Lompat ke isi

Sisingamangaraja XII: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kris Simbolon (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual gambar rusak VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: gambar rusak VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 26: Baris 26:
| death_place = [[Sionom Hudon Tonga, Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]], [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Dairi]]
| death_place = [[Sionom Hudon Tonga, Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]], [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Dairi]]
}}
}}
'''Si Singamangaraja XII''' dengan nama lengkap '''Patuan Bosar Sinambela''' [[Gelar (Batak)|ginoar]] '''Ompu Pulo Batu''' ({{lahirmati|[[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bakkara]]|18|2|1845|[[Sionom Hudon Tonga, Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]]|17|6|1907}}) adalah seorang raja di [[Tapanuli|Negeri Toba]] dan pejuang yang berperang melawan [[Belanda]]. Ia diangkat oleh pemerintah [[Indonesia]] sebagai [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.
'''Si Singamangaraja XII''' dengan nama lengkap '''Patuan Bosar Sinambela''' [[Gelar (Batak)|ginoar]] '''Ompu Pulo Batu''' ({{lahirmati|[[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bakkara]]|18|2|1845|[[Sionom Hudon Tonga, Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]]|17|6|1907}}) adalah seorang raja di [[Tapanuli|Negeri Toba]] dan pejuang yang berperang melawan [[Hindia Belanda|Belanda]]. Ia diangkat oleh pemerintah [[Indonesia]] sebagai [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.


Semula, ia dimakamkan di [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]], [[Kabupaten Tapanuli Utara|Tapanuli Utara]], lalu dipindahkan ke Soposurung, [[Balige, Toba|Balige]], [[Kabupaten Toba|Toba]] pada tahun 1953.<ref name="Sidjabat" />
Semula, ia dimakamkan di [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]], [[Kabupaten Tapanuli Utara|Tapanuli Utara]], lalu dipindahkan ke Soposurung, [[Balige, Toba|Balige]], [[Kabupaten Toba|Toba]] pada tahun 1953.<ref name="Sidjabat" />


== Nama dan gelar ==
== Nama dan gelar ==
Sisingamangaraja XII dilahirkan dengan nama Patuan Bosar Sinambela. Ia naik tahta sebagai pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, Sisingamangaraja XI yang bernama Raja Sohahuaon Sinambela. Sebagai seorang Singamangaraja, Patuan Bosar Sinambela juga berperan sebagai raja-imam. Dari Patuan Anggi Sinambela, Sisingamangaraja XII mendapatkan ''pahompu panggoaran'' bernama Pulo Batu Sinambela sehingga ia digelari sebagai Ompu Pulo Batu Sinambela. {{Citation needed|date=June 2013}}
Si Singamangaraja XII dilahirkan dengan nama Patuan Bosar Sinambela. Ia naik tahta sebagai pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, [[Si Singamangaraja XI|Si Singamangaraja X]]I yang bernama Raja Sohahuaon Sinambela. Sebagai seorang Singamangaraja, Patuan Bosar Sinambela juga berperan sebagai raja-imam. Dari Patuan Anggi Sinambela, Si Singamangaraja XII mendapatkan ''pahompu panggoaran'' bernama Pulo Batu Sinambela sehingga ia digelari sebagai Ompu Pulo Batu Sinambela.{{Citation needed|date=June 2013}}


== Asal ==
== Asal ==
Sisingamangaraja XII adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling di kawasan utara [[Sumatra]] untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.<ref>{{cite book|last =Brenner|first =J.F. von|authorlink =|coauthors =|title =Besuch bei den Kannibalen Sumatras: erste Durchquerung der unabhangigen Batak-Lande|publisher = Wurl|date =|location =Wurzburg|url =|doi =|isbn =|page =}}</ref> Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, [[Thomas Stamford Raffles]] menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] dan bahwa di [[Silindung]] terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{cite book|last =Raffles|first =Stamford|authorlink =|coauthors =|title =Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|year =1830|publisher = John Murray|location =London|url =https://archive.org/details/memoiroflifepubl00raff|doi =|isbn =|page =}}</ref>
Si Singamangaraja XII adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling di kawasan utara [[Sumatra]] untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.<ref>{{cite book|last =Brenner|first =J.F. von|authorlink =|coauthors =|title =Besuch bei den Kannibalen Sumatras: erste Durchquerung der unabhangigen Batak-Lande|publisher = Wurl|date =|location =Wurzburg|url =|doi =|isbn =|page =}}</ref> Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, [[Thomas Stamford Raffles]] menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Si Singamangaraja yang merupakan keturunan [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] dan bahwa di [[Silindung]] terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{cite book|last =Raffles|first =Stamford|authorlink =|coauthors =|title =Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|year =1830|publisher = John Murray|location =London|url =https://archive.org/details/memoiroflifepubl00raff|doi =|isbn =|page =}}</ref>


Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Pagaruyung melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{Cite book|last=Schrieke|first=Bertram Johannes Otto|date=1929|url=https://books.google.co.nz/books?id=13EcAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Tuanku+Barus%22&q=%22Tuanku+Barus%22&hl=id&redir_esc=y|title=The Effect of Western Influence on Native Civilisations in the Malay Archipelago|publisher=G. Kolff & Company|language=en}}</ref>
Sampai awal abad ke-20, Si Singamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Pagaruyung melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]].<ref>{{Cite book|last=Schrieke|first=Bertram Johannes Otto|date=1929|url=https://books.google.co.nz/books?id=13EcAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Tuanku+Barus%22&q=%22Tuanku+Barus%22&hl=id&redir_esc=y|title=The Effect of Western Influence on Native Civilisations in the Malay Archipelago|publisher=G. Kolff & Company|language=en}}</ref>


Sementara itu, sumber dari [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Pemerintah Daerah]] setempat menyebutkan bahwa dinasti Singamangaraja bermula dari salah satu keturunan [[Si Raja Oloan]]. Si Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni [[Naibaho]], [[Sihotang]], [[Bakkara]], [[Sinambela]], [[Sihite]], dan [[Simanullang]].
Sementara itu, sumber dari [[Kabupaten Humbang Hasundutan|pemerintah daerah]] setempat menyebutkan bahwa dinasti Singamangaraja bermula dari salah satu keturunan [[Si Raja Oloan]]. Si Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni [[Naibaho]], [[Sihotang]], [[Bakkara]], [[Sinambela]], [[Sihite]], dan [[Simanullang]].


Kemudian, Sinambela memiliki tiga orang putra, salah satunya adalah Raja Bona Ni Onan. Raja Bona Ni Onan menikah dengan seorang [[Pasaribu|boru Pasaribu]]. Anak dari Raja Bona Ni Onan adalah Raja Manghuntal yang kemudian mengawali dinasti Singamangaraja sebagai Sisingamangaraja I.<ref name=":0">Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>
Kemudian, Sinambela memiliki tiga orang putra, salah satunya adalah Raja Bona Ni Onan. Raja Bona Ni Onan menikah dengan seorang [[Pasaribu|boru Pasaribu]]. Anak dari Raja Bona Ni Onan adalah Raja Manghuntal yang kemudian mengawali dinasti Singamangaraja sebagai Si Singamangaraja I.<ref name=":0">Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978</ref>


== Penobatan ==
== Penobatan ==
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan dengan dimulainya ''open door policy'' (politik pintu terbuka) [[Belanda]] dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di [[Hindia Belanda]], dan yang tidak mau menandatangani ''Korte Verklaring'' (perjanjian pendek) di [[Sumatra]], terutama [[Kesultanan Aceh]] dan [[Tapanuli|Toba]], di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan [[Perang Batak|Perang Tapanuli]] yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.<ref name=":0" />
Penobatan Si Singamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan dengan dimulainya ''open door policy'' (politik pintu terbuka) [[Belanda]] dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di [[Hindia Belanda]], dan yang tidak mau menandatangani ''Korte Verklaring'' (perjanjian pendek) di [[Sumatra]], terutama [[Kesultanan Aceh]] dan [[Tapanuli|Toba]], di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan [[Perang Batak|Perang Tapanuli]] yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.<ref name=":0" />


== Perang melawan Belanda ==
== Perang melawan Belanda ==
{{Noref section|date=Desember 2021}}
{{Noref section|date=Desember 2021}}
Pada tahun 1824, seluruh wilayah koloni [[Inggris]] di [[Sumatra]] diberikan kepada [[Belanda]] melalui [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Perjanjian Inggris dan Belanda]] (''Anglo-Dutch Treaty of 1824'' ). Hal ini membuka peluang bagi [[Hindia Belanda]] untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasainya di Sumatra.
Pada tahun 1824, seluruh wilayah koloni [[Inggris]] di [[Sumatra]] diberikan kepada [[Belanda]] melalui [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Perjanjian Inggris dan Belanda]] (''Anglo-Dutch Treaty of 1824''). Hal ini membuka peluang bagi [[Hindia Belanda]] untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasainya di Sumatra.


Pada tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke [[Aceh]] melalui [[Perang Aceh]]. Kemudian, Belanda melanjutkan invasi ke [[Tapanuli|Tanah Batak]] pada 1878. Para raja kampung Batak (''huta'') yang beragama [[Kekristenan|Kristen]] menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak, sementara Raja Bangkara, Sisingamangaraja XII, yang memiliki hubungan dekat dengan [[Kesultanan Aceh]], menolak dan menyatakan perang.
Pada tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke [[Aceh]] melalui [[Perang Aceh]]. Kemudian, Belanda melanjutkan invasi ke [[Tapanuli|Tanah Batak]] pada 1878. Para raja kampung Batak (''huta'') yang beragama [[Kekristenan|Kristen]] menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak, sementara Raja Bangkara, Sisingamangaraja XII, yang memiliki hubungan dekat dengan [[Kesultanan Aceh]], menolak dan menyatakan perang.


Pada tahun 1877, [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|para misionaris]] di [[Silindung]] dan [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Bahal Batu]] meminta bantuan kepada Pemerintah Kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Sisingamangaraja XII. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda dan para misionaris sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tahun 1877, [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|para misionaris]] di [[Silindung]] dan [[Siborongborong, Tapanuli Utara|Bahal Batu]] meminta bantuan kepada Pemerintah Kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Si Singamangaraja XII. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda dan para misionaris sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.


