Lompat ke isi

Mazhab Maliki: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23: Baris 23:
# [[Mashlahat Mursalah]]
# [[Mashlahat Mursalah]]
# [[Syariat Islam|Syariat]]
# [[Syariat Islam|Syariat]]
Imam Malik memiliki metodologi yang berbeda dibandingkan dengan imam mazhab yang lain. Perbedaan itu diantaranya; (1) Imam Malik menjadikan amal ahli Madinah ([[hujjah]]) lebih dahulu dari qiyas. (2) Imam Malik menjadikan mashlahat mursalah sebagai salah satu penetapan hukum. (3) Imam Malik terkadang memposisikan atsar di atas qiyas. (4) Imam Malik tidak mensyaratkan kamahsyuran hadis dalam urusan perkara umum.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=83}}
Imam Malik memiliki metodologi yang berbeda dibandingkan dengan imam mazhab yang lain. Perbedaan itu diantaranya; (1) Imam Malik menjadikan amal ahli Madinah ([[hujjah]]) lebih dahulu dari qiyas. (2) Imam Malik menjadikan mashlahat mursalah sebagai salah satu penetapan hukum. (3) Imam Malik terkadang memposisikan atsar di atas qiyas. (4) Imam Malik tidak mensyaratkan kamahsyuran hadis dalam urusan perkara umum.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=83. : "(Imam) Al-Gazzaly membantah dengan keras dasar mazhab Maliki ini dalam kitabnya, Al Mustashfa."}}


Imam Malik juga menggunakan [[hadis mursal]].{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=134. : "Mursal menurut bahasa isim maf'ul yang berarti yang dilepaskan. Sedangkan hadis Mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi'in,"}} Beliau juga mensyaratkan penerimaan [[Hadits ahad|hadis ahad]],{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=113. : "Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir."}} selama hadis itu tidak menyalahi amal ahli Madinah. Imam Malik juga menetapkan hukum dengan istihsan, tetapi tidak sebanyak penggunaannya pada para [[fuqaha]]<nowiki/>mazhab Hanafi. Perbedaan yang paling mencolok dari mazhab Maliki ialah beliau berpegang pada riwayat ahli Hijaz dalam hal perawi Hadis.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=83}}
Imam Malik juga menggunakan [[hadis mursal]].{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=134. : "Mursal menurut bahasa isim maf'ul yang berarti yang dilepaskan. Sedangkan hadis Mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi'in,"}} Beliau juga mensyaratkan penerimaan [[Hadits ahad|hadis ahad]],{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=113. : "Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir."}} selama hadis itu tidak menyalahi amal ahli Madinah. Imam Malik juga menetapkan hukum dengan istihsan, tetapi tidak sebanyak penggunaannya pada para [[fuqaha]]<nowiki/>mazhab Hanafi. Perbedaan yang paling mencolok dari mazhab Maliki ialah beliau berpegang pada riwayat ahli Hijaz dalam hal perawi Hadis.{{Sfn|Ash' Shiddieqy|1962|p=83}}

Revisi per 28 September 2020 08.27

Al-Muwatta, salah satu kitab yang terdiri dari kumpulan hadis yang disusun oleh Imam Malik. Kitab ini juga merupakan salah satu karya Imam Malik yang paling terkenal.

Mazhab Maliki (bahasa Arab: المالكية, translit. al-mālikīyah) adalah satu dari empat mazhab fikih atau hukum Islam dalam Sunni. Dianut oleh sebagian umat Muslim yang kebanyakannya berada di kawasan Hijaz (kini bagian dari Arab Saudi), terutama di Madinah, kemudian juga di Afrika Utara seperti Mesir, Libya, Tunisia, dan Aljazair, bahkan hingga ke Eropa seperti Sisilia di Italia dan Andalusia di Spanyol. Mazhab ini didirikan oleh salah satu imam dan ahli hadis di Madinah, Malik bin Anas atau bernama lengkap Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani. Mazhab ini adalah mazhab yang berdiri kedua dari empat mazhab Sunni, setelah mazhab Hanafi.[1]

