Lompat ke isi

Agama Hindu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
JAnDbot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: als, an, bar, bh, bn, eu, frp, fur, ga, gu, ht, ia, jv, ka, kn, ks, la, mk, mr, new, ps, rmy, sa, sco, sh, simple, ta, th, tl, ur Membuang: ml Mengubah: dv, el, fa, yi
Baris 57: Baris 57:
Dalam keyakinan umat Hindu, [[Brahman]] merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para [[Dewa]] disetarakan dengan [[malaikat]] dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.
Dalam keyakinan umat Hindu, [[Brahman]] merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para [[Dewa]] disetarakan dengan [[malaikat]] dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.


Filsafat [[Advaita Vedānta]] menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya: [[Wisnu]], [[Brahmā]], [[Çiwa]], [[Lakshmi]], [[Parwati]], [[Saraswati]], dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di [[Bali]]), konsep [[Sang Hyang Widhi|Ida Sang Hyang Widhi Wasa]] merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.
Filsafat [[Advaita Vedānta]] menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya: [[Wisnu]], [[Brahmā]], [[Çiwa]], [[Lakshmi]], [[Parwati]], [[Saraswati]], dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di [[Bali]]), konsep [[Sang Hyang Widhi|Ida Sang Hyang Widhi Wasa]] merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.


===Panteisme===
===Panteisme===

Revisi per 5 September 2007 06.49

Agama Hindu (Bahasa Sansekerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" [1] ), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih eksis hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setalah Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 milyar jiwa.[4]

Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain sebagian kecil yang tersebar di pulau Jawa dan Lombok.

Etimologi

Dalam Bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sansekerta). [5] Dalam Rig Veda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anakbenua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.

Keyakinan dalam Hindu

Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa, tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Advaita Vedanta menegaskan bahwa, hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Panca Sradha. Panca Sradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:

  1. Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
  2. Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
  3. Karmaphala – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
  4. Punarbhawa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
  5. Moksha – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia

Widhi Tattwa

Berkas:Om4.jpg
Omkara. Aksara suci bagi umat Hindu yang melambangkan "Brahman" atau "Tuhan Sang Pencipta"
Artikel utama: Brahman

Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Advaita Vedānta dan dalam kitab Veda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Filsafat tersebut juga enggan untuk mengakui bahwa Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan[6].

Ātmā Tattwa

Artikel utama: Atman

Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut “Jiwatma”. Jiwatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat “Maya”, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut “Awidya”. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jiwatma mencapai moksha[7].

Karmaphala

Artikel utama: Karmaphala

Agama Hindu mengenal “hukum sebab-akibat” yang disebut Karmaphala (karma=perbuatan; phala=buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil (baik atau buruk). Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib baik/buruk yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi)[8].

Punarbhawa

Artikel utama: Punarbhawa

Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moksha).

Moksha

Artikel utama: Moksha

Dalam keyakinan umat Hindu, Moksha merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksha, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena iu, Moksha menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.

Konsep ketuhanan

Berkas:T. Sembahyang.JPG
Salah satu bentuk penerapam monoteisme Hindu di Indonesia adalah konsep Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja "Brahman" atau "Tuhan Sang Penguasa"
Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesaji di tempat suci keluarganya

Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain Henoteisme, Panteisme, Monisme, Monoteisme, Politeisme, dan Ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah Monoteisme (terutama dalam Veda, Agama Hindu Dharma dan Advaita Vedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.

Monoteisme

Dalam agama Hindu umumnya (termasuk Agama Hindu Dharma di Indonesia), konsep yang dipakai adalah monoteisme. Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Advaita Vedanta yang berarti “tak ada duanya” (a + dvaita). Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Advaita Vedānta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman.

Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para Dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.

Filsafat Advaita Vedānta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya: Wisnu, Brahmā, Çiwa, Lakshmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.

Panteisme

Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah Panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun[10], ibarat garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan istilah “Wyapi Wyapaka”. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.

Ateisme

Artikel utama: Ateisme dalam Hindu

Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran filsafat tertua dalam agama Hindu yang menekankan filsafat Ateisme. Filsafat Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki penyebab.[11] Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya) merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.

Konsep lainnya

Di samping mengenal konsep monoteisme, panteisme, dan ateisme yang terkenal, para sarjana mengungkapkan bahwa terdapat konsep henoteisme, politeisme, dan monisme dalam ajaran agama Hindu yang luas. Ditinjau dari berbagai istilah itu, agama Hindu paling banyak menjadi objek penelitian yang hasilnya tidak menggambarkan kesatuan pendapat para Indolog sebagai akibat berbedanya sumber informasi. Agama Hindu pada umumnya hanya mengakui sebuah konsep saja, yakni monoteisme. Menurut pakar agama Hindu, konsep ketuhanan yang banyak terdapat dalam agama Hindu hanyalah akibat dari sebuah pengamatan yang sama dari para sarjana dan tidak melihat tubuh agama Hindu secara menyeluruh.[12] Seperti misalnya, agama Hindu dianggap memiliki konsep politeisme namun konsep politeisme sangat tidak dianjurkan dalam Agama Hindu Dharma dan bertentangan dengan ajaran dalam Veda.

