Lompat ke isi

Bharatayuddha: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
MeruBali (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 26: Baris 26:


versi cerita pedalangan Jawa Tengah
versi cerita pedalangan Jawa Tengah
{{pindah|wikisource}}

{{gabungkepada|Bharatayuddha}}
{{gabungkepada|Bharatayuddha}}


Baris 49: Baris 49:


Sementara itu Sagotra, hartawan yang berhutang budi pada Arjuna ingin menjadi korban bagi Pandawa. Namun karena tidak tahu arah, ia bertemu dengan Kurawa. Oleh tipu muslihat Kurawa, ia akan dipertemukan dengan Arjuna, namun dibawa ke Astina. Sagotra dipaksa menjadi tawur bagi Kurawa, namun menolak mentah-mentah. Akhirnya, [[Dursasana]], salah satu anggota Kurawa membunuhnya dengan alasan sebagai tawur pihak Kurawa.
Sementara itu Sagotra, hartawan yang berhutang budi pada Arjuna ingin menjadi korban bagi Pandawa. Namun karena tidak tahu arah, ia bertemu dengan Kurawa. Oleh tipu muslihat Kurawa, ia akan dipertemukan dengan Arjuna, namun dibawa ke Astina. Sagotra dipaksa menjadi tawur bagi Kurawa, namun menolak mentah-mentah. Akhirnya, [[Dursasana]], salah satu anggota Kurawa membunuhnya dengan alasan sebagai tawur pihak Kurawa.

==Lihat pula==
==Lihat pula==
* [[Kakawin Bharatayuddha]]
* [[Kakawin Bharatayuddha]]

Revisi per 6 Januari 2007 19.33

Bharatayuddha (Sansekerta, भारतयुद्ध) adalah yuda/yudha atau perang dahsyat antara dua pihak keturunan darah Bharata yakni para Pandawa dan para Korawa di medan Kuru atau Kuruksetra. Peperangan ini berlangsung selama 18 hari. Kisah ini diceritakan dalam epos Mahabharata yang ditulis Vyasa Krisna Dwipayana di India kira kira 400 Tahun Sebelum Masehi.

Di Indonesia, kisah Mahabarata ditulis ulang di berbagai daerah sesuai dengan situasi kondisi sosial budaya setempat sehingga ceritanya menjadi berkembang dan tidak lagi sama persis dengan cerita aslinya. Beberapa kisah tersebut dapat dibaca dalam Serat Purwacarita, Serat Paramayoga, Serat Kanda, dan Serat Pustaka raja Purwa.

Di Yogyakarta, cerita ditulis ulang dalam Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana ke V. Penulisan dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848.

Sebab-Sebab Peperangan

Pandawa telah menjalani hukuman buang selama 13 tahun, sesuai dengan perjanjian, mereka menginginkan kembali tahta Kerajaan Besar Astinapura yang menjadi haknya secara turun-temurun. Akan tetapi pihak Kurawa yang merupakan sepupu Pandawa tidak mau menyerahkan tahta Astinapura. Setelah semua upaya damai menemui jalan buntu, terjadilah perang selama 18 hari di medan Kuru atau Kurusetra.

Peristiwa Sebelum Perang Baratayuda

Pembagian Kisah Perang Baratayuda

versi cerita pedalangan Jawa Tengah

Dikisahkan, Perang Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam.

Sementara di pihak Kurawa mengangkat Resi Bisma sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta Durna dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Kurawa. Resi Bisma menentukan siasat perang Kurawa dengan siasat Wukirjaladri yang berarti gunung samudra.

Balatentara Kurawa menyerang laksana gelombang lautan yang menggulung-gulung, sedang pasukan Pandawa yang dipimpin Resi Seta menyerang dengan dahsyat seperti senjata yang menusuk langsung ke pusat kematian. Sementara itu Rukmarata, putra Prabu Salya datang ke Tegalkurusetra untuk menonton jalannya perang. Meski bukan anggota pasukan perang, dan berada di luar garis peperangan, ia telah melanggar aturan perang, dengan bermaksud membunuh Resi Seta, Pimpinan Perang Pandawa.

