Lompat ke isi

Tan Malaka: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k minor cosmetic change
Baris 75: Baris 75:
Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu [[Musso]] (sebagai ''Paul Mussotte''), [[Alimin]] (''Ivan Alminsky''), [[Semaun]] (''Semounoff''), [[Darsono]] (''Darsnoff''), [[Djamaluddin Tamin]] (''Djalumin'') dan [[Soebakat]] (''Soe Beng Kiat''). Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.<ref>{{cite book |last=Kahin |first=Audrey |authorlink= |title=Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia, 1926-1998 |url=http://books.google.co.id/books?id=v0y4-dp9uEEC&pg=PA94&dq=rol+patjar+merah+indonesia&hl=id&sa=X&ei=G_--UYbbBo2zrAecyIGYAg&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q=rol%20patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate= |year=2005 |publisher=[[Yayasan Obor Indonesia]] |location= |isbn=9789794615195 |page=94}}</ref>
Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu [[Musso]] (sebagai ''Paul Mussotte''), [[Alimin]] (''Ivan Alminsky''), [[Semaun]] (''Semounoff''), [[Darsono]] (''Darsnoff''), [[Djamaluddin Tamin]] (''Djalumin'') dan [[Soebakat]] (''Soe Beng Kiat''). Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.<ref>{{cite book |last=Kahin |first=Audrey |authorlink= |title=Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia, 1926-1998 |url=http://books.google.co.id/books?id=v0y4-dp9uEEC&pg=PA94&dq=rol+patjar+merah+indonesia&hl=id&sa=X&ei=G_--UYbbBo2zrAecyIGYAg&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q=rol%20patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate= |year=2005 |publisher=[[Yayasan Obor Indonesia]] |location= |isbn=9789794615195 |page=94}}</ref>


Tiga buku pertama ditulis oleh [[Matu Mona]], sementara yang keempat dan kelima ditulis oleh [[Yusdja]].<ref>{{cite book |last=Southeast Asia Program |first=Cornell University |authorlink= |title=Reading Southeast Asia: Translation of Contemporary Japanese Scholarship on Southeast Asia |url=http://books.google.co.id/books?id=OFSgNa9J61YC&pg=PA22&lpg=PA22&dq=patjar+merah+indonesia&source=bl&ots=WLyyywIcRp&sig=Bc2S64cOW0o8Nc31-wfiERBiQuQ&hl=en&sa=X&ei=__y-UbjEDcn-rAf63IG4Aw&redir_esc=y#v=onepage&q=patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate=17 Juni 2013 |year=1990 |publisher=SEAP Publication |location= |isbn=9780877274001 |page=188}}</ref>:
Belakangan, selepas reformasi kemudian muncul pula dua novel yang mengisahkan perjalanan hidup Tan Malaka. Tiga buku pertama ditulis oleh [[Matu Mona]], sementara yang keempat dan kelima ditulis oleh [[Yusdja]].<ref>{{cite book |last=Southeast Asia Program |first=Cornell University |authorlink= |title=Reading Southeast Asia: Translation of Contemporary Japanese Scholarship on Southeast Asia |url=http://books.google.co.id/books?id=OFSgNa9J61YC&pg=PA22&lpg=PA22&dq=patjar+merah+indonesia&source=bl&ots=WLyyywIcRp&sig=Bc2S64cOW0o8Nc31-wfiERBiQuQ&hl=en&sa=X&ei=__y-UbjEDcn-rAf63IG4Aw&redir_esc=y#v=onepage&q=patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate=17 Juni 2013 |year=1990 |publisher=SEAP Publication |location= |isbn=9780877274001 |page=188}}</ref>: Sedangkan novel yang keenam dan ketujuh masih-masing ditulis oleh Peter Dantovski dan Hendri Teja.
* ''Spionnage-Dienst'' (1938)<ref>{{cite book |last=Mona |first=Matu |authorlink= |title=Patjar merah Indonesia |url=http://books.google.co.id/books/about/Spionnage_dienst.html?id=UivAYgEACAAJ&redir_esc=y |accessdate=17 Juni 2013|year=1938 |publisher=Centrale Courant en Boekhandel |location= |isbn= |page=179}}</ref>
* ''Spionnage-Dienst'' (1938)<ref>{{cite book |last=Mona |first=Matu |authorlink= |title=Patjar merah Indonesia |url=http://books.google.co.id/books/about/Spionnage_dienst.html?id=UivAYgEACAAJ&redir_esc=y |accessdate=17 Juni 2013|year=1938 |publisher=Centrale Courant en Boekhandel |location= |isbn= |page=179}}</ref>
* ''Rol Patjar Merah Indonesia cs''(1938)
* ''Rol Patjar Merah Indonesia cs''(1938)
Baris 81: Baris 81:
* ''Moetiara Berloempoer: Tiga Kali Patjar Merah Datang Membela'' (1940)
* ''Moetiara Berloempoer: Tiga Kali Patjar Merah Datang Membela'' (1940)
* ''Patjar Merah Kembali ke Tanah Air'' (1940)
* ''Patjar Merah Kembali ke Tanah Air'' (1940)
* ''Setan Merah: Muslihat Internationale Tan Malaka'' (2012)[http://www.goodreads.com/book/show/15974898-setan-merah]
* ''Tan : Sebuah Novel'' (2016)[http://www.goodreads.com/book/show/28604340-tan]


