Lompat ke isi

Tintin di Tibet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 1 Desember 2021 06.01 oleh MrHerii (bicara | kontrib) (Penyempurnaan terjemahan #1)
Tintin di Tibet
Informasi Umum
Judul Asli(Prancis) Tintin au Tibet
Terbit pertama1960
Album ke20
LokasiSwiss
India
Tibet
Nepal
Halaman62 (Berwarna)
Informasi dari Terbitan Gramedia
Terbit pertamaNovember, 2008
Gramedia CodeGM 310.08.020
Urutan ceritanya
SebelumPetualangan Tintin, Laut Merah
SesudahPermata Castafiore

Tintin di Tibet adalah sebuah komik karya kartunis Belgia Hergé, yang ke-20 dari serial Petualangan Tintin. Karya tersebut awalnya dimuat secara serial pada koran mingguan Le Petit Vingtième dari September 1958 sampai November 1959 dan kemudian diterbitkan sebagai sebuah buku pada tahun 1960. Hergé menganggap komik ini sebagai kisah favoritnya dan sebuah penguras emosi, karena ia membuat ceritanya saat mengalami mimpi-mimpi buruk traumatik dan konflik pribadi saat memutuskan untuk meninggalkan istrinya sepanjang tiga dekade untuk seorang wanita yang lebih muda. Dalam album ini diceritakan bagaimana Tintin membaca kabar tentang sebuah kecelakaan pesawat terbang di Tibet di sebuah koran padahal ia sedang menunggu kedatangan temannya dari Tiongkok, Chang. Ternyata Chang berada dalam pesawat yang nahas tersebut dan diperkirakan tewas. Namun Tintin tidak percaya dan ia pergi ke pegunungan Himalaya di antara perbatasan Nepal dan Tibet untuk mencarinya. Pada akhirnya Tintin menemukan Chang dalam keadaan hidup. Komik ini juga membahas tentang makhluk Yeti.

Setelah Petualangan Tintin, Laut Merah (1958) yang memiliki banyak karakter, Tintin di Tibet berbeda dari cerita lainnya di mana kisah tersebut hanya menampilkan beberapa karakter familiar dan juga merupakan satu-satunya kisah petualangan buatan Hergé yang tidak menghadapkan Tintin dengan seorang antagonis. Tema dalam cerita Hergé kali ini meliputi indra keenam, mistisisme Buddha Tibet dan persahabatan. Tintin di Tibet telah diterjemahkan ke dalam 32 bahasa, sangat disanjung oleh para kritikus, dan telah dipuji oleh Dalai Lama, yang menganugerahinya Penghargaan Cahaya Kebenaran. Cerita tersebut meraih kesuksesan komersial dan akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku oleh Casterman tak lama setelah penghargaannya, sementara serial Petualangan Tintin menjadi bagian dari tradisi komik Prancis-Belgia. Tintin di Tibet diadaptasi ke dalam televisi, radio, dokumenter, teater, dan permainan video, dan telah menjadi subjek dari sebuah pameran museum.

Sinopsis

Ketika sedang berlibur di resor di Alpen Prancis dengan Milo, Kapten Haddock, dan Profesor Lakmus, Tintin membaca tentang pesawat jatuh di gunung Gosain Than di Pegunungan Himalaya di Tibet. Ia kemudian mendapatkan sebuah penglihatan bahwa temannya, Chang Chong-Chen, terluka berat dan meminta pertolongan dari reruntuhan pesawat tersebut. Menduga bahwa Chang selamat dan hidup, Tintin terbang ke Kathmandu, melalui Delhi, bersama dengan Milo dan Kapten Haddock yang sebenarnya ragu Chang masih hidup. Mereka naik ke atas Pegunungan Himalaya bersama seorang Sherpa bernama Tharkey dan beberapa pramuantar, melakukan perjalanan darat dari Nepal menuju tempat kecelakaan.[1]

Para pramuantar akhirnya meninggalkan kelompok tersebut karena khawatir akan terjadinya hal-hal misterius, sementara Tintin, Haddock dan Tharkey meneruskan perjalanan hingga mencapai tempat kecelakaan tersebut. Tintin dan Milo mengikuti jejak-jejak Chang, dan menemukan sebuah gua di mana Chang mengukir namanya di sebuah batu. Saat meninggalkan gua, mereka menghadapi badai salju dan terkejut saat melihat sesosok siluet manusia. Tharkey meyakini bahwa Tintin melihat Yeti dan memintanya untuk meninggalkan Chang dan kembali dengannya ke Nepal, karena kawasan tersebut terlalu besar untuk pencarian. Tintin melihat sebuah syal di salah satu tebing, meyakini bahwa Chang berada di dekat sana, dan melanjutkan pencariannya hanya dengan Haddock. Ketika mereka sedang memanjat tebing, Haddock terpeleset dan tak mampu berpegangan pada tebing, tetapi nyawanya masih terselamatkan karena ia terikat dengan Tintin. Ia meminta Tintin untuk memotong talinya untuk menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi Tintin menolak. Haddock berusaha untuk memotong talinya sendiri, tetapi pisaunya jatuh ke dasar jurang dan secara tak sengaja mengenai Tharkey yang pada akhirnya datang untuk menyelamatkan mereka. Mereka berusaha untuk mendirikan tenda di atas tebing itu pada malam hari, tetapi tendanya hilang tertiup angin sehingga mereka harus terus melakukan perjalanan dan tak dapat tidur karena dinginnya suasana. Pada siangnya, mereka menemukan biara Buddha Khor-Biyong, tetapi mereka terjebak dalam sebuah longsoran salju.[2]

