Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi
Baris 130: | Baris 130: | ||
Bagi Muhammadiyah, keadaan ini sangat menguntungkan. Fitnahan terhadap Muhammadiyah yang terus jalan harus diimbangi dengan upaya mengikisnya. Soekarno sendiri sadar bahwa Muhammadiyah pada masa itu senafas dan seirama dengan Masyumi, namun ia tetap membutuhkan kehadiran Muhammadiyah. Bahkan Soekarno sepertinya semakin menyukainya untuk ''balance of power policy'' (PP. Muhammadiyah, t.t., halaman 6). Iktikad baik Soekarno ini menunjukkan bahwa dirinya sangat memerlukan kehadiran Muhammadiyah untuk mengimbangi keberadaan PNI, NU, dan PKI yang dirasanya lebih dekat. |
Bagi Muhammadiyah, keadaan ini sangat menguntungkan. Fitnahan terhadap Muhammadiyah yang terus jalan harus diimbangi dengan upaya mengikisnya. Soekarno sendiri sadar bahwa Muhammadiyah pada masa itu senafas dan seirama dengan Masyumi, namun ia tetap membutuhkan kehadiran Muhammadiyah. Bahkan Soekarno sepertinya semakin menyukainya untuk ''balance of power policy'' (PP. Muhammadiyah, t.t., halaman 6). Iktikad baik Soekarno ini menunjukkan bahwa dirinya sangat memerlukan kehadiran Muhammadiyah untuk mengimbangi keberadaan PNI, NU, dan PKI yang dirasanya lebih dekat. |
||
Nasehat-nasehat politik yang diberikan Badawi sangat berbobot dipandang dari kacamata Islam. Secara relatif KHA. Badawi bisa mengendalikan Presiden Soekarno agar tidak terseret terlalu jauh oleh pengaruh komunis yang menggerogotinya. Siraman rohani kepada Soekarno disampaikan oleh Kiai Badawi tidak terikat oleh ruang dan waktu. Di mana ada kesempatan, Kiai Badawi memberikan nasehatnya kepada Presiden. |
Nasehat-nasehat politik yang diberikan Badawi sangat berbobot dipandang dari kacamata Islam. Secara relatif KHA. Badawi bisa mengendalikan Presiden Soekarno agar tidak terseret terlalu jauh oleh pengaruh komunis yang menggerogotinya. Siraman rohani kepada Soekarno disampaikan oleh Kiai Badawi tidak terikat oleh ruang dan waktu. Di mana ada kesempatan, Kiai Badawi memberikan nasehatnya kepada Presiden.[https://muhammadiyah.or.id/kh-ahmad-badawi-ketua-1962-1965/] |
||
Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpak G.30 S/PKI. |
Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpak G.30 S/PKI. |
Revisi per 3 Juni 2023 11.48
محمدية | |
Tanggal pendirian | 18 November 1912 |
---|---|
Pendiri | K.H. Ahmad Dahlan |
Didirikan di | Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hindia Belanda |
Tipe | Organisasi keagamaan |
Tujuan | Sosial-keagamaan, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan |
Kantor pusat |
|
Wilayah layanan | Asia Tenggara |
Jumlah anggota | 60.000.000 kader |
Haedar Nashir | |
Sekretaris Jenderal | Abdul Mu’ti |
Afiliasi | Modernisme Islam (Islam Sunni)[2] |
Situs web | muhammadiyah |
Muhammadiyah (bahasa Arab: محمدية, translit. muḥammadiyyah, har. 'pengikut Muhammad'); secara resmi bernama Persyarikatan Muhammadiyah, adalah sebuah organisasi Islam non-pemerintah di Indonesia dan salah satu yang terbesar di negara itu.[3] Organisasi ini didirikan pada tahun 1912 oleh Ahmad Dahlan di Kota Yogyakarta sebagai gerakan sosial-keagamaan Islah, yang menganjurkan dibukanya keran ijtihad sebagai bentuk penyesuaian detail hukum Islam dengan perkembangan jaman dengan Ideologi mengedepankan Pancasila di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini merupakan antitesis dari pemikiran kebanyakan muslim di masa kolonial yang mencukupkan diri dengan ijtihad ulama 4 mazhab dan menutup diri dari kemungkinan pembaharuan ijtihad.[4]
Muhammadiyah memainkan peran penting dalam perluasan doktrin teologis salafi di Indonesia.[5] Salafiyah merupakan gerakan reformasi di dalam Islam Sunni.[6]. Sejak didirikan, Muhammadiyah telah mengadopsi platform reformis yang memadukan pendidikan agama dan pendidikan modern,[7] terutama sebagai cara untuk mempromosikan mobilitas Muslim ke atas menuju komunitas 'modern' dan untuk memurnikan Islam Indonesia dari praktik sinkretis lokal.[7] Sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah masih terus mendukung budaya lokal dan mempromosikan toleransi beragama di Indonesia, sementara beberapa perguruan tinggi sebagian besar dimasuki oleh non-Muslim, terutama di provinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua. Kelompok ini juga menjalankan rantai besar rumah sakit amal,[3] dan mengoperasikan 162 perguruan tinggi hingga saat ini.[8]