Metodologi

Seperti halnya mazhab lainnya, mazhab Maliki memiliki pedoman dasar yang sistematis. Mazhab ini berpegang pada:[2]

  1. Nash Al-Qur'an
  2. Dhâhir Al-Qur'an
  3. Mafhum Al-Qur'an atau mafhum muwâfaqah
  4. Dalil Al-Qur'an atau mafhum muchâlafah
  5. Tanbieh Al-Qur'an
  6. Nash Hadis
  7. Dhâhir Hadis
  8. Mafhum Hadis
  9. Dalil Hadis
  10. Tanbieh Hadis
  11. Ijma' ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau yang tak diamalkan ulama Madinah
  12. Qiyas
  13. Perkataan Sahabat (Atsar)
  14. Istihsan
  15. Amar makruf nahi mungkar
  16. Istishhab
  17. Mashlahat Mursalah
  18. Syariat

Imam Malik memiliki metodologi yang berbeda dibandingkan dengan imam mazhab yang lain. Perbedaan itu diantaranya; (1) Imam Malik menjadikan amal ahli Madinah (hujjah) lebih dahulu dari qiyas. (2) Imam Malik menjadikan mashlahat mursalah sebagai salah satu penetapan hukum. (3) Imam Malik terkadang memposisikan atsar di atas qiyas. (4) Imam Malik tidak mensyaratkan kamahsyuran hadis dalam urusan perkara umum.[3]

Imam Malik juga menggunakan hadis mursal.[4] Beliau juga mensyaratkan penerimaan hadis ahad,[5] selama hadis itu tidak menyalahi amal ahli Madinah. Imam Malik juga menetapkan hukum dengan istihsan, tetapi tidak sebanyak penggunaannya pada para fuqahamazhab Hanafi. Perbedaan yang paling mencolok dari mazhab Maliki ialah beliau berpegang pada riwayat ahli Hijaz dalam hal perawi Hadis.[6]

Perkembangan

Seperti halnya Abu Hanifah dan mazhab Hanafi yang didirikannya, Imam Malik juga memiliki banyak murid-murid yang tersohor yang juga berkontribusi dalam penyebaran mazhab Maliki. Beberapa murid Imam Malik itu antara lain:[7]

  1. Abu Marwan 'Abdul Malik Ibn 'Abdul Aziz Ibn Abie Salamah Al-Madjisjun (212 H)
  2. Abu Muhammad 'Abdullah Ibn Wahb Ibn Muslim Al-Quraisy (125 H-197 H)
  3. Asjhab Ibn 'Abdul 'Aziz Al-Qasiy Al-'Amiry Al-Dja'dy (140 H-204 H)
  4. Abu Muhammad 'Abdullah Ibn 'Abdul Hakam (155 H-214 H)
  5. Abu 'Abdillah 'Abdur Rahman Ibnul Qasim Al-Waqy (191 H)
  6. Al-Hasan 'Ali Ibn Zijâd At-Tunisiy (183 H)
  7. Ashbagh Ibnul Faradj Al-Amawy (226 H)
  8. 'Iesâ Ibn Dienâr Al-Andalusy (212 H)
  9. Sahnun 'Abdus Salam Ibn Sa'ied At-Tanuchy (240 H)
  10. Yahja Ibn Yahja Ibn Katsier Al-Laisty (234 H)
  11. Abu 'Abdillah Zijâd Ibn 'Abdur Rahman Al-Qurtubhy (193 H)
  12. 'Abdul Malik Ibn Habieb As-Silmy (238 H)

Banyak murid-murid Imam Malik yang rela datang dari negeri-negeri lain demi menuntut ilmu langsung darinya. Murid-murid Imam Malik itu dua diantaranya adalah Abu Muhammad 'Abdullah Ibn 'Abdul Hakam dan Asbagh Ibnul Faradj Al-Amawy berasal dari Mesir. Selain dari Mesir, Imam Malik juga memiliki murid dari Andalusia (sekarang bagian dari Spanyol), yakni Abu 'Abdillah Zijâd Ibn 'Abdur Rahman Al-Qurthuby atau yang dikenal juga dengan nama Sjabthun.[8]