== Bibliografi ==
== Bibliografi ==

Revisi per 10 Februari 2016 21.13

Tan Malaka
Tan Malaka
Tan Malaka di autobiografinya
Lahir(1897-06-02)2 Juni 1897
Belanda Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Meninggal21 Februari 1949(1949-02-21) (umur 51)
Indonesia Kediri, Jawa Timur
KebangsaanIndonesia Indonesia
AlmamaterRijks Kweekschool, Haarlem, Belanda
PekerjaanGuru dan pemimpin Partai Komunis Indonesia
Dikenal atasPahlawan Nasional Indonesia
Orang tuaRasad Caniago (ayah)
Sinah Simabur (ibu)
Discogs: 5426515 Modifica els identificadors a Wikidata

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (2 Juni 1897 – 21 Februari 1949) adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai Komunis Indonesia,[1] pendiri Partai Murba,[2] dan Pahlawan Nasional Indonesia.[3]

Biografi

Kehidupan awal

Nama asli Tan Malaka adalah Ibrahim, sedangkan Tan Malaka adalah nama semi-bangsawan yang ia dapatkan dari garis ibu. [4] Nama lengkapnya adalah Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Tanggal kelahirannya tidak dapat dipastikan, dan tempat kelahirannya sekarang dikenal sebagai Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Ayahnya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian, dan Rangkayo Sinah, putri orang yang disegani di desa.[5] Tan Malaka mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat.[6] Pada tahun 1908, ia didaftarkan ke Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock. Menurut gurunya GH Horensma, Malaka, meskipun kadang-kadang tidak patuh, adalah murid yang pintar.[7] Di sekolah ini, ia menikmati pelajaran bahasa Belanda, sehingga Horensma menyarankan agar ia menjadi seorang guru di sekolah Belanda. [8] Ia juga adalah seorang pemain sepak bola yang hebat.[7] Ia lulus dari sekolah itu pada tahun 1913. Setelah lulus, ia ditawari gelar datuk dan seorang gadis untuk menjadi tunangannya. Namun, ia hanya menerima gelar datuk. [8] Ia menerima gelar tersebut dalam sebuah upacara tradisional pada tahun 1913.[9]

