Lompat ke isi

Kerang hijau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerang hijau
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Subkelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
P. viridis
Nama binomial
Perna viridis
Linnaeus, 1758

Kerang Hijau (Perna viridis)[1] atau dikenal sebagai green mussels[2][3] adalah binatang lunak (moluska) yang hidup di laut, bercangkang dua dan berwarna hijau.[1] Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas Pelecypoda.[1] Golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca).[1] Kerang hijau termasuk Hewan dari kelas pelecipoda, kelas ini selalu mempunyai cangkang katup sepasang maka disebut sebagai Bivalvia.[1] Hewan ini disebut juga pelecys yang artinya kapak kecil dan podos yang artinya kaki.[1] Jadi Pelecypoda berarti hewan berkaki pipih seperti mata kapak.[1] Hewan kelas ini pun berinsang berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata.[1][3] Kerang hijau juga memiliki nama-nama lokal antara lain kijing (Jakarta), kemudi kapal (Riau), kedaung (Banten).[4]

Penyebaran

Kerang hijau memiliki sebaran yang luas yaitu mulai dari laut India bagian barat hingga Pasifik Barat, dari Teluk Persia hingga Filipina, bagian utara dan timur Laut China, hingga [[Taiwan].[2][5] Kerang ini jg tersebar luas di perairan Indonesia dan ditemukan melimpah pada perairan pesisir, daerah mangrove dan muara sungai.[2] Di Indonesia jenis ini ditemukan melimpah pada bulan Maret hingga Juli pada areal pasang surut dan subtidal, hidup bergerombol dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada benda-benda keras seperti kayu, bambu, batu ataupun substrat yang keras.[2]

Anatomi

Kerang hijau memiliki anatomi dengan Panjang tubuh antara 6,5 – 8,5 cm dan diameter sekitar 1,5 cm.[4] Ciri khas kerang hijau terletak pada warna cangkangnya yang menimbulkan gradasi warna gelap ke gradasi warna cerah kehijauan.[4] Kerang ini tidak memiliki kepala (termasuk otak), organ yang terdapat dalam kerang adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus.[4] Jika dibuat sayatan memanjang dan melintang, tubuh kerang akan tampak bagian-bagiannya.[1] Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi seluruh tubuh kerang.[1] Mantel, jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang lunak.[1] Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon.[1] Sifon atas berfungsi untuk keluarnya air, sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya air.[1] Insang, berlapis-lapis dan berjumlah dua pasang.[1] Dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah.[1] Kaki pipih, bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior.[1] Di dalam rongga tubuhnya terdapat berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan yang menembus jantung, alat peredaran, dan alat ekskresi (ginjal).[1]

Perkembangbiakan dan pertumbuhan

Kerang berkembang biak secara kawin.[6] Umumnya berumah dua dan pembuahannya internal.[6] Telur yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi larva glosidium yang terlintang oleh dua buah katup.[6] Ada beberapa jenis yang dari katupnya keluar larva panjang dan hidup sebagai parasit pada hewan lain, misalnya pada ikan.[6] Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana nenek moyangnya (kerang itu sendiri).[6] Dalam reproduksinya, hewan ini memiliki alat kelamin yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan mikroskopik.[6] Induk kerang hijau yang telah matang kelaminnya mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari, kemudian benih/spat tersebut menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan kemudian.[6]

Budidaya

Kerang hijau merupakan salah biota laut yang mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada tekanan ekologis yang tinggi tanpa mengalami gangguan yang berarti.[2] Dengan sifat dan kemampuan adaptasi tersebut, maka kerang hijau telah banyak digunakan dalam usaha budidaya.[2] Dengan hanya menggunakan/menancapkan bambu/kayu ke dalam perairan yang terdapat banyak bibit kerang hijau, maka kerang tersebut dengan mudah menepel dan berkembang tanpa harus memberi makan.[2]

Pemilihan lokasi

Pastikan lokasi yang dipilih bebas dari limbah beracun seperti tembaga, seng, merkuri, cadmium, timah dan lainnya.[7] Hindari juga lokasi yang berdekatan dengan sungai untuk menghindari limbah rumah tangga seperi detergen dan sabun mandi.[7] Limbah tersebut dapat memicu munculnya berbagai bakteri seperti Echericia coli, Salmonella dan Shigella yang bisa berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi kerang hijau.[7] Lokasi yang baik adalah lokasi yang memiliki suhu berkisar antara 27-37 derajat celcius dan tingkat pH di angka 6-8.[7]

