Teungku Chik di Tiro: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 59: | Baris 59: | ||
{{lifetime|1836|1891|Di Tiro, Teungku Cik}} |
{{lifetime|1836|1891|Di Tiro, Teungku Cik}} |
||
[[Kategori:Pahlawan |
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]] |
||
[[Kategori:Tokoh |
[[Kategori:Tokoh Pidie]] |
||
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]] |
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]] |
||
[[Wali Negara Aceh]] |
[[Kategori:Wali Negara Aceh]] |
||
[[Kategori:Perang Aceh]] |
|||
[[Kategori:Sejarah Aceh]] |
Revisi per 30 Agustus 2017 09.01
Muhammad Saman Tiro | |
---|---|
![]() Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman | |
Lahir | 1836![]() |
Meninggal | Januari 1891![]() |
Dikenal atas | Pahlawan Kemerdekaan Aceh |
Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1836 – Aneuk Galong, Aceh Besar, Januari 1891) adalah seorang pahlawan nasional dari Pedir.
Riwayat
Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun 1836, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, Tiro, daerah Pidie, Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.
Ketika ia menunaikan ibadah haji di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan Islam yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Sabil.
Memimpin perjuangan
Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.
Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.[1] Selama ia memimpin peperangan terjadi 4 kali pergantian gubernur Belanda yaitu:
- Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
- Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
- Henry Demmeni (1884-1886)
- Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)
Belanda akhirnya memakai siasat lain dengan cara meracunnya. Muhammad Saman akhirnya meninggal pada bulan Januari 1891 di benteng Aneuk Galong.
Lain-lain
Salah satu cucunya adalah Hasan di Tiro, pendiri dan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka.[2]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
- Yakub, Ismail. 1960. Tengku Tjhik Di-Tiro (Muhammad Saman) : pahlawan besar dalam Perang Atjeh (1881-1891). Jakarta: Bulan Bintang
- Ishak, Jauhari. 1984. Pahlawan-pahlawan nasional dari Aceh : Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Teungku Chik Di Tiro, Panglima Polem, Cut Meutia, Teuku Nyak Arif. Jakarta: Meudanghara Putra
- (Indonesia) "Panglima Perang Aceh" Bio Teungku Cik Di Tiro di Ensiklopedi Tokoh Indonesia