Lompat ke isi

Wikipedia:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
mengosongkan halaman
Tag: Penggantian Pengembalian manual
AlpaMandar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android pranala ke halaman disambiguasi
Baris 1: Baris 1:
=J. Mario Belougi=
<!-- Halaman ini hanya untuk uji coba menyunting dan dikosongkan secara berkala -->
{{dablink|Ini adalah nama [[patrilineal]] [[Marga Sangir|Sangir]]-[[Marga suku Toraja|Toraja]], [[Marga Sangir|marganya]] adalah ''[[Marga Sangir|Belougi]] (rumpun dari [[Sulawesi Utara]])''}}

'''Jouhard Mario Belougi '''(lahir 5 Mei 1975) adalah seorang [[aktivis]] dan [[politisi]] Indonesia asal [[Sulawesi Utara]], yang menjabat sebagai Ketua Umum [[Partai|Partai Ampera]] sejak 5 Mei 2025.

{{Short description|Tokoh pergerakan arus bawah}}
{{Infobox person
| name = J. Mario Belougi
| honorific_prefix =
| image =Jinnah1945c.jpg
| birth_date = {{birth date and age |1975|5|5|mf=y}}
| image_upright = 0.9
|education = Studi Politik Akar Rumput (1990-an; Nonformal)<br/>
| birth_place ={{nowrap|[[Manado]], [[Sulawesi Utara]]}}
| citizenship =
| birth_name =
| residence = [[Poso]], [[Sulawesi Tengah]]
| office = Ketua Pendamping [[yayasan|Belougi Foundation]]
|term_start =
| predecessor =
| yearsactive. =
| alma_mater =
| occupation = Pegiat sosial
| profession =
| employer =
| years_active =
| organization =
| known_for =
| party =
| era =
| spouse = {{nowrap|
[[Maria|Dorcas L. Coloay]] (Almh)}}
| children = 3
| partner =
| family =
| honours =
| awards =[[Honoris Causa|Dr. (H.C.)]] dari [[Universitas Tadulako]] (2025)<br> [[Honoris Causa|Prof. (H.C.)]] dari [[w:en:University of Mindanao|University of Mindanao]] (2028)
| movement =
}}

===Kehidupan awal===
J. Mario Belougi menjalani kehidupan awal di pinggiran [[Kota Manado]], [[Sulawesi Utara]]. Pada tahun 1980, Belougi ikut kerabatnya pindah ke [[Ujung Pandang]], [[Sulawesi Selatan]], di sini awal mula Belougi mengenal [[anak jalanan|kehidupan jalanan]] dan ber[[afiliasi ]] dengan [[akar rumput|komunitas arus bawah]], Ia mengawali kariernya sebagai [[aktivis sosial|pegiat sosial]] pada awal 1990-an.

===Awal karier===

Belougi mengawali kariernya sebagai pegiat sosia dengan menjadi aktivis jalanan di Kota Ujung Pandang pada awal 1990-an. Ia bersama rekan-tekannya mendirikan komunitas jalanan "Anak Republik" dan menjadikan halaman parkir [[Benteng Rotterdam]] Ujung Pandang sebagai rumah pergerakan. Kehidupan jalanan yang keras membentuk Belougi menjadi sosok yang peduli terhadap isu [[sosial]] dan [[hak asasi manusia|kemanusiaan]]. Ia ikut dalam gerakan penyelamatan rakyat miskin kota dan perlindungan [[cagar budaya]] tahun 1990, yang kemudian dikenal dengan gerakan ''Save Our Makassar.'' Sejak awal Belougi menunjukkan sikap [[kontra]] terhadap [[oligarki]], Ia berkali-kali ditahan oleh [[penegakan hukum|pihak berwajib]] atas sikapnya menolak [[diskriminasi]] dan [[intimidasi]] terhadap [[kebebasan]] ber[[ekspresi]] dan ber[[argumentasi|pendapat]]. Sosoknya yang inspiratif dan peduli membuat tokoh aktivis Indonesia asal Sulawesi Selatan, [[Zohra Andi Baso]] mendidik Belougi ke dunia [[aktivisme]].

