Lompat ke isi

Frans Kaisiepo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pialakedamaian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Terjemah dari enwiki
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 24: Baris 24:
}}
}}


'''Frans Kaisiepo''' ({{lahirmati|[[Wardo]], [[Biak]], [[Papua]]|10|10|1921|[[Jayapura]], [[Papua]]|10|4|1979}}). Berdasarkan [[Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993]] nama Frans Kaisiepo dikenang sebagai [[pahlawan nasional Indonesia]] dari [[Papua]]. Frans terlibat dalam [[Konferensi Malino]] tahun [[1946]] yang membicarakan mengenai pembentukan [[Republik Indonesia Serikat]] sebagai wakil dari [[Papua]]. Ia mengusulkan nama ''Irian'', kata dalam [[bahasa Biak]] yang berarti ''tempat yang panas''. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai [[Gubernur Papua]] antara tahun [[1964]]-[[1973]].<ref>{{Cite news|url=http://www.jurnas.com/artikel/11593/Pahlawan-Papua-Dihina-Komika-Arie-Kriting-Angkat-Bicara/|title=Pahlawan Papua Dihina, Komika Arie Kriting Angkat Bicara|newspaper=jurnas.com|access-date=2016-12-25}}</ref>
'''Frans Kaisiepo''' ({{lahirmati|[[Wardo]], [[Biak]], [[Papua]]|10|10|1921|[[Jayapura]], [[Papua]]|10|4|1979}}) adalah seorang politikus [[Daftar suku bangsa di Papua|Papua]] dan nasionalis [[Indonesia]]. Ia menjabat sebagai [[Gubernur Papua|Gubernur]] [[Provinsi Papua]] keempat. Pada tahun 1993, Frans secara anumerta dinyatakan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] atas usahanya seumur hidup untuk mempersatukan [[Irian Barat]] dengan Indonesia. Sebagai wakil [[Provinsi Papua]], ia terlibat dalam [[Konferensi Malino]], di mana pembentukan [[Negara Indonesia Serikat]] dibahas.<ref>{{Cite news|url=http://www.jurnas.com/artikel/11593/Pahlawan-Papua-Dihina-Komika-Arie-Kriting-Angkat-Bicara/|title=Pahlawan Papua Dihina, Komika Arie Kriting Angkat Bicara|newspaper=jurnas.com|access-date=2016-12-25}}</ref>


Berdasarkan [[Keputusan Presiden]] nomor 077/TK/1993 nama Frans Kaisiepo ditetapkan sebagai [[pahlawan nasional Indonesia]] dari [[Papua]].
Dia pernah sekolah guru agama Kristen di [[Kabupaten Manokwari|Manokwari]] dan Sekolah kursus Pegawai [[Papua]] ( [[Papua Bestuur School]] ) di kota [[Nica|NICA]], sekarang [[Kampung Harapan]], [[Kabupaten Jayapura]].


== Biografi ==
Pada 31 Agustus 1945, ketika [[Papua]] masih diduduki Belanda, Frans termasuk salah satu orang menegakkan eksistensi Republik Indonesia dan orang pertama yang mengibarkan Merah Putih dan menyayikan lagu “Indonesia Raya di Papua.
Frans lahir di pulau Biak pada 10 Oktober 1921.Dia pernah sekolah guru agama Kristen di [[Kabupaten Manokwari|Manokwari]] dan Sekolah kursus Pegawai [[Papua]] ([[Papua Bestuur School]]) di kota [[Nica|NICA]], sekarang [[Kampung Harapan]], [[Kabupaten Jayapura]].