Pada tahun 2019, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 60 juta anggota.[4] Meskipun para pemimpin dan anggota Muhammadiyah sering terlibat aktif dalam membentuk politik di Indonesia meskipun Muhammadiyah bukanlah sebuah partai politik. Muhammadiyah lebih mengabdikan dirinya untuk kegiatan sosial dan pendidikan.[9][10]
Sejarah
Pada tanggal 18 November 1912 (8 Zulhijah 1330 H), Ahmad Dahlan—pejabat pengadilan Keraton Yogyakarta[11][12] dan seorang Ulama Muslim terpelajar lulusan dari Makkah—mendirikan organisasi Muhammadiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ada beberapa motif yang melatarbelakangi berdirinya gerakan ini. Di antara yang penting adalah keterbelakangan masyarakat Muslim, banyaknya muslim yang masih menyukai klenik dan banyaknya Kristenisasi di kawasan penduduk miskin. Ahmad Dahlan, yang banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad Abduh, menganggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi agama. Oleh karena itu, sejak awal Muhammadiyah sangat perhatian dalam memelihara tauhid dan menyempurnakan monoteisme di masyarakat.
Dari tahun 1913 hingga 1918, Muhammadiyah mendirikan lima sekolah Islam. Pada tahun 1919 sebuah sekolah menengah Islam, Hooge School Muhammadiyah didirikan.[13] Dalam mendirikan sekolah, Muhammadiyah menerima bantuan yang signifikan dari Boedi Oetomo, sebuah gerakan nasionalis penting di Indonesia pada paruh pertama abad kedua puluh, yang menyediakan guru.[14] Muhammadiyah pada umumnya menghindari politik. Tidak seperti mitra tradisionalisnya, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Muhammadiyah tidak pernah membentuk partai politik. Sejak didirikan, ia telah mengabdikan dirinya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).[15] Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912–1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.
Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah hanya memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di Surabaya dan Yogyakarta.[16] Setelah Abdul Karim Amrullah memperkenalkan organisasi kepada etnis Minangkabau, sebuah komunitas Muslim yang dinamis, Muhammadiyah berkembang pesat. Pada tahun 1938, organisasi tersebut mengklaim 250.000 anggota, mengelola 834 masjid, 31 perpustakaan, 1.774 sekolah, dan 7.630 ulama. Pedagang Minangkabau menyebarkan organisasi ke seluruh Indonesia.[17]
Selama pergolakan dan kekerasan politik 1965–1966, Muhammadiyah menyatakan bahwa pemusnahan Partai Komunis Indonesia merupakan Perang Jihad, pandangan yang didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.[18] (Lihat juga: Pembantaian di Indonesia 1965–1966). Selama peristiwa seputar jatuhnya Presiden Soeharto tahun 1998, beberapa bagian Muhammadiyah mendesak pimpinan untuk membentuk sebuah partai. Oleh karena itu, pimpinan, termasuk ketua Muhammadiyah, Amien Rais, mendirikan Partai Amanat Nasional. Meski mendapat dukungan besar dari anggota Muhammadiyah, partai ini tidak memiliki hubungan resmi dengan Muhammadiyah. Pimpinan Muhammadiyah mengatakan anggota organisasinya bebas untuk bersekutu dengan partai politik pilihan mereka, asalkan partai tersebut memiliki nilai-nilai yang sama dengan Muhammadiyah.[19]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha K.H. Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam penerbitan majalah Suara Muhammadiyah pada 1915,[20][21] pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang dikenal dengan Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan Letjend S. Parman 68, Patangpuluhan, Wirobrajan dan Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta khusus perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya sekarang menjadi Sekolah Kader Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Muhammadiyah Masa ke Masa
Periode Kepemimpinan Ahmad Dahlan
Periode Kepemimpinan K.H. Ibrahim (1923 – 1932)
Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Periode Kepemimpinan K.H. Hisyam (1932 – 1936)
Bidang pendidikan mendapat perhatian yang besar. Diadakan juga penertiban dan pemantaban administrasi organisasi, jadi Muhammadiyah lebih kuat dan lincah.