Pendidikan di Belanda

Meskipun diangkat menjadi datuk, pada bulan Oktober 1913 ia meninggalkan desanya untuk belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah), yang didanai oleh para engku dari desanya. Sesampainya di Belanda, Malaka mengalami kejutan budaya, dan pada 1915, ia menderita pleuritis.[10] Selama kuliah, pengetahuannya tentang revolusi mulai meningkat setelah membaca de Fransche Revolutie, yang diberikan kepadanya sebelum keberangkatannya ke Belanda oleh Horensma.[11] Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia semakin tertarik pada komunisme dan sosialisme, membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin.[12] Friedrich Nietzsche juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Karena banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan perang Jerman. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, Bagaimanapun, ia ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing.[13] Saat itulah ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal dari-Democratische Vereeniging (ISDV, pendahulu dari Partai Komunis Indonesia).[4] Ia juga tertarik bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (Asosiasi Demokrat Sosial Guru).[14] Pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie.[a][15] Menurut sang ayah, selama Tan Malaka di Belanda, mereka berkomunikasi melalui suatu sarana mistik disebut tarekat.[16]

Mengajar

Setelah lulus, ia kembali ke desanya. Ia kemudian menerima tawaran Dr. C. W. Janssen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara.[15][17] Ia tiba di sana pada Desember 1919; dan mulai mengajar anak-anak itu bahasa Melayu pada Januari 1920.[18][19] Selain mengajar, Tan Malaka juga menulis beberapa propaganda subversif untuk para kuli, dikenal sebagai Deli Spoor.[17] Selama masa ini, dia belajar dari kemerosotan dan keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatera.[18] Ia juga berhubungan dengan ISDV dan terkadang juga menulis untuk media massa.[4] Salah satu karya awalnya adalah "Tanah Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord edisi Maret 1920.[20] Ia juga menulis mengenai penderitaan parakuli kebun teh di Sumatera Post.[17] Tan Malaka menjadi calon anggota Volksraad dalam pemilihan tahun 1920, mewakili kaum kiri.[21] Ia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 23 Februari 1921.[18] tan lalu membuka sekolah di Semarang atas bantuan Darsono, tokoh SI Merah. Sekolah itu disebut Sekolah Rakyat. Sekolah itu memiliki kurikulum seperti sekolah di Uni Sovyet, dimana setiap pagi murid-,murid menyanyikan lagu Internasionale.Tan pernah bertemu dengan banyak tokoh pergerakan seperti HOS Tjokroaminoto dan H. Agus Salim. Dalam otobiografinya, Tan menganggap bahwa SI di bawah Tjokroaminoto adalah satu-satunya partai massa terbaik yang ia ketahui. Tapi, Tan mengkritik saat terjadi perpecahan di SI, organisasi SI tidak memiliki tujuan dan taktik sehingga terpecah.

Hidup Membujang

Hingga akhir hayatnya Tan Malaka dikabarkan tidak penah menikah, tetapi kepada Adam Malik, ia mengakui pernah 3 kali jatuh cinta, yaitu di Belanda, Filipina dan Indonesia [1]. Di Belanda, Tan Malaka dikabarkan pernah menjalin hubungan dengan gadis Belanda bernama Fenny Struyvenberg, mahasiswa kedokteran yang kerap berdatang ke rumah kost-nya. Sementara di Filipina, ada seorang gadis bernama Carmen, puteri bekas pemberontak di Filipina dan rektor Universitas Manila. Sedang di Indonesia, Tan pernah jatuh cinta kepada satu-satunya siswi perempuan di sekolahnya, yakni Syarifah Nawawi [2].  Alasan Tan Malaka tidak menikah adalah karena  perhatiannya terlalu besar untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia [3]

Madilog dan Gerpolek

Madilog dan Gerpolek kerduanya acapkali dianggap merupakan karya penting dari Tan Malaka.

Madilog merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia pada masa itu. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara, serta kebudayaan dan sejarah yang diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalah itu. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah dia cetuskan sejak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian yang merupakan sikap konsisten yang jelas pada gagasan-gagasan dalam perjuangannya.

Pahlawan

Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akibat peristiwa itu.

Di luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akibat Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai Murba, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya.

Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan TNI di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949.

Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional.

Tan Malaka dalam fiksi

Sampul Majalah Tempo dengan Tan Malaka

Dengan julukan Patjar Merah Indonesia, Tan Malaka merupakan tokoh utama beberapa roman picisan yang terbit di Medan. Roman-roman tersebut mengisahkan petualangan Patjar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dari kolonialisme Belanda. Karena kegiatannya itu, ia harus melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buruan polisi rahasia internasional.

Salah satu roman Patjar Merah yang terkenal adalah roman karangan Matu Mona yang berjudul Spionnage-Dienst. Nama patjar merah sendiri berasal dari karya Baronesse Orczy yang berjudul Scarlet Pimpernel, yang berkisah tentang seorang pahlawan Revolusi Perancis.

Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu Musso (sebagai Paul Mussotte), Alimin (Ivan Alminsky), Semaun (Semounoff), Darsono (Darsnoff), Djamaluddin Tamin (Djalumin) dan Soebakat (Soe Beng Kiat). Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatera.[22]

Belakangan, selepas reformasi kemudian muncul pula dua novel yang mengisahkan perjalanan hidup Tan Malaka. Tiga buku pertama ditulis oleh Matu Mona, sementara yang keempat dan kelima ditulis oleh Yusdja.[23]: Sedangkan novel yang keenam dan ketujuh masih-masing ditulis oleh Peter Dantovski dan Hendri Teja.

  • Spionnage-Dienst (1938)[24]
  • Rol Patjar Merah Indonesia cs(1938)
  • Panggilan Tanah Air (1940)
  • Moetiara Berloempoer: Tiga Kali Patjar Merah Datang Membela (1940)
  • Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)
  • Setan Merah: Muslihat Internationale Tan Malaka (2012)[4]
  • Tan : Sebuah Novel (2016)[5]

Bibliografi

Dari Pendjara ke Pendjara
  • Parlemen atau Soviet (1920)
  • SI Semarang dan Onderwijs (1921)
  • Dasar Pendidikan (1921)
  • Tunduk Pada Kekuasaan Tapi Tidak Tunduk Pada Kebenaran (1922)
  • Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) (1924)
  • Semangat Muda (1925)
  • Massa Actie (1926)
  • Local Actie dan National Actie (1926)
  • Pari dan Nasionalisten (1927)
  • Pari dan PKI (1927)
  • Pari International (1927)
  • Manifesto Bangkok(1927)
  • Aslia Bergabung (1943)
  • Muslihat (1945)
  • Rencana Ekonomi Berjuang (1945)
  • Politik (1945)
  • Manifesto Jakarta (1945)
  • Thesis (1946)
  • Pidato Purwokerto (1946)
  • Pidato Solo (1946)
  • Madilog (1948)
  • Islam dalam Tinjauan Madilog (1948)
  • Gerpolek (1948)
  • Pidato Kediri (1948)
  • Pandangan Hidup (1948)
  • Kuhandel di Kaliurang (1948)
  • Proklamasi 17-8-45 Isi dan Pelaksanaanya (1948)
  • Dari Pendjara ke Pendjara (1970)