=== Nasionalisme Indonesia ===
Frans pernah mendapat hukuman penjara 5 tahun karena frans memimpin pemberontakan melawan Belanda di [[Kabupaten Biak Numfor|Biak]].  Pada tahun 1961 Frans membangun Partai Politik Irian. Setelah muncunyal program [[Operasi Trikora|Trikora]] [[Soekarno]] yang hendak menyatukan Papua dengan Indonesia. Melalui [[Perjanjian New York 15 Agustus 1962]].<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/frans-kaisiepo-sejarah-perjuangan-seorang-papua-untuk-indonesia-bLoW|title=Frans Kaisiepo: Sejarah Perjuangan Seorang Papua untuk Indonesia|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-02-27}}</ref>
Pada 1945, Kaisiepo bertemu [[Sugoro Atmoprasodjo]] di Sekolah Kursus Pegawai. Mereka dengan cepat menemukan titik temu karena dukungan bersama mereka untuk kemerdekaan Indonesia. Kaisiepo sering mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas aneksasi [[Nugini Belanda]] oleh [[Republik Indonesia]].


Pada 31 Agustus 1945, ketika [[Papua]] masih diduduki Belanda, Frans termasuk salah satu orang menegakkan eksistensi Republik Indonesia dan orang pertama yang mengibarkan [[Bendera Merah Putih]] dan menyayikan lagu [[Indonesia Raya]] di Papua.
Ia dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Cendrawasih]], [[Kota Jayapura|Jayapura]]. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan sebagai nama [[Bandar Udara Frans Kaisiepo]] di Biak Selain itu namanya juga di abadikan di salah satu KRI yaitu [[KRI Frans Kaisiepo (368)|KRI Frans Kaisiepo]].<ref>{{cite web|url=http://www.papua.go.id/view-detail-tokoh-3/frans-kaisepo.html|title=Profil Tokoh:Frans Kaisiepo|website=Situs Resmi Pemerintah Provinsi Papua|access-date=20 Desember 2016}}</ref>


Pada Juli 1946, Kaisiepo menjadi utusan Nugini Belanda dan satu-satunya orang asli Papua pada [[Konferensi Malino]] di [[Sulawesi Selatan]]. Sebagai Juru Bicara, dia menyarankan wilayah itu disebut "Irian", menjelaskan kata itu berarti "tempat yang panas" dalam bahasa aslinya, [[Bahasa Biak|Biak]].<ref>Chris Lundry, ''Separatism and State Cohesion in Eastern Indonesia'' (PhD dissertation), [[Arizona State University]], Phoenix, 2009, p. 166</ref> Pada bulan yang sama, [[Partai Indonesia Merdeka]] didirikan oleh Kaisiepo di Biak, dengan [[Lukas Rumkoren]] sebagai pemimpin terpilih partai tersebut.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/frans-kaisiepo-sejarah-perjuangan-seorang-papua-untuk-indonesia-bLoW|title=Frans Kaisiepo: Sejarah Perjuangan Seorang Papua untuk Indonesia|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-02-27}}</ref>
Pada tanggal 19 Desember 2016, ia diabadikan dalam uang kertas Rupiah baru pada pecahan Rp. 10.000,-<ref>{{cite news|url=https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1|title=Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini|first=Angga|last=Aliya|newspaper=detikFinance|date=19 Desember 2016|access-date=19 Desember 2016}}</ref>

Pada Agustus 1947, [[Silas Papare]] memimpin pengibaran bendera merah putih Indonesia untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Tindakan ini mengakibatkan penangkapan semua peserta oleh polisi Belanda. Mereka dikurung selama lebih dari tiga bulan. Selama itu Kaisiepo dan Johans Ariks mengambil peran Papare. Ariks kemudian mengetahui rencana untuk mengintegrasikan [[Irian Barat]] sebagai wilayah Indonesia, alih-alih mengembangkan otonominya.

Frans terlibat dalam pemberontakan di Biak pada Maret 1948, memprotes pemerintahan Belanda. Pada tahun 1949, ia menolak penunjukan sebagai pemimpin delegasi Nugini Belanda dalam [[Konferensi Meja Bundar]] Belanda-Indonesia, karena ia merasa Belanda berusaha mendikte dia. Karena perlawanannya, dia dipenjarakan dari tahun 1954 hingga 1961.

