Lompat ke isi

Hyang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Psiep (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Psiep (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5: Baris 5:
Istilah ''Hyang'' secara [[etimologi]]s berakar dari bahasa kuno [[bahasa Jawa kuno|Jawa]]–[[bahasa Sunda Kuno|Sunda]] (bahasa kuno serumpun pribumi Jawa), yang memiliki arti "sosok yang disembah" atau "tuhan", yang mana secara hakikatnya merujuk kepada sosok sembahan yang menetap di suatu lokasi maupun obyek. Istilah tersebut masih lestari dalam bahasa [[bahasa Baduy|Baduy]], [[bahasa Bali|Bali]], [[bahasa Jawa|Jawa]], [[bahasa Osing|Osing]], [[bahasa Sunda|Sunda]], dan [[bahasa Tengger|Tengger]] yang digunakan oleh masyarakat etnis Baduy, Bali, Jawa, Osing, Sunda, dan Tengger hingga masa kini.
Istilah ''Hyang'' secara [[etimologi]]s berakar dari bahasa kuno [[bahasa Jawa kuno|Jawa]]–[[bahasa Sunda Kuno|Sunda]] (bahasa kuno serumpun pribumi Jawa), yang memiliki arti "sosok yang disembah" atau "tuhan", yang mana secara hakikatnya merujuk kepada sosok sembahan yang menetap di suatu lokasi maupun obyek. Istilah tersebut masih lestari dalam bahasa [[bahasa Baduy|Baduy]], [[bahasa Bali|Bali]], [[bahasa Jawa|Jawa]], [[bahasa Osing|Osing]], [[bahasa Sunda|Sunda]], dan [[bahasa Tengger|Tengger]] yang digunakan oleh masyarakat etnis Baduy, Bali, Jawa, Osing, Sunda, dan Tengger hingga masa kini.


== Istilah ==
== Peribadatan ==
{{main|Sembahyang}}
Dalam [[bahasa Sunda]] istilah ''"nga-hyang"'' berarti "menghilang" atau "tak terlihat". Pada perkembangannya istilah "hyang" menjadi akar kata beberapa nama, sebutan, dan istilah yang hingga kini masih dikenal di Indonesia:
Bentuk peribadatan untuk memuja atau menyembah Hyang biasanya disebut sebagai [[Sembahyang]], yang mana tersusun dari dua kata [[bahasa Jawa kuno|Jawa kuno]], yakni ''sĕmbah'' + ''Hyang''.
* '''Gelar'''. Jika disandingkan dengan kata panggil atau sebutan ''Sang-, Dang-, Ra-''; menjadi kata ''Sanghyang, Danghyang'', atau ''Rahyang'', kata ini menjadi sebutan kehormatan untuk memuliakan [[dewa]] atau [[leluhur]] yang sudah meninggal. Sebagai contoh kata [[Dewi Sri|Sanghyang Sri Pohaci]] dan [[Sang Hyang Widhi]] merujuk kepada [[dewa|dewa-dewi]], sedangkan gelaran Rahyang Dewa Niskala merujuk pada nama seorang raja [[Kerajaan Sunda]] yang telah meninggal. Disamping itu istilah ''Danghyang'' atau ''Danyang'' merujuk pada roh-roh penunggu tempat-tempat tertentu. Nama raja pendiri kemaharajaan [[Sriwijaya]], Dapunta Hyang Sri Jayanasa, juga mengandung nama "hyang" yang menunjukkan bahwa ia memiliki kekuatan adikodrati.
* '''Tempat'''. Ranah tempat para hyang bersemayam disebut [[Kahyangan]] yang dibentuk dari susunan kata ''ka-hyang-an''. Kini kahyangan diidentikkan dengan [[surga]]. Seperti kepercayaan austronesia pada umumnya memuja pegunungan aktif adalah bagian dari varietas kepercayaan, karena dasar filosofi di mana pegunungan bisa menumbuhkan kehidupan baru dan menghancurkan kehidupan lama bahkan mengusirnya dan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan namun bermakna baik adalah termasuk bagian dari filosofi spiritual kuno di pulau jawa pra-hindu<ref>{{Cite book|last=Prior|first=Stephen D.|last2=Shen|first2=Siu-Tsen|date=2019-11-01|url=https://books.google.co.id/books?id=cnm7DwAAQBAJ&pg=PT126&lpg=PT126&dq=austronesian+worship+mountains&source=bl&ots=Ypom0mPDVn&sig=ACfU3U1g5xVdZcyB61gF1bo7BuvPUR3HVA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj4ivq0gc71AhWnTWwGHbIhB6kQ6AF6BAgxEAM#v=onepage&q=austronesian%20worship%20mountains&f=false|title=Smart Science, Design & Technology: Proceedings of the 5th International Conference on Applied System Innovation (ICASI 2019), April 12-18, 2019, Fukuoka, Japan|publisher=CRC Press|isbn=978-0-429-60344-0|language=en}}</ref>, Karena hal itu kepercayaan bahwa hyang menghuni tempat-tempat yang tinggi, maka wilayah pegunungan kerap kali dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Nama tempat seperti [[Parahyangan]] merujuk pada jajaran pegunungan di [[Jawa Barat]]. Berasal dari gabungan kata ''para-hyang-an''; ''para'' menunjukkan bentuk jamak, sedangkan akhiran ''-an'' menunjukkan tempat, jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Kata parahyangan juga dikenal sebagai salah satu jenis [[pura]] Hindu Bali, ''pura parahyangan'' adalah pura yang terletak di pegunungan sebagai sandingan ''pura segara'' yang terletak di tepi laut. Pegunungan [[Dieng]] di [[Jawa Tengah]] juga memiliki akar kata ''di-hyang'' yang juga berarti "tempat hyang". Begitu pula [[Pegunungan Iyang-Argapura]] di [[Jawa Timur]].
* '''Kerja'''. Kata ''[[sembahyang]]'' dalam bahasa Indonesia kini disamakan dengan kegiatan ibadah atau [[salat]] dalam agama [[Islam]]. Sesungguhnya istilah ini memiliki akar kata ''sembah-hyang'' yang berarti menyembah hyang.<ref name="KBBI2">{{cite web| title=Sembahyang | publisher= Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)| url=http://kbbi.web.id/sembahyang | language = Indonesian| accessdate = 28 May 2015}}</ref> Tari Bali yang sakral [[Sanghyang]] Dedari menampilkan gadis muda yang [[kerasukan]] hyang.<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170128232759-241-189763/jejak-terakhir-sanghyang-dedari-tari-sakral-di-bali|title=Jejak Terakhir Sanghyang Dedari, Tari Sakral di Bali|last=Khoiri|first=Agniya|work=[[CNN Indonesia]]|access-date=2018-07-13|language=id|date=2017-01-29}}</ref>


