Lompat ke isi

Malahayati: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 5°35′28.9″N 95°31′40.3″E / 5.591361°N 95.527861°E / 5.591361; 95.527861
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, removed stub tag
Yofangga (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Person
{{Infobox Person
| name = Malahayati
| name = Malahayati
| image =
| image = Keumalahayati-AI.jpg
| image_size = 175px
| image_size = 175px
| caption = Laksamana Keumala Hayati
| caption = Laksamana Keumala Hayati

Revisi per 13 Juni 2023 14.53

Malahayati
Berkas:Keumalahayati-AI.jpg
Laksamana Keumala Hayati
Lahir(1550-01-01)1 Januari 1550
Kesultanan Aceh Aceh Besar, Kesultanan Aceh
Meninggal30 Juni 1615(1615-06-30) (umur 65)
Kesultanan Aceh Aceh Besar, Kesultanan Aceh
Sebab meninggalGugur saat melindungi Teluk Krueng Raya dari serangan Portugis yang dipimpin Laksamana Martim Afonso De Castro
MakamKrueng Raya, Lamreh, Aceh Besar
5°35′28.9″N 95°31′40.3″E / 5.591361°N 95.527861°E / 5.591361; 95.527861
Nama lainKeumalahayati
KewarganegaraanKesultanan Aceh Kesultanan Aceh
AlmamaterAkademi Militer Ma'had Baitul Maqdis
Dikenal atas● Pejuang Perang Aceh,
Pahlawan Nasional Indonesia
Lawan politikVereenigde Oostindische Compagnie Belanda (VOC)
Portugis
Spanyol
Suami/istriLaksamana Zainal Abidin
Orang tuaLaksamana Mahmud Syah
KeluargaLaksamana Muhammad Said Syah (Kakek)
Sultan Salahuddin Syah (Buyut)

Keumalahayati, (01 Januari 1550 – 30 Juni 1615) adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.[1]

Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.[2]

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Dia mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati[3] Saat meninggal dunia, jasad Malahayati dikebumikan di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar.[4]

Pendidikan Angkatan Laut

Laksamana Malahayati dikenal juga dengan nama Keumalahayati. Ia dilahirkan di Aceh Besar pada tahun 1550. Pada masa kanak-kanak dan remaja ia mendapat pendidikan istana. Malahayati masih berkerabat dengan Sultan Aceh. Ayah dan kakeknya berbakti di Kesultanan Aceh sebagai Panglima Angkatan Laut. Dari situlah semangat kelautan Malahayati muncul. Ia kemudian mengikuti jejak ayah dan kakeknya dengan menempuh pendidikan militer jurusan angkatan laut di akademi Baitul Maqdis.[5]

Memimpin Inong Balee

Perjuangan Malahayati melawan penjajah dimulai setelah terjadinya pertempuran di Teluk Haru. Armada laut Kesultanan Aceh melawan armada Portugis. Pada pertempuran itu, Laksamana Zainal Abidin, suami Malahayati, gugur. Setelah ditinggal wafat oleh suaminya, Malahayati mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri dari janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan. Permintaan itu dikabulkan. Ia diangkat sebagai pemimpin pasukan Inong Balee dengan pangkat laksamana. Malahayati adalah perempuan Aceh pertama yang menyandang pangkat ini.[6]

Perjuangan Melawan Belanda

Laksamana Malahayati dan pasukannya bertugas melindungi pelabuhan pelabuhan dagang di Aceh. Pada tanggal 21 Juni 1599, Laksamana Malahayati berhadapan dengan kapal Belanda yang mencoba memaksakan kehendaknya. Laksamana Malahayati dan pasukannya tentu saja tidak dapat menerimanya. Mereka mengadakan perlawanan. Dalam peristiwa itu Cornelis de Houtman dan beberapa pelaut Belanda tewas. Frederick de Houtman, wakil komandan armada Belanda, ditangkap oleh pihak Aceh.[7]

Perundingan Damai

Laksamana Malahayati tidak hanya cakap di medan perang. Ia juga melakukan perundingan damai mewakili Sultan Aceh dengan pihak Belanda. Perundingan itu adalah upaya Belanda untuk melepaskan Frederick de Houtman yang ditangkap oleh Laksamana Malahayati. Perdamaian itu terwujud. Frederick de Houtman dilepaskan namun Belanda harus membayar ganti rugi kepada Kesultanan Aceh. Laksamana Malahayati juga menjadi orang yang menerima James Lancaster, duta utusan Ratu Elizabeth I dari Inggris.