Periode Kepemimpinan K.H. Mas Mansur (1936 – 1942)
Pengukuhan kembali hidup beragama dan penegasan paham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya pengaktifan Majelis Tarjih yang mampu merumuskan “Masalah Lima” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “Langkah Dua Belas”:
a. Memperdalam masuknya Iman.
b. Memperbuahkan paham agama.
c. Memperbuahkan budi pekerti.
d. Menuntun amal intiqad.
e. Menguatkan persatuan.
f. Menegakkan keadilan.
g. Melakukan kebijaksanaan.
h. Menguatkan Majelis Tanwir.
i. Mengadakan konferensi bagian.
j. Mempermusyawaratkan putusan.
k. Mengawasi gerakan jalan.
l. Mempersambungkan gerakan luar.
Kepemimpinan Ki Bagus Hadi Kusumo
Jepang memberi ruang gerak yang sempit terhadap Muhammadiyah. Ki Bagus Hadikusumo mampu mempertahankan misi pergerakan Muhammadiyah. Periodenya tahun 1942 – 1953, kondisi politik masih masa transisi Belanda ke Jepang.
Tahun 1944 Muhammadiyah mengadakan Muktamar darurat di Yogyakarta. Di masa pendudukan Jepang yang Fasis, Ki Bagus Hadikusumo selain memimpin Muhammadiyah juga digunakan untuk memikirkan nasib bangsa.
Beliau dengan gigih menentang instruksi “Sei Kerei” dari Jepang. Sei Kerei adalah membungkukkan badan ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”. Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.
Selaku Ketua PP Muhammadiyah, terpanggil menyelamatkan generasi Muslim Indonesia dari syirik itu.
Melalui debat yang seru dengan Pemerintah Jepang, akhirnya pemerintah Jepang memberikan dispensasi. Khusus bagi semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan upacara Sei Kerei. Ki Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan Penasehat Pusat) buatan Jepang.
Memasuki masa orde lama awal, Persyarikatan Muhammadiyah masih berada dibawah kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo. Beliau menjabat ketua umum PP Muhammadiyah sejak tahun 1942 sampai 1953.
Muhammadiyah ikut mendirikan Pasukan Hizbullah Sabilillah, Majelis Syurau Muslimin Indonesia (Masjumi) pengganti MIAI, dan mendirikan Asykar Perang Sabil (APS). Ketika opsir Jepang mewakili Indonesia bagian Timur minta penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang sudah disepakati untuk pembukaan UUD 1945, dan mengancam akan memisahkan diri dari RI, maka ki Bagus Hadikusuma mencarikan solusi dengan mengganti dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pada Sidang Tanwir 1951 di Yogyakarta, diputuskan antara lain, Muhammadiyah tetap konsisten tidak akan berubah menjadi partai politik, “Sekali Muhammadiyah Tetap Muhammadiyah”. Selain itu juga menetapkan batas-batas otonomi Aisyiyah.
Pada Sidang Tanwir di Bandung tahun 1952, ditetapkan mempertahankan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Partai Masjumi, dan mengadakan peremajaan dilingkungan Muhammadiyah. Pada Sidang Tanwir di Solo, 1953, diputuskan anggota Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang berdasarkan Islam.
Periode Kepemimpinan AR Sutan Mansur (1953-1959)
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Yogyakarta, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.
Tercatat selama masa kepemimpinannya dua periode (1953-1959) dia berhasil merumuskan khittah (garis perjuangan) Muhammadiyah. Antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadlu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri tauladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader handal.
Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia misalnya tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu'iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Karenanya HPT menurut dia tidak mengikat anggota Muhammadiyah.[22]
Periode Kepemimpinan H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)
Muhammad Yunus Anis dipercaya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiah tahun periode 1959 hingga 1962. Muhammad Yunus Anis adalah salah satu tokoh pembaharu Muhammadiyah pada periodenya. Prinsip beliau beragama hanyalah satu yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber kebenaran beragama. Dari hal tersebut tercerminlah perilaku beliau yang senantiasa menolak kebatilan dan kemungkaran.[23]
Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)
K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya agar tidak dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno tahun 1965.[24]
Citra politik Muhammadiyah pada masa kepemimpinan Badawi memang sedang tersudut, karena banyaknya anggota Muhammadiyah yang menjadi anggota dan pengurus Masyumi yang saat itu sedang menjadi target penghancuran oleh rezim Orde Lama. Citra ini memang sengaja dihembus-hembuskan oleh PKI, bahwa Muhammadiyah dituduh anti-Pancasila, anti-NASAKOM, dan pewaris DI/TII. Muhammadiyah pada saat itu berhadapan dengan adanya banyak tekanan politik masa Orde Lama.
Menghadapi realitas politik seperti itu, Muhammadiyah akhirnya dipaksa berhadapan dengan urusan-urusan politik praktis. Muhammadiyah sendiri kurang leluasa dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan sistem politik yang dibangun Orde Lama. Akhirnya, Muhammadiyah mengambil kebijakan politik untuk turut serta terlibat dalam urusan-urusan kenegaraan. Meski demikian, realitas menunjukkan bahwa Muhammadiyah hanya mampu mengerem laju pengaruh komunis di masa Orde Lama yang kurang mengedepankan nilai agama dan moralitas bangsa.
Kebijakan Muhammadiyah seperti itu akhirnya membawa kedekatan Badawi dengan Presiden Soekarno. Semenjak 1963, Badawi diangkat menjadi Penasehat Pribadi Presiden di bidang agama. Perlu diperhatikan bahwa kedekatan Badawi dengan Soekarno bukan untuk mencari muka Muhammadiyah di mata Presiden. KHA. Badawi sangat bijak dan pintar dalam melobi Presiden dengan nuansa agamis. KHA. Badawi tidak menjilat atau menjadi antek Soekarno, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh lain. Ia memiliki prinsip agama yang kuat, sehingga Muhammadiyah mengamanatkan kepadanya untuk mendekati Soekarno. Kedekatan ini juga dirasakan oleh Soekarno, bahwa dirinya sangat memerlukan nasehat-nasehat agama. Oleh karenanya, bila KHA. Badawi memberikan masukan-masukan yang disampaikan secara bijak, Soekarno sangat memperhatikannya. Bahkan para menterinya pun diminta turut memperhatikan fatwa Kiai Badawi.
Bagi Muhammadiyah, keadaan ini sangat menguntungkan. Fitnahan terhadap Muhammadiyah yang terus jalan harus diimbangi dengan upaya mengikisnya. Soekarno sendiri sadar bahwa Muhammadiyah pada masa itu senafas dan seirama dengan Masyumi, namun ia tetap membutuhkan kehadiran Muhammadiyah. Bahkan Soekarno sepertinya semakin menyukainya untuk balance of power policy (PP. Muhammadiyah, t.t., halaman 6). Iktikad baik Soekarno ini menunjukkan bahwa dirinya sangat memerlukan kehadiran Muhammadiyah untuk mengimbangi keberadaan PNI, NU, dan PKI yang dirasanya lebih dekat.
Nasehat-nasehat politik yang diberikan Badawi sangat berbobot dipandang dari kacamata Islam. Secara relatif KHA. Badawi bisa mengendalikan Presiden Soekarno agar tidak terseret terlalu jauh oleh pengaruh komunis yang menggerogotinya. Siraman rohani kepada Soekarno disampaikan oleh Kiai Badawi tidak terikat oleh ruang dan waktu. Di mana ada kesempatan, Kiai Badawi memberikan nasehatnya kepada Presiden.[1]
Pada saatnya berhadapan dengan PKI, KHA Badawi dengan tegas menyatakan bahwa “Membubarkan PKI adalah ibadah”. Pada saat PKI berontak tahun 1965, Muhammadiyah telah siap menghadapinya dengan Tapak Suci (1963) dan pasukan KOKAM (1964), sehingga Muhammadiyah ikut aktif bersama pemerintah yang anti komunis untuk menumpak G.30 S/PKI.
