Lompat ke isi

Ikan nila: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
34Ricky (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
34Ricky (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 27: Baris 27:
[[Suhu]] [[air]] sangat berpengaruh terhadap [[metabolisme]] dan [[pertumbuhan]] [[organisme]] serta mempengaruhi jumlah [[pakan]] yang dikonsumsi [[organisme]] perairan. [[Suhu]] juga mempengaruhi [[oksigen]] terlarut dalam perairan. [[Suhu]] optimal untuk [[hidup]] [[ikan]] [[nila]] pada kisaran 14-38 °C, secara [[alami]] [[ikan]] ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C namun [[suhu]] yang baik untuk perkembanganbiakannya berkisar 25-30 °C.
[[Suhu]] [[air]] sangat berpengaruh terhadap [[metabolisme]] dan [[pertumbuhan]] [[organisme]] serta mempengaruhi jumlah [[pakan]] yang dikonsumsi [[organisme]] perairan. [[Suhu]] juga mempengaruhi [[oksigen]] terlarut dalam perairan. [[Suhu]] optimal untuk [[hidup]] [[ikan]] [[nila]] pada kisaran 14-38 °C, secara [[alami]] [[ikan]] ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C namun [[suhu]] yang baik untuk perkembanganbiakannya berkisar 25-30 °C.
* ''pH''
* ''pH''
Nilai [[pH]] merupakan [[logaritma]] negatif dari [[aktivitas]] [[ion]] [[hydrogen]]. Beberapa faktor yang mempengaruhi [[pH]] perairan yaitu [[aktivitas]] [[fotosintesis]], [[suhu]], dan terdapatnya [[anion]] dan [[kation]]. [[pH]] yang ditoleransi [[ikan]] [[nila]] antara 5-11, tetapi [[pertumbuhan]] dan perkembangan yang [[optimal adalah pada kisaran pH 7-8.
[[Nilai pH]] merupakan [[logaritma]] negatif dari [[aktivitas]] [[ion]] [[hydrogen]]. Beberapa faktor yang mempengaruhi [[pH]] perairan yaitu [[aktivitas]] [[fotosintesis]], [[suhu]], dan terdapatnya [[anion]] dan [[kation]]. [[pH]] yang ditoleransi [[ikan]] [[nila]] antara 5-11, tetapi [[pertumbuhan]] dan perkembangan yang [[optimal adalah pada kisaran pH 7-8.
* ''Amonia''
* ''Amonia''
[[Amonia]] merupakan bentuk utama [[ekskresi]] [[nitrogen]] dari [[organisme]] [[akuatik]]. Sumber utama [[ammonia]] ([[NH3]]) adalah bahan [[organik]] dalam bentuk sisa [[pakan]], kotoran [[ikan]] maupun dalam bentuk [[plankton]] dari bahan [[organik]] ter[[suspensi]]. Pembusukan bahan [[organik]] terutama yang banyak mengandung [[protein]] menghasilkan [[ammonium]] ([[NH4+]]) dan [[NH3]]. Bila proses lanjut dari [[pembusukan]] ([[nitrifikasi]]) tidak berjalan lancar maka akan terjadi penumpukan [[NH3]] sampai pada [[konsentrasi]] yang membahayakan bagi [[ikan]].
[[Amonia]] merupakan bentuk utama [[ekskresi]] [[nitrogen]] dari [[organisme]] [[akuatik]]. Sumber utama [[ammonia]] ([[NH3]]) adalah bahan [[organik]] dalam bentuk sisa [[pakan]], kotoran [[ikan]] maupun dalam bentuk [[plankton]] dari bahan [[organik]] ter[[suspensi]]. Pembusukan bahan [[organik]] terutama yang banyak mengandung [[protein]] menghasilkan [[ammonium]] ([[NH4+]]) dan [[NH3]]. Bila proses lanjut dari [[pembusukan]] ([[nitrifikasi]]) tidak berjalan lancar maka akan terjadi penumpukan [[NH3]] sampai pada [[konsentrasi]] yang membahayakan bagi [[ikan]].

Revisi per 20 April 2010 20.23

Ikan Nila
Ikan nila betina dari Lumajang, Jawa Timur
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Oreochromis niloticus
Nama binomial
Oreochromis niloticus

Ikan Nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika tepatnya Afrika bagian timur yaitu di sungai Nil (mesir), danau Tangayika, Chad, Nigeria, dan Kenya pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.Genus Oreochromis merupakan genus ikan yang beradaptasi tinggi dan mempunyai toleransi terhadap kualitas air dengan kisaran yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun karena sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi dan rendah. Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaaan antara jantan dan betina. Untuk membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati seksama lubang genitalnya (kelamin sekunder). Pada ikan jantan, warna tubuhnya lebih gelap, tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, terdapat lubang anus dan satu lubang genital yang berupa tonjolan agak kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran air kencing dan sperma. Rasio jumlah ikan jantan dan betina ideal adalah 3:1, yaitu jumlah ikan betina] lebih banyak daripada [[ikan jantan]. Padat penebaran disesuaikan dengan wadah atau kolam budidayanya. Bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi yang tinggi, pertumbuhannya kurang pesat. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat. Berikut parameter yang menentukan kualitas air :

  • Suhu

Suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan organisme serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi organisme perairan. Suhu juga mempengaruhi oksigen terlarut dalam perairan. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 14-38 °C, secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C namun suhu yang baik untuk perkembanganbiakannya berkisar 25-30 °C.

  • pH

Nilai pH merupakan logaritma negatif dari aktivitas ion hydrogen. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan yaitu aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. pH yang ditoleransi ikan nila antara 5-11, tetapi pertumbuhan dan perkembangan yang [[optimal adalah pada kisaran pH 7-8.

