekat Alawiyah adalah suatu tarekat dari golongan sufi yang berdasarkan atas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabi’in dan para pengikut Tabi’in yang utama…”
(Hal senada di atas juga telah diungkapkan oleh Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz dalam kitabnya Khulasoh Al-Madad An-Nabawi, hal. 26)


Pengaruh tarekat Ba 'Alawiyyah dapat ditemukan juga di beberapa organisasi Islam besar. Misalnya, [[ritual]] yang dilakukan oleh anggota [[Nahdlatul Ulama]] seperti [[Tahlil]], [[Maulid Nabi Muhammad|maulid]] atau [[ziarah]] semuanya dipengaruhi oleh dan dapat ditelusuri kembali ke ajaran Ba 'Alawiyyah, dimana [[Hadhrami]] Ba 'Alawiyya berhijrah dan mengajarkan tarekat di [[Jawa]] sejak abad ke-18.
Kitab Tadzkiirun Naas, karangan Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas, hal. 24.
Di dalam buku tersebut, Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas berkata :
“Para salaf kita Alawiyyin mengikuti madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i dalam sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan hukum-hukum Islam, masalah ibadah dan muamalah, dan permasalahan-permalasahan figih.”


Beberapa tokoh yang menonjol dari tarekat ini adalah:
Kitab Al-’Alam An-Nibros, karangan Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, penerbit ‘Isa Al-Khalabi Mesir.
* al-[[Qutb]] al-Ghawth al-[[Imam]] [[Muhammad al-Faqih Muqaddam|Muhammad al-Faqih al-Muqaddam]]
1. Di dalam buku tersebut, hal. 6-8, Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas berkata :
* al-[[Habib]] [[Qutb]] Abu Bakar al-Aydarus al-'Adeni
“…Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i…”
* [[Wali]] [[Qutb]] al-Ghawth [[Habib|al-Habib]] [[Abdullah bin Alawi al-Haddad]]
2. Di dalam buku tersebut, hal. 10-15, Al-Imam Abdulah bin Alwi Al-Atthas berkata :
* [[Wali]] [[Qutb]] al-Ghawth [[Habib|al-Habib]] Umar bin Ahmad bin Abu Bakar bin Sumait
“…Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW…”
* [[Wali]] [[Qutb]] al-Ghawth [[Habib|al-Habib]] Ali bin [[Muhammad Alhabsyi|Muhammad al-Habshi]]

* [[Wali]] [[Qutb]] Sawahili al-Ghawth [[Habib|al-Habib]] Swaleh bin Alwi bin Abdallah Jamal al-Layl<ref name="foo">url=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Habib_Salih</ref>
Kitab Maulud Simtud Duror, Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi, pada bagian syair.
* [[Habib]] Ahmad bin Zayn al-Habshi<ref name="boxberger">{{cite book| url=https://books.google.com/books?id=LTsfWX4gbX4C| title=On the Edge of Empire: Hadhramawt, Emigration, and the Indian Ocean, 1880s-1930s| first=Linda |last=Boxberger| edition=illustrated| publisher=SUNY Press| year=2002| isbn=978-0-7914-5218-9|page=292}}</ref>
Dalam syairnya, beliau berkata :
* Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki<ref name="schwartz" />
“Ya Allah, berilah kekuatan pada kami untuk berjalan di atas jalan yang benar, yaitu di atas jalan Nabi dan jalan yang ditempuh Saadah Syadziliyyah.”
* Habib [[Umar bin Hafidz|Umar bin Hafiz]]
Dalam riwayat lain ditulis dengan :
* Habib [[Ali Al-Jufri]]
“…dan jalan yang ditempuh Saadah Alawiyyah.”
Di [[Hadramaut]], pengajaran tarekat ini dilakukan di beberapa Ribath, seperti Ribath Tarim atau di ''[[Dar-al Musthafa|Dar al-Musthafa]]'' yang didirikan oleh [[Umar bin Hafidz|Habib Umar bin Hafiz]].
(Dua-duanya, baik Tarekat Syadziliyyah ataupun Alawiyyah berada dalam koridor Ahli Sunnah wal Jamaah)
Kitab Al-Bidh’ah Al-Muhammadiyyah, Al-Ustadz Alwi bin Muhammad Bilfagih, hal. 137-140, dalam bab Madzhab Al-Imam Al-Muhajir.