Pada tanggal [[6 Februari]] [[1878]], pasukan Belanda tiba di [[Hutatoruan V, Tarutung, Tapanuli Utara|Pearaja]], tempat kediaman misionaris [[Ludwig Ingwer Nommensen|Ingwer Ludwig Nommensen]]. Kemudian, beserta misionaris Nommensen dan [[Simoneit]] sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan ''pulas'' ([[perang]]) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 6 Februari 1878, pasukan Belanda tiba di [[Hutatoruan V, Tarutung, Tapanuli Utara|Pearaja]], tempat kediaman misionaris [[Ludwig Ingwer Nommensen|Ingwer Ludwig Nommensen]]. Kemudian, beserta misionaris Nommensen dan [[Simoneit]] sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan ''pulas'' ([[perang]]) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.


Pada tanggal [[14 Maret]] [[1878]], datanglah [[Residen Boyle]] bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh [[Kolonel Engels]] sebanyak 250 orang [[Prajurit|tentara]] dari [[Kota Sibolga|Sibolga]]. Pada [[1 Mei]] [[1878]], [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] yang merupakan pusat pemerintahan Sisingamangaraja XII diserang oleh pasukan kolonial. Pada [[3 Mei]] [[1878]], seluruh Bangkara telah ditaklukkan, namun Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara, para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan [[Hindia Belanda]].
Pada tanggal 14 Maret 1878, datanglah [[Residen Boyle]] bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh [[Kolonel Engels]] sebanyak 250 orang [[Prajurit|tentara]] dari [[Kota Sibolga|Sibolga]]. Pada 1 Mei 1878, [[Baktiraja, Humbang Hasundutan|Bangkara]] yang merupakan pusat pemerintahan Si Singamangaraja XII diserang oleh pasukan kolonial. Pada 3 Mei 1878, seluruh Bangkara telah ditaklukkan, namun Si Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara, para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan [[Hindia Belanda]].


Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara [[gerilya]]. Hingga akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga telah ditaklukkan oleh pasukan Kolonial Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara [[gerilya]]. Hingga akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga telah ditaklukkan oleh pasukan Kolonial Belanda.


Di antara tahun 1883-1884, Sisingamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari [[Kesultanan Aceh|Aceh]], secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya [[Uluan, Toba|Uluan]] dan [[Balige, Toba|Balige]] pada Mei 1883, serta [[Parmaksian, Toba|Tangga Batu]] pada tahun 1884.
Di antara tahun 1883-1884, Si Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari [[Kesultanan Aceh|Aceh]], secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya [[Uluan, Toba|Uluan]] dan [[Balige, Toba|Balige]] pada Mei 1883, serta [[Parmaksian, Toba|Tangga Batu]] pada tahun 1884.


[[Berkas:Sisingamangaraja Seal.jpg|jmpl|250px|Cap Mohor Sisingamangaraja XII]]<!--
[[Berkas:Sisingamangaraja Seal.jpg|jmpl|250px|Cap Mohor Sisingamangaraja XII]]

== Kontroversi agama ==
<!--== Kontroversi agama ==
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak yaitu [[Parmalim]]. Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar desas-desus bahwa menjelang tahun 1880-an Sisingamangaraja memeluk agama [[Islam]]{{Citation needed|date=June 2013}}. Yang pertama menyebarkan desas-desus bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil [[RMG|RMG (Rheinische Missionsgesellschaft]]){{Citation needed|date=June 2013}}. Mereka tiba pada kesimpulan tersebut karena pada saat itu Singamangaraja XII mulai menyalin kerjasama dengan pihak Aceh{{Citation needed|date=June 2013}}. Hal itu dilakukannya karena ia mencari sekutu melawan para penginjil RMG yang pengaruhnya di Silindung menjadi semakin terasa dan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan tentara Belanda. Namun alasan utama maka para misionaris RMG menyebarkan isu bahwa Singamangaraja telah menjadi seorang Muslim adalah untuk meyakinkan pemerintah Belanda untuk menganeksasi Tanah Batak{{Citation needed|date=June 2013}}. Atas permintaan penginjil RMG, terutama [[Ludwig Ingwer Nommensen|I.L. Nommensen]], tentara kolonial Belanda akhirnya menyerang markas Singamangaraja XII di [[Bangkara]]{{Citation needed|date=June 2013}} dan memasukkan [[Toba]] dan [[Silindung]] ke dalam wilayah jajahan Belanda.
Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja XII adalah agama asli Batak yaitu [[Parmalim]]. Namun sudah sejak zaman Belanda terdengar desas-desus bahwa menjelang tahun 1880-an Sisingamangaraja memeluk agama [[Islam]]{{Citation needed|date=June 2013}}. Yang pertama menyebarkan desas-desus bahwa Singamangaraja XII telah menjadi seorang Muslim adalah para penginjil [[RMG|RMG (Rheinische Missionsgesellschaft]]){{Citation needed|date=June 2013}}. Mereka tiba pada kesimpulan tersebut karena pada saat itu Singamangaraja XII mulai menyalin kerjasama dengan pihak Aceh{{Citation needed|date=June 2013}}. Hal itu dilakukannya karena ia mencari sekutu melawan para penginjil RMG yang pengaruhnya di Silindung menjadi semakin terasa dan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah dan tentara Belanda. Namun alasan utama maka para misionaris RMG menyebarkan isu bahwa Singamangaraja telah menjadi seorang Muslim adalah untuk meyakinkan pemerintah Belanda untuk menganeksasi Tanah Batak{{Citation needed|date=June 2013}}. Atas permintaan penginjil RMG, terutama [[Ludwig Ingwer Nommensen|I.L. Nommensen]], tentara kolonial Belanda akhirnya menyerang markas Singamangaraja XII di [[Bangkara]]{{Citation needed|date=June 2013}} dan memasukkan [[Toba]] dan [[Silindung]] ke dalam wilayah jajahan Belanda.