===Solidaritas untuk demokrasi===
Perjalanan karier Belougi banyak terinspirasi dari tokoh-tokoh aktivis seperti Abdul Nasser, [[George Aditjondro]] dan [[Wangari Maathai]]. Pada tahun 1994, George Aditjondro merekomendasi Belougi untuk bergabung dengan sebuah [[lembaga swadaya masyarakat]] di [[Palu]], [[Sulawesi Tengah]], di sini Belougi banyak terlibat [[diskusi]] bersama Studi Politik Akar Rumput ''(Grassroots Political Studies),'' sebuah [[pendidikan nonformal|lembaga nonformal]] yang dibangun pegiat sosial di pedalaman Sulawesi pada tahun 1990-an untuk mengawal pembangunan [[demokrasi]] dan [[politik]] di daerah tertinggal.

Pada tahun 1995, Belougi gaungkan [[moral|gerakan moral]] untuk demokrasi ''(The Moral Movement for Democracy)'' dengan merubah pola pikir masyarakat dari belenggu [[aristokrasi]] menjadi pro-demokrasi melalui [[akar rumput|gerakan akar rumput]] yang didukung sejumlah lembaga yang berbasis di pedalaman dalam menolak [[dogma|dogmatisme]] pemerintah yang mengurung kebebasan dan merampas hak-hak dasar rakyat dalam demokrasi dan politik.

Setelah situasi politik mulai bergejolak tahun 1996, Belougi menghimpun tokoh-tokoh pergerakan arus bawah di daerah-daerah untuk bergabung bersama [[Partai Uni Demokrasi Indonesia]] yang diketuai oleh tokoh pergerakan Dr. [[Sri Bintang Pamungkas]]. Pada masa kampanye [[Pemilu 1997]], untuk kesekian kalinya Belougi ditahan oleh pihak berwajib atas sikap kritisnya terhadap kejahatan politik yang sarat [[rekayasa]] dan membohongi rakyat, hal ini terkait sikap pemerintah yang tidak mengakui keberadaan Partai Uni Demokrasi Indonesia sebagai [[partai politik]] di Indonesia, menganulir kepemimpinan [[Megawati Soekarno Putri]] sebagai ketua umum [[Partai Demokrasi Indonesia]] serta mengacaukan kepengurusan DPP [[Partai Persatuan Pembangunan]]. Isu kejahatan politik yang dilancarkan Belougi terhadap pemerintah berdampak pada tingginya angka [[golput]] pada Pemilu 1997 serta menjadi bagian lahirnya pergolakan di berbagai daerah hingga berakhirnya [[otoriter|rezim otoriter]] di Indonesia tahun 1998.

Pada masa pemerintahan Presiden [[B. J. Habibie]], Belougi melakukan aktivisme di pedalaman daerah konflik [[Timor Timur]], Belougi banyak menyoroti masalah demokrasi dan [[hak asasi manusia]], Ia dikabarkan menjadi korban dalam serangan [[Pembantaian Gereja Liquica|Pembantaian Gereja Katolik Liquica]] tahun 1999. Belougi disinyalir memiliki akses dengan salah satu agen rahasia tentang data [[teori konspirasi|kejahatan politik]] dan kemanusiaan di Timor Timur yang bakal dipertaruhkan pegiat hak asasi manusia di [[Mahkamah Pidana Internasional]]. Kantor berita ''[[w:en:Australian Associated Press|Australian Associated Press]]'' (AAP) dan ''[[w:en:BBC London News|BBC London]]'' menyebut peristiwa Liquica menelan korban jiwa 200 orang lebih dari [[Katolik|Umat Katolik]].

===Gagasan dan tantangan===
Pada tahun 2000, Belougi bersama Dorcas L. Coloay, Rudolf Oscar Kandou dan Rulie Langoru mendirikan ''Belougi Center Institute'' yang fokus terhadap isu sosial dan kemanusiaan terutama lingkungan dan [[pendidikan]]. Pada hari lingkungan 5 Juni 2000, Belougi promosikan gerakan perawatan [[daftar pulau terluar Indonesia|pulau-pulau terluar]] dalam [[kampanye]] [[konservasi|kedaulatan lingkungan]] dan perlindungan [[masyarakat adat]] dari kejahatan kemanusian, yang mengambil titik nol di [[Pulau Benggala]], [[Aceh]] sebagai ''[[eksperimen pendahuluan|Pilot Project]]'', dengan melibatkan anak-anak muda Aceh yang putus sekolah sebagai [[fasilitator]]. Kegiatan ini menjadi kontroversi setelah beredarnya foto-foto Belougi terlibat pembicaraan serius dengan pemimpin [[Gerakan Aceh Merdeka]] (GAM), [[Hasan Tiro]] di suatu tempat yang tidak diketahui. GAM disinyalir berlindung dibalik kegiatan tersebut untuk memasok logistik ke pedalaman Aceh, dan membuat pihak militer Indonesia mengusir Belougi dan rekan-rekannya keluar dari Aceh pada Februari 2001.