Blessed Lightning, seorang biksu di biara tersebut, mendapatkan sebuah penglihatan bahwa Tintin, Milo, Kapten Haddock, dan Tharkey sedang dalam bahaya. Tintin dalam keadaan setengah sadar dan kesulitan bergerak meminta Milo untuk mengirim sebuah pesan ke biara. Milo berlari ke biara tersebut, tetapi ia menghilangkan pesan tersebut. Untungnya ia dikenali sebagai anjing dari penglihatan Blessed Lightning. Ketika akhirnya Tintin, Kapten Haddock dan Tharkey sadar, mereka telah berada di biara tersebut dan diajak menemui Kepala Biara Besar. Kepala Biara Besar tersebut meminta Tintin untuk melupakan tujuannya, tetapi Blessed Lightning mendapatkan penglihatannya lagi dan memberitahukan Tintin bahwa Chang masih hidup di dalam sebuah gua gunung di Tanduk Yak dan bahwa Yeti juga ada di sana. Tintin dan Kapten Haddock pun pergi ke Tanduk Yak.[3]

Mereka tiba di sebuah gua, dan di dalamnya mereka menemukan Chang, yang berada dalam keadaan demam dan gemetar. Yeti, akhirnya tampak dalam wujud anthropoid besar, mendadak muncul dan marah karena Tintin berupaya untuk mengambil Chang. Saat makhluk tersebut mendekap Tintin, sinar kamera Tintin menyala, dan membuat Yeti kabur karena ketakutan. Chang memberi tahu Tintin bahwa Yeti menyelamatkan hidupnya setelah kecelakaan tersebut. Setelah kembali ke wilayah berpenduduk, mereka dikejutkan dengan kedatangan Kepala Biara Besar, yang menghadiahi Tintin dengan sebuah syal khata untuk menghormati keberaniannya dalam menemukan temannya. Saat mereka melakukan perjalanan pulang, Chang menyatakan bahwa Yeti bukanlah hewan liar, tetapi memiliki jiwa manusia. Yeti bersedih menyaksikan keberangkatan mereka dari kejauhan.[4]

Sejarah

Latar belakang dan gagasan-gagasan awal

Hergé mengumpulkan kumpulan kliping dan memakai gambar-gambar yang mirip dengan gambar dari pemandangan Tibetan ini sebagai inspirasi untuk gambar-gambar pemandangan gunungnya.

Pada Oktober 1957, Hergé mengirimkan penerbitnya, Casterman, sampul dari kisah Petualangan Tintin kesembilan belas, Petualangan Tintin, Laut Merah, dan selama beberapa minggu kemudian ia membuat sejumlah gagasan-gagasan untuk alur cerita dari karya selanjutnya.[5] Mengenang kembali masa-masa kepanduan pada masa mudanya, gagasan pertamanya adalah mengirim Tintin kembali ke Amerika Serikat, seperti dalam petualangan ketiga, Tintin di Amerika, untuk membantu sekelompok Amerika asli mempertahankan tanah mereka dari sebuah perusahaan besar yang ingin mengebor minyak; namun Hergé meyakini bahwa kisah seperti itu akan menjadi langkah mundur.[6] Gagasan lainnya agar Tintin dipadukan dengan kepala pelayan Kapten Haddock, Nestor terduga dalam sebuah kejahatan yang dilakukan bersama para karyawan lamanya, Bird bersaudara. Gagasan ini juga ditampiknya,[7] namun Hergé masih menyimpan gagasan akan sebuah petualangan tanpa senjata api ataupun kekerasan— hanya cerita Tintin tanpa seorangpun tokoh antagonis.[8][a] Sebuah gagasan ketiga muncul, yaitu mengirim Tintin dan Profesor Lionel Lakmus ke sebuah kawasan kutub yang diselimuti salju, dimana sekelompok penjelajah membutuhkan Profesor Lakmus untuk menyelamatkan mereka dari keracunan makanan. Dan gagasan itu juga ditolaknya, sehingga akhirnya ia tetap mempertahankan latar belakang lingkungan bersalju dan memutuskan untuk berfokus, tak hanya pada Profesor Lakmus, tetapi pada karakter utamanya Tintin.[10][b]

Kolaborator Hergé, Jacques Van Melkebeke, telah menyarankan pada 1954 untuk melatari sebuah cerita di Tibet, yang tampaknya dipengaruhi oleh drama yang ia adaptasi untuk Hergé pada 1940an, M. Boullock a disparu (Mr. Boullock Menghilang).[13] Bernard Heuvelmans, seorang kriptozoologis yang telah membantu Hergé mengisahkan penjelajahan bulan untuk karya dua bagian Perjalanan ke Bulan dan Petualangan di Bulan, telah memberikannya sebuah salinan dari bukunya Sur la piste des bêtes ignorées (Tentang Tantangan Hewan-hewan Tidak Diketahui) pada 1955,[14] yang di dalamnya mencantumkan saran agar pada suatu hari Tintin harus bertemu dengan Yeti.[11] Pada 1958, Hergé memutuskan agar Tibet akan menjadi latar belakang dari Petualangan Tintin berikutnya. Gagasan-gagasan awal untuk judulnya adalah Le museau de la vache (Moncong Sapi), Le museau de l'ours (Moncong Beruang), dan Le museau du yak (Moncong Yak), semuanya merujuk kepada pegunungan pada bagian dari cerita tersebut.[15] Meskipun awalnya diklaim bahwa "riset pasar" memilih judul Tintin di Tibet membuat penjualannya akan lebih baik jika buku tersebut memakai nama Tintin dalam judulnya, produser dan pengarang hiburan Harry Thompson menyatakan "judulnya merefleksikan alam solo dari pemahaman [Tintin]."[16]