Oleh pemerintah Muhammadiyah diberikan fungsi politik dapat duduk dalam DPR GR dan MPRS, dan para fungsionarisnya juga ada yang didudukkan dalam eksekutif. Namun kemudian, setelah situasi mereda, Muhammadiyah kembai pada khittahnya semula sebagai organisasi sosial keagamaan.
Doktrin
Doktrin sentral Muhammadiyah adalah Islam Sunni (ahlussunnah wal-jama'ah). Namun, organisasi ini menekankan otoritas al-Qur'an dan Hadis sebagai hukum Islam tertinggi yang berfungsi sebagai dasar yang sah dari interpretasi keyakinan agama dan praktik. Ini kontras dengan praktik tradisional dengan ditanamkannya hukum syariah dalam mazhab-mazhab agama oleh para ulama. Fokus utama gerakan Muhammadiyah adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab moral masyarakat, menyucikan iman mereka ke Islam yang benar. Secara teologis, Muhammadiyah menganut doktrin Salafiyah; menyerukan secara langsung kembali ke al-Qur'an dan Sunnah dan pemahaman para imam-imam Salaf (generasi awal), termasuk eponim dari empat Mazhab Sunni. Ini menganjurkan pemurnian iman dari berbagai adat istiadat setempat yang mereka anggap sebagai bentuk takhayul, sesat, dan syirik. Muhammadiyah secara langsung menelusuri warisan keilmuannya pada ajaran Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M / 1354 H), Muhammad bin 'Abdul Wahhab (w. 1792 / 1206 H), dan para teolog abad pertengahan seperti Ahmad Ibnu Taimiyyah (w. 1328 M / 728 H) dan Ibnu Qayyim (w. 1350 / 751 H).[25][26]
Muhammadiyah sangat menentang sinkretisme Islam dengan animisme (pemujaan roh) pada zaman sejarah penyebaran Islam di Nusantara dan tidak mengakui unsur Hindu-Buddha dan kepercayaan lokal yang tersebar di kalangan masyarakat dari masa pra-Islam. Muhammadiyah juga menentang tradisi Sufisme yang memungkinkan seorang pemimpin sufi menjadi otoritas formal atas umat Islam. Pada tahun 2006, organisasi tersebut dikatakan telah "belok tajam ke arah Islam yang lebih konservatif" di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin ketua Majelis Ulama Indonesia.[27] Namun, beberapa faksi Muhammadiyah cenderung mendukung gerakan modernis dari Muhammad 'Abduh daripada Doktrin Salafi dari Rasyīd Rîdá; yang dideskripsikan sebagai "kaku dan konservatif".[28]
Aktivitas
Muhammadiyah tercatat sebagai organisasi Reformisme adalah keyakinan bahwa perubahan secara bertahap melalui serta di dalam institusi yang ada, secara pasti dapat mengubah sistem ekonomi dan struktur politik fundamental masyarakat. Kegiatan utamanya adalah pengamalan dan pendidikan agama. Ia telah membangun sekolah Islam modern, berbeda dari pesantren tradisional. Beberapa sekolahnya juga terbuka untuk non-Muslim.[29] Pada tahun 2006 ada sekitar 5.754 sekolah milik Muhammadiyah.[30]
Muhammadiyah juga berfungsi sebagai organisasi amal yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Pada 2016, memiliki beberapa ratus klinik dan rumah sakit nirlaba di seluruh Indonesia.[3] Pada 2006, aktif mengkampanyekan bahaya flu burung di Indonesia.[31]
Organisasi
Kelembagaan
- Pimpinan Pusat, Kantor pengurus pusat Muhammadiyah awalnya berada di Yogyakarta. Namun pada tahun 1970, komite-komite pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan berpindah ke kantor di ibu kota Jakarta.[32] Struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2010–2015 terdiri dari lima orang penasihat, seorang ketua umum yang dibantu dua belas orang ketua lainnya, seorang sekretaris umum dengan dua anggota, seorang bendahara umum dengan seorang anggotanya.
- Pimpinan Wilayah, setingkat provinsi, terdapat 33 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
- Pimpinan Daerah, setingkat kabupaten/kota.