=== Karier politik ===
Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1961, ia mendirikan Partai Irian yang berupaya menyatukan [[Nugini Belanda]] dengan Republik Indonesia. Untuk membayangkan dekolonisasi Nugini Belanda, Presiden [[Sukarno]] berpidato yang mendirikan [[Trikora]] (Tri Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961 di [[Yogyakarta]].<ref name="geop2">{{cite book|url=https://books.google.com/books?id=pwbO-uRZQx0C&pg=PA26|title=Papua: geopolitics and the quest for nationhood|last=Singh|first=Bilveer|publisher=Transaction Publishers|year=2008|isbn=978-1-4128-1206-1|page=26}}</ref> Tujuan komando itu adalah:

* membatalkan pembentukan "negara Papua" yang diciptakan oleh kekuasaan kolonial Belanda
* mengibarkan bendera Indonesia di Irian Barat, dengan demikian menegaskan kedaulatan Indonesia di daerah tersebut
* mempersiapkan mobilisasi untuk "mempertahankan kemerdekaan dan penyatuan tanah air"

Sebagai hasil dari pidato bersejarah ini, banyak yang memilih untuk mendaftar di angkatan bersenjata, sebagai bagian dari [[Operasi Trikora]].{{fact}}

Karena Aksi Trikora,{{fact}} Pemerintah Belanda terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai [[Perjanjian New York]] pada 15 Agustus 1962 pukul 12:01. Pengalihan penyelenggaraan pemerintahan ke [[UNTEA]] terjadi pada 1 Oktober 1962. Pengalihan Irian Barat ke Indonesia dilakukan oleh [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] pada tahun berikutnya pada 1 Mei 1963. Sementara itu, pemerintah Indonesia akan diserahi tugas untuk mengembangkan wilayah tersebut dari tahun 1963 hingga 1969, dan pada akhir tahun itu orang Papua harus memutuskan apakah akan bergabung dengan Indonesia atau tetap otonom atau tidak.

Gubernur Irian yang pertama adalah [[Elias Bonay]], yang menjabat kurang dari setahun (1963–1964). Bonay pada awalnya berpihak pada orang Indonesia. Namun, pada tahun 1964 ia menggunakan [[Penentuan Pendapat Rakyat]] (Pepera) di Irian Jaya untuk menyerukan kemerdekaan Irian Barat sebagai negara yang terpisah; permintaan ini diteruskan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tindakannya tersebut menyebabkan dia mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1964, ketika Frans Kaisiepo menggantikannya sebagai gubernur. Pengunduran dirinya tanpa penggantinya mengecewakan Bonay dan mendorongnya untuk bergabung dengan [[Organisasi Papua Merdeka]] yang beroperasi di pengasingan di Belanda, menjadi salah satu tokoh terkemuka dalam prosesnya.

Masa jabatan Kaisiepo sebagai gubernur Irian berupaya untuk mempromosikan Papua sebagai bagian dari Indonesia. Hal ini mendorong dukungan di dalam negara untuk opsi Penentuan Pendapat Rakyat untuk penyatuan, sebagai lawan dari kemerdekaan penuh, meskipun ada tentangan besar dari sebagian besar penduduk asli Papua. Pada tahun 1969, Irian diterima di Indonesia sebagai [[Provinsi Irian Jaya]] (kemudian Papua). Atas upayanya mempersatukan Papua dengan Indonesia, ia terpilih menjadi anggota parlemen untuk Papua pada pemilihan [[Majelis Permusyawaratan Rakyat]] tahun 1973 dan diangkat menjadi [[Dewan Pertimbangan Agung]] pada tahun 1977 sebagai wakil untuk urusan Papua.

Frans meninggal dunia pada 10 April 1979. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih di Biak.

== Keluarga ==
Frans menikah dengan Anthomina Arwam dan memiliki tiga orang anak. Pasangan itu tetap bersama sampai kematian Arwam. Pada 12 November 1973, ia menikah dengan Maria Magdalena Moorwahyuni ​​dari [[Demak]], [[Jawa Tengah]]. Mereka memiliki satu anak bersama.

