Lompat ke isi

Beksan Trunajaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 14: Baris 14:
| origin = [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]
| origin = [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]
}}
}}
'''Beksan Lawung''' adalah tarian klasik gaya [[Yogyakarta]]. Tarian ini diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] yang merupakan sultan pertama dari [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Terdapat tiga jenis tarian yang termasuk dalam kategori Beksan Lawung, yaitu '''Beksan Lawung Ageng''', '''Beksan Lawung Alit''', dan '''Beksan Sekar Madura'''. Beksan ini dahulu ditarikan oleh pasukan Trunajaya dari [[Pulau Madura|Madura]], yang bergabung dalam [[Bregada|''bregada'']] Nyutra, sehingga juga disebut sebagai '''Beksan Trunajaya.'''{{Sfn|Tinarsidartha|Pramutomo|p=193|2016}}
'''Beksan Lawung''' atau '''Beksan Trunajaya''' adalah tarian klasik gaya [[Yogyakarta]]. Tarian ini diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] yang merupakan sultan pertama dari [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Terdapat tiga jenis tarian yang termasuk dalam kategori Beksan Lawung, yaitu '''Beksan Lawung Ageng''', '''Beksan Lawung Alit''', dan '''Beksan Sekar Madura'''. Beksan ini dahulu ditarikan oleh pasukan Trunajaya dari [[Pulau Madura|Madura]], yang bergabung dalam [[Bregada|''bregada'']] Nyutra, sehingga juga disebut sebagai '''Beksan Trunajaya.'''{{Sfn|Tinarsidartha|Pramutomo|p=193|2016}}


== Sejarah ==
== Sejarah ==
Beksan Lawung diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] berdasarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar setiap hari Sabtu. ''Watangan'' adalah latihan ketangkasan prajurit dalam [[berkuda]] dan menggunakan [[tombak]]. Tombak yang digunakan adalah tombak berujung tumpul, yang dalam bahasa Jawa disebut ''lawung''. Perlombaan ini rutin dilaksanakan di Alun-alun Utara, dan sering diiringi gendhing penghormatan [[Gamelan monggang|''Monggang'']].<ref>{{Cite web|last=Era.id|title=Mengenal Beksan Lawung Ageng, Salah Satu Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta|url=https://era.id/culture/129043/mengenal-beksan-lawung-ageng|website=ERA.ID|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>
Beksan Lawung diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] berdasarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar setiap hari Sabtu. ''Watangan'' adalah latihan ketangkasan prajurit dalam [[berkuda]] dan menggunakan [[tombak]]. Tombak yang digunakan adalah tombak berujung tumpul, yang dalam bahasa Jawa disebut ''lawung''. Perlombaan ini rutin dilaksanakan di Alun-alun Utara, dan sering diiringi gendhing penghormatan [[Gamelan monggang|''Monggang'']].<ref name=":0">{{Cite web|last=Era.id|title=Mengenal Beksan Lawung Ageng, Salah Satu Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta|url=https://era.id/culture/129043/mengenal-beksan-lawung-ageng|website=ERA.ID|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>


Saat [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] berdiri, Pemerintah Kolonial mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di Keraton, sehingga Hamengkubuwana I memutuskan untuk menyamarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar tersebut ke dalam sebuah tarian yang diberi nama Beksan Lawung. Pada masa kekuasaannya hingga diteruskan kepada [[Hamengkubuwana II|putranya]], beksan ini dipertunjukkan secara publik untuk melegitimasi kekuasaan Sultan. Beksan ini sempat vakum dipertunjukkan ke publik pada masa [[Hamengkubuwana III]] hingga [[Hamengkubuwana V|V]], karena meletusnya [[Perang Diponegoro]] serta krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda pascaperang. Beksan ini kemudian dipertunjukkan lagi pada masa [[Hamengkubuwana VII]] sebagai simbol perwakilan diri Sultan dalam sebuah perhelatan publik dan pernikahan keluarga Kesultanan. Beksan ini menjadi semakin populer pada masa [[Hamengkubuwana IX]], karena mulai diajarkan di perkumpulan tari yang dibentuk di luar benteng Keraton.{{Sfn|Tinarsidharta|2016|p=191-192}}
Saat [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] berdiri, Pemerintah Kolonial mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di Keraton, sehingga Hamengkubuwana I memutuskan untuk menyamarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar tersebut ke dalam sebuah tarian yang diberi nama Beksan Lawung. Pada masa kekuasaannya hingga diteruskan kepada [[Hamengkubuwana II|putranya]], beksan ini dipertunjukkan untuk melegitimasi kekuasaan Sultan. Beksan ini sempat vakum dipertunjukkan ke publik pada masa [[Hamengkubuwana III]] hingga [[Hamengkubuwana V|V]], karena meletusnya [[Perang Diponegoro]] serta krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda pascaperang. Beksan ini kemudian dipertunjukkan lagi pada masa [[Hamengkubuwana VII]] sebagai simbol perwakilan diri Sultan dalam sebuah perhelatan publik dan pernikahan keluarga Kesultanan. Beksan ini menjadi semakin populer pada masa [[Hamengkubuwana IX]], karena mulai diajarkan di perkumpulan tari yang dibentuk di luar benteng Keraton.{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=191-192|2016}}