Di dalam buku tersebut, Ustadz Alwi menuliskan :
“Sungguh teranglah bahwa madzhab Al-Imam Al-Muhajir adalah madzhab Asy-Syafi’i dan tidak berseberangan dengan jalan yang ditempuh oleh para datuknya. Menurut sumber-sumber sejarah di masa itu dikatakan bahwa beliau menganut madzhab Imamiyyah. Akan tetapi menurut sumber-sumber yang lebih dapat terpercaya, pendapat tersebut tidak dapat diterima. Apalagi ada bukti yang lebih kuat bahwa putera beliau Abdulloh (terkenal dengan Ubaidillah) berguru kepada Abu Thalib Al-Makki yang menganut faham Ahli Sunnah. Bagaimana mungkin Al-Imam Al-Muhajir dikatakan bukan menganut madzhab Asy-Syafi’i, padahal beliau adalah orang pertama yang menyebarkan atau memasukkan madzhab Syafi’i ke Hadramaut setibanya beliau disana.”

=== Menyingkap sifat-sifat aimmah Tarekat Alawiyyah ===
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas
Mereka salafunas sholeh lebih cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup sederhana dan mereka puas dengan hal itu, padahal mereka adalah para aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy. Mereka sebagai pemimpin tarekat ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan yang mendesak.

Telah berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani Alawy, “Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai panutan umat di zamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kita kenal sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati mereka itu tenggelam dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu mereka mempunyai perhatian yang besar sekali terhadap kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama kitab Ihya’, Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi SAW).”

Kalau kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu. Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar, berjabat tangan kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan rakyat jelata. Oleh karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, “Barang siapa yang melihat salah seorang dari mereka, begitu menatap pandangannya kepada mereka, pasti akan merasa kagum akan keanggunan budi pekerti mereka.” Telah diuraikan oleh salah seorang ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa dalam diri mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.

Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari akidah Asy’ariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafi’i. Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bid’ah dan kerawanan lilitan harta duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani Alawy dan masih banyak lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau jejak mereka dan menyingkap lembaran hidup mereka.<ref>Diambil dari ''Al-'Alam An-Nibros'', karya Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, hal. 6-8, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir.</ref>

=== Tanggung jawab para orangtua ‘Alawiyyin ===
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas:

1. Menjaga putra-putri alawiyyin khususnya dan para generasi muda umumnya dari sifat-sifat ambisi untuk mencari pengaruh dan pangkat/kedudukan yang di puja-puji oleh semua orang. Sebagaimana sikap Nabi SAW terhadap para sahabatnya seakan-akan seperti ayah mereka, beliau SAW tidak takut akan kemiskinan yang bersifat duniawi yang akan menimpa mereka. Telah berkata Ath-Thiby ra., “Seorang ayah yang materialis (cinta kepada harta-harta duniawi) khawatir apabila anaknya ditimpa miskin harta. Sedangkan ayah yang religius (yang kuat pendidikan moral dan agamanya) khawatir apabila anaknya miskin akan ilmu-ilmu agama.”

Sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra.: “Celakalah penyembah dinar dan dirham serta penyembah karpet dan selimut. Bila ia diberi, rela dan senang, dan jika tidak ia diberi, tidak senang (benci).” Telah berkata seorang ulama besar di zamannya Hamdun Al-Qoshshor, “Jika berkumpul iblis dan bala tentaranya, mereka tidak gembira pada suatu hal seperti kegembiraan mereka akan tiga perkara berikut :
* Orang mukmin membunuh seorang mukmin.
* Orang yang mati di atas kekafiran.
* Orang yang hatinya ada rasa takut kepada kemiskinan harta.

2. Menjaga putra-putri ‘Alawiyyin dari akidah-akidah yang bejat dan rusak serta melarang mereka untuk memperbincangkan apa-apa yang terjadi di antara para sahabat (rodhiyalloohu ‘anhum ajma’iin). Mereka bahkan mendambakan putra-putrinya untuk berpegang teguh dengan apa yang ada dalam kitab Ihya’, sebagaimana mereka telah mengamalkan apa yang ada di dalam kitab tersebut. Sehingga berkata Al-Habib Abdurrahman Assegaf ra. : “Barang siapa yang tidak menelaah kitab Ihya’, maka tidak ada pada dirinya rasa malu.”<ref>Diambil dari kitab ''Al-'Alam An-Nibros'', karangan Al-Imam Abdullah bin Alawi Al-Atthas, hal 15-20.</ref>

=== Anjuran kepada putra-putri ‘Alawiyyin ===
<--! ada yg terhapus nih?--> ra leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing kepada jalan yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah, setelah menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, “Pintasilah jalan yang penuh cahaya sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, supaya anda tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan pintasilah jalan hidayat dengan mengamalkan apa yang ada di dalam kitab Bidayatul Hidayah.”