== Peninggalan ==

Uang kertas 10.000 rupiah bergambar Frans Kaisiepo
Atas pengabdian berjasa, Frans Kaisiepo dianugerahi Trikora dan Act of Free Choice Medal of Merit oleh pemerintah Indonesia. Frans Kaisiepo menginginkan persatuan nasional, dan bekerja untuk tujuan itu sepanjang hidupnya. Dia diangkat secara anumerta sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]]<ref>{{cite web|url=http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2|title=Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia|work=Awards of the Republic of Indonesia|publisher=Indonesian State Secretariat|language=Indonesian|trans-title=List of Names of National Heroes of the Republic of Indonesia|archiveurl=https://www.webcitation.org/6EWXc24cE?url=http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2|archivedate=18 February 2013|url-status=dead|accessdate=17 February 2013|df=dmy-all}}</ref> pada peringatan 30 tahun penyerahan Papua ke Indonesia pada tahun 1993.

Ia juga merupakan nama bandara lokal yang melayani Biak, yang dikenal sebagai [[Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo]].

Kaisiepo juga merupakan salah satu tokoh sejarah yang terpilih untuk digambarkan dalam [[uang kertas rupiah]] Indonesia edisi 2016 baru-baru ini, khususnya uang kertas senilai Rp10.000.<ref>{{cite news|url=https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1|title=Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini|first=Angga|last=Aliya|newspaper=detikFinance|date=19 Desember 2016|access-date=19 Desember 2016}}</ref><ref>{{cite news|url=http://setkab.go.id/en/bi-to-issue-new-print-banknotes-mint-coins-with-heroes-images/|title=BI to Issue New Print Banknotes, Mint Coins with Heroes Images|publisher=Cabinet Secretariat of the Republic of Indonesia|access-date=28 December 2016}}</ref>

Selain itu namanya juga diabadikan di salah satu KRI yaitu [[KRI Frans Kaisiepo (368)|KRI Frans Kaisiepo]].<ref>{{cite web|url=http://www.papua.go.id/view-detail-tokoh-3/frans-kaisepo.html|title=Profil Tokoh:Frans Kaisiepo|website=Situs Resmi Pemerintah Provinsi Papua|access-date=20 Desember 2016}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 10 November 2020 10.03

Frans Kaisiepo
Gubernur Irian Barat Ke-4
Masa jabatan
20 November 1964 – 29 Juni 1973
PresidenSoekarno
Soeharto
Sebelum
Pengganti
Acub Zaenal
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Frans Kaisiepo

(1921-10-10)10 Oktober 1921
Belanda Biak, Papua, Hindia Belanda
Meninggal10 April 1979(1979-04-10) (umur 57)
Indonesia Jayapura, Papua, Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Suami/istriAnthomina Arwam
Maria Magdalena Moorwahyuni
PekerjaanPahlawan Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Frans Kaisiepo (10 Oktober 1921 – 10 April 1979) adalah seorang politikus Papua dan nasionalis Indonesia. Ia menjabat sebagai Gubernur Provinsi Papua keempat. Pada tahun 1993, Frans secara anumerta dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas usahanya seumur hidup untuk mempersatukan Irian Barat dengan Indonesia. Sebagai wakil Provinsi Papua, ia terlibat dalam Konferensi Malino, di mana pembentukan Negara Indonesia Serikat dibahas.[1]

Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 077/TK/1993 nama Frans Kaisiepo ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia dari Papua.

Biografi

Frans lahir di pulau Biak pada 10 Oktober 1921.Dia pernah sekolah guru agama Kristen di Manokwari dan Sekolah kursus Pegawai Papua (Papua Bestuur School) di kota NICA, sekarang Kampung Harapan, Kabupaten Jayapura.