== Deskripsi ==
== Deskripsi ==
Baris 26: Baris 26:


* Dua orang ''botoh'' yang hendak menguji ketangkasan prajurit-prajurit yang dibinanya.
* Dua orang ''botoh'' yang hendak menguji ketangkasan prajurit-prajurit yang dibinanya.
* Dua orang ''salaotho'' yang suka melawak, tetapi setia pada ''botoh''.
* Dua orang ''salaotho'' yang suka melawak, tetapi setia pada ''botoh'' (Beksan Lawung Ageng).
* Empat orang ''lurah,'' prajurit berpangkat tinggi.
* Empat orang ''lurah,'' prajurit berpangkat tinggi.
* Empat orang ''jajar'', prajurit berpangkat rendah.
* Empat orang ''jajar'', prajurit berpangkat rendah.
* Empat orang ''ploncon'', orang yang menyediakan tombak untuk digunakan untuk adu ketangkasan.
* Empat orang ''ploncon'', orang yang menyediakan tombak untuk digunakan untuk adu ketangkasan.
Tata busana yang digunakan untuk masing-masing penari berupa [[blangkon]] untuk ''jajar'', ''ploncon'', dan ''lurah'', atau songkok untuk ''botoh'', kain [[batik]], celana [[cinde]], ''sampur'', lontong (setagen), kaweng, bara, kalung, sumping, kelat bahu, dan buntal. Penari ''botoh'' dan ''lurah'' mengenakan rias ''kinantang'' dan kain [[Batik Parang|batik Parang Rusak Barong]], sementara ''jajar'' mengenakan rias ''bapang'' dan kain batik motif [[batik Kawung]]. ''Salaotho'' menggunakan riasan dan busana yang berbeda; riasan ''gecul'' dan baju biru, celana putih, serta kain ''bangbangan'' yang didatangkan dari Madura. Pemilihan busana ini berkaitan dengan silang budaya yang ada pada beksan ini. Bahasa yang dituturkan adalah campuran [[Bahasa Bagongan|bahasa Jawa Bagongan]], [[Bahasa Madura|Madura]], dan [[Bahasa Melayu Klasik|Melayu Klasik]].{{Sfn|Tinarsidharta|2016|p=195}}
Tata busana yang digunakan untuk masing-masing penari berupa [[blangkon|''udeng tepen'']] untuk ''jajar'', ''ploncon'', dan ''lurah'', atau ''songkok'' untuk ''botoh'', kain [[batik]], celana [[cinde]], ''sampur'', ''lonthong'' (setagen), ''kaweng'', ''bara'', kalung, sumping, kelat bahu, dan buntal. Penari ''botoh'' dan ''lurah'' mengenakan rias ''kalang kinantang'' dan kain [[Batik Parang|batik Parang Rusak Barong]], sementara ''jajar'' mengenakan rias ''bapang'' dan kain batik motif [[batik Kawung]]. ''Salaotho'' menggunakan riasan dan busana yang berbeda; riasan ''gecul'' dan baju biru, celana putih, serta kain ''bangbangan'' yang didatangkan dari Madura. Pemilihan busana ini berkaitan dengan silang budaya yang ada pada beksan ini. Bahasa yang dituturkan adalah campuran [[Bahasa Bagongan|bahasa Jawa Bagongan]], [[Bahasa Madura|Madura]], [[Bahasa Bugis|Bugis]], dan [[Bahasa Melayu Klasik|Melayu Klasik]].{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=194-195|2016}}