Baris 68: Baris 69:


Selain laporan oleh para misionaris Jerman dan oleh koran-koran Belanda, petunjuk lainnya bahwa Singamangaraja XII beralih agama ke agama Islam termasuk:
Selain laporan oleh para misionaris Jerman dan oleh koran-koran Belanda, petunjuk lainnya bahwa Singamangaraja XII beralih agama ke agama Islam termasuk:
# Singamangaraja XII tidak makan babi;memang dalam agama Parmalim juga babi diharamkan. Maka agak diragukan jika disimpulkan bahwa <!--beliau-->ia penganut Islam.
# Singamangaraja XII tidak makan babi;memang dalam agama Parmalim juga babi diharamkan. Maka agak diragukan jika disimpulkan bahwa ia penganut Islam.
# pengaruh Islam terlihat pada bendera perang Singamangaraja dalam gambar kelewang, matahari dan bulan; dan
# pengaruh Islam terlihat pada bendera perang Singamangaraja dalam gambar kelewang, matahari dan bulan; dan
# Sisingamangaraja XII memiliki cap yang bertuliskan [[huruf Jawi]] (tulisan Arab-Melayu).
# Sisingamangaraja XII memiliki cap yang bertuliskan [[huruf Jawi]] (tulisan Arab-Melayu).
Baris 76: Baris 77:
Untuk butir 1 dapat dikatakan bahwa bukan hanya Singamangaraja XII yang tidak boleh makan babi, melainkan hal itu berlaku juga untuk semua Singamangaraja sebelumnya (penganut Parmalim). Pantangan makan babi tidak ada kaitan dengan agama Islam melainkan juga berlaku untuk para raja yang beragama Hindu dan Parmalim. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa agama asli Batak sangat kuat pengaruh Hindu.<ref>Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since C.1200. h,174. Palgrave Macmillan (2008). "The Bataks were a fierce and violent pagan people whose religious life was a combination of animism, magic and old Hindu (or Hindu-Javanese) influences."</ref> Untuk butir 2, kelewang, matahari, dan bulan bukan lambang yang eksklusif Islam. Selain daripada itu perlu diingatkan bahwa kerajaan Singamangaraja XII dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga tidak mengherankan kalau ia sangat terinspirasi lambang yang juga digunakan oleh para raja Melayu. Khususnya untuk butir 3. cap Singamangaraja telah dianalisis oleh Prof. Uli Kozok.<ref>[[Uli Kozok|Kozok, Uli]], (2009), ''Surat Batak: sejarah perkembangan tulisan Batak: berikut pedoman menulis aksara Batak dan cap Sisingamangaraja XII'', École française d'Extrême-Orient, ISBN 979-9101-53-0.</ref> Selain sebuah teks yang memakai [[surat Batak]] (aksara Batak) terdapat pula sebuah teks berhuruf Jawi (Arab Melayu) yang berbunyi; ''Inilah cap maharaja di negeri Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304 [?]'' sedangkan dalam [[aksara Batak]] pada cap itu tertulis ''Ahu ma sap tuan Sisingamangaraja tian Bangkara'', artinya "Akulah cap Tuan Sisingamangaraja dari Bangkara". Berdasarkan analisis empat cap Singamangaraja maka Profesor Kozok tiba pada kesimpulan bahwa keempat cap Singamangaraja masih relatif baru, dan diilhami oleh cap para raja Melayu, terutama oleh kerajaan Barus. Pada abad ke-19 huruf Arab-Melayu (Jawi) umum dipakai oleh semua raja di Sumatra sehingga sangat masuk akal bahwa Singamangaraja XII juga menggunakan huruf yang sama agar capnya dapat dibaca tidak hanya oleh orang Batak sendiri melainkan juga oleh orang luar.
Untuk butir 1 dapat dikatakan bahwa bukan hanya Singamangaraja XII yang tidak boleh makan babi, melainkan hal itu berlaku juga untuk semua Singamangaraja sebelumnya (penganut Parmalim). Pantangan makan babi tidak ada kaitan dengan agama Islam melainkan juga berlaku untuk para raja yang beragama Hindu dan Parmalim. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa agama asli Batak sangat kuat pengaruh Hindu.<ref>Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since C.1200. h,174. Palgrave Macmillan (2008). "The Bataks were a fierce and violent pagan people whose religious life was a combination of animism, magic and old Hindu (or Hindu-Javanese) influences."</ref> Untuk butir 2, kelewang, matahari, dan bulan bukan lambang yang eksklusif Islam. Selain daripada itu perlu diingatkan bahwa kerajaan Singamangaraja XII dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Islam sehingga tidak mengherankan kalau ia sangat terinspirasi lambang yang juga digunakan oleh para raja Melayu. Khususnya untuk butir 3. cap Singamangaraja telah dianalisis oleh Prof. Uli Kozok.<ref>[[Uli Kozok|Kozok, Uli]], (2009), ''Surat Batak: sejarah perkembangan tulisan Batak: berikut pedoman menulis aksara Batak dan cap Sisingamangaraja XII'', École française d'Extrême-Orient, ISBN 979-9101-53-0.</ref> Selain sebuah teks yang memakai [[surat Batak]] (aksara Batak) terdapat pula sebuah teks berhuruf Jawi (Arab Melayu) yang berbunyi; ''Inilah cap maharaja di negeri Teba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304 [?]'' sedangkan dalam [[aksara Batak]] pada cap itu tertulis ''Ahu ma sap tuan Sisingamangaraja tian Bangkara'', artinya "Akulah cap Tuan Sisingamangaraja dari Bangkara". Berdasarkan analisis empat cap Singamangaraja maka Profesor Kozok tiba pada kesimpulan bahwa keempat cap Singamangaraja masih relatif baru, dan diilhami oleh cap para raja Melayu, terutama oleh kerajaan Barus. Pada abad ke-19 huruf Arab-Melayu (Jawi) umum dipakai oleh semua raja di Sumatra sehingga sangat masuk akal bahwa Singamangaraja XII juga menggunakan huruf yang sama agar capnya dapat dibaca tidak hanya oleh orang Batak sendiri melainkan juga oleh orang luar.


