Lompat ke isi

Kiras Bangun: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Kenirel (bicara | kontrib)
Baris 3: Baris 3:


== Riwayat ==
== Riwayat ==
Dia merupakan ulama kelahiran [[1852]], kampung Batu Karang, [[Kabupaten Karo]], Sumatera Utara.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=398}}</ref> Semasa mudanya, ia bekelana dari satu ''urung'' (desa) ke ''urung'' lain untuk memelihara norma, adat dan budaya.<ref>{{harvnb|Ajisaka|2008|p=233}}</ref> Kerjasama antar desa yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo sejak tahun 1905. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Tentara Belanda menggunakan taktik ''oportuniteit beginsel'' yang membuatnya keluar dari persembunyian dan menangkap serta membuangnya di Riung.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=400}}</ref> Pada tahun 1909, ia dilepaskan, meskipun masih dalam pengawasan Belanda.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|pp=400–401}}</ref> Dari tahun 1919 sampai 1926, ia dibantu oleh kedua putranya memimpin pemberontakan di Tanah Karo. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu bersama kedua anaknya akhirnya dibuang ke Cipinang di mana ia terus berjuang melawan penjajahan Belanda dalam bidang kemanusiaan.<ref name="sudarmanto401"/>
Dia merupakan pejuang kelahiran [[1852]], kampung Batu Karang, Kecamatan Payung, [[Kabupaten Karo]], Sumatera Utara.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=398}}</ref> Semasa mudanya, ia bekelana dari satu ''urung'' (desa) ke ''urung'' lain untuk memelihara norma, adat dan budaya.<ref>{{harvnb|Ajisaka|2008|p=233}}</ref> Kerjasama antar desa yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo sejak tahun 1905. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Tentara Belanda menggunakan taktik ''oportuniteit beginsel'' yang membuatnya keluar dari persembunyian dan menangkap serta membuangnya di Riung.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=400}}</ref> Pada tahun 1909, ia dilepaskan, meskipun masih dalam pengawasan Belanda.<ref>{{harvnb|Sudarmanto|2007|pp=400–401}}</ref> Dari tahun 1919 sampai 1926, ia dibantu oleh kedua putranya memimpin pemberontakan di Tanah Karo. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu bersama kedua anaknya akhirnya dibuang ke Cipinang di mana ia terus berjuang melawan penjajahan Belanda dalam bidang kemanusiaan.<ref name="sudarmanto401"/>


Kiras meninggal pada tanggal [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Batukarang, Payung, Karo|Desa Batukarang]], [[Payung, Karo|Payung]], [[Kabupaten Karo]].<ref name="sudarmanto401">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=401}}</ref>
Kiras meninggal pada tanggal [[22 Oktober]] [[1942]] dan dimakamkan di [[Batukarang, Payung, Karo|Desa Batukarang]], [[Payung, Karo|Payung]], [[Kabupaten Karo]].<ref name="sudarmanto401">{{harvnb|Sudarmanto|2007|p=401}}</ref>

Revisi per 5 Maret 2019 20.54

Kiras Bangun (1852 – 22 Oktober 1942), juga dikenal dengan julukan Garamata ("Bermata merah"), adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di Sumatera Utara dan Aceh untuk menentang penjajahan Belanda.

Riwayat

Dia merupakan pejuang kelahiran 1852, kampung Batu Karang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.[1] Semasa mudanya, ia bekelana dari satu urung (desa) ke urung lain untuk memelihara norma, adat dan budaya.[2] Kerjasama antar desa yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo sejak tahun 1905. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Tentara Belanda menggunakan taktik oportuniteit beginsel yang membuatnya keluar dari persembunyian dan menangkap serta membuangnya di Riung.[3] Pada tahun 1909, ia dilepaskan, meskipun masih dalam pengawasan Belanda.[4] Dari tahun 1919 sampai 1926, ia dibantu oleh kedua putranya memimpin pemberontakan di Tanah Karo. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu bersama kedua anaknya akhirnya dibuang ke Cipinang di mana ia terus berjuang melawan penjajahan Belanda dalam bidang kemanusiaan.[5]

Kiras meninggal pada tanggal 22 Oktober 1942 dan dimakamkan di Desa Batukarang, Payung, Kabupaten Karo.[5]

Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2005 dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.[6]

Referensi

  1. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 398
  2. ^ Ajisaka 2008, hlm. 233
  3. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 400
  4. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 400–401
  5. ^ a b Sudarmanto 2007, hlm. 401
  6. ^ Keppres No. 82/TK/2005.

Pustaka