  • Amonia

Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari organisme akuatik. Sumber utama ammonia (NH3) adalah bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun dalam bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi. Pembusukan bahan organik terutama yang banyak mengandung protein menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses lanjut dari pembusukan (nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka akan terjadi penumpukan NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan bagi ikan.

  • Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi, proses pembakaran makanan, aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Sumber oksigen dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kadar oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 5 mg/l. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran (untuk kolam yang bagian dasarnya berlumpur) juga akan memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air yang disebabkan oleh adanya plankton, air yang kaya plankton dapat berwarna hijau kekuning dan hijau kecoklatan karena banyak mengandung diatom. Plankton ini baik untuk makanan ikan nila. Sedangkan plankton biru kurang baik. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan. Kadar garam air yang optimal untuk pemmbudidayaan ikan nila antara 0-35 C, oleh karena itu ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 dpl). Telur ikan nila berbentuk bulat berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah dapat mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir, tergantung ukuran induk betina, sehingga larva yang dihasilkan pun kurang lebih sama dengan jumlah telurnya. Ikan nila merupakan ikan yang mempunyai sifat yang unik setelah memijah. Induk betina mengulumtelur-telur yang telah dibuahi di dalam rongga mulutnya. Perilaku in disebut Mouth Breeder (pengeram telur dalam mulut).

Pemerian

Ikan nila jantan
Keramba jala apung untuk memelihara ikan nila di Ranu Pakis, Klakah, Lumajang

Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.

Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.Langkah Pertama dalam budidaya ikan nila ialah pemilihan induk ikan yang akan dibudidayakan. Pemilihan induk ini harus sesusai dan induk ikan tersebut siap memijah. Kemudian menentukan perbandingan rasio antara ikan jantan dan betina. Rasio idealnya adalah 1:3, yaitu ikan betina lebih banyak daripada ikan jantannya. Jumlah seluruh ikan yang dibudidayakan adalah 12 ekor, yaitu 3 ekor induk jantan dan 9 ekor induk betina. Seleksi induk ikan nila dilakukan dengan melihat jenis kelamin ikan tersebut, yaitu bisa dilihat dari kelamin primer maupun sekuder. Untuk mengetahui kelamin primer dilakukan pembedahan, sedangkan untuk mengetahui kelamin sekunder dilihat dari lubang genitalnya.


Pembenihan Ikan Nila

Langkah Pertama dalam budidaya ikan nila ialah pemilihan induk ikan yang akan dibudidayakan. Pemilihan induk ini harus sesusai dan induk ikan tersebut siap memijah. Kemudian menentukan perbandingan rasio antara ikan jantan dan betina. Rasio idealnya adalah 1:3, yaitu ikan betina lebih banyak daripada ikan jantannya. Jumlah seluruh ikan yang dibudidayakan adalah 12 ekor, yaitu 3 ekor induk jantan dan 9 ekor induk betina. Seleksi induk ikan nila dilakukan dengan melihat jenis kelamin ikan tersebut, yaitu bisa dilihat dari kelamin primer maupun sekuder. Untuk mengetahui kelamin primer dilakukan pembedahan, sedangkan untuk mengetahui kelamin sekunder dilihat dari lubang genitalnya.

Kebiasaan dan penyebaran

Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air.

Ikan ini sangat peridi, mudah berbiak. Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil) ditemukan mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia. Pemeliharaan ikan ini diyakini pula telah berlangsung semenjak peradaban Mesir purba.

Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet.

Anak jenis dan kerabatnya

Ada beberapa anak jenis ikan nila, di antaranya:

O. niloticus niloticus
  • Oreochromis niloticus baringoensis Trewavas, 1983
  • Oreochromis niloticus cancellatus (Nichols, 1923)
  • Oreochromis niloticus eduardianus (Boulenger, 1912)
  • Oreochromis niloticus filoa Trewavas, 1983
  • Oreochromis niloticus niloticus (Linnaeus, 1758)
  • Oreochromis niloticus sugutae Trewavas, 1983
  • Oreochromis niloticus tana Seyoum & Kornfield, 1992
  • Oreochromis niloticus vulcani (Trewavas, 1983)

Ikan nila berkerabat dekat dengan mujair (Oreochromis mossambicus). Dan sebagaimana kerabatnya itu pula, ikan nila memiliki potensi sebagai ikan yang invasif apabila terlepas ke badan-badan air alami.

Nilai gizi

Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila dan mujair tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif.

Nilai kurang bagi ikan ini sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega-6 yang tinggi sementara asam lemak omega-3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit yang berkait dengan peredaran darah.[1]

Rujukan

  1. ^ Commonly Consumed Fish, Tilapia, Deadly Source of Fatty Acids. medindia.net. Akses 11 Juli 2008

  • Oreochromis niloticus pada FishBase, diakses 27/10/07
  • Oreochromis niloticus pada ITIS Database, diakses 27/10/07
  • Bardach, J.E.; J.H. Ryther & W.O. McLarney. 1972. Aquaculture. the Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organisms. John Wiley & Sons.
  • Kottelat, M.; A.J. Whitten; S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus, Jakarta.
  • Boyd. C.E. 1982. Water quality Management For Pond Fish Culture. Amsterdam, Netherland : Scientific Pulishing Company.
  • Watanabe, T.1998. Nutrition and Mariculture. JICA Textbook. The General Aquaculture Course. Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo Universityof Fisheries. Tokyo
  • Nagl, S.; H. Tichy; W.E. Mayer; I.E. Samonte; B.J. McAndrew & J. Klein. 2001. Classification and Phylogenetic Relationships of African Tilapiine Fishes Inferred from Mitochondrial DNA Sequences. Molecular Phylogenetics and Evolution 20(3): 361–374.

Pranala luar