Pemijahan

Kerang hijau dapat dipijahkan dengan cara menambahkan sperma ke dalam air di tempat pemeliharaan yang sudah matang gonad, dan menaikkan suhu air dari 27 °C menjadi 35 °C.[8] Pemijahan juga dapat dilakukan dengan cara menganti air yang lama dengan air yang baru, dengan atau tanpa mengubah suhunya.[9] Pemijahan kerang hijau berlangsung sepanjang tahun.[2] Di Indonesia, puncak pemijahan kerang hijau terjadi pada bulan April hingga Mei, Agustus dan November.[2]

Cara

Cara budidaya kerang hijau ada empat, yaitu tancap, rakit tancap, rakit apung dan rawai.[7] Metode rakit tancap adalah metode yang biasa dilakukan oleh masyarakat.[7] Cara ini merupakan gabungan dari dua cara ternak, yaitu tancap dan rakit apung.[7] Caranya adalah dengan menancapkan bambu sampai dasar perairan.[7] Pastikan lokasi rakit sudah dihitung berdasarkan tinggi rendahnya air apabila sedang pasang atau surut.[7] Hal ini penting supaya rakit tidak mengalami kekeringan.[7] Kemudian menempatkan tali kolektor di rakit tancap. Jarak yang direkomendasikan untuk masing-masing tali adalah satu meter.[7] Dalam waktu sekitar 6 bulan, bisa didapat hasil sekitar 20-25 kg untuk masing-masing tali.[7]

Kandungan Gizi

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemarimasyarakat, memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi,yaitu terdiri dari 40,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abusehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur maupun dagingayam.Meskipun daging kerang hijau hanya sekitar 30% dari bobot keseluruhan (daging dancangkang), tetapi dalam 100 gr daging kerang hijau mengandung 100 kalori yang tentunyasangat bermanfaat untuk ketahanan tubuh manusia.Selain itu, pada daging kerang hijau juga pada bagian kaki kerang yang diadaptasikan untuk menempel pada substratnya. Kumpulan benang byssus ini disekresikan oleh hewan tersebut dan memiliki kekuatan-tarik sehingga berfungsi sebagai penambat kerang dengan substratnya (Martin, 2005).

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Indonesia) Kastawi, Yusuf. dkk. 2008. Zoologi Avertebrata. Malang: Jica.
  2. ^ a b c d e f g h i Oseana, Volume XXXIII, Nomor l, Tahun 2008 : 33-40 ISSN 0216-1877.
  3. ^ a b (Inggris) POWER A.J.; R.L. WALKER; K. PAYNE and D. HURLEY 2004. First occurrence of the nonindigenous green mussel, Perna viridis in coastal Georgia, United States. Journal of Shellfish Research 23:741-744
  4. ^ a b c d (Indonesia) "Rumah Segar". Kerang Hijau. Diakses tanggal 10 Mei 2014. 
  5. ^ (Inggris) CARPENTER, K.E. and V.H. NIEM (1998). The living marine reaources of the Western Central Pasific. Seaweeds, coral, bivalvia and gastropods. Vol. 1. Rome FAO: 686 pp.
  6. ^ a b c d e f g (Indonesia) Sa’adah, Sumiyati. 2010. Materi Pokok Zoolologi Invertebrata. (Bandung: Universitas Islam Sunan Gunung Djati).
  7. ^ a b c d e f g h i j k l (Indonesia) "Agraris". Teknik Budidaya Kerang Hijau. Diakses tanggal 10 Mei 2014. 
  8. ^ (Inggris) UNAR, M.; N. FATUCHRI and A. ANDAMARI (1982). Country Report. In : Bivalvia culture in Asia and Pacific. (E.F. DAVY and M. GRAHAM, eds). Proceeding of a workshop held in Singapore, 16-19 February: 74-83.
  9. ^ (Inggris) TAN, W.H. (1975) Eggs and larva development in the green mussels, Mytilus viridis Linnaeus. The Veliger 18: 151-155.