Andalusia

Selain adanya murid Imam Malik yang berasal dari Andalusia, mazhab Maliki berkembang di sana juga disebabkan oleh beberapa faktor lain. Faktor- faktor tersebut diantaranya; (1) pemimpin Andalusia saat itu, Hisyam ibn Abdur Rahman memerintahkan rakyatnya untuk menganut mazhab Maliki, (2) para hakim (Qadi) di masa kepemimpinan Al-Hakam ibn Hisjâm diharuskan bermazhab Maliki, dan (3) adanya kesamaan karakter sosial-budaya antara Madinah dengan Andalusia kala itu.[8]

Afrika

Salah satu faktor yang mendukung perkembangan mazhab Maliki di Afrika adalah kepemimpinan Al-Mu'izz ibn Badis di Ifriqiya (sekarang bagian dari Tunisia). Al-Mu'izz memerintahkan rakyatnya untuk menganut mazhab Maliki. Sementara itu pula banyak murid-murid Imam Malik yang berasal dari Mesir kembali ke negerinya dan menyebarkan mazhab Maliki. Tokoh-tokoh yang berkontribusi menyebarkan mazhab Maliki di Mesir antara lain; 'Utsman ibn Al-Hakam, 'Abdur Rahman ibn Al-Qasim, Asjhab ibn 'Abdil Hakam dan Ibn Wahab.[9]

Kitab-Kitab

Imam Malik adalah salah satu imam mujtahid yang membukukan dan menyusun sendiri kitabnya. Kitab yang disusun oleh Imam Malik itu adalah Al-Muwatta, kitab ini pula yang menjadi pegangan dan pedoman bagi penganut mazhab Maliki di berbagai belahan dunia. Tetapi murid-murid Imam Malik juga ada yang membukukan fatwa-fatwanya. Murid Imam Malik yang pertama membukukan fatwa Imam Malik ialah Asad Ibn Furâd. Kitab yang dibukukan oleh Asad Ibn Furâd kemudian diberinama Al-Asadijah. Kemudian murid Imam Malik lainnya, yakni Ibnu Qâsim juga membukukan kitab yang diberinama Al-Mudauwanah yang didalamnya meliputi kurang lebih 36000 perkara. Kitab Al-Mudauwanah juga menjadi pegangan para penganut mazhab Maliki.[10]

Selain kitab-kitab di atas, para fuqaha mazhab Maliki juga memiliki kitab-kitab tersohor lainnya. KItab-kitab tersebut antara lain:[10]

  1. Al-Muchtasharul Kabier
  2. Al-Muchtarasul Ausath
  3. Al-Muchtarasul Shagier (ditulis oleh Abdul Hakam)
  4. Ahkâmul Qurän
  5. Al-Watsâiq
  6. Adabul Qudlâh (ditulis oleh Muhammad Ibn Abdillah Ibn Abdil Hakam)
  7. Al-Djâmi' (ditulis oleh Sahnun)
  8. Al-Madjmu'ah (ditulis oleh Muhammad Ibnu Ibrahiem)
  9. Al-Mabsuth (ditulis oleh Isma'il Ibn Ishâq Al-Qâdli)

Catatan Kaki

  1. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 63. : "Mazhab Maliki ialah pendapat dan pendirian yang dipegang oleh Malik Ibn Anas Al-Ashbahy (93 H-179 H), seorang pemuka ahli hadis yang termahsyur di masanya, imam negeri Madinah.".
  2. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 82-83.
  3. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 83. : "(Imam) Al-Gazzaly membantah dengan keras dasar mazhab Maliki ini dalam kitabnya, Al Mustashfa.".
  4. ^ Al-Qaththan 2013, hlm. 134. : "Mursal menurut bahasa isim maf'ul yang berarti yang dilepaskan. Sedangkan hadis Mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi'in,".
  5. ^ Al-Qaththan 2013, hlm. 113. : "Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.".
  6. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 83.
  7. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 63-64.
  8. ^ a b Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 64.
  9. ^ Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 64-65.
  10. ^ a b Ash' Shiddieqy 1962, hlm. 76.

Daftar Pustaka

Lihat pula

Pranala luar