Sosok Belougi kembali menjadi sorotan publik setelah namanya dikaitkan sebagai otak pelaku Insiden Pengibaran [[Bendera Filipina]] di [[Pulau Miangas]] tahun 2005, hal ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang mengabaikan kedaulatan lingkungan, demokrasi dan hak asasi manusia yang berdampak pada [[kesenjangan sosial]] dan [[ekonomi]] rakyat di pulau-pulau terluar, insiden tersebut mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia dengan membangun [[infrastruktur]] dan [[fasilitas umum]] seperti [[bandara]] dan [[pelabuhan]], serta memberi status [[Warga negara|kewarganegaraan]] (WNI) untuk pemenuhan hak-hak warga di pulau terluar.

Melalui pendekatan ''Adaptive, Collaborative and Caring'' (ACC), Belougi merangkul lembaga lokal yang berbasis di [[desa|pelosok]] sebagai [[fasilitator|pendamping]] untuk merawat [[kearifan lokal]] dan melawan [[politik uang|politik transaksional]] dari pelaku industrial moderen yang dimotori kaum [[kapitalisme|kapitalis]] serta mendorong semua pihak bekerjasama dengan masyarakat adat dalam mewujudkan pembangunan demokrasi [[multikulturalisme|multikultural]] dan [[desentralisasi]] untuk menciptakan masyarakat [[demokratis]] secara [[multikulturalisme|kultural]] dan [[Teori strukturasi|struktura]] yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pendiri ''[[w:en:Green Belt Movement|The Green Belt Movement]]'' dan penerima [[Nobel Perdamaian]] bidang lingkungan dan politik 2005, Wangari Maathai merekomendasikan gagasan tersebut menjadi bagian dari kampanye internasional dalam [[Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat]] di New York, Amerika Serikat tahun 2007.

Gerakan akar rumput yang dimotori Belougi dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan melalui sinergitas kedaulatan lingkungan, demokrasi dan politik terus mendapat tantangan dari
[[mafia]] politik dan politik mafia, dan menjadi musuh terselubung kaum kapitalis dan oligarki, hal ini membuat gagasan dan aktivitas Belougi kurang populer di dan dianggap sebagai proyek gagal di Indonesia.

===Partisipasi dalam politik===
J. Mario Belougi pertama kali mengenal dunia politik dengan bergabung bersama Partai Uni Demokrasi Indonesia sejak tahun 1996. Setelah partai tersebut gagal meraih suara pada [[Pemilu 1999]], Belougi menggunakan hak politiknya secara [[independen]] selama dua puluh lima tahun.

Pada [[Daftar pemilihan umum kepala daerah di Indonesia 2024|Pilkada serentak 2024]], J. Mario Belougi bersama Linda Rachman mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur dan calon wakil Gubernur Sulawesi Tengah 2024-2029 lewat jalur [[Independen|perseorangan]], dalam Pilkada tersebut, J. Mario Belougi dan Linda Rahman kalah dari pasangan petahana Rusdi Mastura dan Anwar Hafid.

===Kehidupan pribadi===
J. Mario Belougi menikah dan memiliki dua putri; Wanda Belougi (2002) dan Melani Belougi (2004), serta seorang putra; Ayyas Belougi (2012).

===Lihat pula===
*[[Daftar tokoh Indonesia]]
*[[Daftar tokoh Sulawesi Utara]]

Revisi per 22 Februari 2023 14.33

J. Mario Belougi

Jouhard Mario Belougi (lahir 5 Mei 1975) adalah seorang aktivis dan politisi Indonesia asal Sulawesi Utara, yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Ampera sejak 5 Mei 2025.