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa argumentasi bahwa Singamangaraja XII telah berpindah agama cukup lemah. Sekiranya Singamangaraja memang memeluk agama Islam maka pasti ia akan mengimbau agar rakyatnya juga memeluk agama Islam. Laporan para penginjil{{Citation needed|date=June 2013}} seperti I.L. Nommensen bahwa Singamangaraja telah memeluk agama Islam terutama dimaksud untuk mendiskreditkan Singamangaraja dan untuk menggambarkannya sebagai musuh pemerintah Belanda.{{Citation needed|date=June 2013}}-->
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa argumentasi bahwa Singamangaraja XII telah berpindah agama cukup lemah. Sekiranya Singamangaraja memang memeluk agama Islam maka pasti ia akan mengimbau agar rakyatnya juga memeluk agama Islam. Laporan para penginjil{{Citation needed|date=June 2013}} seperti I.L. Nommensen bahwa Singamangaraja telah memeluk agama Islam terutama dimaksud untuk mendiskreditkan Singamangaraja dan untuk menggambarkannya sebagai musuh pemerintah Belanda.{{Citation needed|date=June 2013}} -->


== Kematian ==
== Kematian ==
Sisingamangaraja XII tewas pada 17 Juni 1907 saat disergap oleh sekelompok anggota [[Korps Marechaussee te Voet|Korps Marsose]], sebuah pasukan khusus Belanda. Penyergapan tersebut dipimpin oleh [[Hans Christoffel]] di kawasan Sungai [[Aek Sibulbulon]], di suatu desa bernama [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]], di perbatasan [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Humbang]] dengan [[Kabupaten Dairi|Dairi]].<ref name="Sidjabat">Sidjabat, Bonar W. Prof. Dr. (2007), ''Aku Sisingamangaraja'', Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, ISBN 979-416-896-7.</ref> Sisingamangaraja XII menghadapi pasukan Korps Marsose sambil memegang senjata [[Piso Gaja Dompak]]. Kopral Souhoka, seorang penembak jitu pasukan Marsose, mendaratkan tembakan ke kepala Sisingamangaraja XII tepat di bawah telinganya.<ref>{{Cite web|last=Okezone|date=2020-06-17|title=Saat Peluru Marsose Menembus Sisingamangaraja XII yang Terkenal Kebal Senjata : Okezone Nasional|url=https://nasional.okezone.com/read/2020/06/17/337/2231468/saat-peluru-marsose-menembus-sisingamangaraja-xii-yang-terkenal-kebal-senjata|website=Okezone|language=id-ID|access-date=2021-03-19}}</ref> Menjelang nafas terakhir, ia tetap berucap, "''Ahu Sisingamangaraja''" (bahasa [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]: "Aku Sisingamangaraja"). Turut gugur bersamanya adalah kedua putranya, Patuan Nagari Sinambela dan Patuan Anggi Sinambela, serta putrinya, Lopian br. Sinambela. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]]. Sisingamangaraja XII kemudian dikebumikan oleh Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di [[Silindung]], setelah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat [[Kabupaten Dairi|Dairi]].{{Butuh rujukan}} Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di [[Balige, Toba|Soposurung, Balige]] sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh pemerintah, msyarakat, dan keluarga.{{Butuh rujukan}}
Si Singamangaraja XII tewas pada 17 Juni 1907 saat disergap oleh sekelompok anggota [[Korps Marechaussee te Voet|Korps Marsose]], sebuah pasukan khusus Belanda. Penyergapan tersebut dipimpin oleh [[Hans Christoffel]] di kawasan Sungai [[Aek Sibulbulon]], di suatu desa bernama [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Si Onom Hudon]], di perbatasan [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Humbang]] dengan [[Kabupaten Dairi|Dairi]].<ref name="Sidjabat">Sidjabat, Bonar W. Prof. Dr. (2007), ''Aku Sisingamangaraja'', Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, ISBN 979-416-896-7.</ref> Sisingamangaraja XII menghadapi pasukan Korps Marsose sambil memegang senjata [[Piso Gaja Dompak]]. Kopral Souhoka, seorang penembak jitu pasukan Marsose, mendaratkan tembakan ke kepala Sisingamangaraja XII tepat di bawah telinganya.