Masalah psikologi Hergé

Hergé mengalami masa traumatik dalam hidupnya dan mengalami kejatuhan mental. Pada tahun 1956, hubungannya dengan istrinya Germaine, yang ia nikahi pada 1932 mengalami keretakan. Pada tahun 1958, ia dan Fanny Vlaminck, seorang pemberi warna di Studios Hergé dua puluh delapan tahun lebih muda darinya, saling tertarik dan jatuh hati.[17] Mereka mulai merasa cocok; hal tersebut membuat moral Hergé pulih, apalagi Fanny memiliki minat yang sama dengan Hergé.[18] Germaine kemudian mulai ikut campur dengan urusan rumah tangganya, Hergé memutuskan untuk menjalin hubungan dengan dua wanita tersebut.[19] Saat ia gagal mendapatkan izin Germaine, ia kemudian menceraikan Germaine untuk menikahi Fanny.[20] Namun, latar belakang Katolik dan etika Kepanduannya membuatnya merasa sangat bersalah.[21] Seperti yang ia kemukakan dengan pewawancara Numa Sadoul:

"Ini menandakan titik balik dari seluruh nilaiku—yang mengejutkan! Ini adalah sebuah krisis moral yang serius: Ia menikah, dan aku mencintai orang lain; kehidupan tampak tak mungkin dengan istriku, tetapi di sisi lain, aku memiliki gagasan seperti kepanduan ini dengan memberikan kata-kataku. Ini adalah sebuah karastrofi yang nyata. Aku benar-benar tercabik."[22]

Pada masa ini, Hergé mengalami mimpi-mimpi buruk dimana ia dihadapkan dengan gambar-gambar yang ia sebut sebagai "keindahan dan keelokan warna putih"—penglihatan putih dan salju yang tak dapat ia jelaskan.[23] Seperti yang ia katakan kepada Sadoul:

"Pada masa itu, aku menjalani waktu krisis yang sebenarnya dan mimpi-mimpiku hampir selalu mimpi-mimpi putih. Dan mereka benar-benar menekan. Aku membuat catatan tentang hal tersebut dan mengungatkan hal dimana aku berada dalam sebuah jenis menara yang terbuat dari serangkaian lereng. Dedaunan kering berjatuhan dan menyelimuti segalanya. Pada suatu saat, dalam sebuah pemandangan putih, sebuah tengkorak putih tampak berusaha untuk mendekatiku. Dan kemudian secara cepat setiap hal di sekitarku menjadi putih."[22]

Atas nasihat mantan penyuntingnya Raymond de Becker, Hergé berkunjung ke Zürich untuk berkonsultasi dengan psikonanalis Swiss Franz Riklin, seorang murid dari Carl Jung, untuk menjelaskan mimpi-mimpi mengganggunya.[24] Riklin menjelaskan bahwa itu adalah "pertanyaan untuk kemurnian" yang muncul dalam mimpi-mimpi Hergé, dan secara mutlak dalam Tintin di Tibet.[25] Ia berkata kepada pengarang tersebut bahwa ia harus menghancurkan "iblis kemurnian" dalam pikirannya sebisanya: "Aku tak ingin mengganggumu, tetapi kami tak akan pernah mencapai tujuan dari karyamu. Ini datang dari satu hal atau hal lainnya: Kamu harus melewati krisismu, atau melanjutkan karyamu. Namun, di tempatmu, aku akan menghentikannya!"[26]

Hergé disarankan oleh Riklin untuk berhenti mengerjakan Tintin, dan mencurahkan dirinya sendiri pada hobi seni rupa abstrak sebagai gantinya, tetapi hal itu membuatnya merasa seakan-akan menyerah begitu saja.[27] Pada akhirnya, ia meninggalkan istrinya sehingga ia dapat menikahi Fanny Vlaminck, dan melanjutkan pengerjaan Tintin di Tibet,[28] merasa bahwa menyelesaikan buku tersebut akan menumpas iblis-iblis yang ia rasa menggerayanginya.[29] "Ini adalah sebuah keputusan yang berani, dan baik", kata wartawan dan pakar Tintin asli Inggris Michael Farr. "Beberapa masalah, termasuk psikologi, dipecahkan dengan meniadakannya."[9] Thompson menyatakan, "Ini adalah ironi, tetapi mungkin tak terprediksi, saat dihadapkan dengan dilema moral yang dipasang oleh Riklin, Hergé memilih untuk mempertahankan kata kehormatan Kepanduannya untuk Tintin, tetapi tidak untuk Germaine."[27][c] Pakar Tintin asal Belgia Philippe Goddin menjelaskan: "[Hergé] telah meraih kembali sebuah ekuilibirum yang hilang, saat ia menempatkan pahlawannya pada sebuah keputusan untuk mencari kemurnian ... menganggap hal ini diperlukan bagi Tintin untuk menjalani pengalaman intimasi dari tekanan dan kesendirian ... dan menemukan dirinya sendiri."[32]

