Lompat ke isi

Politik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 November 2022 17.26 oleh 182.1.236.187 (bicara) (Rangkuman Simple Ringkasan Halaman)

Politik (dari bahasa Yunanni: ,politika, 'urusan kota') adalah serangkaian kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam kelompok, atau bentuk lain dari hubungan kekuasaan individu, distribusi sumberdaya air dan status. Cabang ilmu sosial yang mempelajari politik dan pemerintahan disebut sebagai ilmu politik.

Indi dapat digunakan secara positif dalam konteks solusi politik yang berkompromi dan tanpa kekerasan, atau secara diskriptif sebagai seni atau ilmu pemerintahan, tetapi juga sering membawa konotasi negatif. Konsep setelah didefinisikan dalam berbagai cara, dan pendekatan yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda secara mendasar tentang apakanh itu harus digunakan secara luas atau terbatas, secara empiris atau normatif, dan apakah konflik atau kerjasama lebih penting untu itu.

Berbagai metode digunakan dalam politik, termasuk mempromosikan pandangan politik sendiri antara orang-orang, negosiasi dengan subjek politik lain, membuat undang-undang, dan menggunakan kekuatan internal dan eksternal, termasuk perang melawan musuh. Politik dijalankan pada berbagai tingkatan sosial, dari klan atau suku masyarakat tradisional, melalui pemerintah lokal moderen, perusahaan dan lembaga hingga negara berdaulat, hingga tingkat internasional.

Dinegara bangsa moderen, orang sering membentuk partai politik untuk mewakili ide-ide mereka. Anggota partai sering setuju untuk mengambil posisi yang sama dalam banyak masalah dan setuju untuk mendukung kesejahteraan yang sama pada hukum dan pemimpin yang tidak sama. Pemilihan umum biasanya merupakan kompetisi antara berbagai partai.

Sistem politik adalah kerangka kerja yang mendifinisikan metode politik yang dapat diterima dalam suatu masyarakat, Sejarah pemikiran politik dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno, dengan karya-karya mani seperti Republik Plato dan Politik Aristoteles di Barat, dan manuskrip politik Konfusius dan Arthashastra Chanakya di Timur[1].

Etimologi

Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).

Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota atau negara kota. Turunan dari kata tersebut yaitu:

  • polites berarti warga negara.
  • politikos berarti kewarganegaraan.
  • politike tehne berarti kemahiran politik.
  • politike episteme berarti ilmu politik.

Kata ini berpengaruh ke wilayah Romawi sehingga bangsa Romawi memiliki istilah ars politica yang berarti kemahiran tentang masalah masalah kenegaraan. Politik pun dikenal dalam bahasa Arab dengan kata siyasah yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al Muhith mengatakan bahwa sustu ar-ra’iyata siyasatan berarti saya memerintahnya dan melarangnya.

Sedangkan politik secara terminologis dapat diartikan

  1. Menunjuk kepada satu segi kehidupan manusia bersama dengan masyarakat. Lebih mengarah pada politik sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan jabatan, memperbesar atau memperluas serta mempertahankan jabatan kekuasaan (politics). Misal: kejahatan politik, kegiatan politik uang, hak-hak politik.
  2. Menujuk kepada “satu rangkaian tujuan yang hendak dicapai” atau “cara-cara atau arah kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu”. Lebih mengarah pada kebijakan (policy). Misal: politik luar negeri, politik dalam negeri, politik pendidikan yang berkualitas.
  3. Menunjuk pada pengaturan urusan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah mempermudah urusan masyarakat yang positif, masyarakat melakukan koreksi serta memberikan solusi masukan terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugasnya (siyasah).

Di antara ketiga definisi tersebut, tentunya definisi pertama lebih memiliki konotasi negatif dibandingkan definisi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan orientasi yang pertama adalah politik jabatan untuk mendapatkan kekuasaan dengan mengedepankan akhlak, untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dalam jalan yang baik tidak diperbolehkan dengan cara yang buruk, dan tidak dapat di benarkan menghalalkan segala cara dan lebih berorientasi pada kepentingan pemimpin atau elit yang sedang berkuasa. Sedangkan definisi politik yang kedua dan ketiga lebih berorientasi pada politik pelayanan terhadap masyarakat, dimana posisi pemimpin merupakan pelayan masyarakat bukan penguasa aset-aset yang strategis[2].