<ref>{{Cite web|last=Okezone|date=2020-06-17|title=Saat Peluru Marsose Menembus Sisingamangaraja XII yang Terkenal Kebal Senjata : Okezone Nasional|url=https://nasional.okezone.com/read/2020/06/17/337/2231468/saat-peluru-marsose-menembus-sisingamangaraja-xii-yang-terkenal-kebal-senjata|website=Okezone|language=id-ID|access-date=2021-03-19}}</ref> Menjelang nafas terakhir, ia tetap berucap, "''Ahu Sisingamangaraja''" (bahasa [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]: "Aku Si Singamangaraja"). Turut gugur bersamanya adalah kedua putranya, Patuan Nagari Sinambela dan Patuan Anggi Sinambela, serta putrinya, Lopian br. Sinambela. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]]. Sisingamangaraja XII kemudian dikebumikan oleh Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di [[Silindung]], setelah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat [[Kabupaten Dairi|Dairi]].{{Butuh rujukan}} Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di [[Balige, Toba|Soposurung, Balige]] sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh pemerintah, msyarakat, dan keluarga.{{Butuh rujukan}}


== Dinasti Singa Mangaraja ==
== Dinasti Singa Mangaraja ==
Baris 103: Baris 104:


== Warisan sejarah ==
== Warisan sejarah ==
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-2761-62a, Sabel- Sabel met ijzeren lemmet en ivoren greep, voor 1907.jpg|jmpl|ka|250px|Sebilah pedang hasil tempaan pandai besi [[Suku Batak|Batak]] yang diduga oleh Belanda digunakan oleh Sisingamangaraja XII. Foto diambil 1907.]]
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-2761-62a, Sabel- Sabel met ijzeren lemmet en ivoren greep, voor 1907.jpg|jmpl|ka|250px|Sebilah pedang hasil tempaan pandai besi [[Suku Batak|Batak]] yang diduga oleh Belanda digunakan oleh Si Singamangaraja XII. Foto diambil 1907.]]
Usai gugurnya Sisingamangaraja XII, Pasukan Kolonial Belanda menemukan sebilah pedang yang diduga digunakan oleh Sisingamangaraja XII. Kini, pedang tersebut disimpan sebagai koleksi milik [[Nationaal Museum van Wereldculturen]], Belanda.
Usai gugurnya Sisingamangaraja XII, Pasukan Kolonial Belanda menemukan sebilah pedang yang diduga digunakan oleh Sisingamangaraja XII. Kini, pedang tersebut disimpan sebagai koleksi milik [[Nationaal Museum van Wereldculturen]], Belanda.


Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan Belanda telah menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Selain menganugerahi gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]], Pemerintah Indonesia juga mengabadikan nama Sisingamangaraja XII sebagai nama ruas jalan di banyak kawasan di [[Republik Indonesia]].
Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan Belanda telah menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Selain menganugerahi gelar [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]], Pemerintah Indonesia juga mengabadikan nama Si Singamangaraja XII sebagai nama ruas jalan di banyak kawasan di [[Indonesia|Republik Indonesia]].


== Penghargaan ==
== Penghargaan ==
Sebagai penghargaan atas jasa Sisingamangaraja XII, beberapa tugu didirikan untuknya di beberapa daerah di [[Sumatra Utara]], di antaranya Markas Sisingamangaraja di [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Parlilitan]], [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Humbang Hasundutan]] dan di Monumen Sisingamangaraja XII di [[Kota Medan|Medan]].
Sebagai penghargaan atas jasa Sisingamangaraja XII, beberapa tugu didirikan untuknya di beberapa daerah di [[Sumatra Utara]], di antaranya Markas Si Singamangaraja di [[Parlilitan, Humbang Hasundutan|Parlilitan]], [[Kabupaten Humbang Hasundutan|Humbang Hasundutan]] dan di Monumen Si Singamangaraja XII di [[Kota Medan|Medan]].