Pengaruh

Dalam pembuatanTintin di Tibet, Hergé kemungkinan besar dipengaruhi oleh pemandangan gunung Himalaya dengan latar belakang yang diselimuti salju, yang kemudian disusul dengan keinginannya untuk membuat cerita petualangan solo 'voyage of redemption' (perjalanan penebus dosa) berlandaskan warna putih salju yang dimana pada akhirnya cuman diiringi oleh anjing kesayangannya snowy, pemandunya serta Haddock. [33] [34]

Foto kuil Asia merah yang berada di sisi gunung
Vihara Drigung di Pegunungan Himalaya, Tibet, mirip dengan vihara Buddha yang digambarkan dalam buku tersebut

Saat menempatkan karakter Chang, yang absen sejak Lotus Biru,[9] Hergé memikirkan teman Tionghoa artistiknya Zhang Chongren,[35] yang tak ia lihat sejak masa pertemanan mereka sepanjang dua puluh tahun sebelumnya. Hergé dan Zhang menjalani setiap hari Minggu bersama, dimana Hergé membelajari sebagian besar budaya Tionghoa untuk karyanya pada Lotus Biru.[36][d] Kemudian, Zhang kembali ke tanah airnya dan Hergé kehilangan kontak dengan temannya setelah invasi Jepang ke Tiongkok pada 1937.[37] Hergé merasa bahwa Chang dan Tintin harus disatukan kembali, seperti halnya harapan ia memandang temannya lagi suatu saat.[38][e]

Hergé membaca berbagai buku mengenai Tibet untuk proyek ini: Secret Tibet karya Fosco Maraini, Seven Years in Tibet karya Heinrich Harrer, Tibet my Homeland karya Tsewang Pemba, Annapurna karya Maurice Herzog, mendiskreditkan Mata Ketiga karya pengarang Lobsang Rampa,[f] dan buku-buku dari penjelajah dan spiritualis Belgia Alexandra David-Néel.[41] Hergé mengunjungi Perhimpunan Alpen Belgia untuk melihat koleksi foto Pegunungan Himalaya milik mereka, dan mereka mengirimnya karya fotografer Richard Lannoy tentang India.[42] Model-model untuk gambar seperti biksu dengan alat musik, orang Sherpa dengan tas pundak, dan reruntuhan pesawat datang dari kliping-kliping yang Hergé kumpulan dari sumber-sumber seperti National Geographic.[43] Para anggota Studio membantunya mengumpulkan bahan sumber lainnya; contohnya, kolaborator Jacques Martin meneliti dan menggambar kostum-kostum dari cerita tersebut.[44]

Untuk memahami soal Yeti, yang ia gambarkan sebagai sesosok makhluk yang berkebajikan, Hergé mengkontak temannya Bernard Heuvelmans, pengarang On the Trail of Unknown Animals.[14] Setelah membaca ulang penjelasan Heuvelmans tentang Yeti, Hergé meneliti spesies kriptid tersebut sebisa mungkin.[45] Hergé mewawancarai para pendaki, termasuk Herzog, yang melewati tempat yang ia yakini adalah sebuah tempat pemberhentian di kaki wajah batu di Annapurna.[46] Kepedulian makhluk tersebut saat Chang kelaparan datang dari catatan orang Sherpa bahwa Yeti menyelamatkan seorang gadis kecil pada kejadian serupa.[47] Pengaruh yang sama datang dari Fanny Vlaminck, yang meminati persepsi ekstrasensori dan mistisisme Buddhisme Tibetan, tema-tema penting dalam cerita tersebut[48] yang juga membius Hergé.[49]

Publikasi

Panel dari Tintin in Tibet, yang menggambarkan reruntuhan pesawat. Saat Air India mengecam pesawat mereka ditampilkan dalam sebuah kecelakaan, Hergé mengubah logonya menjadi Sari-Airways fiksi.

Studios Hergé membuat serial Tintin di Tibet mingguan dari September 1958 sampai November 1959, dua halaman per minggu, di majalah Tintin.[50] Karena keputusannya untuk akurasi, Hergé menambahkan logo Air India pada sayap pesawat yang kecelakaan. Seorang perwakilan Air India menggugat Hergé atas publisitas maskapai penerbangan tersebut secara buruk, dengan menyatakan, "Ini skandal, tak ada pesawat kami yang pernah jatuh; kamu membuat kami dianggap buruk." Air India telah bekerja sama dengan Hergé, membantu risetnya dengan menyediakannya material bacaan, foto-foto kontemporer, dan rekaman film India dan Nepal, terutama Delhi dan Kathmandu.[51][g] Karena pesawat yang jatuh menunjukkan nomor ekor "VT", kode negara untuk pesawat India, Hergé sepakat untuk mengubah logo maskapai dalam edisi yang diterbitkan menjadi Sari-Airways fiksi, yang membuat beberapa maskapai penerbangan India menyakini bahwa itu benar-benar sebuah Sari-Airways.[53]