- Pimpinan Cabang, setingkat kecamatan.
- Pimpinan Ranting, setingkat pedesaan/kelurahan/dusun.
- Pimpinan Cabang Istimewa, untuk luar negeri.
Pembantu Pimpinan Persyarikatan
- Majelis
- Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT)
- Majelis Tabligh (MT)
- Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (DIKTILITBANG)
- Majelis Pendidikan Dasar, Menengah dan Pendidikan Nonformal (MPDM-NF)
- Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPK-SDI)
- Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS)
- Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata (MEBP)
- Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
- Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
- Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
- Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
- Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH)
- Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW)
- Lembaga
- Lembaga Pengembangan Cabang/Ranting dan Pembinaan Masjid (LPCR-PM)
- Lembaga Pengembangan Pesantren (LPP)
- Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS)
- Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan (LPPK)
- Lembaga Seni Budaya (LSB)
- Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) / Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC)
- Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu)
- Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP)
- Lembaga Pengembangan Olahraga (LPO)
- Lembaga Hubungan dan Kerja Sama International (LHKSI)
- Lembaga Dakwah Komunitas (LDK)
- Lembaga Pemeriksaan Halal dan Kajian Halalan Thayyiban (LPH-KHT)
- Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU)
- Biro
- Biro Pengembangan Organisasi (BPO)
- Biro Pengelolaan Keuangan (BPK)
- Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum (BKPU)
Organisasi otonom
Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom, yaitu:[33]
- 'Aisyiyah (Wanita Muhammadiyah)
- Pemuda Muhammadiyah (PM)
- Nasyiatul Aisyiyah (NA/Puteri Muhammadiyah)
- Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
- Hizbul Wathan (Gerakan kepanduan)
- Tapak Suci Putera Muhammadiyah (Perguruan silat/Putera Muhammadiyah)
Komunitas/Gerakan Kultural
- Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), Pemuda Muhammadiyah
- Kader Hijau Muhammadiyah (KHM)
- Eco Bhinneka Muhammadiyah
- Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana) Diarsipkan 2022-07-03 di Wayback Machine., Universitas Muhammadiyah Malang
- Relawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
- Mahasiswa Tanggap Bencana (Matana), Universitas Muhammadiyah Surabaya
- Search & Rescue Mapala Muhammadiyah Indonesia (SARMMI)
- Green Muhammadiyah
Badan Khusus
- Pusat Syiar Digital Muhammadiyah (PSDM)
- Muhammadiyah Aid
- Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC)
Cabang Istimewa Luar Negeri
- Benua Asia
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Pakistan (2004)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Iran (2005)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia (2007)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Jepang (2008)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Irak (2009)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Yordania (2010)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Taiwan (2014)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok (2015)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Korea Selatan (2016)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Arab Saudi (2017)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah India (2018)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Yaman (2019)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Thailand (2021)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Kuwait (2022)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Timor Leste (2023)
- Benua Eropa
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Belanda (2006)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Jerman Raya (2007)[a]
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Prancis (2007)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya (2009)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Rusia (2012)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Turki (2016)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Spanyol (2020)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Hungaria (2021)
- Benua Afrika
- Benua Amerika
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Amerika Serikat (2008)
- Benua Australia & Oseania
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Australia (2007)
- Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Selandia Baru (2023)
Sister Organisasi (SO)
- Muhammadiyah Filipina
- Muhammadiyah Vietnam
- Muhammadiyah Kamboja
- Muhammadiyah Nigeria
- Muhammadiyah Uganda
- Muhammadiyah Singapura
- Muhammadiyah Mauritius
- Muhammadiyah Laos
- Muhammadiyah Brunei Darussalam
- Muhammadiyah Lebanon
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Amal usaha
- Pendidikan[35]
- Sekolah luar biasa (SLB) Muhammadiyah berjumlah 71.
- TK/TPQ Muhammadiyah berjumlah 22.000.
- SD/MI Muhammadiyah berjumlah 2604.
- SMP/MTs Muhammadiyah berjumlah 1772.
- SMA/SMK/MA Muhammadiyah berjumlah 1143.
- Pondok Pesantren Muhammadiyah berjumlah 440.
- Perguruan Tinggi Muhammadiyah berjumlah 173.