Rukmarata memanah Resi Seta namun panahnya tidak melukai sasaran. Setelah melihat siapa yang memanahnya, yakni seorang pangeran muda yang berada di dalam kereta di luar garis pertempuran, Resi Seta kemudian mendesak pasukan lawan ke arah Rukmarata. Setelah kereta Rukmarata berada di tengah pertempuran, Resi Seta segera menghantam dengan gada (pemukul) Kyai Pecatnyawa, hingga hancur berkeping-keping. Rukmarata, putra mahkota Mandaraka tewas seketika.

Dalam peperangan tersebut Arya Utara gugur di tangan Prabu Salya sedangkan Arya Wratsangka tewas oleh Pendeta Durna. Resi Bisma dengan bersenjatakan aji Nagakruraya, aji Dahana, busur Naracabala, Panah kyai Cundarawa, serta senjata kyai Salukat berhadapan dengan Resi Seta yang bersenjata gada (pemukul)kyai Lukitapati, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Pertarungan keduanya dikisahkan sangat seimbang dan seru, hingga akhirnya Resi Bisma dapat menewaskan Resi Seta. Baratayuda babak pertama diakhiri dengan sukacita pihak Kurawa karena kematian pimpinan perang Pandawa.

Setelah Resi Seta gugur, Pandawa kemudian mengangkat Drestadyumna atau Trustajumena sebagai pimpinan perangnya dalam perang Bharatayuddha. Sedangkan Resi Bisma tetap menjadi pimpinan perang Kurawa. Dalam babak ini kedua kubu berperang dengan siasat yang sama yaitu Garudanglayang (Garuda terbang).

Dalam pertempuran ini dua anggota Kurawa, Wikataboma dan kembarannya Bomawikata terbunuh setelah kepala keduanya diadu oleh Bima. Sementara itu beberapa raja sekutu Kurawa juga terbunuh dalam babak ini. Diantaranya Prabu Sumarma, raja Trigartapura tewas oleh Bima, Prabu Dirgantara terbunuh oleh Arya Satyaki, Prabu Dirgandana tewas di tangan Arya Sangasanga (anak Setyaki), Prabu Dirgasara dan Surasudirga tewas di tangan Gatotkaca, dan Prabu Malawapati, raja Malawa tewas terkena panah Hrudadali milik Arjuna.

Resi Bisma setelah melihat komandan pasukannya berguguran kemudian maju ke medan pertempuran, mendesak maju menggempur lawan. Atas petunjuk Kresna, Pandawa kemudian mengirim Dewi Wara Srikandi untuk maju menghadapi Resi Bisma. Dengan tampilnya prajurit wanita tersebut, Resi Bisma merasa bahwa tiba waktunya maut menjemputnya, sesuai dengan kutukan Dewi Amba yang tewas di tangan Resi Bisma. Resi Bisma gugur dengan perantaraan panah Hrudadali milik Arjuna yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi.

Dalam babak ini juga diadakan korban demi syarat kemenangan pihak yang sedang berperang. Resi Ijrapa dan anaknya Rawan dengan sukarela menyediakan diri sebagai korban (Tawur) bagi Pandawa. Keduanya pernah ditolong Bima dari bahaya raksasa. Selain itu satria Pandawa terkemuka, Antareja yang merupakan putra Bima juga bersedia menjadi tawur dengan cara menjilat bekas kakinya hingga tewas.

Sementara itu Sagotra, hartawan yang berhutang budi pada Arjuna ingin menjadi korban bagi Pandawa. Namun karena tidak tahu arah, ia bertemu dengan Kurawa. Oleh tipu muslihat Kurawa, ia akan dipertemukan dengan Arjuna, namun dibawa ke Astina. Sagotra dipaksa menjadi tawur bagi Kurawa, namun menolak mentah-mentah. Akhirnya, Dursasana, salah satu anggota Kurawa membunuhnya dengan alasan sebagai tawur pihak Kurawa.

Lihat pula