=== Gerakan ===
=== Gerakan dan jalannya tari ===
Ragam gerak yang digunakan Beksan Lawung ada empat:<ref name=":0" />

* Ragam gerak ''bapang'', dengan sifat gagah dan ekspresif, digunakan oleh ''jajar''.
* Ragam gerak ''kalang kinantang'', dengan sifat halus, digunakan oleh ''lurah.''
* Ragam gerak lawakan (''gecul''), digunakan oleh ''salaotho''.
* Ragam gerak ''impur'' (''kakung alus'') yang digunakan pada Beksan Lawung Alit dan Sekar Madura.<ref name=":1">{{Cite web|last=crew|first=kraton|title=Beksan Lawung Alit|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/73-beksan-lawung-alit/|website=kratonjogja.id|language=en|access-date=2024-05-06}}</ref><ref name=":2">{{Cite web|title=Beksan Sekar Medura|url=https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/273-beksan-sekar-medura|website=budaya.jogjaprov.go.id|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>

Pada beksan Sekar Madura, terdapat satu properti yang digunakan saat penari duduk di hadapan meja, yaitu botol dan gelas sloki. Properti tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu, jika para prajurit menang berperang, mereka bergembira dan saling menghibur dengan minum [[minuman keras]].<ref name=":2" />

Waktu tarian dapat bervariasi. Apabila waktu yang tersedia terlalu singkat, maka gerakan-gerakan tertentu dapat dilakukan setengah ragam, kemudian dapat bergeser ke gerakan lainnya. Misalnya, jika beksan ini ditampilkan di hadapan wisatawan yang sedang berkunjung ke Keraton. Terdapat beberapa variasi jalannya tari yang sedang atau pernah dilakukan pada Beksan Lawung:{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=198|2016}}

* Pemangkasan gerak ''kalang kinantang'' sebanyak dua kali menjadi satu kali.
* Dialog yang dapat dilakukan bergantian antara pihak kanan dan kiri, menjadi bersamaan dan dipangkas dari semula tiga kali menjadi dua atau bahkan satu kali.
* Penari ''ploncon'' terkadang diganti dengan [[abdi dalem]] yang memberi tombak lawung kepada penari ''jajar'' atau ''lurah'', terutama untuk pertunjukan versi singkat.
* Terkadang yang diambil untuk dipentaskan hanya kelompok tertentu, misalnya empat ''jajar'' saja, atau empat ''lurah'' saja. ''Botoh'' dan ''salaotho'' masing-masing berjumlah dua orang untuk pementasan ini.
* Di luar Keraton, beksan ini dapat ditarikan hanya dengan satu ''botoh'' dan empat ''jajar'', yang tombaknya dibawa langsung oleh jajar sejak dari awal pementasan hingga selesai.


=== Iringan gendhing ===
=== Iringan gendhing ===
[[Gamelan]] yang digunakan dalam beksan Lawung adalah Kanjeng Kyai Guntur Sari. Terdapat beberapa iringan ''gendhing'' yang digunakan dalam Beksan Lawung, antara lain:

* Pada Beksan Lawung Ageng, ''[[Gangsaran]]'' / ''Ladrang Roning Tawang, laras [[pelog]] [[pathet]] 6'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''jajar'', sedangkan ''Gangsaran / Ladrang Bima Kurda, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''lurah''.{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=194|2016}}
* Pada Beksan Lawung Alit, ''Gangsaran'' / ''Ladrang Harjuna Mangsah, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''jajar'', sedangkan ''Gangsaran / Ladrang Harjuna Asmara, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''lurah''.<ref name=":1" />
* Pada Beksan Sekar Madura, gendhing yang digunakan adalah ''Ceng Barong'', ''laras slendro pathet 9''.<ref name=":2" />


== Referensi ==
== Referensi ==
Baris 41: Baris 62:
=== Daftar pustaka ===
=== Daftar pustaka ===