Saat mengembangkan cerita, para anggota Studios berseteru dengan Hergé dengan perhatian soal unsur-unsur dari Tintin di Tibet. Bob de Moor mengkhawatirkan adegan dimana Haddock jatuh ke dalam sebuah stupa yang dapat dianggap sebagai sebuah penghinaan bagi umat Buddha.[54] Jacques van Melkebeke menyarankan agar Yeti tak digambar untuk menciptakan esensi misterius; Hergé tak sepakat, meyakini bahwa itu akan tak disukai para pembaca anak-anaknya.[54]

Setelah serial tersebut rampung, Hergé bekerja sama dengan penerbitnya, Casterman, untuk memproduksi karya tersebut dalam bentuk buku. Rancangan asli Hergé untuk sampul depan menampilkan Tintin dan ekspedisinya sedang bediri di atas tanah yang putih.[55] Casterman menganggapnya terlalu abstrak, sehingga Hergé menambahkan rangkaian pegunungan di bagian atas, biografer Benoît Peeters menganggap bahwa hal ini dilakukan untuk memberikan beberapa "kekuatan dan orisinalitas".[54]

Saat produksi, Hergé terkendala perkembangan politik di Tibet.[56] Pada Maret 1959, pemimpin spiritual dan politik terdepan Tibet, Dalai Lama, kabur dari wilayah tersebut dan mengasingkan diri ke India saat kebangkitan Tibet 1959.[57] Pada Mei 2001, ketika Tintin di Tibet diterbitkan di Republik Rakyat Tiongkok, otoritas negara tersebut mengganti namanya menjadi Tintin in China's Tibet. Ketika itu Casterman dan Yayasan Hergé memprotesnya karena otoritas tersebut mengganti judul asli dari buku tersebut.[58]

Tanggapan

Hergé memandang Tintin di Tibet sebagai album favoritnya dalam Petualangan Tintin.[59] Ia menganggap sebuah kisah persahabatan, yang terdiri dari keadaan "di bawah tanda ganda dari tekanan dan persahabatan".[h] "Ini adalah cerita persahabatan", kata Hergé tentang bukunya bertahun-tahun kemudian, "sama halnya dengan orang berkata, 'Ini adalah sebuah cerita cinta.'"[61][i]

Analisis kritis

Tintin di Tibet meraih sambutan dari para kritikus dari bidang komik dan kesusastraan. Farr menyebutnya "baik dalam beberapa hal, berdiri diantara sekitar dua puluh tiga petualangan lengkap Tintin ... sebuah penyajian dari nilai jalinan persahabatan yang terkoyakkan."[9] Jean-Marc Lofficier dan Randy Lofficier menyebutnya sebagai "buku Tintin mutlak", yang mencapai "tingkat kesempurnaan, baik dalam cerita maupun dalam pendirian seninya, yang jarang tersetarakan, sebelum atau sesudahnya" dan "singkatnya buku terbaik dalam serial tersebut".[63] Mereka menjelaskan beberapa momen emosional dari cerita tersebut: kehendak Haddock untuk mencurahkan hidupnya bagi Tintin, kepulangan Tharkey, penyatuan kembali yang menyedihkan dari Tintin dan temannya yang kelaparan Chang, hadiah yang diberikan kepada Tintin oleh Kepala Biara dan para biksu, dan kesedihan Yeti saat menyaksikan keberangkatan satu-satunya temannya. "Untuk sebuah buku yang menampilkan emosi kuat semacam itu, memajukannya kepada para pembaca, dan membuat mereka merasakan apa yang para karakter rasakan adalah sebuah prestasi menonjol dan langka."[40] Thompson menyebutnya "sebuah buku yang penuh akan pemandangan putih dan kemurnian",[27] berkata bahwa "alam pribadi dari cerita tersebut secara intens menjadikannya petulangan Tintin kesukaan Hergé", dengan menambahkan bahwa jika para pembaca takjub saat "rasa berat terangkat dari pundak Hergé, [ini] dapat dilihat dalam buku berikutnya, Permata Castafiore, sebuah adikarya dari relaksasi."[64] Karena Tintin di Tibet diterjemahkan dalam 32 bahasa, Donald Lopez, profesor pembelajaran Buddha dan Tibet, menyebutnya "buku berpenjualan terbesar tentang Tibet."[65]

Kritikus sastra Jean-Marie Apostolidès, dalam sebuah analisis psikoanalitikal terhadap Tintin di Tibet, mengamati bahwa Tintin lebih dapat mengkontrol alurnya ketimbang ia dalam petualangan sebelumnya. Apostolidès menyatakan bahwa karakter tersebut menyimpan kekhawatiran dan emosi yang tak ditampilkan sebelumnya suatu hal yang ia anggap menunjukkan Tintin berusaha keluar dari masalah-masalah yang ia hadapi dalam kehidupan.[66] Dalam analisisnya, ia menyebut Tintin sebagai seorang "pencari" dan temannya Chang sebagai "anak yang hilang" dan "kembaran Tintin ... para pahlawan berjuang ke ketinggian terbesar untuk lahir dalam waktu sementara dan memetik nilai-nilai alam semesta."[67] Ia memandang Yeti, yang "memiliki karakteristik manusia tertentu", lebih kompleks ketimbang karakter makhluk sebelumnya buatan Hergé, Ranko dalam Pulau Hitam:[68] "Monster yang mencintai Chang dengan kasih yang tak terkondisi seperti halnya cinta Tintin untuk temannya."[69]

Pierre Assouline menyebut Tintin di Tibet "sebuah keadaan spiritual" dimana "satu-satunya konflik adalah antara manusia dan alam."