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Sebenarnya Tan Malaka menginginkan hoofdacte, yang statusnya setingkat lebih tinggi dari hulpactie. Meskipun begitu, kesehatannya yang buruk membuatnya hanya bisa mendapat ijazah hulpactie.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ "THE GROWTH OF NATIONAL CONSCIOUSNESS". Library of Congress. Diakses tanggal 7 Agustus 2012. 
  2. ^ "Warisan Tan Malaka", Tempo Interaktif, 11 Agustus 2008
  3. ^ "Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia (1)". Awards of the Republic of Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Sekretariat Negara. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Mei 2012. Diakses tanggal 9 Mei 2012. 
  4. ^ a b c Jarvis 1987, hlm. 41.
  5. ^ Syaifudin 2012, hlm. 53.
  6. ^ Syaifudin 2012, hlm. 53–54.
  7. ^ a b Syaifudin 2012, hlm. 54.
  8. ^ a b Syaifudin 2012, hlm. 55.
  9. ^ Poeze 2008, hlm. xv.
  10. ^ Syaifudin 2012, hlm. 56.
  11. ^ Syaifudin 2012, hlm. 57.
  12. ^ Syaifudin 2012, hlm. 57–58.
  13. ^ Mrázek 1972, hlm. 7.
  14. ^ Syaifudin 2012, hlm. 182.
  15. ^ a b Syaifudin 2012, hlm. 58.
  16. ^ Mrázek 1972, hlm. 6.
  17. ^ a b c Syaifudin 2012, hlm. 184.
  18. ^ a b c Syaifudin 2012, hlm. 59.
  19. ^ Poeze 2008, hlm. xvi.
  20. ^ Jarvis 1987, hlm. 41–42.
  21. ^ Jarvis 1987, hlm. 42.
  22. ^ Kahin, Audrey (2005). Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia, 1926-1998. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 94. ISBN 9789794615195. 
  23. ^ Southeast Asia Program, Cornell University (1990). Reading Southeast Asia: Translation of Contemporary Japanese Scholarship on Southeast Asia. SEAP Publication. hlm. 188. ISBN 9780877274001. Diakses tanggal 17 Juni 2013. 
  24. ^ Mona, Matu (1938). Patjar merah Indonesia. Centrale Courant en Boekhandel. hlm. 179. Diakses tanggal 17 Juni 2013. 

Bibliografi

  • Jarvis, Helen (1987). "Tan Malaka: Revolutionary or Renegade?" (PDF). Bulletin of Concerned Asian Scholars. 19 (1): 41–55. ISSN 0007-4810. 
  • Kahin, George McT. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 978-0-87727-734-7. 
  • Kusno, Abidin (November 2003). "From City to City: Tan Malaka, Shanghai, and the Politics of Geographical Imagining". Singapore Journal of Tropical Geography. Blackwell Publishing. 24 (3): 327–339. doi:10.1111/1467-9493.00162. 
  • Malaka, Tan; Jarvis, Helen (1991). From Jail to Jail. Research in International Studies, Southeast Asia Series. 1. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies. 
  • Malaka, Tan; Jarvis, Helen (1991). From Jail to Jail. Research in International Studies, Southeast Asia Series. 2. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies. 
  • Malaka, Tan; Jarvis, Helen (1991). From Jail to Jail. Research in International Studies, Southeast Asia Series. 3. Athens, Ohio: Ohio University Center for International Studies. 
  • McInerney, Andy (1 January 2007). "Tan Malaka and Indonesia's Freedom Struggle". Socialism and Liberation. Vol. 4 no. 1. 
  • McVey, Ruth T. (1965). The Rise of Indonesian Communism. Ithaca, New York: Cornell University Press. 
  • Mrázek, Rudolf (October 1972). "Tan Malaka: A Political Personality's Structure of Experience". Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University's Southeast Asia Program. 14: 1–48. doi:10.2307/3350731. 
  • Poeze, Harry A. (2007). Verguisd en vergeten: Tan Malaka, de linkse beweging en de Indonesische Revolutie, 1945–1949. Leiden: KITLV. ISBN 978-90-6718-258-4. 
  • Poeze, Harry A. (2008). Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia. 1. translated by Hersri Setiawan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-697-0. 
  • Suwarto, Wasid (2006). Mewarisi Gagasan Tan Malaka. Jakarta: LPPM Tan Malaka. ISBN 978-979-99038-2-2. 
  • Syaifudin (2012). Tan Malaka: Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. ISBN 978-979-25-4911-9. 
  • Tamin, Djamaludin (1965). Kematian Tan Malaka. Tanpa keterangan penerbit. 
  • Watson, C.W. (2000). Of Self and Nation: Autobiography and the Representation of Modern Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-2281-1. 

Pranala luar