Meskipun banyak pandangan dan konsep ketuhanan yang diamati dalam Hindu, dan dengan cara pelaksanaan yang berbeda-beda, selama semua jalan tersebut digunakan untuk mencari Tuhan, agama Hindu hanya menerimanya dengan rasa toleransi, sesuai dengan yang diajarkan kitab suci mereka. Mereka berpegang teguh kepada sloka yang mengatakan[13]:

Pustaka suci

Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purāna serta epos: Rāmāyaṇa dan Mahābhārata. Bhagavad Gītā adalah ajaran yang dimuat dalam Mahābhārata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.

Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sektarian. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.

Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.

  • Sruti berarti “yang didengar” atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Veda, Upanishad, dan Bhagavad Gītā. Dalam perkembangannya, Veda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Rigveda dan Isa Upanishad. Kitab Veda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah 108.
  • Smerti berarti “yang diingat” atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan budaya manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
Kitab Rg Weda dalam aksara Dewanagari dari abad ke-19.
Berkas:Vyasa.jpg
Krishna Dwaipayana Wyasa, seorang Maharsi yang mengklasifikasi kitab Veda

Veda

Artikel utama: Veda

Veda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama Hindu. Veda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua umur agama Hindu. Veda berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu dari kata “vid” (Wid) yang berarti tahu. Kata Veda berarti “pengetahuan”. Para nabi yang menerima wahyu Veda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Sapta Maharsi atau Sapta Rsi. Ketujuh nabi tersebut yakni:

  1. Rsi Grtsamada
  2. Rsi Wasistha
  3. Rsi Atri
  4. Rsi Wiswamitra
  5. Rsi Wamadewa
  6. Rsi Bharadwaja
  7. Rsi Kanwa

Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada nabi-nabi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Nabi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan nabi lainnya, sehingga ribuan ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Rsi Vyāsa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumanta.

Setelah penyusunan dilakukan, ayat-ayat tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah kitab yang kemudian disebut Veda. Sesuai dengan isinya, Veda terbagi menjadi empat, yaitu:

  1. Rigveda Samhita
  2. Ayurveda Samhita
  3. Samaveda Samhita
  4. Atharvaveda Samhita

Keempat kitab tersebut disebut “Catur Veda Samhita”. Selain keempat Veda tersebut, Bhagavad Gītā yang merupakan intisari ajaran Veda disebut sebagai Veda yang kelima.

Bhagavad Gītā

Artikel utama: Bhagawad Gita

Bhagavad Gītā merupakan suatu bagian dari kitab Bhismaparwa, yakni kitab keenam dari seri Astadasaparwa kitab Mahābhārata, yang berisi percakapan antara Sri Kresna dengan Arjuna menjelang Bharatayuddha terjadi. Diceritakan bahwa Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan Dinasti Kuru jika Bharatayuddha terjadi. Arjuna juga merasa lemah dan tidak tega untuk membunuh saudara dan kerabatnya sendiri di medan perang. Dilanda oleh pergolakan batin antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama.

Kresna yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang ksatria agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagavad Gītā.

Bhagavad Gītā terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Veda.

Salah satu ilustrasi dalam kitab Warahapurana
Sebuah ilustrasi dalam kitab Mahabharata, salah satu Itihasa (kisah epik Hindu)

Purana

Artikel utama: Purana

Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti sejarah kuno atau cerita kuno. Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai pada tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut “Mahapurana”. Delapan belas kitab tersebut yakni:

Itihāsa

Artikel utama: Itihasa

Itihāsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu di masa lampau dan dibumbui oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk supernatural. Kata Itihāsa terdiri dari tiga suku kata, yaitu: iti-ha-sa, yang berarti “kejadian itu sesungguhnya begitu nyata”. Kitab Itihāsa disusun oleh para Rsi dan pujangga India masa lampau, seperti misalnya Rsi Walmiki dan Rsi Vyāsa. Itihāsa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahābhārata.

Kitab lainnya

Selain kitab Veda, Bhagavad Gītā, Upanishad, Purana dan Itihāsa, agama Hindu mengenal berbagai kitab lainnya seperti misalnya: Tantra, Jyotisha, Darsana, Salwa Sutra, Niti Sastra, Kalpa, Chanda, dan lain-lain. Kebanyakan kitab tersebut tergolong ke dalam kitab Smerti karena memuat ajaran astroniomi, ilmu hukum, ilmu tata negara, ilmu sosial, ilmu kepemimpinan, ilmu bangunan dan pertukangan, dan lain-lain.

Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan masing-masing sekte dalam agama Hindu. Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan pura dan peletakkan citra (arca). Kitab Niti Sastra memuat ajaran kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Kitab Jyotisha merupakan kitab yang memuat ajaran sistem astronomi tradisional Hindu. Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda langit dan peredarannya. Kitab Jyotisha digunakan untuk meramal dan memperkirakan datangnya suatu musim.

Karakteristik

Ritual Keagamaan Hindu di Candi Prambanan, Yogyakarta/Jawa Tengah, Indonesia

Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Ilahi dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).

Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi.

Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada jaman Dwapara Yuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran Krishna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawad Gita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.


Enam Filsafat Hindu (Sad Darsana)

Artikel utama: Filsafat Hindu

Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Veda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Vedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu.




 
 
 
 
 
 
 
 
Filsafat India
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Nastika
 
 
 
 
 
Astika
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Buddha
 
Jaina
 
Carwaka
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kelompok Astika yang ajarannya bersumber langsung kepada Veda
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kelompok Astika yang ajarannya tidak bersumber langsung kepada Veda
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Vedanta
 
Mimamsa
 
Yoga
 
Samkhya
 
Vaisiseka
 
Nyaya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Advaita
 
Dvaita
 
Wisistadwaita
 
 


Keterangan:




Terdapat enam Āstika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Veda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Veda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.

Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep Hindu

Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.

Dewa-Dewi Hindu

Pelaksanaan Ngaben di Ubud, Bali
Artikel utama: Dewa dalam konsep Hinduisme

Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.

Dalam kitab-kitab Veda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.

Sistem Catur Warna (Kasta)

Artikel utama: Sistem Kasta dalam Hinduisme

Dalam agama Hindu, istilah Kasta disebut dengan Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

  • Brāhmana – golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniawan
  • Kshatriya – golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara
  • Waisya – golongan para pekerja material (petani, pedagang, nelayan, dsb.)
  • Sudra – golongan para pembantu keempat golongan di atas

Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.

Pelaksanaan ritual (Yajña)

Atikel utama: Yajña

Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sekedar kewajiban sebagai umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya). Dalam pelaksanaanya, kebanyakan yang dikorbankan adalah benda material.

Sekte dalam Hindu

Terdapat tiga sekte utama dalam agama Hindu, yaitu: Sekte Waisnawa, Sekte Çiwa, dan Sekte Shakti. Selain itu terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta, Sekte Bhairawa, Sekte Ganesha, dan lain-lain. Sekte yang terkenal adalah sekte Waisnawa yang menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa Wisnu. Sekte-sekte tersebut memiliki cara-cara pemujaan tersendiri dan hidup berdampingan.

Toleransi umat Hindu

Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:

Sansekerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."
Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)


Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:

samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham

(Bhagavad Gītā, IX. 29)

Arti:

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula




Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah

(Bhagavad Gītā, 4.11)

Arti:

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)




Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham

(Bhagavad Gītā, 7.21)

Arti:

Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap




Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ
te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam

(Bhagavad Gītā, IX.23)

Arti:

Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)


Catatan

  1. ^ Hindu juga dikenal dengan Hindū Dharma atau Vaidika-Dharma dalam beberapa bahasa India modern, seperti Bahasa Hindi, Bahasa Bengali, dan beberapa turunan Bahasa Indo-Arya, juga beberapa dialek Bahasa Dravida seperti Bahasa Tamil dan Bahasa Kannada
  2. ^ misalnya di "Hinduism and the Clash of Civilizations" oleh David Frawley, Voice of India, 2001. ISBN 81-85990-72-7
  3. ^ Religion: Hinduism - National Geographic
  4. ^ Major Religions of the World Ranked by Number of Adherents, Adherents.com (data 2005)
  5. ^ "Meaning of Hindu"
  6. ^ ”Bhagavad Gītā” menurut aslinya, oleh: Om A.C.B.S.Prabhupada
  7. ^ I Ketut Sukartha, dkk, ”Widya Dharma Agama Hindu”, Ganeça Exact
  8. ^ Cudamani, ”Karmaphala dan Reinkarnasi”, Hanumān Sakti
  9. ^ Kutipan dari buku:”Saya beragama Hindu” oleh Ngakan Made Madrasuta. Penerbit T.U. Warta Hindu, Denpasar
  10. ^ F.V. Bhaskara & Harry Isman, ”Kamus populer lengkap”, Citra Umbara, Bandung
  11. ^ Sebuah kutipan dari ”Slokantara” oleh I Gusti Agung Oka
  12. ^ Gede Puja, "Theologi Hindu", Yayasan Dharma Sarathi, Jakarta, 1992
  13. ^ ”Bhagavad Gītā”. Bab IV sloka 11
  14. ^ Bhagawad Gita. Bab IV sloka 7-8

Referensi

Materi referensi yang dicantumkan di bawah ini, kebanyakan berupa buku dan materi cetak yang ditulis dalam Bahasa Inggris.

Lihat pula

Pranala luar