* {{Cite journal|last=Tinarsidharta|first=Kusmahardika|last2=Pramutomo|date=2016|title=Beksan Lawung Ageng pada Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta|url=https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/2083/1965|journal=Gelar: Jurnal Seni dan Budaya|volume=14|issue=2|pages=191-200|doi=10.33153/glr.v14i2.2083}}
* {{Cite journal|last=Tinarsidharta|first=Kusmahardika|last2=Pramutomo|date=2016|title=Beksan Lawung Ageng pada Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta|url=https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/2083/1965|journal=Gelar: Jurnal Seni dan Budaya|volume=14|issue=2|pages=191-200|doi=10.33153/glr.v14i2.2083|ref=harv}}
{{Tarian Indonesia}}
{{Tarian Indonesia}}
[[Kategori:Tarian dari Yogyakarta]]
[[Kategori:Tarian dari Yogyakarta]]

Revisi per 6 Mei 2024 16.26

Beksan Lawung
Nama asliꦧꦼꦏ꧀ꦱꦤ꧀ꦭꦮꦸꦁ
GenrePerang
InstrumenGamelan
PenciptaHamengkubuwana I
TahunAbad ke-18
AsalDaerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

Beksan Lawung atau Beksan Trunajaya adalah tarian klasik gaya Yogyakarta. Tarian ini diciptakan oleh Hamengkubuwana I yang merupakan sultan pertama dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Terdapat tiga jenis tarian yang termasuk dalam kategori Beksan Lawung, yaitu Beksan Lawung Ageng, Beksan Lawung Alit, dan Beksan Sekar Madura. Beksan ini dahulu ditarikan oleh pasukan Trunajaya dari Madura, yang bergabung dalam bregada Nyutra, sehingga juga disebut sebagai Beksan Trunajaya.[1]

Sejarah

Beksan Lawung diciptakan oleh Hamengkubuwana I berdasarkan latihan watangan yang rutin digelar setiap hari Sabtu. Watangan adalah latihan ketangkasan prajurit dalam berkuda dan menggunakan tombak. Tombak yang digunakan adalah tombak berujung tumpul, yang dalam bahasa Jawa disebut lawung. Perlombaan ini rutin dilaksanakan di Alun-alun Utara, dan sering diiringi gendhing penghormatan Monggang.[2]

Saat Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, Pemerintah Kolonial mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di Keraton, sehingga Hamengkubuwana I memutuskan untuk menyamarkan latihan watangan yang rutin digelar tersebut ke dalam sebuah tarian yang diberi nama Beksan Lawung. Pada masa kekuasaannya hingga diteruskan kepada putranya, beksan ini dipertunjukkan untuk melegitimasi kekuasaan Sultan. Beksan ini sempat vakum dipertunjukkan ke publik pada masa Hamengkubuwana III hingga V, karena meletusnya Perang Diponegoro serta krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda pascaperang. Beksan ini kemudian dipertunjukkan lagi pada masa Hamengkubuwana VII sebagai simbol perwakilan diri Sultan dalam sebuah perhelatan publik dan pernikahan keluarga Kesultanan. Beksan ini menjadi semakin populer pada masa Hamengkubuwana IX, karena mulai diajarkan di perkumpulan tari yang dibentuk di luar benteng Keraton.[3]

Deskripsi

Peran penari

Peran penari dalam Beksan Lawung terdiri atas:[4]

  • Dua orang botoh yang hendak menguji ketangkasan prajurit-prajurit yang dibinanya.
  • Dua orang salaotho yang suka melawak, tetapi setia pada botoh (Beksan Lawung Ageng).
  • Empat orang lurah, prajurit berpangkat tinggi.
  • Empat orang jajar, prajurit berpangkat rendah.
  • Empat orang ploncon, orang yang menyediakan tombak untuk digunakan untuk adu ketangkasan.

Tata busana yang digunakan untuk masing-masing penari berupa udeng tepen untuk jajar, ploncon, dan lurah, atau songkok untuk botoh, kain batik, celana cinde, sampur, lonthong (setagen), kaweng, bara, kalung, sumping, kelat bahu, dan buntal. Penari botoh dan lurah mengenakan rias kalang kinantang dan kain batik Parang Rusak Barong, sementara jajar mengenakan rias bapang dan kain batik motif batik Kawung. Salaotho menggunakan riasan dan busana yang berbeda; riasan gecul dan baju biru, celana putih, serta kain bangbangan yang didatangkan dari Madura. Pemilihan busana ini berkaitan dengan silang budaya yang ada pada beksan ini. Bahasa yang dituturkan adalah campuran bahasa Jawa Bagongan, Madura, Bugis, dan Melayu Klasik.[5]

