Lompat ke isi

Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Didansan (bicara | kontrib)
k Referensi: https://www.atrbpn.go.id/Tentang-Kami/Profile-Pejabat http://www.atrbpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Peraturan-Presiden/peraturan-presiden-republik-indonesia-nomor-47-tahun-2020-121746
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 174: Baris 174:
# Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi;
# Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi;
# Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah;
# Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah;
#Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan; dan
# Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan; dan
#Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi.
# Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi.


Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:

Revisi per 18 April 2020 04.04

Kementerian Agraria
dan Tata Ruang
Republik Indonesia
Gambaran umum
Dibentuk24 September 1960; 64 tahun lalu (1960-09-24)
Dasar hukum pendirianPeraturan Presiden Nomor 17 dan 20 Tahun 2015
Bidang tugasAgraria/pertanahan dan tata ruang
SloganATR/BPN Maju Modern
Susunan organisasi
MenteriSofyan Djalil
Wakil MenteriSurya Tjandra
Sekretaris JenderalIr. Himawan Arief Sugoto, MT.
Inspektur JenderalSunraizal
Direktur Jenderal
Tata RuangAbdul Kamarzuki
[[Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan

Pertanahan dan Ruang|Survei dan Pemetaan

Pertanahan dan Ruang]]
R. Muhhamad Adhi Darmawan
[[Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan

Pendaftaran Tanah|Penetapan Hak dan

Pendaftaran Tanah]]
Suyus Windayana
Penataan AgrariaMuhammad Ikhsan Saleh
[[Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan

Pengembangan Pertanahan|Pengadaan Tanah dan

Pengembangan Pertanahan]]
Arie Yuriwin
Pengendalian dan Penertiban Tanah dan RuangBudi Situmorang
[[Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan

Konflik Pertanahan|Penanganan Sengketa dan

Konflik Pertanahan]]
Raden Bagus Agus Widjayanto
Staf Ahli
[[Staf Ahli Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat

Adat|Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat

Adat]]
-
Bidang Reformasi Birokrasi-
[[Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan

Pemerintah Daerah|Bidang Partisipasi Masyarakat dan

Pemerintah Daerah]]
-
Bidang Pengembangan Kawasan-
Bidang Teknologi Informasi-
Kepala Pusat
Pendidikan dan PelatihanDENI SANTO
Penelitian dan PengembanganALI RINTOP SIREGAR
Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan BerkelanjutanVIRGO ERESTA JAYA
LPNK yang dikoordinasikan
Badan Pertanahan Nasional
Alamat
Kantor pusatJalan Sisingamangaraja Nomor 2, Kebayoran Baru Jakarta 12110
Situs webhttps://www.atrbpn.go.id/

Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Agraria dan Tata Ruang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.[1]. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dijabat oleh seorang menteri yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejak 27 Juli 2016 Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dipimpin oleh Sofyan Djalil[2].

Sejarah

Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia pertama kali dibentuk pada tahun 1955 melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1955.[3] Sebelum menjadi kementerian pada tahun 1955, urusan agraria diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal ini dikarenakan awalnya pemerintah pada waktu itu menganggap bahwa urusan agraria belum merupakan urusan strategis sehingga cukup diselenggarakan oleh suatu lembaga di bawah kementerian.[4]

Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu, rancangan Undang-Undang Pokok Agraria disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dengan berlakunya UUPA tersebut, untuk pertama kalinya pengaturan tanah di Indonesia menggunakan produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat. Dengan ini pula Agrarische Wet dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Tahun 1960 ini menandai berakhirnya dualisme hukum agraria di Indonesia.

Pada 1964, meIalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1964, ditetapkan tugas, susunan, dan pimpinan Departemen Agraria. Peraturan tersebut nantinya disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1965 yang mengurai tugas Departemen Agraria serta menambahkan Direktorat Transmigrasi dan Kehutanan ke dalam organisasi. Pada periode ini, terjadi penggabungan antara Kantor Inspeksi Agraria-Departemen Dalam Negeri, Direktorat Tata Bumi-Departemen Pertanian, Kantor Pendaftaran Tanah-Departemen Kehakiman.[3]

Pada 1965, Departemen Agraria kembali diciutkan secara kelembagaan menjadi Direktorat Jenderal. Hanya saja, cakupannya ditambah dengan Direktorat bidang Transmigrasi sehingga namanya menjadi Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi, di bawah Departemen Dalam Negeri. Penciutan ini dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dengan alasan efisiensi dan penyederhanaan organisasi. Namun struktur ini tidak bertahan lama karena pada tahun yang sama terjadi perubahan organisasi yang mendasar. Direktorat Jenderal Agraria tetap menjadi salah satu bagian dari Departemen Dalam Negeri dan berstatus Direktorat Jenderal, sedangkan permasalahan transmigrasi ditarik ke dalam Departemen Veteran, Transmigrasi, dan Koperasi.[3]

Pada 1972, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 145 Tahun 1969 dicabut dan diganti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 88 Tahun 1972, yang menyebutkan penyatuan instansi Agraria di daerah. Di tingkat provinsi, dibentuk Kantor Direktorat Agraria Provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dibentuk Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/ Kotamadya.[3]

Tahun 1988 merupakan tonggak bersejarah karena saat itu terbit Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang menjadi tema sentral proyek ekonomi – politik Orde Baru, kebutuhan akan tanah juga makin meningkat. Persoalan yang dihadapi Direktorat Jenderal Agraria bertambah berat dan rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, status Direktorat Jenderal Agraria ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan nama Badan Pertanahan Nasional. Dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tersebut, Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[3]

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional kini dirangkap oleh Menteri Negara Agraria. Kedua lembaga tersebut dipimpin oleh satu orang sebagai Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kantor Menteri Negara Agraria berkonsentrasi merumuskan kebijakan yang bersifat koordinasi, sedangkan Badan Pertanahan Nasional lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat operasional.[3]

Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, Kementerian Negara Agraria dibubarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional.[4][3]

Presiden Megawati menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagai lembaga yang menangani kebijakan nasional di bidang pertanahan. Kedudukan BPN kemudian diperkuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan menempatkan BPN RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.[3]

Penguatan lembaga agraria kembali diperkuat pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yakni dengan menggabungkan Badan Pertanahan Nasional dengan unit pemerintah yang mengurusi penataan ruang, planologi dan perencanaan kehutanan, serta informasi geospasial. Penggabungan struktur ini diikuti dengan uraian tugas dan fungsi kelembagaan Kementerian Agraria yang sejatinya amanat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sesuai semangat Pasal 33 Ayat 3 Konstitusi UUD 1945.[5]

Tugas dan Fungsi

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;
  2. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
  3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
  4. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
  5. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di daerah; dan
  6. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.[1]

Susunan Organisasi

Susunan Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 mengganti Susunan Organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015, yang terdiri atas:

  1. Sekretariat Jenderal;
  2. Direktorat Jenderal Tata Ruang;
  3. Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang;
  4. Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah;
  5. Direktorat Jenderal Penataan Agraria;
  6. Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan;
  7. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang;
  8. Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;
  9. Inspektorat Jenderal;
  10. Staf Ahli Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat;
  11. Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi;
  12. Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah;
  13. Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan; dan
  14. Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:

  1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
  2. Pusat Penelitian dan Pengembangan; dan
  3. Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan[6]

Lihat pula

Referensi

Pranala luar