Berkata Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Ja’far bin Ahmad bin Zein Alhabsyi, “Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat harus diikuti tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi jalur yang mulus dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk dirinya sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan menemui kekecewaan dan kebinasaan.” Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama Nabi SAW. Mereka itulah orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau SAW.

Berkata Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada anaknya, “Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh mengikuti perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy, terlebih-lebih dari keluarga Bani Alawy. Bersungguh – sungguhlah dan bergiatlah dalam mengikuti perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.”<ref>Diambil dari ''Al-'Alam An-Nibros'', karya Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, hal. 10-15, penerbit 'Isa Al-Khalabi Mesir.</ref>

== Lihat pula ==
* [[Muhammadiyah]]
* [[Islam di Indonesia]]
* [[Indonesia]]


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 123: Baris 55:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.nu.or.id/ Situs Resmi Nahdlatul Ulama]
* {{id}} [http://www.gusdur.net/ Abdurrahman Wahid]


[[Kategori:Organisasi Islam]]
[[Kategori:Tarekat Sufi|Alawiyyah]]
[[Kategori:Organisasi di Indonesia]]
[[Kategori:Tarekat|Alawiyyah]]

Revisi terkini sejak 24 Mei 2024 03.01

Tarekat Ba'alawiyah (bahasa Arab: طريقة آل باعلوي), juga dikenal sebagai Tarekat Alawiyah adalah sebuah tarekat Sufi[1] yang berpusat di Hadramaut, Yaman, tetapi sekarang tersebar di tepi Samudra Hindia bersama dengan diaspora Hadhrami. Tarekat ini erat kaitannya dengan keluarga sadah Ba'alawi.

Didirikan oleh Muhammad al-Faqih Muqaddam, yang meninggal pada tahun 653 H (1232 M). Dia menerima ijazah dari Abu Madyan di Maroko melalui dua muridnya.[2] Abu Madyan adalah seorang murid dari rantai pemancar spiritual tarekat Syadziliyah dari Muhammad.

Para anggota Sufi ini sebagian besar adalah para sayyid yang nenek moyangnya berasal dari lembah Hadramaut, di bagian selatan Yaman, meskipun tidak terbatas pada mereka. Rantai ijazah transmisi spiritual Sufi dari Muhammad al-Faqih Muqaddam menelusuri kembali ke nabi Muhammad melalui sepupunya Ali dan dari dia, putranya Husain.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Nama Ba 'Alawiyyah sendiri berasal dari suku Hadhrami (suku bangsa di Yaman) yang tergabung dalam marga Ba'alawi.

Pada awal abad keempat hijriah pada 318 H, Sayyid Ahmad al-Muhaajir dari Basra, Irak terlebih dahulu ke Makkah dan Madinah, dan kemudian ke Hadramaut, untuk menghindari kekacauan yang terjadi di Kekhalifahan Abbasiyah, dimana keturunan Muhammad terus menerus dicurigai melakukan pembakaran dan pemberontakan melawan khalifah.

Sebagian besar keturunan Muhammad yang dikenal sebagai sayyid menikmati banyak pengikut karena pengetahuan mereka yang mendalam tentang Islam dan ajarannya, baik esoterik maupun eksoterik. Meskipun kepribadian seperti itu mungkin tak memiliki ambisi politik, memiliki banyak pengikut berarti mereka selalu menarik kecurigaan kekhalifahan.

Jadi semua sayyid 'Alawi Hadramaut adalah keturunannya, dan keturunannya telah menyebar jauh dan luas ke Jazirah Arab, India terutama di negara bagian Kerala Selatan di sepanjang Pantai Malabar, Pantai Utara, dan Afrika Barat (Maroko), serta negara-negara Kepulauan Melayu (Malaysia dan Indonesia) menyebarkan Islam Sunni dari mazhab Syafi'i dan Tarekat Ba 'Alawiyyah.

Tarekat Sufi Ba 'Alawiyyah, menurut sejarawan, terkait dengan tarekat Sufi Madyaniyyah. Hal ini juga dipengaruhi oleh tarekat Qadiriyah, semua karena pendirinya, Muhammad al-Faqih Muqaddam menerima transmisi spiritual dari mereka.[3] Hadramaut selama hidupnya terkoyak oleh perkelahian suku yang terus-menerus, Muqaddam menyarankan keturunan Sayyid untuk meninggalkan senjata dan perang dan sebaliknya untuk mengejar nilai-nilai agama dan moral.