Ilmu Agama dan politik

Islam menyebut politik dengan istilah Siyasah. Jika yang dimaksud politik adalah siyasah yang mengatur segenap urusan umat, maka Islam sangat menekankan pentingnya siyasah. Bahkan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan umat. Islam memandang Kekuasan atau dengan istilah lain ialah penguasa, sebagai sarana menyempurnakan pengabdian kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, di dalam dunia nyata terkadang kita disuguhkan praktik politik yang kurang bahkan sama sekali menyimpang dari ajaran-ajaran agama, Islam terbuka dengan konsep politik yang telah berjalan selama ini selama sepanjang tidak bertentangan dengan konsep ajaran, aturan-aturan yang di larang oleh agama. Islam memang harus memiliki corak politik, akan tetapi, poitik bukanlah satu-satunya corak yang dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tampa ada corak lain yang seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang persial[3].

Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut dan segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik

Didalam buku Kamus Sosiologi (2018) Karya Agung Haryanta dan Eko Sujatmiko menyatakan "Lembaga Politik adalah sosial yang menghususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang, berhubungan dengan kehidupan politik. Lembaga politik mengatur tentang penerapan hukuman atau paksaan fisik demi mencapai kepentingan bersama anggota-anggota Masyarakat dan juga mengatur hubungan antara kekuasaan dan wewenang dalam Masyarakat.

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi Struktur Organisasi lembaga politik bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah mengubah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku[4].

Konsep-konsep politik

Ada beberapa konsep politik dasar yang bersumber dari para ahli, yaitu:[5]

  1. Klasik. Pada pandangan klasik (Aristoteles) mengemukakan bahwa semestinya politik digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap memilki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan jabatan. Kepentingan umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak seperti keadilan kesejahteraan, kebenaran dan kejujuran untuk mencapai tujuan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Pandangan klasik dianggap di kabur kan seiring banyaknya penafsiran tentang kepentingan umum itu sendiri. kepentingan umum dapat diartikan pula sebagai general will, will of all atau kepentingan mayoritas.
  2. Kelembagaan. Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang yuridis formal yang statis. Negara tidak memiliki hak memonopoli kekuasaan fisik yang utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara yang sudah ada differensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.
  3. Kekuasaan. Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan mempertahankan jabatan ataupun menentang pelaksanaan jabatan. jabatan Kekuasaan sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan penilaian dari orang lain, baik pikiran maupun perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai dengan orang yang di tokohkan. Salah satu konsep dalam ilmu politik, konsep ideologi, legitimasi dan konflik.
  4. Fungsionalisme. David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif berdasarkan kewenangan dan tidak mengikat suatu masyarakat. Sedangkan menurut Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when gets dan how gets nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.
  5. Konflik. Pandangan konflik mendeskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan untuk memeperjuangkan perumusan dan kebijaksanaan umum dalam rangka usaha untuk tujuan, mendapatkan dan mempertahankan nilai kebaikan. Oleh karena itu sering terjadi perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan pihak yang mempertahankan nilai-nilai kebaikan tersebut. Kelemahan konsep ini adalah tidak semua konflik berdimensi politik positif.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jenderal PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama, bekerjasama untuk mendapatkan kepentingan bersama yang telah mempunyai tatanan kehidupan, norma-norma dan adat istiadat yang dijatuhi dalam lingkungannya[6].

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

Negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik

Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris: Political behaviour) adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan keputusan politik. Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi, perilaku Adat dan Budaya, perilaku konsumen/ekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.

Adapun contoh yang dimaksud dengan perilaku politik adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat di legislatif
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang Otoriter
  • Berhak untuk menjadi pimpinan Partai Politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku Partai Politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Perilaku berpartisipasi dalam kegiatan politik dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis, yang terbagi menjadi tiga,[7] yaitu:

  1. Faktor sifat kepribadian (ekstraversi, keterbukaan, dan kehati-hatian),
  2. Faktor sosio-kognitif, yang mencakup pengetahuan politik, pendidikan Partai Politik, keyakinan atau efikasi berpolitik, kreativitas, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan Partai Politik, peneladanan terhadap partisipasi politik orang yang di tua kan, sosialisasi politik yang daialami, jejaring sosial, media syiber yang dimiliki perasaan kewargaan, serta
  3. Faktor-faktor psikodemografis (situasi masyarakat, eksistensi, pemberitaan media syiber[8].

Lihat pula

Referensi