Analisis kesusastraan dari Tom McCarthy membandingkan keadaan Tintin dengan tantangan Hergé terhadap kekhawatiran dan rasa kebersalahannya sendiri, dengan menyatakan, "ini adalah moira dari mitologi putih Hergé sendiri, takdirnya sendiri: menjadikannya Sarrasine dalam la Zambinella-nya Tintin."[j] McCarthy menyebutnya "menyejukkan, pemandangan putih dari mimpi-mimpi buruk Hergé benar-benar memiliki analog mereka dalam pahlawannya sendiri," khususnya saat "Tintin mewakili sebuah tujuan tak tercanangkan dari kebaikan, kebersihan keotentikan ."[71]

Biografer Hergé Pierre Assouline berpendapat bahwa karya tersebut adalah "sebuah potret dari seniman di titik balik" kehidupannya.[72] Ia meyakini bahwa karya tersebut "berdiri sendiri" dalam Petualangan Tintin karena kurangnya antagonis dan beberapa karakter, menyebutnya "keadaan spiritual" dimana "satu-satunya konflik adalah antara manusia dan alam ... [Hergé] menempatkan hak terbaik dari dirinya sendiri ke dalam Tintin di Tibet."[72] Menyebutnya "cerita paling tersemat dan bergaya khas",[73] Benoît Peeters meyakini Tintin di Tibet merupakan salah satu dari dua buku "penting" dalam serial tersebut, bersama dengan Lotus Biru, dan menyoroti penampilan Chang dalam kedua karya tersebut.[74] Ia juga menyatakan bahwa Hergé mencantumkan Yeti baik hati untuk "membuat kesan pembantaian" para hewan dalam petualangan Tintin kedua, Tintin di Kongo,[75] dan bahwa kesedihan Yeti yang dialami di akhir cerita tersebut menunjukkan perasaan Hergé tentang perpisahannya dengan Germaine.[76] Peeters menyatakan, "Bahkan dibandingkan dengan Maus karya Art Spiegelman, Tintin di Tibet mungkin adalah buku paling menggerakkan dalam sejarah strip komik."[76]

Penghargaan

Di sebuah acara di Brussels pada 1 Juni 2006, Dalai Lama memberikan Penghargaan Cahaya Kebenaran dari Kampanye Internasional untuk Tibet (International Campaign for Tibet, ICT) kepada Yayasan Hergé dalam pengakuan atas Tintin di Tibet, yang mengenalkan kawasan tersebut kepada para audien di seluruh dunia.[77] Direktur eksekutif ICT Tsering Jampa berkata, "Bagi beberapa orang, penggambaran Tibet buatan Hergé adalah pengenalan mereka kepada pemandangan yang menginspirasi pemulihan dan budaya Tibet."[77] Pada acara tersebut, salinan Tintin di Tibet dalam bahasa Esperanto (Tinĉjo en Tibeto) didistribusikan.[78] Menerima penghargaan untuk yayasan tersebut, janda Hergé, Fanny Rodwell[k] berkata, "Kami tak pernah berpikir bahwa cerita persahabatan ini akan memiliki sebuah resonansi lebih dari 40 tahun kemudian".[78]

Adaptasi

Delapan tahun setelah kematian Hergé, Tintin di Tibet diadaptasi dalam sebuah episode The Adventures of Tintin (1991–92), sebuah serial televisi oleh studio Prancis Ellipse dan perusahaan animasi Kanada Nelvana. Episode tersebut disutradarai oleh Stéphane Bernasconi, dengan Thierry Wermuth mengisi suara Tintin.[80] Tintin di Tibet juga dijadikan episode dari serial BBC Radio 4 The Adventures of Tintin pada tahun 1992, dengan Richard Pearce mengisi suara Tintin.[81] Buku tersebut dijadikan permainan video dalam bentuk PC dan Game Boy pada 1995.[82]

Tintin and I (2003), sebuah dokumenter karya sutradara Denmark, Anders Høgsbro Østergaard, berdasarkan pada wawancara tahun 1971 Numa Sadoul dengan Hergé, yang meliputi bagian-bagian restorasi dari wawancara yang Hergé telah sunting dan ditulis ulang dalam buku Sadoul.[83] Dengan akses penuh ke rekaman-rekaman audio, pembuat film tersebut mendalami masalah-masalah pribadi yang pengarang tersebut miliki saat ia membuat Tintin di Tibet dan bagaimana mereka mendorongnya untuk membuat apa yang dianggap sebagai petualangan paling pribadinya.[84]

Pada tahun keseratus kelahiran Hergé pada 2007, Tintin masih populer.[85] Tintin di Tibet diadaptasi ke sebuah musikal teatrikal, Hergé's Adventures of Tintin, yang ditampilkan dari akhir 2005 sampai awal 2006 di Barbican Arts Centre, London. Produksi tersebut, yang disutradarai oleh Rufus Norris dan diadaptasi oleh Norris dan David Greig, menampilkan Russell Tovey sebagai Tintin.[86] Musikal tersebut ditampilkan di Playhouse Theatre, West End, London sebelum melakukan penampilan keliling pada 2007.[87] Pada 2010, saluran televisi Arte memfilmkan sebuah episode dari serial dokumenternya Sur les traces de Tintin (Pada Perjalanan Tintin) di Pegunungan Himalaya Nepal, yang menyoroti inspirasi dan latar belakang Tintin di Tibet.[88] Dari Mei sampai September 2012, Museum Hergé di Louvain-la-Neuve membuat sebuah pameran mengenai buku tersebut, yang berjudul Into Tibet with Tintin.[89]