Sebagai pendiri tasawuf di Hadramaut, ia menerima gelar Qutb al-Irshad wa Ghausil al-'Ibad Wa al-Bilad (bahasa Arab: قطب الارشاد وغوث العباد والبلاد) dari tarekat Sufi Ba 'Alawiyyah, yang merupakan tingkatan tertinggi dalam tasawuf.[3][4][5][6] Awalnya, para pengikut Ba 'Alawiyyah berfungsi secara diam-diam selama sekitar lima abad.[7]

Seperti banyak tarekat sufi lainnya, tarekat Ba 'Alawiyyah mendukung doktrin zahir dan batin. Aspek zahir dari tarekat ini terdiri dari mengejar ilmu-ilmu agama dan praktik ritual sedangkan aspek batinnya adalah pencapaian maqam sufi dan ahwal. Keutamaan tarekat adalah bahwa penganutnya tak pernah mengungkapkan rahasia mereka (sawn al-asrar) dan mereka menjaganya dari ketidaktahuan. Aspek zahir mengikuti praktik Al-Ghazali seperti yang dijelaskan dalam Ihya Ulum al-Deen-nya, sedangkan aspek batin mirip dengan tarekat Sufi Syadziliyah.[3][8]

Doktrin dasar Ba 'Alawiyyah adalah pemurnian hati melalui kehidupan suci. Meskipun itu adalah tasawuf dan cabang dari Qadiriyah, tetapi tidak memiliki Khalwah (pengasingan untuk tujuan latihan spiritual) dan tidak meninggalkan aktivitas duniawi.[9] Hal ini juga menekankan pengajaran dan pengamalan akhlak seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.

Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir dan putranya, menurut mayoritas sejarawan, menyebarkan mazhab hukum Syafi'i dan Asy'ari untuk teologi.[9]

R.B. Serjeant merangkum poin-poin utama dari tarekat Ba 'Alawiyyah: Sayyid menegaskan itu adalah tarekat terbaik berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah dan kepercayaan nenek moyang yang saleh (Salaf aṣ-Ṣhālih), tetapi bertindaklah dengan kerendahan hati, kesalehan, dan motif yang luhur. Pengikut harus menyukai ketidakjelasan, tak menyukai manifestasi, menarik diri dari keramaian, tetapi ia tetap harus memberi peringatan dan nasihat dalam masalah kewajiban agama. Dia juga harus menunjukkan kebaikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, teman, kenalan, suku dan semua Muslim lainnya.[3]

Tradisi ditransmisikan secara lisan pada generasi pertamanya, jadi tidak ada buku yang ditulis. Kemudian, transmisi melalui tulisan menjadi lebih penting untuk memperjelas beberapa ketidakjelasan. Buku-buku seperti al-Burqa, al-Ma'arij, al-Kibrit al-Ahmar, al-Juz al-Latif kemudian ditulis untuk melestarikan hilangnya tarekat secara bertahap.[3] Tarekat juga mengajarkan kepada pemeluknya untuk berdakwah dan menyebarkan Islam secara damai tanpa kekerasan. Ini menjelaskan mengapa Islam bisa menyebar dengan mudah di negara-negara Asia Tenggara dan diterima oleh penduduk asli, dimana para pengikutnya membawa Islam secara damai dan sebagian besar melalui perdagangan dan perkawinan (hal ini karena laki-laki tak membawa istri mereka ke luar negeri).[10]

Pengikut Ba 'Alawiyyah juga mempraktekkan tradisi aspek luar lainnya yang tak diajarkan dalam Ihya Ulum al-Deen. Sebagai contoh, umum bagi para pengikut Ba 'Alawiyyah di masa lalu, terutama di Hadramaut dan Kepulauan Melayu, untuk melakukan taqbil, terutama kepada para Habib yang dihormati.[9] Kegiatan spiritual tahunan seperti Maulid, Haul (peringatan ulang tahun kematian anggota keluarga atau kepada orang-orang yang sangat dihormati di masyarakat[11]), atau praktik yang dilakukan secara rutin seperti Majelis Zikir (biasanya dengan membaca zikir atau wirid seperti Wird al-Latif atau Ratib oleh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad setelah setiap waktu Subuh dan Magrib),[12] Tahlil (bentuk lain dari majelis zikir, tetapi biasanya dilakukan jika seseorang meninggal), Membaca buku-buku Islam klasik,[13] dan Ziarah adalah praktik yang diikuti oleh Ba 'Alawiyyah.[14]