- Kesehatan:
- Rumah Sakit Umum dan Bersalin Muhammadiyah/Aisyiyah berjumlah 120.
- Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 57.
- Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 120.
- Balai Pengobatan berjumlah 122.
- Apotek berjumlah 154.
- Klinik Kesehatan 248.
- Rehabilitasi Cacat 82.
- Sosial
- Panti Asuhan 384.
- Panti Jompo 54.
- Balai Kesejahteraan Sosial berjumlah 23.
- Santunan (keluarga, wreda/manula, kematian) berjumlah 30.
- BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah) berjumlah 378.
- Ekonomi
- Baitut Tamwil Muhammadiyah berjumlah 132.
- Perusahaan 27.
- Koperasi/Bank Syari'ah Muhammadiyah berjumlah 762.
- Agama
- Masjid berjumlah 11.473.
- Musholla berjumlah 8.725.
Catatan
- ^ Mencakup Jerman, Austria, Belgia, Luksemburg, Liechtenstein, Polandia, dan Swiss.[34]
Referensi
- ^ a b www
.muhammadiyah .or .id. "Kantor" - ^ Nashir M. Si, Dr. H Haidar (2015). MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT. Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102 Jawa Tengah – Indonesia: Muhammadiyah University Press. hlm. 94. ISBN 978-602-361-013-6.
From aqidah standpoints, Muhammadiyah may adhere Salafi , as stated by Tarjih in Himpinan Putusan Tarjih (wy: 11), that Muhammadiyah promotes the belief principles referring to the Salaf (al-fi rqat al-najat min al-Salaf).
- ^ a b c A. Jalil Hamid, Tackle the rising cost of living longer . New Straits Times, 30 October 2016. Accessed 1 November 2016.
- ^ a b "Muhammadiyah". Div. of Religion and Philosophy, St. Martin College, UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-14. Diakses tanggal 2008-08-28.
- ^ Muhtaroom, Ali (August 2017). "STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION". Ilmia Islam Futuria. 17 (1): 73–95 – via Research Gate.
organizations such as Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad has an important role in the development of Salafism in Indonesia.
- ^ https://rasindonews.wordpress.com/2022/05/12/7-perbedaan-islam-dan-islam-syiah/
- ^ a b Abu Zayd, Nasr (2006). Reformation of Islamic Thought. Amsterdam University Press. ISBN 9789053568286. Diakses tanggal 20 April 2016.
- ^ Pieternella van Doorn-Harder, WOMEN SHAPING ISLAM: Reading the Qu'ran in Indonesia, pg .95. Champaign: University of Illinois Press, 2010. ISBN 9780252092718
- ^ https://rasindonews.wordpress.com/2022/04/20/muhammadiyah-2/
- ^ https://rasindogroup.com/muhammadiyah/
- ^ Burhani (2005), hlm. 101.
- ^ Alfian (1989). hlm. 152. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan) - ^ "Short History of Persyarikatan Muhammadiyah". Muhammadiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-19. Diakses tanggal 2006-08-10.
- ^ Burhani (2010), hlm. 65-66
- ^ "Sejarah Singkat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-04. Diakses tanggal 2015-01-04.
- ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 356.
- ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan. hlm. 357.
- ^ Ricklefs (1991), hal. 288.
- ^ "Muhammadiyah Makes Overtures to Islamists". Indonesia Matters. Diakses tanggal 2006-08-10.
- ^ Administrator (2015-07-04). "Seabad 'Soeara Moehammadijah'". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-10-22.
- ^ Muhammad Yuanda Zara. "Suara Muhammadiyah dan Jurnalisme Kaum Modernis". tirto.id. Diakses tanggal 2020-10-22.
- ^ https://wiki-indonesia.club/wiki/Ahmad_Rasyid_Sutan_Mansur
- ^ https://www.kompasiana.com/nithanasution8794/55200339a33311182ab6772f/h-m-yunus-anis-sosok-pemimpin-yang-kaya-akan-pengalaman
- ^ http://sekolahmuonline.blogspot.com/2018/03/muhammadiyah-dari-masa-ke-masa.html
- ^ "Muhammadiyah Itu Golongan Ahlus Sunnah was Salafiyyah" [Muhammadiyah The Ahlus Sunnah was Salafiyyah]. Pwmu. 3 November 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 October 2021.