Referensi

Catatan

  1. ^ Terkait Tintin di Tibet yang menjadi satu-satunya cerita Tintin tanpa seorang antagonis, Farr menyatakan, "Bahkan Permata Castafiore yang memiliki seekor burung berbakat."[9]
  2. ^ Gagasan cerita lainnya yang ditolak meliputi seekor bebek dengan sebuah SOS yang mendarat di sebuah kapal uap, orang terlupakan di sebuah pulau Pasifik yang berada dalam sebuah kamp konsentrasi,[11] dan cerita seru mata-mata yang ditiadakan Le Thermozéro.[12]
  3. ^ Meskipun berpisah darinya, Hergé bertemu Germaine setiap Senin.[30] Perceraian mereka selesai tujuh belas tahun kemudian, pada 1977.[31]
  4. ^ Contohnya, Zhang mengajari kaligrafi Tionghoa kepada Hergé, yang menjadi alasan penulisan khas Hergé yang terlihat dalam sampul Tintin manapun.[36]
  5. ^ Dua tahun sebelum kematian Hergé pada 1983, Zhang datang dan bertemu lagi dengan Hergé di Brussels.[39]
  6. ^ Pengarang The Third Eye, yang menampilkan autobiografi seorang biksu kelahiran Tibet,adalah seorang penulis Inggris yang memutuskan untuk menulis karya berpenjualan terbaik tersebut pada 1958.[40]
  7. ^ Air India berada dalam alur ceritanya, pesawat tersebut menerbangkan Tintin, Snowy dan Haddock dari Eropa ke Delhi dan Kathmandu.[52]
  8. ^ Seperti yang dikutip oleh Sadoul,[22] penjelasan Hergé dalam salinan Raymond Leblanc dari Tintin di Tibet.[60]
  9. ^ Hergé mengatakan hal ini dalam suratnya kepada Jean Toulat, 16 Januari 1975.[62]
  10. ^ McCarthy merujuk kepada karakter Ernest-Jean Sarrasine dan kekasihnya Zambinella dalam Sarrasine karya Honoré de Balzac.[70] Jurnalis Belgia Pol Vandromme juga membandingkan Hergé dengan Balzac dalam Le Monde de Tintin, yang diterbitkan pada 1959.[55]
  11. ^ Fanny Vlaminck menikahi Nick Rodwell, agen pernak-pernik Studio Hergé di London dan pemilik Covent Garden Tintin Shop (tujuh belas tahun lebih muda darinya), pada 1993.[79]