Nasionalisme Indonesia

Pada 1945, Kaisiepo bertemu Sugoro Atmoprasodjo di Sekolah Kursus Pegawai. Mereka dengan cepat menemukan titik temu karena dukungan bersama mereka untuk kemerdekaan Indonesia. Kaisiepo sering mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas aneksasi Nugini Belanda oleh Republik Indonesia.

Pada 31 Agustus 1945, ketika Papua masih diduduki Belanda, Frans termasuk salah satu orang menegakkan eksistensi Republik Indonesia dan orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah Putih dan menyayikan lagu Indonesia Raya di Papua.

Pada Juli 1946, Kaisiepo menjadi utusan Nugini Belanda dan satu-satunya orang asli Papua pada Konferensi Malino di Sulawesi Selatan. Sebagai Juru Bicara, dia menyarankan wilayah itu disebut "Irian", menjelaskan kata itu berarti "tempat yang panas" dalam bahasa aslinya, Biak.[2] Pada bulan yang sama, Partai Indonesia Merdeka didirikan oleh Kaisiepo di Biak, dengan Lukas Rumkoren sebagai pemimpin terpilih partai tersebut.[3]

Pada Agustus 1947, Silas Papare memimpin pengibaran bendera merah putih Indonesia untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Tindakan ini mengakibatkan penangkapan semua peserta oleh polisi Belanda. Mereka dikurung selama lebih dari tiga bulan. Selama itu Kaisiepo dan Johans Ariks mengambil peran Papare. Ariks kemudian mengetahui rencana untuk mengintegrasikan Irian Barat sebagai wilayah Indonesia, alih-alih mengembangkan otonominya.

Frans terlibat dalam pemberontakan di Biak pada Maret 1948, memprotes pemerintahan Belanda. Pada tahun 1949, ia menolak penunjukan sebagai pemimpin delegasi Nugini Belanda dalam Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, karena ia merasa Belanda berusaha mendikte dia. Karena perlawanannya, dia dipenjarakan dari tahun 1954 hingga 1961.

Karier politik

Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1961, ia mendirikan Partai Irian yang berupaya menyatukan Nugini Belanda dengan Republik Indonesia. Untuk membayangkan dekolonisasi Nugini Belanda, Presiden Sukarno berpidato yang mendirikan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta.[4] Tujuan komando itu adalah:

  • membatalkan pembentukan "negara Papua" yang diciptakan oleh kekuasaan kolonial Belanda
  • mengibarkan bendera Indonesia di Irian Barat, dengan demikian menegaskan kedaulatan Indonesia di daerah tersebut
  • mempersiapkan mobilisasi untuk "mempertahankan kemerdekaan dan penyatuan tanah air"

Sebagai hasil dari pidato bersejarah ini, banyak yang memilih untuk mendaftar di angkatan bersenjata, sebagai bagian dari Operasi Trikora.[butuh rujukan]

Karena Aksi Trikora,[butuh rujukan] Pemerintah Belanda terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962 pukul 12:01. Pengalihan penyelenggaraan pemerintahan ke UNTEA terjadi pada 1 Oktober 1962. Pengalihan Irian Barat ke Indonesia dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun berikutnya pada 1 Mei 1963. Sementara itu, pemerintah Indonesia akan diserahi tugas untuk mengembangkan wilayah tersebut dari tahun 1963 hingga 1969, dan pada akhir tahun itu orang Papua harus memutuskan apakah akan bergabung dengan Indonesia atau tetap otonom atau tidak.

Gubernur Irian yang pertama adalah Elias Bonay, yang menjabat kurang dari setahun (1963–1964). Bonay pada awalnya berpihak pada orang Indonesia. Namun, pada tahun 1964 ia menggunakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Jaya untuk menyerukan kemerdekaan Irian Barat sebagai negara yang terpisah; permintaan ini diteruskan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tindakannya tersebut menyebabkan dia mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 1964, ketika Frans Kaisiepo menggantikannya sebagai gubernur. Pengunduran dirinya tanpa penggantinya mengecewakan Bonay dan mendorongnya untuk bergabung dengan Organisasi Papua Merdeka yang beroperasi di pengasingan di Belanda, menjadi salah satu tokoh terkemuka dalam prosesnya.