- ^ Muhtaroom, Ali (August 2017). "STUDY OF INDONESIAN MOSLEM RESPONSES ON SALAFYSHIA ISLAMIC EDUCATION TRANSNATIONAL INSTITUTION". Ilmia Islam Futuria. 17 (1): 73–95 – via Research Gate.
the development ofSalafi in Indonesia has inspired the emergence of anumber of organizations reformers of modern Islam in Indonesia. Organizationssuchas Muhammadiyah, Al-Irsyad,shared similar intentions to purify faith with the call back to the Quran and Sunnah, and leave many traditional customs that are claimed to be contaminated by heresy,tahayyul, and superstition... For Muhammadiyah, the purification of faith and the return to the Quran and Sunnah is an obligation... Muhammadiyah doctrine theology agrees with salafi, namely puritanist by going back to Al-Quran and As-Sunnah...
- ^ In Indonesia, Islam loves democracy| Michael Vatikiotis | New York Times |6 February 6, 2006
- ^ NASHIR, M. Si, DR. H. HAIDAR (2015). MUHAMMADIYAH: A REFORM MOVEMENT. Jl. A Yani Pabelan Tromol Pos 1 Kartasura Surakarta 57102, Jawa Tengah – Indonesia: Muhammadiyah University Press. hlm. 94. ISBN 978-602-361-013-6.
- ^ "USINDO Roundtable With the Muhammadiyah and Aisyiyah Delegation". The US-Indonesian Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 13, 2006. Diakses tanggal 2006-08-10.
- ^ "Muhammadiyah urged Governot to Set Model School". Tribun Timur. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2006-08-10.
- ^ "Muhammadiyah to help campaign on danger of avian flu". Antara. Diakses tanggal 2006-08-10.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Profil Muhammadiyah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-04. Diakses tanggal 2022-02-07.
- ^ "Autonomous Organizations". Muhammadiyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2006-08-10.
- ^ "Profil - PCIM Jerman Raya | Muhammadiyah". jerman-raya.muhammadiyah.or.id. Diakses tanggal 2023-03-12.
- ^ "Pusat Data Muhammadiyah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-11-26. Diakses tanggal 2011-11-15.
Bacaan lanjutan
- Djurdi, S. (2010). 1 abad Muhammadiyah. Penerbit Buku Kompas. ISBN 979-709-498-7.
- Alfian (1989). Muhammadiyah: the political behavior of a Muslim modernist organization under Dutch colonialism. Gadjah Mada University Press. ISBN 979-420-118-9.
- DAR! Mizan (2007). Komik Muhammadiyah. DAR! Mizan. ISBN 979-752-808-1.
- Official magazine
- Pacific Affairs, Vol. 27, No. 3 (Sep., 1954), pp. 255-263 Modern Islam in Indonesia: The Muhammadiyah After Independence
- Ali Shodiqin, Mochammad. 2014. "Muhammadiyah itu NU!: Dokumen Fiqh yang Terlupakan". Diarsipkan 2016-01-17 di Wayback Machine. Jakarta: NouraBooks.
- Burhani, Ahmad Najib. 2005. "Revealing the Neglected Missions: Some Comments on the Javanese Elements of Muhammadiyah Reformism." Studia Islamika, 12 (1): 101–129.
- Burhani, Ahmad Najib. 2010. Muhammadiyah Jawa. Jakarta: Al-Wasat.
- Peacock, J.L. (1978). Purifying the Faith: The Muhammadijah Movement in Indonesian Islam. Cummings Press.
- "Muhammadiyah". Div. of Religion and Philosophy, St. Martin College, UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-14. Diakses tanggal 2006-08-28.
- Ricklefs, M.C. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300. 2nd Edition, Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-333-57690-X
Lihat pula
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
- Ikatan Pelajar Muhammadiyah
- Pemuda Muhammadiyah
- Nasyiatul Aisyiyah
- Aisyiyah
- Tapak Suci Putera Muhammadiyah
- Hizbul Wathan
- Daftar perguruan tinggi Muhammadiyah
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi Muhammadiyah
- (Indonesia) Pusat data Muhammadiyah Diarsipkan 2011-11-26 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Situs web resmi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
- (Indonesia) Situs web resmi Ikatan Pelajar Muhammadiyah Diarsipkan 2019-07-19 di Wayback Machine.