Lompat ke isi

Teungku Chik di Tiro: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Adi.akbartauhidin (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 180.241.50.53 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Si Gam
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13: Baris 13:
| religion = [[Islam]]
| religion = [[Islam]]
}}
}}

'''Teungku Chik di Tiro''' ([[Bahasa Aceh]], artinya ''Imam ulama di daerah Tiro'') atau '''Muhammad Saman''' ([[Tiro]], [[Kabupaten Pidie|Pidie]], [[1836]] – [[Aneuk Galong]], [[Aceh Besar]], [[Januari]] [[1891]]), adalah seorang [[pahlawan nasional]] dari [[Aceh]].
'''Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman''' ([[Tiro]], [[Kabupaten Pidie|Pidie]], [[1836]] – [[Aneuk Galong]], [[Aceh Besar]], [[Januari]] [[1891]]) adalah seorang [[pahlawan nasional]] dari [[Aceh]].

== Riwayat ==
[[Berkas:Jeurat_Teungku_Chik_di_Tiro.JPG|thumb|ki|Gerbang masuk makam Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman]]


Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun [[1836]], bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, [[Tiro]], daerah [[Kabupaten Pidie|Pidie]], Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.
Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun [[1836]], bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, [[Tiro]], daerah [[Kabupaten Pidie|Pidie]], Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.


Ketika ia menunaikan ibadah haji di [[Mekkah]], ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan [[Islam]] yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan [[kolonialisme]]. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan [[Perang Sabil]].
Ketika ia menunaikan ibadah haji di [[Mekkah]], ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan [[Islam]] yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan [[kolonialisme]]. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan [[Perang Sabil]].

== Memimpin perjuangan ==
[[Berkas:Jeurat_Teungku_Chik_di_Tiro_Muhammad_Saman.JPG|thumb|Kubur Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman]]


Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng [[Belanda]] dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (''concentratie stelsel'') yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.
Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng [[Belanda]] dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (''concentratie stelsel'') yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.
Baris 27: Baris 34:
* Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)
* Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)


Belanda yang merasa kewalahan akhirnya memakai "siasat liuk" dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi [[racun]]. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari [[1891]] di benteng Aneuk Galong.

== Lain-lain ==
Salah satu cucunya adalah [[Hasan di Tiro]], pendiri dan pemimpin [[Gerakan Aceh Merdeka]].<ref>[[Kyodo]], ''[http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m0WDQ/is_2006_Jan_2/ai_n15991099 Indonesia to reopen ties with Sweden following Aceh peace deal]'', 2 Januari 2006</ref>

== Galeri ==
<gallery>
<gallery>
Berkas:A. Pruijs van der Hoeven. 1900 G. Kepper.jpg|Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
Berkas:A. Pruijs van der Hoeven. 1900 G. Kepper.jpg|Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
Baris 34: Baris 47:
</gallery>
</gallery>


== Referensi ==
Belanda yang merasa kewalahan akhirnya memakai "siasat liuk" dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi [[racun]]. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari [[1891]] di benteng Aneuk Galong.
{{reflist}}

Salah satu cucunya adalah [[Hasan di Tiro]], pendiri dan pemimpin [[Gerakan Aceh Merdeka]].<ref>[[Kyodo]], ''[http://www.findarticles.com/p/articles/mi_m0WDQ/is_2006_Jan_2/ai_n15991099 Indonesia to reopen ties with Sweden following Aceh peace deal]'', 2 Januari 2006</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 42: Baris 54:
* [[Teungku]]
* [[Teungku]]
* [[Hasan Muhammad di Tiro]]
* [[Hasan Muhammad di Tiro]]

== Referensi ==
{{reflist}}


== Pranala Luar ==
== Pranala Luar ==

Revisi per 7 April 2013 02.45

Teungku Chik di Tiro
Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman
Lahir1836
Tiro, Pidie, Kesultanan Aceh
MeninggalJanuari 1891
Aneuk Galong, Aceh Besar, Kesultanan Aceh
Dikenal atasPahlawan Nasional Indonesia

Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman (Tiro, Pidie, 1836Aneuk Galong, Aceh Besar, Januari 1891) adalah seorang pahlawan nasional dari Aceh.

Riwayat

Gerbang masuk makam Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman

Teungku Muhammad Saman adalah putra dari Teungku Syekh Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Syekh Abdussalam Muda Tiro. Ia lahir pada tahun 1836, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dayah Jrueng kenegerian Cumbok Lam Lo, Tiro, daerah Pidie, Aceh. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat.

Ketika ia menunaikan ibadah haji di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu agamanya. Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan Islam yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme. Sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya, Muhammad Saman sanggup berkorban apa saja baik harta benda, kedudukan, maupun nyawanya demi tegaknya agama dan bangsa. Keyakinan ini dibuktikan dengan kehidupan nyata, yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Sabil.

Memimpin perjuangan

Kubur Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman

Dengan perang sabilnya, satu persatu benteng Belanda dapat direbut. Begitu pula wilayah-wilayah yang selama ini diduduki Belanda jatuh ke tangan pasukannya. Pada bulan Mei tahun 1881, pasukan Muhammad Saman dapat merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong dan lain-lain. Belanda akhirnya terjepit di sekitar kota Banda Aceh dengan mempergunakan taktik lini konsentrasi (concentratie stelsel) yaitu membuat benteng yang mengelilingi wilayah yang masih dikuasainya.

Teungku Chik di Tiro adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.[1] Bukti kehebatan beliau dapat dilihat dari banyaknya pergantian gubernur Belanda untuk Aceh semasa perjuangan beliau (1881-1891) sebanyak 4 kali, yaitu:

  • Abraham Pruijs van der Hoeven (1881-1883)
  • Philip Franz Laging Tobias (1883-1884)
  • Henry Demmeni (1884-1886)
  • Henri Karel Frederik van Teijn (1886-1891)

Belanda yang merasa kewalahan akhirnya memakai "siasat liuk" dengan mengirim makanan yang sudah dibubuhi racun. Tanpa curiga sedikitpun ia memakannya, dan akhirnya Muhammad Saman meninggal pada bulan Januari 1891 di benteng Aneuk Galong.

Lain-lain

Salah satu cucunya adalah Hasan di Tiro, pendiri dan pemimpin Gerakan Aceh Merdeka.[2]

Galeri

Referensi

Lihat pula

Pranala Luar