Klepon: Perbedaan antara revisi
Baris 26: | Baris 26: | ||
Panganan ini biasa dijajakan dengan [[getuk]] dan [[cenil]] (juga disebut ''cetil'') sebagai [[camilan]] kapan pun. |
Panganan ini biasa dijajakan dengan [[getuk]] dan [[cenil]] (juga disebut ''cetil'') sebagai [[camilan]] kapan pun. |
||
== Filosofi |
== Filosofi dan pemaknaan == |
||
Klepon yang bulat memiliki makna filosofis tersendiri, yaitu tentang hidup [[manusia]] yang tidak diketahui ujung dan pangkalnya. Bentuknya yang tidak rata juga melambangkan kehidupan yang tidak selalu mulus dan penuh dengan cobaan. Rasanya yang manis dari gula merah yang meleleh juga melambangkan kebaikan yang bisa dirasakan walaupun tidak selalu terlihat oleh mata kepala manusia. Adapun kelapa yang parutannya digunakan sebagai bahan taburan melambangkan kehidupan manusia yang bertahap, di mana buah kelapa sendiri memliki bagian luar yang keras dan bagian dalam yang lunak.<ref>{{Cite web|last=Tim Redaksi|date=24 Februari 2022|title=Asal Mula Kue Klepon, Kuliner Khas Martapura|url=https://banjarmasin.apahabar.com/post/asal-mula-kue-klepon-kuliner-khas-martapura-l7cnkd4f|website=APAHABAR|access-date=23 November 2023}}</ref>[[Berkas:Kalalapun 001.jpg|jmpl|Klepon Banjar atau ''Kalalapun/Kelelepon'']] |
Klepon yang bulat memiliki makna filosofis tersendiri, yaitu tentang hidup [[manusia]] yang tidak diketahui ujung dan pangkalnya. Bentuknya yang tidak rata juga melambangkan kehidupan yang tidak selalu mulus dan penuh dengan cobaan. Rasanya yang manis dari gula merah yang meleleh juga melambangkan kebaikan yang bisa dirasakan walaupun tidak selalu terlihat oleh mata kepala manusia. Adapun kelapa yang parutannya digunakan sebagai bahan taburan melambangkan kehidupan manusia yang bertahap, di mana buah kelapa sendiri memliki bagian luar yang keras dan bagian dalam yang lunak.<ref>{{Cite web|last=Tim Redaksi|date=24 Februari 2022|title=Asal Mula Kue Klepon, Kuliner Khas Martapura|url=https://banjarmasin.apahabar.com/post/asal-mula-kue-klepon-kuliner-khas-martapura-l7cnkd4f|website=APAHABAR|access-date=23 November 2023}}</ref>[[Berkas:Kalalapun 001.jpg|jmpl|Klepon Banjar atau ''Kalalapun/Kelelepon'']] |
||
Revisi per 24 Januari 2024 04.17
Klepon | |
---|---|
Nama lain | Onde-Onde (Brunei, Malaysia, Singapura, Sulawesi, Sumatera), Kalalapun/ Kelelepon (Kalimantan Selatan) |
Sajian | Jajanan pasar |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Indonesia |
Suhu penyajian | Suhu ruangan |
Variasi | Klepon Pelangi |
Sunting kotak info • L • B | |
Kelepon (bahasa Jawa: ꧋ꦏ꧀ꦭꦼꦥꦺꦴꦤ꧀, translit. klêpon) atau kalalapun/kelelepon di Kalimantan Selatan,[1] atau dikenal di Sumatera dan Semenanjung Malaya dengan nama onde-onde, adalah sejenis kue yang dibuat dari tepung ketan yang dibulatkan, diisi gula merah atau gula jawa dan diguling-gulingkan di atas kelapa parut hingga melekat.[2] Klepon adalah kue tradisional khas Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok jajanan pasar.
Asal-usul
Klepon diduga berasal dari Jawa,[butuh rujukan] tetapi dikenal pula secara meluas di wilayah-wilayah di Indonesia seperti Sumatra dan Sulawesi, masyarakat Betawi, masyarakat Banjar (khususnya di Martapura, Kabupaten Banjar), serta di negeri jiran, Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Pembuatan
Kue ini terbuat dari tepung beras ketan yang umumnya diberi pewarna hijau melalui penggunaan daun pandan atau daun suji dan bisa dengan pewarna makanan. Adonan klepon dibentuk seperti bola-bola kecil dan diberi isian berupa gula merah lalu direbus dalam air mendidih. Klepon yang sudah masak lalu dibaluri parutan buah kelapa.[3] Kue tradisional ini mudah dijumpai terutama di bulan Ramadhan, karena disuka juga untuk menjadi menu berbuka puasa.
Panganan ini biasa dijajakan dengan getuk dan cenil (juga disebut cetil) sebagai camilan kapan pun.
Filosofi dan pemaknaan
Klepon yang bulat memiliki makna filosofis tersendiri, yaitu tentang hidup manusia yang tidak diketahui ujung dan pangkalnya. Bentuknya yang tidak rata juga melambangkan kehidupan yang tidak selalu mulus dan penuh dengan cobaan. Rasanya yang manis dari gula merah yang meleleh juga melambangkan kebaikan yang bisa dirasakan walaupun tidak selalu terlihat oleh mata kepala manusia. Adapun kelapa yang parutannya digunakan sebagai bahan taburan melambangkan kehidupan manusia yang bertahap, di mana buah kelapa sendiri memliki bagian luar yang keras dan bagian dalam yang lunak.[4]
Klepon atau onde-onde ini merupakan salah satu di antara kue-kue yang disajikan dalam upacara naik rumah, yakni suatu syukuran pada masyarakat Bugis yang merayakan dan menandai bahwa rumah baru sudah dihuni.[5] Masyarakat Bugis memaknai onde-onde sebagai lambang persatuan dan kepuasan seperti menyatukan bahan-bahan pembuat kudapan ini (tepung beras, gula merah, dan kelapa parut).[6] Selain klepon, ada pula lana-lana, beras ketan yang ditumbuk dan dicampur kelapa serta kue lainnya yang disajikan. Kue-kue ini secara kolektif dikenal sebagai panasa yang artinya "cita-cita yang baik".[5]
Varian modern
Referensi
- ^ Syarifuddin R.; Kasuma, Attabranie; Hermantedo, Sabrie; Syahrir (1993). Makanan: Wujud, Variasi, dan Fungsinya Serta Cara Penyajiannya Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ "Arti kata klepon - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.web.id. Diakses tanggal 2024-01-08.
- ^ Media, Kompas Cyber (2021-05-22). "Sejarah Empal Gentong yang Mirip Gulai, Dulu Pakai Daging Kerbau Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-02-12.
- ^ Tim Redaksi (24 Februari 2022). "Asal Mula Kue Klepon, Kuliner Khas Martapura". APAHABAR. Diakses tanggal 23 November 2023.
- ^ a b Lathief & Sumiani H.L. 1999, hlm. 51.
- ^ Palogai & Bohang 2021, hlm. 169.
Daftar pustaka
- Lathief, Halilintar; Sumiani H. L., Niniek (1999). Tari daerah Bugis: tinjauan melalui bentuk dan fungsi. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 51.
- Palogai, Ibe S.; Bohang, Lala (2021). Kayori, seni merekam bencana. Bantul, Yogyakarta: Penerbit BasaBasi. hlm. 169. ISBN 9786233052221.