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 14 Juni 2023 17.22

Si Singamangaraja XII
Ilustrasi wajah Si Singamangaraja XII pada lembaran uang 1000 rupiah, berdasarkan lukisan yang dibuat oleh Augustin Sibarani.
Berkuasa1876–1907 M
PendahuluRaja Sohahuaon Sinambela
(Si Singamangaraja XI)
KelahiranPatuan Bosar Sinambela
(1845-02-18)18 Februari 1845
Bangkara, Toba
Kematian17 Juni 1907(1907-06-17) (umur 62)
Si Onom Hudon, Dairi
Pemakaman
Wangsa Singa Mangaraja
Nama lengkap
Patuan Bosar Sinambela ginoar Ompu Pulo Batu
AyahRaja Sohahuaon Sinambela
(Si Singamangaraja XI)
Ibuboru Situmorang
Pasangan
Anak
  • Patuan Nagari Sinambela
  • Patuan Anggi Sinambela
  • Lopian br. Sinambela
  • Raja Buntal Sinambela
  • Raja Sabidan Sinambela
  • Raja Barita Sinambela
  • Pangarandang Sinambela
  • Raja Pangkilim Sinambela
  • Rinsan br. Sinambela
  • Purnama Rea br. Sinambela
  • Sunting Mariam br. Sinambela
  • Saulina br. Sinambela
  • Tambok br. Sinambela
  • Mangindang br. Sinambela
  • Sahudat br. Sinambela
  • Nagok br. Sinambela
Kerabat

Si Singamangaraja XII dengan nama lengkap Patuan Bosar Sinambela ginoar Ompu Pulo Batu (18 Februari 1845 – 17 Juni 1907) adalah seorang raja di Negeri Toba dan pejuang yang berperang melawan Belanda. Ia diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI No 590/1961.

Semula, ia dimakamkan di Tarutung, Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige, Toba pada tahun 1953.[1]

Nama dan gelar

Si Singamangaraja XII dilahirkan dengan nama Patuan Bosar Sinambela. Ia naik tahta sebagai pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya, Si Singamangaraja XI yang bernama Raja Sohahuaon Sinambela. Sebagai seorang Singamangaraja, Patuan Bosar Sinambela juga berperan sebagai raja-imam. Dari Patuan Anggi Sinambela, Si Singamangaraja XII mendapatkan pahompu panggoaran bernama Pulo Batu Sinambela sehingga ia digelari sebagai Ompu Pulo Batu Sinambela.[butuh rujukan]

Asal

Si Singamangaraja XII adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling di kawasan utara Sumatra untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.[2] Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Thomas Stamford Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Si Singamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung.[3]

Sampai awal abad ke-20, Si Singamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Pagaruyung melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin Pagaruyung.[4]

Sementara itu, sumber dari pemerintah daerah setempat menyebutkan bahwa dinasti Singamangaraja bermula dari salah satu keturunan Si Raja Oloan. Si Raja Oloan memiliki enam orang putra yakni Naibaho, Sihotang, Bakkara, Sinambela, Sihite, dan Simanullang.

Kemudian, Sinambela memiliki tiga orang putra, salah satunya adalah Raja Bona Ni Onan. Raja Bona Ni Onan menikah dengan seorang boru Pasaribu. Anak dari Raja Bona Ni Onan adalah Raja Manghuntal yang kemudian mengawali dinasti Singamangaraja sebagai Si Singamangaraja I.[5]

Penobatan

Penobatan Si Singamangaraja XII sebagai maharaja di Negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra, terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di sisi lain, Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.[5]

Perang melawan Belanda

Pada tahun 1824, seluruh wilayah koloni Inggris di Sumatra diberikan kepada Belanda melalui Perjanjian Inggris dan Belanda (Anglo-Dutch Treaty of 1824). Hal ini membuka peluang bagi Hindia Belanda untuk menganeksasi seluruh wilayah yang belum dikuasainya di Sumatra.

Pada tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke Aceh melalui Perang Aceh. Kemudian, Belanda melanjutkan invasi ke Tanah Batak pada 1878. Para raja kampung Batak (huta) yang beragama Kristen menerima masuknya Hindia Belanda ke Tanah Batak, sementara Raja Bangkara, Sisingamangaraja XII, yang memiliki hubungan dekat dengan Kesultanan Aceh, menolak dan menyatakan perang.

Pada tahun 1877, para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada Pemerintah Kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Si Singamangaraja XII. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda dan para misionaris sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bangkara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.

Pada tanggal 6 Februari 1878, pasukan Belanda tiba di Pearaja, tempat kediaman misionaris Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian, beserta misionaris Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah, pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.

Pada tanggal 14 Maret 1878, datanglah Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada 1 Mei 1878, Bangkara yang merupakan pusat pemerintahan Si Singamangaraja XII diserang oleh pasukan kolonial. Pada 3 Mei 1878, seluruh Bangkara telah ditaklukkan, namun Si Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara, para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan Hindia Belanda.

Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Sisingamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya. Hingga akhir Desember 1878, beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga telah ditaklukkan oleh pasukan Kolonial Belanda.

Di antara tahun 1883-1884, Si Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883, serta Tangga Batu pada tahun 1884.