J. Mario Belougi
Lahir5 Mei 1975 (umur 49)
Manado, Sulawesi Utara
Tempat tinggalPoso, Sulawesi Tengah
PendidikanStudi Politik Akar Rumput (1990-an; Nonformal)
PekerjaanPegiat sosial
JabatanKetua Pendamping Belougi Foundation
Suami/istri Dorcas L. Coloay (Almh)
Anak3
PenghargaanDr. (H.C.) dari Universitas Tadulako (2025)
Prof. (H.C.) dari University of Mindanao (2028)

Kehidupan awal

J. Mario Belougi menjalani kehidupan awal di pinggiran Kota Manado, Sulawesi Utara. Pada tahun 1980, Belougi ikut kerabatnya pindah ke Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, di sini awal mula Belougi mengenal kehidupan jalanan dan berafiliasi dengan komunitas arus bawah, Ia mengawali kariernya sebagai pegiat sosial pada awal 1990-an.

Awal karier

Belougi mengawali kariernya sebagai pegiat sosia dengan menjadi aktivis jalanan di Kota Ujung Pandang pada awal 1990-an. Ia bersama rekan-tekannya mendirikan komunitas jalanan "Anak Republik" dan menjadikan halaman parkir Benteng Rotterdam Ujung Pandang sebagai rumah pergerakan. Kehidupan jalanan yang keras membentuk Belougi menjadi sosok yang peduli terhadap isu sosial dan kemanusiaan. Ia ikut dalam gerakan penyelamatan rakyat miskin kota dan perlindungan cagar budaya tahun 1990, yang kemudian dikenal dengan gerakan Save Our Makassar. Sejak awal Belougi menunjukkan sikap kontra terhadap oligarki, Ia berkali-kali ditahan oleh pihak berwajib atas sikapnya menolak diskriminasi dan intimidasi terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sosoknya yang inspiratif dan peduli membuat tokoh aktivis Indonesia asal Sulawesi Selatan, Zohra Andi Baso mendidik Belougi ke dunia aktivisme.

Solidaritas untuk demokrasi

Perjalanan karier Belougi banyak terinspirasi dari tokoh-tokoh aktivis seperti Abdul Nasser, George Aditjondro dan Wangari Maathai. Pada tahun 1994, George Aditjondro merekomendasi Belougi untuk bergabung dengan sebuah lembaga swadaya masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, di sini Belougi banyak terlibat diskusi bersama Studi Politik Akar Rumput (Grassroots Political Studies), sebuah lembaga nonformal yang dibangun pegiat sosial di pedalaman Sulawesi pada tahun 1990-an untuk mengawal pembangunan demokrasi dan politik di daerah tertinggal.

Pada tahun 1995, Belougi gaungkan gerakan moral untuk demokrasi (The Moral Movement for Democracy) dengan merubah pola pikir masyarakat dari belenggu aristokrasi menjadi pro-demokrasi melalui gerakan akar rumput yang didukung sejumlah lembaga yang berbasis di pedalaman dalam menolak dogmatisme pemerintah yang mengurung kebebasan dan merampas hak-hak dasar rakyat dalam demokrasi dan politik.

Setelah situasi politik mulai bergejolak tahun 1996, Belougi menghimpun tokoh-tokoh pergerakan arus bawah di daerah-daerah untuk bergabung bersama Partai Uni Demokrasi Indonesia yang diketuai oleh tokoh pergerakan Dr. Sri Bintang Pamungkas. Pada masa kampanye Pemilu 1997, untuk kesekian kalinya Belougi ditahan oleh pihak berwajib atas sikap kritisnya terhadap kejahatan politik yang sarat rekayasa dan membohongi rakyat, hal ini terkait sikap pemerintah yang tidak mengakui keberadaan Partai Uni Demokrasi Indonesia sebagai partai politik di Indonesia, menganulir kepemimpinan Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum Partai Demokrasi Indonesia serta mengacaukan kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan. Isu kejahatan politik yang dilancarkan Belougi terhadap pemerintah berdampak pada tingginya angka golput pada Pemilu 1997 serta menjadi bagian lahirnya pergolakan di berbagai daerah hingga berakhirnya rezim otoriter di Indonesia tahun 1998.

