Satyawati: Perbedaan antara revisi
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
M. Adiputra (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{TMH Infobox| |
|||
⚫ | |||
| Image = Satyawati-kl.jpg |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
| Nama = Satyawati |
|||
| Devanagari = सत्यवती |
|||
| Ejaan_Sansekerta = Satyavati |
|||
| Nama_lain = Durghandini; Gandhawati |
|||
| Asal = [[Kerajaan Matsya]] |
|||
| Pasangan = [[Santanu]] |
|||
}} |
|||
⚫ | |||
Sewaktu kecil ia berbau amis, tetapi |
Sewaktu kecil ia berbau amis, tetapi disembuhkan oleh Resi [[Parasara]], dan kemudian menikahinya lalu melahirkan seorang putra dan diberi nama [[Byasa]]. Dalam versi pewayangan, ia disembuhkan oleh Resi [[Byasa]]. |
||
⚫ | |||
==Kisah Satyawati dalam Mahābhārata== |
|||
⚫ | Ada seorang Raja bernama [[Basuparisara]], bertahta di [[Kerajaan Chedi]]. Raja tersebut masih seorang keturunan [[Puru]] dan memiliki permaisuri bernama [[Girika]]. Pada suatu hari, Sang Raja pergi berburu. Di tengah hutan, ia melihat bunga-bunga bermekaran, kemudian ia teringat akan kecantikan wajah permaisurinya, [[Girika]]. Tanpa sadar ''air kama''-nya menetes, kemudian ia tampung pada sehelai daun. Ia memanggil seekor elang yang sedang terbang di udara, bernama Çyena, untuk mengantarkan air tersebut kepada permaisurinya. Di tengah jalan air yang ditampung dalam daun tersebut jatuh di [[Yamuna|sungai Yamuna]]. Di sana hidup seekor [[ikan]] besar yang merupakan penjelmaan [[bidadari]] yang dikutuk. Air kama tersebut ditelan oleh Sang Ikan kemudian ikan tersebut hamil. |
||
⚫ | |||
⚫ | Di tepi sungai [[Yamuna]], hiduplah keluarga [[nelayan]]. Kepala keluarga tersebut bernama Dasabala. Suatu hari Dasabala pergi menangkap ikan lalu ditangkapnya seekor ikan besar yang telah menelan air kama seorang raja. Karena sabda dewata, ikan tersebut tidak dimakan oleh Dasabala. Dari dalam perut ikan keluarlah dua bayi, lelaki dan perempuan. Sang ikan kemudian berubah wujudnya menjadi [[bidadari]] kembali lalu terbang ke [[surga]]. Kedua anak yang dilahirkan tersebut diserahkan kepada Raja [[Basuparisara]]. Anak yang laki-laki diberi nama [[Matsyapati]] dan diangkat menjadi Raja di [[Kerajaan Wirata]], sedangkan anak yang perempuan dikembalikan oleh Sang Raja karena baunya amis. Anak tersebut kemudian diberi nama [[Durghandini]] karena baunya amis seperti [[ikan]]. Orangtuanya memberi Durghandini pekerjaan sebagai tukang menyeberangkan orang di Sungai Yamuna. |
||
⚫ | Ada seorang Raja bernama [[Basuparisara]], bertahta di [[Kerajaan Chedi]]. Raja tersebut masih seorang keturunan [[Puru]] dan memiliki permaisuri bernama [[Girika]]. Pada suatu hari, Sang Raja pergi berburu. Di tengah hutan, ia melihat bunga-bunga bermekaran, kemudian ia teringat akan kecantikan wajah permaisurinya, [[Girika]]. Tanpa sadar ''air kama''-nya menetes, kemudian ia tampung pada sehelai daun. Ia memanggil seekor elang yang sedang terbang di udara, bernama |
||
⚫ | |||
⚫ | Di tepi sungai [[Yamuna]], hiduplah keluarga [[nelayan]]. Kepala keluarga tersebut bernama |
||
⚫ | |||
⚫ | Pada suatu hari, Bagawan [[Parasara]], putera Bagawan [[Sakri|Çakri]] yang merupakan cucu Maharsi [[Wasistha]], berdiri di tepi [[Sungai Yamuna]], minta diseberangkan dengan perahu. Durghandini menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi [[Parasara]] terpikat oleh kecantikan Durghandini. Durghandini kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayahnya berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara mengatakan bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakitnya, lalu ia meraba kulit Durghandini. Tak berapa lama kemudian, bau harum semerbak tersebar dan bahkan dapat tercium pada jarak seratus "''Yojana''". Karena Resi Parasara berhasil menyembuhkannya, maka ia berhak menjadikan Durghandini sebagai istri. Dari hasil hubungannya, lahirlah Rsi [[Byasa]] yang sangat luar biasa. Beliau mampu mengucapkan ayat-ayat [[Veda]] bahkan ketika baru lahir. |