== Hyang dalam agama-agama di Indonesia ==
== Hyang dalam agama-agama di Indonesia ==

Revisi per 29 Desember 2022 18.48

Hyang (bahasa Bali: ᬳ᭄ᬬᬂ​; bahasa Jawa: ꦲꦾꦁ​; bahasa Sunda: ᮠᮡᮀ​) adalah nama ilahiah dalam berbagai agama wadi pribumi Jawa dan Bali; yakni Kapitayan, Kejawen, Wiwitan, maupun Gamatirta. Secara hakikatnya, Hyang pada mulanya merujuk kepada entitas (baik itu berupa roh maupun arwah leluhur) penghuni pegunungan di pulau Jawa yang disembah (entah itu Pegunungan Iyang di Jawa Timur ataupun Parahyangan di Jawa Barat).

Asma "Hyang" dalam kaligrafi aksara Jawa

Terminologi

Istilah Hyang secara etimologis berakar dari bahasa kuno JawaSunda (bahasa kuno serumpun pribumi Jawa), yang memiliki arti "sosok yang disembah" atau "tuhan", yang mana secara hakikatnya merujuk kepada sosok sembahan yang menetap di suatu lokasi maupun obyek. Istilah tersebut masih lestari dalam bahasa Baduy, Bali, Jawa, Osing, Sunda, dan Tengger yang digunakan oleh masyarakat etnis Baduy, Bali, Jawa, Osing, Sunda, dan Tengger hingga masa kini.

Peribadatan

Bentuk peribadatan untuk memuja atau menyembah Hyang biasanya disebut sebagai Sembahyang, yang mana tersusun dari dua kata Jawa kuno, yakni sĕmbah + Hyang.

Hyang dalam agama-agama di Indonesia

Konsep Hyang bagi beberapa agama di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • Kejawen: Ialah Sang Hyang Taya tuhan yang maha esa yang tidak dapat dirupa namun bisa dirasa dan dinyata.[1]
  • Hindu: Ialah Sang Hyang Widhi tuhan yang maha esa, sumber dharma yang dibawa dewa-dewa
  • Buddha: Ialah Sanghyang Adi Buddha hukum alam yang terus ada, tuhan yang tidak dapat dirupa, di mana damma-nya ditemukan oleh Buddha Gautama
  • Islam: sesuai ajaran Sunan Kalijaga Sang Hyang adalah leluhur orang nusantara dari Sang Hyang Adam, Sang Hyang Esis, Sang Hyang Jawana, Sang Hyang Jawith, Sang Hyang Wanuh, Sang Hyang Bathara Guru, Sang Hyang Ismaya, Sang Hyang Bathara Wisnu, dan lain seterusnya sampai orang tua yang sudah meninggal dipersonifikasi sebagai entitas tunggal Sang Hyang.
  • Sunda Wiwitan: Ialah Sang Hyang Kersa dewa atau tuhan (setara dengan Maha Adhi Parabrahman dalam agama Hindu) yang diyakini oleh para pemeluk agama Sunda Wiwitan.

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Kompasiana.com. "Membuka Tabir Kapitayan, "Agama Kuna" di Tanah Jawa". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2020-04-21.