Pada masa pemerintahan Presiden B. J. Habibie, Belougi melakukan aktivisme di pedalaman daerah konflik Timor Timur, Belougi banyak menyoroti masalah demokrasi dan hak asasi manusia, Ia dikabarkan menjadi korban dalam serangan Pembantaian Gereja Katolik Liquica tahun 1999. Belougi disinyalir memiliki akses dengan salah satu agen rahasia tentang data kejahatan politik dan kemanusiaan di Timor Timur yang bakal dipertaruhkan pegiat hak asasi manusia di Mahkamah Pidana Internasional. Kantor berita Australian Associated Press (AAP) dan BBC London menyebut peristiwa Liquica menelan korban jiwa 200 orang lebih dari Umat Katolik.

Gagasan dan tantangan

Pada tahun 2000, Belougi bersama Dorcas L. Coloay, Rudolf Oscar Kandou dan Rulie Langoru mendirikan Belougi Center Institute yang fokus terhadap isu sosial dan kemanusiaan terutama lingkungan dan pendidikan. Pada hari lingkungan 5 Juni 2000, Belougi promosikan gerakan perawatan pulau-pulau terluar dalam kampanye kedaulatan lingkungan dan perlindungan masyarakat adat dari kejahatan kemanusian, yang mengambil titik nol di Pulau Benggala, Aceh sebagai Pilot Project, dengan melibatkan anak-anak muda Aceh yang putus sekolah sebagai fasilitator. Kegiatan ini menjadi kontroversi setelah beredarnya foto-foto Belougi terlibat pembicaraan serius dengan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Hasan Tiro di suatu tempat yang tidak diketahui. GAM disinyalir berlindung dibalik kegiatan tersebut untuk memasok logistik ke pedalaman Aceh, dan membuat pihak militer Indonesia mengusir Belougi dan rekan-rekannya keluar dari Aceh pada Februari 2001.

Sosok Belougi kembali menjadi sorotan publik setelah namanya dikaitkan sebagai otak pelaku Insiden Pengibaran Bendera Filipina di Pulau Miangas tahun 2005, hal ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang mengabaikan kedaulatan lingkungan, demokrasi dan hak asasi manusia yang berdampak pada kesenjangan sosial dan ekonomi rakyat di pulau-pulau terluar, insiden tersebut mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia dengan membangun infrastruktur dan fasilitas umum seperti bandara dan pelabuhan, serta memberi status kewarganegaraan (WNI) untuk pemenuhan hak-hak warga di pulau terluar.

Melalui pendekatan Adaptive, Collaborative and Caring (ACC), Belougi merangkul lembaga lokal yang berbasis di pelosok sebagai pendamping untuk merawat kearifan lokal dan melawan politik transaksional dari pelaku industrial moderen yang dimotori kaum kapitalis serta mendorong semua pihak bekerjasama dengan masyarakat adat dalam mewujudkan pembangunan demokrasi multikultural dan desentralisasi untuk menciptakan masyarakat demokratis secara kultural dan struktura yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pendiri The Green Belt Movement dan penerima Nobel Perdamaian bidang lingkungan dan politik 2005, Wangari Maathai merekomendasikan gagasan tersebut menjadi bagian dari kampanye internasional dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat di New York, Amerika Serikat tahun 2007.

Gerakan akar rumput yang dimotori Belougi dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan melalui sinergitas kedaulatan lingkungan, demokrasi dan politik terus mendapat tantangan dari mafia politik dan politik mafia, dan menjadi musuh terselubung kaum kapitalis dan oligarki, hal ini membuat gagasan dan aktivitas Belougi kurang populer di dan dianggap sebagai proyek gagal di Indonesia.

Partisipasi dalam politik

J. Mario Belougi pertama kali mengenal dunia politik dengan bergabung bersama Partai Uni Demokrasi Indonesia sejak tahun 1996. Setelah partai tersebut gagal meraih suara pada Pemilu 1999, Belougi menggunakan hak politiknya secara independen selama dua puluh lima tahun.

Pada Pilkada serentak 2024, J. Mario Belougi bersama Linda Rachman mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur dan calon wakil Gubernur Sulawesi Tengah 2024-2029 lewat jalur perseorangan, dalam Pilkada tersebut, J. Mario Belougi dan Linda Rahman kalah dari pasangan petahana Rusdi Mastura dan Anwar Hafid.

Kehidupan pribadi

J. Mario Belougi menikah dan memiliki dua putri; Wanda Belougi (2002) dan Melani Belougi (2004), serta seorang putra; Ayyas Belougi (2012).

Lihat pula