Berkas:Sisingamangaraja Seal.jpg
Cap Mohor Sisingamangaraja XII


Kematian

Si Singamangaraja XII tewas pada 17 Juni 1907 saat disergap oleh sekelompok anggota Korps Marsose, sebuah pasukan khusus Belanda. Penyergapan tersebut dipimpin oleh Hans Christoffel di kawasan Sungai Aek Sibulbulon, di suatu desa bernama Si Onom Hudon, di perbatasan Humbang dengan Dairi.[1] Sisingamangaraja XII menghadapi pasukan Korps Marsose sambil memegang senjata Piso Gaja Dompak. Kopral Souhoka, seorang penembak jitu pasukan Marsose, mendaratkan tembakan ke kepala Sisingamangaraja XII tepat di bawah telinganya.[6] Menjelang nafas terakhir, ia tetap berucap, "Ahu Sisingamangaraja" (bahasa Indonesia: "Aku Si Singamangaraja"). Turut gugur bersamanya adalah kedua putranya, Patuan Nagari Sinambela dan Patuan Anggi Sinambela, serta putrinya, Lopian br. Sinambela. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII kemudian dikebumikan oleh Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Dairi.[butuh rujukan] Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh pemerintah, msyarakat, dan keluarga.[butuh rujukan]

Dinasti Singa Mangaraja

Patuan Bosar Sinambela adalah Singamangaraja XII sekaligus sebagai Singamangaraja terakhir dari Dinasti Singa Mangaraja. Setelah kematiannya, tidak ada lagi penerus dinasti Singa Mangaraja di Bangkara, sebab seluruh keluarganya telah ditawan oleh Belanda di Siborongborong.

Ada pun nama para Singamangaraja yang pernah bertahta di Bangkara adalah sebagai berikut:

  1. Si Singamangaraja I, bernama Raja Manghuntal Sinambela
  2. Si Singamangaraja II, bernama Ompu Raja Tinaruan Sinambela
  3. Si Singamangaraja III, bernama Raja Itubungna Sinambela
  4. Si Singamangaraja IV, bernama Sori Mangaraja Sinambela
  5. Si Singamangaraja V, bernama Pallongos Sinambela
  6. Si Singamangaraja VI, bernama Pangulbuk Sinambela
  7. Si Singamangaraja VII, bernama Ompu Tuan Lumbut Sinambela
  8. Si Singamangaraja VIII, bernama Ompu Sotaronggal Sinambela
  9. Si Singamangaraja IX, bernama Ompu Sohalompoan Sinambela
  10. Si Singamangaraja X, bernama Ompu Tuan Nabolon Sinambela
  11. Si Singamangaraja XI, bernama Raja Ompu Sohahuaon Sinambela
  12. Si Singamangaraja XII, bernama Patuan Bosar Sinambela

Gelar pahlawan

Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Nasional Indonesia dengan Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 590 Tahun 1961. Surat ini tertanggal 19 November 1961.[7]

Warisan sejarah

Sebilah pedang hasil tempaan pandai besi Batak yang diduga oleh Belanda digunakan oleh Si Singamangaraja XII. Foto diambil 1907.

Usai gugurnya Sisingamangaraja XII, Pasukan Kolonial Belanda menemukan sebilah pedang yang diduga digunakan oleh Sisingamangaraja XII. Kini, pedang tersebut disimpan sebagai koleksi milik Nationaal Museum van Wereldculturen, Belanda.

Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII dalam melawan penjajahan Belanda telah menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Selain menganugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia, Pemerintah Indonesia juga mengabadikan nama Si Singamangaraja XII sebagai nama ruas jalan di banyak kawasan di Republik Indonesia.

Penghargaan

Sebagai penghargaan atas jasa Sisingamangaraja XII, beberapa tugu didirikan untuknya di beberapa daerah di Sumatra Utara, di antaranya Markas Si Singamangaraja di Parlilitan, Humbang Hasundutan dan di Monumen Si Singamangaraja XII di Medan.

Referensi

  1. ^ a b Sidjabat, Bonar W. Prof. Dr. (2007), Aku Sisingamangaraja, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, ISBN 979-416-896-7.
  2. ^ Brenner, J.F. von. Besuch bei den Kannibalen Sumatras: erste Durchquerung der unabhangigen Batak-Lande. Wurzburg: Wurl. 
  3. ^ Raffles, Stamford (1830). Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles. London: John Murray. 
  4. ^ Schrieke, Bertram Johannes Otto (1929). The Effect of Western Influence on Native Civilisations in the Malay Archipelago (dalam bahasa Inggris). G. Kolff & Company. 
  5. ^ a b Sejarah Daerah Sumatera Utara, 1978
  6. ^ Okezone (2020-06-17). "Saat Peluru Marsose Menembus Sisingamangaraja XII yang Terkenal Kebal Senjata : Okezone Nasional". Okezone. Diakses tanggal 2021-03-19. 
  7. ^ Natalia, S. F., dan Aditya, M. F. (2019). "Dampak Perang Batak pada Tahun 1878 - 1907 Terhadap Penyebaran Agama Kristen di Sumatera Utara". Tsaqofah: Jurnal Agama dan Budaya. 17 (1): 43.