||
⚫ | |||
⚫ | Pada suatu ketika Prabu [[Santanu]] dari [[Hastinapura]] mendengar desas-desus bahwa di sekitar [[sungai Yamuna]] tersebar bau yang sangat harum semerbak. Dengan rasa penasaran Prabu Santanu jalan-jalan ke [[sungai Yamuna]]. Ia menemukan sumber bau harum tersebut dari seorang gadis desa, bernama Durgandini. Prabu Santanu jatuh cinta dan hendak melamar Durghandini. Ketika Sang Raja melamar gadis tersebut, orangtuanya mengajukan syarat bahwa jika Durghandini (Gandhawati atau Satyawati) menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan [[Dharma]] dan keturunan Durghandini-lah yang haurs menjadi penerus tahta. Mendengar syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia dapatkan. |
||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Melihat ayahnya jatuh sakit, [[Dewabrata]] menyelidikinya. Ia bertanya kepada [[kusir]] yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia berangkat ke [[sungai Yamuna]]. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri [[Dasabala]] yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala persyaratan yang diajukan Dasabala. Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan meneruskan tahta keturunan Raja [[Kuru (Mahabharata)|Kuru]] agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Durghandini. Sumpahnya disaksikan oleh para [[Dewa]] dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi [[Bhisma]]. Akhirnya Prabu [[Santanu]] dan Dewi Durghandini menikah lalu memiliki dua orang putera bernama [[Chitrāngada]] dan [[Wicitrawirya]]. |
||
⚫ | Pada suatu hari, Bagawan [[Parasara]], putera Bagawan [[Çakri]] yang merupakan cucu Maharsi [[Wasistha]], berdiri di tepi [[Sungai Yamuna]], minta diseberangkan dengan perahu. Durghandini menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, |
||
⚫ | |||
⚫ | Pada suatu ketika Prabu [[ |
||
⚫ | Melihat ayahnya jatuh sakit, [[Dewabrata]] menyelidikinya. Ia bertanya kepada [[kusir]] yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia berangkat ke [[sungai Yamuna]]. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri [[Dasabala]] yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala persyaratan yang diajukan Dasabala. Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan meneruskan tahta keturunan Raja [[Kuru (Mahabharata)|Kuru]] agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Durghandini. Sumpahnya disaksikan oleh para [[Dewa]] dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi [[Bhisma]]. Akhirnya Prabu [[ |
||
==Lihat pula== |
==Lihat pula== |
||
* [[Santanu]] |
* [[Santanu]] |
||
{{Tokoh Mahabharata}} |
{{Tokoh Mahabharata}} |
||
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]] |
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]] |
Revisi per 12 Agustus 2007 04.41
सत्यवती | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Satyawati |
Ejaan Dewanagari | सत्यवती |
Nama lain | Durghandini; Gandhawati |
Asal | Kerajaan Matsya |
Satyawati (Sansekerta: सत्यवती; Satyavati) (juga disebut Durghandini dan Gandhawati) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah istri prabu Santanu dan ibu dari Chitrāngada dan Wicitrawirya.
Sewaktu kecil ia berbau amis, tetapi disembuhkan oleh Resi Parasara, dan kemudian menikahinya lalu melahirkan seorang putra dan diberi nama Byasa. Dalam versi pewayangan, ia disembuhkan oleh Resi Byasa.