Laksamana Malahayati meninggal dunia pada tahun 1615. Makamnya terletak di Desa Lamreh, Kecamatan Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar. Laksamana Malahayati mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 9 November 2017 bersama dengan 3 orang lainnya.[8][9]

Penghargaan

Makam Malahayati di bukit Krueng Raya, Aceh Besar

Selain dinamakan sebagai nama jalan di berbagai wilayah di Indonesia, nama Malahayati juga banyak diabadikan dalam berbagai hal.

  1. Pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar dinamakan dengan Pelabuhan Malahayati.[10]
  2. Salah satu kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali (fregat) kelas Fatahillah milik TNI Angkatan Laut yang dinamakan KRI Malahayati. Kapal perang ini dibuat di galangan kapal Wilton-Fijenoord, Schiedam, Belanda pada tahun 1980, khusus untuk TNI-AL.
  3. Dalam dunia pendidikan, terdapat Universitas Malahayati yang terdapat di Bandar Lampung.
  4. Sebuah serial film Laksamana Malahayati yang menceritakan riwayat hidup Malahayati telah dibuat pada tahun 2007.[11]
  5. Nama Malahayati juga dipakai oleh Ormas Nasional Demokrat sebagai nama divisi wanitanya dengan nama lengkap Garda Wanita Malahayati.[12]

Atas jasa-jasanya Pemerintah Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.[13][14]

Referensi

  1. ^ "Laksamana Keumalahayati". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-11. Diakses tanggal 2011-11-27. 
  2. ^ "Kronik Perempuan-perempuan Pejuang Aceh di Kalyanamedia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-17. Diakses tanggal 2007-05-31. 
  3. ^ "Laksamana Malahayati dan bangsa kita". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-26. Diakses tanggal 2011-11-27. 
  4. ^ Setyadi, Agus. "Jadi Pahlawan Nasional, Makam Laksamana Malahayati Bersolek". detikcom. Diakses tanggal 2019-11-06. 
  5. ^ Sukmana, Yoga. Asril, Sabrina, ed. "PROFIL PAHLAWAN: Malahayati, Laksmana Laut Perempuan Pertama di Dunia". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  6. ^ Insiroh, Ilusi. "Mengenal Sosok Laksamana Malahayati, Tempuh Pendidikan Militer hingga Dapat Gelar Pahlawan". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  7. ^ Raditya, Iswara N. "Cornelis de Houtman Tewas dalam Tikaman Rencong Malahayati". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  8. ^ "Malahayati, Laksamana Wanita Aceh Pertama di Dunia yang Juga Diplomat Ulung". Blog (dalam bahasa Inggris). 2017-12-07. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  9. ^ "Pahlawan Nasional: Laksamana Malahayati - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2020-04-27. 
  10. ^ "Pelabuhan Malahayati". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-19. Diakses tanggal 2011-11-27. 
  11. ^ Bakri. "Marcella Zalianty Produseri Film Laksamana Malahayati". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2019-11-06. 
  12. ^ Metro TV 19 Juli 2011, pukul 21.30
  13. ^ Nugroho, Bagus Prihantoro (9 November 2017). "Jokowi Tetapkan Laksamana Malahayati Jadi Pahlawan Nasional". detikcom. Diakses tanggal 9 November 2017. 
  14. ^ Afif. Andwika, Rizky, ed. "Melihat makam Laksamana Malahayati yang telah dipercantik". Merdeka.com. Diakses tanggal 2019-11-06.