Masa jabatan Kaisiepo sebagai gubernur Irian berupaya untuk mempromosikan Papua sebagai bagian dari Indonesia. Hal ini mendorong dukungan di dalam negara untuk opsi Penentuan Pendapat Rakyat untuk penyatuan, sebagai lawan dari kemerdekaan penuh, meskipun ada tentangan besar dari sebagian besar penduduk asli Papua. Pada tahun 1969, Irian diterima di Indonesia sebagai Provinsi Irian Jaya (kemudian Papua). Atas upayanya mempersatukan Papua dengan Indonesia, ia terpilih menjadi anggota parlemen untuk Papua pada pemilihan Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1973 dan diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1977 sebagai wakil untuk urusan Papua.

Frans meninggal dunia pada 10 April 1979. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih di Biak.

Keluarga

Frans menikah dengan Anthomina Arwam dan memiliki tiga orang anak. Pasangan itu tetap bersama sampai kematian Arwam. Pada 12 November 1973, ia menikah dengan Maria Magdalena Moorwahyuni ​​dari Demak, Jawa Tengah. Mereka memiliki satu anak bersama.

Peninggalan

Uang kertas 10.000 rupiah bergambar Frans Kaisiepo Atas pengabdian berjasa, Frans Kaisiepo dianugerahi Trikora dan Act of Free Choice Medal of Merit oleh pemerintah Indonesia. Frans Kaisiepo menginginkan persatuan nasional, dan bekerja untuk tujuan itu sepanjang hidupnya. Dia diangkat secara anumerta sebagai Pahlawan Nasional Indonesia[5] pada peringatan 30 tahun penyerahan Papua ke Indonesia pada tahun 1993.

Ia juga merupakan nama bandara lokal yang melayani Biak, yang dikenal sebagai Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo.

Kaisiepo juga merupakan salah satu tokoh sejarah yang terpilih untuk digambarkan dalam uang kertas rupiah Indonesia edisi 2016 baru-baru ini, khususnya uang kertas senilai Rp10.000.[6][7]

Selain itu namanya juga diabadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.[8]

Referensi

  1. ^ "Pahlawan Papua Dihina, Komika Arie Kriting Angkat Bicara". jurnas.com. Diakses tanggal 2016-12-25. 
  2. ^ Chris Lundry, Separatism and State Cohesion in Eastern Indonesia (PhD dissertation), Arizona State University, Phoenix, 2009, p. 166
  3. ^ "Frans Kaisiepo: Sejarah Perjuangan Seorang Papua untuk Indonesia". tirto.id. Diakses tanggal 2020-02-27. 
  4. ^ Singh, Bilveer (2008). Papua: geopolitics and the quest for nationhood. Transaction Publishers. hlm. 26. ISBN 978-1-4128-1206-1. 
  5. ^ "Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia" [List of Names of National Heroes of the Republic of Indonesia]. Awards of the Republic of Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Indonesian State Secretariat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 February 2013. Diakses tanggal 17 February 2013. 
  6. ^ Aliya, Angga (19 Desember 2016). "Rupiah Desain Baru Terbit Hari Ini". detikFinance. Diakses tanggal 19 Desember 2016. 
  7. ^ "BI to Issue New Print Banknotes, Mint Coins with Heroes Images". Cabinet Secretariat of the Republic of Indonesia. Diakses tanggal 28 December 2016. 
  8. ^ "Profil Tokoh:Frans Kaisiepo". Situs Resmi Pemerintah Provinsi Papua. Diakses tanggal 20 Desember 2016. 
Jabatan politik
Didahului oleh:
Elias Jan Bonai
Gubernur Irian Barat
1964–1973
Diteruskan oleh:
Acub Zaenal