Kelahiran
Ada seorang Raja bernama Basuparisara, bertahta di Kerajaan Chedi. Raja tersebut masih seorang keturunan Puru dan memiliki permaisuri bernama Girika. Pada suatu hari, Sang Raja pergi berburu. Di tengah hutan, ia melihat bunga-bunga bermekaran, kemudian ia teringat akan kecantikan wajah permaisurinya, Girika. Tanpa sadar air kama-nya menetes, kemudian ia tampung pada sehelai daun. Ia memanggil seekor elang yang sedang terbang di udara, bernama Çyena, untuk mengantarkan air tersebut kepada permaisurinya. Di tengah jalan air yang ditampung dalam daun tersebut jatuh di sungai Yamuna. Di sana hidup seekor ikan besar yang merupakan penjelmaan bidadari yang dikutuk. Air kama tersebut ditelan oleh Sang Ikan kemudian ikan tersebut hamil.
Di tepi sungai Yamuna, hiduplah keluarga nelayan. Kepala keluarga tersebut bernama Dasabala. Suatu hari Dasabala pergi menangkap ikan lalu ditangkapnya seekor ikan besar yang telah menelan air kama seorang raja. Karena sabda dewata, ikan tersebut tidak dimakan oleh Dasabala. Dari dalam perut ikan keluarlah dua bayi, lelaki dan perempuan. Sang ikan kemudian berubah wujudnya menjadi bidadari kembali lalu terbang ke surga. Kedua anak yang dilahirkan tersebut diserahkan kepada Raja Basuparisara. Anak yang laki-laki diberi nama Matsyapati dan diangkat menjadi Raja di Kerajaan Wirata, sedangkan anak yang perempuan dikembalikan oleh Sang Raja karena baunya amis. Anak tersebut kemudian diberi nama Durghandini karena baunya amis seperti ikan. Orangtuanya memberi Durghandini pekerjaan sebagai tukang menyeberangkan orang di Sungai Yamuna.
Pertemuan dengan Resi Parasara
Pada suatu hari, Bagawan Parasara, putera Bagawan Çakri yang merupakan cucu Maharsi Wasistha, berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Durghandini menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi Parasara terpikat oleh kecantikan Durghandini. Durghandini kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayahnya berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara mengatakan bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakitnya, lalu ia meraba kulit Durghandini. Tak berapa lama kemudian, bau harum semerbak tersebar dan bahkan dapat tercium pada jarak seratus "Yojana". Karena Resi Parasara berhasil menyembuhkannya, maka ia berhak menjadikan Durghandini sebagai istri. Dari hasil hubungannya, lahirlah Rsi Byasa yang sangat luar biasa. Beliau mampu mengucapkan ayat-ayat Veda bahkan ketika baru lahir.
Pertemuan dengan Prabu Santanu
Pada suatu ketika Prabu Santanu dari Hastinapura mendengar desas-desus bahwa di sekitar sungai Yamuna tersebar bau yang sangat harum semerbak. Dengan rasa penasaran Prabu Santanu jalan-jalan ke sungai Yamuna. Ia menemukan sumber bau harum tersebut dari seorang gadis desa, bernama Durgandini. Prabu Santanu jatuh cinta dan hendak melamar Durghandini. Ketika Sang Raja melamar gadis tersebut, orangtuanya mengajukan syarat bahwa jika Durghandini (Gandhawati atau Satyawati) menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan Dharma dan keturunan Durghandini-lah yang haurs menjadi penerus tahta. Mendengar syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia dapatkan.
Melihat ayahnya jatuh sakit, Dewabrata menyelidikinya. Ia bertanya kepada kusir yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia berangkat ke sungai Yamuna. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri Dasabala yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala persyaratan yang diajukan Dasabala. Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan meneruskan tahta keturunan Raja Kuru agar kelak tidak terjadi perebutan kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Durghandini. Sumpahnya disaksikan oleh para Dewa dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi Bhisma. Akhirnya Prabu Santanu dan Dewi Durghandini menikah lalu memiliki dua orang putera bernama Chitrāngada dan Wicitrawirya.