Selama acara-acara ini tak jarang melihat Haḍra dan Qasidah juga dibacakan dan kadang-kadang disertai dengan Rebana. Beberapa amalan di atas (seperti maulid atau qasidah) bahkan dilakukan dalam upacara pernikahan oleh masyarakat Ba 'Alawiyyah.[3][14]

Pengaruh tarekat Ba 'Alawiyyah dapat ditemukan juga di beberapa organisasi Islam besar. Misalnya, ritual yang dilakukan oleh anggota Nahdlatul Ulama seperti Tahlil, maulid atau ziarah semuanya dipengaruhi oleh dan dapat ditelusuri kembali ke ajaran Ba 'Alawiyyah, dimana Hadhrami Ba 'Alawiyya berhijrah dan mengajarkan tarekat di Jawa sejak abad ke-18.

Beberapa tokoh yang menonjol dari tarekat ini adalah:

Di Hadramaut, pengajaran tarekat ini dilakukan di beberapa Ribath, seperti Ribath Tarim atau di Dar al-Musthafa yang didirikan oleh Habib Umar bin Hafiz.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Read Secret Practices of the Sufi Freemasons Online by Baron Rudolf von Sebottendorff | Books (dalam bahasa Inggris). 
  2. ^ Anne K. Bang, Sufis and Scholars of the Sea: Family Networks in East Africa, 1860–1925, Routledge, 2003, pg 13
  3. ^ a b c d e f Ali Aziz, Muhammad (2011). Religion and Mysticism in Early Islam: Theology and Sufism in Yemen. 26. I.B.Tauris. hlm. 296. ISBN 978-0-85771-960-7. Diakses tanggal August 28, 2014. 
  4. ^ "Qutbanniyya". Diakses tanggal September 11, 2014. 
  5. ^ Fathimah Handayani, Luthfi (2012). "Kebertahanan Organisasi Islam berideologi Tasawuf" (thesis). Universitas Indonesia. Diakses tanggal September 11, 2014. 
  6. ^ Awliya. Diakses tanggal September 11, 2014. 
  7. ^ a b Schwartz, Stephen (2008). The Other Islam: Sufism and the Road to Global Harmony (edisi ke-unabridged). Crown Publishing Group. hlm. 224. ISBN 978-0-385-52665-4. 
  8. ^ https://web.archive.org/web/20111209102407/http://tariqa.sites.uol.com.br/ (dalam bahasa Portugis)
  9. ^ a b c Raṇṭattāṇi, Husain (2007). Mappila Muslims: A Study on Society and Anti Colonial Struggles. Other Books. ISBN 978-81-903887-8-8. Diakses tanggal August 28, 2014. 
  10. ^ Freitag, Ulrike; Clarence-Smith, William G., ed. (1997). Hadhrami Traders, Scholars and Statesmen in the Indian Ocean, 1750s to 1960s. Volume 57 of Social, economic, and political studies of the Middle East and Asia (edisi ke-illustrated). BRILL. hlm. 392. ISBN 978-90-04-10771-7. 
  11. ^ Azyumardi Azra; Wayne Hudson, ed. (2008). Islam Beyond Conflict: Indonesian Islam and Western Political Theory Law, ethics and governance. Ashgate Publishing, Ltd. hlm. 237. ISBN 978-0-7546-7092-6. Diakses tanggal August 29, 2014. 
  12. ^ Abdillah, Aam (1998). Tradisi pembacaan ratibul Haddad di Bekasi: laporan penelitian. Bandung: Pusat Penelitian, IAIN Sunan Gunung Djati. hlm. 56. Diakses tanggal August 29, 2014. 
  13. ^ "Tradisi Khatam Bukhari". Diakses tanggal August 29, 2014. 
  14. ^ a b Turmudi, Endang (2006). Struggling for the Umma: Changing Leadership Roles of Kiai in Jombang, East Java. Islam in Southeast Asia Series. ANU E Press. hlm. 214. ISBN 978-1-920942-43-4. Diakses tanggal August 24, 2014. 
  15. ^ url=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/Habib_Salih
  16. ^ Boxberger, Linda (2002). On the Edge of Empire: Hadhramawt, Emigration, and the Indian Ocean, 1880s-1930s (edisi ke-illustrated). SUNY Press. hlm. 292. ISBN 978-0-7914-5218-9. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]