Gerakan dan jalannya tari

Ragam gerak yang digunakan Beksan Lawung ada empat:[2]

  • Ragam gerak bapang, dengan sifat gagah dan ekspresif, digunakan oleh jajar.
  • Ragam gerak kalang kinantang, dengan sifat halus, digunakan oleh lurah.
  • Ragam gerak lawakan (gecul), digunakan oleh salaotho.
  • Ragam gerak impur (kakung alus) yang digunakan pada Beksan Lawung Alit dan Sekar Madura.[6][7]

Pada beksan Sekar Madura, terdapat satu properti yang digunakan saat penari duduk di hadapan meja, yaitu botol dan gelas sloki. Properti tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu, jika para prajurit menang berperang, mereka bergembira dan saling menghibur dengan minum minuman keras.[7]

Waktu tarian dapat bervariasi. Apabila waktu yang tersedia terlalu singkat, maka gerakan-gerakan tertentu dapat dilakukan setengah ragam, kemudian dapat bergeser ke gerakan lainnya. Misalnya, jika beksan ini ditampilkan di hadapan wisatawan yang sedang berkunjung ke Keraton. Terdapat beberapa variasi jalannya tari yang sedang atau pernah dilakukan pada Beksan Lawung:[8]

  • Pemangkasan gerak kalang kinantang sebanyak dua kali menjadi satu kali.
  • Dialog yang dapat dilakukan bergantian antara pihak kanan dan kiri, menjadi bersamaan dan dipangkas dari semula tiga kali menjadi dua atau bahkan satu kali.
  • Penari ploncon terkadang diganti dengan abdi dalem yang memberi tombak lawung kepada penari jajar atau lurah, terutama untuk pertunjukan versi singkat.
  • Terkadang yang diambil untuk dipentaskan hanya kelompok tertentu, misalnya empat jajar saja, atau empat lurah saja. Botoh dan salaotho masing-masing berjumlah dua orang untuk pementasan ini.
  • Di luar Keraton, beksan ini dapat ditarikan hanya dengan satu botoh dan empat jajar, yang tombaknya dibawa langsung oleh jajar sejak dari awal pementasan hingga selesai.

Iringan gendhing

Gamelan yang digunakan dalam beksan Lawung adalah Kanjeng Kyai Guntur Sari. Terdapat beberapa iringan gendhing yang digunakan dalam Beksan Lawung, antara lain:

  • Pada Beksan Lawung Ageng, Gangsaran / Ladrang Roning Tawang, laras pelog pathet 6 dibunyikan saat botoh menguji ketangkasan jajar, sedangkan Gangsaran / Ladrang Bima Kurda, laras pelog pathet barang dibunyikan saat botoh menguji ketangkasan lurah.[9]
  • Pada Beksan Lawung Alit, Gangsaran / Ladrang Harjuna Mangsah, laras pelog pathet barang dibunyikan saat botoh menguji ketangkasan jajar, sedangkan Gangsaran / Ladrang Harjuna Asmara, laras pelog pathet barang dibunyikan saat botoh menguji ketangkasan lurah.[6]
  • Pada Beksan Sekar Madura, gendhing yang digunakan adalah Ceng Barong, laras slendro pathet 9.[7]

Referensi

  1. ^ Tinarsidartha & Pramutomo 2016, hlm. 193.
  2. ^ a b Era.id. "Mengenal Beksan Lawung Ageng, Salah Satu Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta". ERA.ID. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  3. ^ Tinarsidharta & Pramutomo 2016, hlm. 191-192.
  4. ^ Media, Kompas Cyber (2021-03-16). "Beksan Lawung Ageng, Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  5. ^ Tinarsidharta & Pramutomo 2016, hlm. 194-195.
  6. ^ a b crew, kraton. "Beksan Lawung Alit". kratonjogja.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-06. 
  7. ^ a b c "Beksan Sekar Medura". budaya.jogjaprov.go.id. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  8. ^ Tinarsidharta & Pramutomo 2016, hlm. 198.
  9. ^ Tinarsidharta & Pramutomo 2016, hlm. 194.

Daftar pustaka