Catatan kaki

  1. ^ Hergé 1962, hlm. 1–27.
  2. ^ Hergé 1962, hlm. 26–44.
  3. ^ Hergé 1962, hlm. 44–54.
  4. ^ Hergé 1962, hlm. 54–62.
  5. ^ Goddin 2011, hlm. 93–94; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 72.
  6. ^ Thompson 1991, hlm. 171; Farr 2001, hlm. 162; Assouline 2009, hlm. 187; Goddin 2011, hlm. 96.
  7. ^ Thompson 1991, hlm. 171; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 72–73; Assouline 2009, hlm. 187; Goddin 2011, hlm. 94; Peeters 2012, hlm. 270.
  8. ^ Thompson 1991, hlm. 171; Peeters 1989, hlm. 110; Assouline 2009, hlm. 191; Goddin 2011, hlm. 101.
  9. ^ a b c d Farr 2001, hlm. 161.
  10. ^ Thompson 1991, hlm. 171–172.
  11. ^ a b Goddin 2011, hlm. 96.
  12. ^ Goddin 2011, hlm. 98, 116–118; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 72.
  13. ^ Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 73–74, 91; Peeters 2012, hlm. 271.
  14. ^ a b Thompson 1991, hlm. 173; Farr 2001, hlm. 165; Assouline 2009, hlm. 187; Peeters 2012, hlm. 272; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 74.
  15. ^ Thompson 1991, hlm. 173; Farr 2001, hlm. 168; Assouline 2009, hlm. 191; Goddin 2011, hlm. 101–103; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 73.
  16. ^ Thompson 1991, hlm. 173.
  17. ^ Thompson 1991, hlm. 168; Peeters 1989, hlm. 110; Farr 2001, hlm. 161; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 15, 74; Goddin 2011, hlm. 101; Peeters 2012, hlm. 260.
  18. ^ Thompson 1991, hlm. 168; Farr 2001, hlm. 161.
  19. ^ Peeters 2012, hlm. 280.
  20. ^ Farr 2001, hlm. 161; Assouline 2009, hlm. 186; Goddin 2011, hlm. 109.
  21. ^ Thompson 1991, hlm. 168, 170; Farr 2001, hlm. 161.
  22. ^ a b c Sadoul 1975.
  23. ^ Thompson 1991, hlm. 170; Goddin 2011, hlm. 104; Sadoul 1975.
  24. ^ Goddin 2011, hlm. 108; McCarthy 2006, hlm. 90; Assouline 2009, hlm. 190–191; Peeters 2012, hlm. 274, 278; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 15, 74.
  25. ^ Goddin 2011, hlm. 108.
  26. ^ Thompson 1991, hlm. 171; Farr 2001, hlm. 161; Assouline 2009, hlm. 191; Goddin 2011, hlm. 108.
  27. ^ a b c Thompson 1991, hlm. 171.
  28. ^ Thompson 1991, hlm. 171, 174; Farr 2001, hlm. 161; Assouline 2009, hlm. 191; Goddin 2011, hlm. 109; Peeters 2012, hlm. 278–279.
  29. ^ Thompson 1991, hlm. 172; Peeters 1989, hlm. 110; Goddin 2011, hlm. 108; Assouline 2009, hlm. 191.
  30. ^ Assouline 2009, hlm. 186.
  31. ^ Peeters 2012, hlm. 328; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 16.
  32. ^ Goddin 2011, hlm. 104, 107.
  33. ^ Thompson 1991, hlm. 172.
  34. ^ Thompson 1991, hlm. 172; Peeters 1989, hlm. 110; Farr 2001, hlm. 161.
  35. ^ McCarthy 2006, hlm. 47–48.
  36. ^ a b Peeters 2012, hlm. 74–76.
  37. ^ Lopez, Jr. 1999, hlm. 212; Thompson 1991, hlm. 172; Goddin 2011, hlm. 101; Peeters 2012, hlm. 318–321.
  38. ^ Thompson 1991, hlm. 172; Goddin 2011, hlm. 101; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 73.
  39. ^ Farr 2001, hlm. 162; McCarthy 2006, hlm. 59; Peeters 2012, hlm. 318–321.
  40. ^ a b Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 75.
  41. ^ Assouline 2009, hlm. 185–186; Peeters 2012, hlm. 273; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 74–75.
  42. ^ Assouline 2009, hlm. 188.
  43. ^ Farr 2001, hlm. 166–168.
  44. ^ Thompson 1991, hlm. 172–173.
  45. ^ Peeters 1989, hlm. 112; Farr 2001, hlm. 165; Peeters 2012, hlm. 271; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 74; Goddin 2011, hlm. 96.
  46. ^ Farr 2001, hlm. 165; Peeters 2012, hlm. 272–273.
  47. ^ Thompson 1991, hlm. 173; Farr 2001, hlm. 165.
  48. ^ Farr 2001, hlm. 162.
  49. ^ Farr 2001, hlm. 162; Thompson 1991, hlm. 174; Peeters 1989, hlm. 112; Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 74.
  50. ^ Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 72; Thompson 1991, hlm. 130.
  51. ^ Farr 2001, hlm. 168; Peeters 1989, hlm. 112; Goddin 2011, hlm. 103.
  52. ^ Hergé 1962, hlm. 9.
  53. ^ Farr 2001, hlm. 168; Peeters 1989, hlm. 112.
  54. ^ a b c Peeters 2012, hlm. 279.
  55. ^ a b Goddin 2011, hlm. 116.
  56. ^ Farr 2001, hlm. 162; Goddin 2011, hlm. 107.
  57. ^ Farr 2001, hlm. 162; French 2009; Le Soir 23 May 2001.
  58. ^ Le Soir 23 May 2001; BBC News 2 June 2006.
  59. ^ Thompson 1991, hlm. 173; Assouline 2009, hlm. 189.
  60. ^ Assouline 2009, hlm. 191, 251.
  61. ^ Assouline 2009, hlm. 192; McCarthy 2006, hlm. 57.
  62. ^ Assouline 2009, hlm. 192, 251.
  63. ^ Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 74.
  64. ^ Thompson 1991, hlm. 173–174.
  65. ^ Lopez, Jr. 1999, hlm. 212.
  66. ^ Apostolidès 2010, hlm. 203.
  67. ^ Apostolidès 2010, hlm. 214.
  68. ^ Apostolidès 2010, hlm. 215–216.
  69. ^ Apostolidès 2010, hlm. 220.
  70. ^ McCarthy 2006, hlm. 160.
  71. ^ McCarthy 2006, hlm. 160–161.
  72. ^ a b Assouline 2009, hlm. 191.
  73. ^ Peeters 2012, hlm. 274.
  74. ^ Peeters 2012, hlm. 273.
  75. ^ Thompson 1991, hlm. 173; Peeters 2012, hlm. 279.
  76. ^ a b Peeters 2012, hlm. 281.
  77. ^ a b Int'l Campaign for Tibet 17 May 2006.
  78. ^ a b BBC News 2 June 2006.
  79. ^ Thompson 1991, hlm. 42, 210–211; Pignal 2010.
  80. ^ Lofficier & Lofficier 2002, hlm. 90.
  81. ^ BBC Radio 4 1993.
  82. ^ MobyGames.com 1995.
  83. ^ Thompson 1991, hlm. 198; Peeters 2012, hlm. 315–317; PBS.com 2006.
  84. ^ Peeters 2012, hlm. 315–317; PBS.com 2006.
  85. ^ Pollard 2007.
  86. ^ Billington 2005; YoungVic.org 2005; Barbican 2005.
  87. ^ Smurthwaite 2007; SoniaFriedman.com 2007.
  88. ^ Arte 2010.
  89. ^ Musée Hergé 2012.

Daftar pustaka

Pranala luar