Halim Perdanakusuma
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Halim Perdanakusuma | |
---|---|
Lahir | Sampang, Madura, Jawa Timur, Hindia Belanda | 18 November 1922
Meninggal | 14 Desember 1947 Lumut, Perak, Uni Malaya | (umur 25)
Dikebumikan | Taman Makam Pahlawan Kalibata (6°15′26″S 106°50′47″E / 6.25722°S 106.84639°E) |
Pengabdian | Hindia Belanda (ca 1940 – 1945) Indonesia (1945–1947) |
Dinas/cabang | Angkatan Laut Hindia Belanda Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara |
Lama dinas | ca 1940 – 1947 |
Pangkat | Marsda |
Penghargaan | Pahlawan Nasional Indonesia |
Abdul Halim Perdanakusuma (18 November 1922 – 14 Desember 1947)[1] adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia - Belanda di Sumatra, yaitu ketika ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand.
Biografi
Halim dilahirkan Sampang, Madura, Indonesia, pada 18 November 1922.[1] Setelah lulus dari SD dan SMP/SMA untuk pribumi Indonesia,[2] ia bergabung dengan Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren (sebuah sekolah untuk mendidik penduduk pribumi Indonesia untuk pemerintahan) di Magelang.[3] Namun di tahun kedua, ia memutuskan untuk keluar dan bergabung Akademi Angkatan Laut di Surabaya untuk bergabung sebagai tentara Hindia Belanda[4][5] Setelah menamatkan pendidikan di akademi tersebut, ia sempat bergabung dengan tentara KNIL di bagian penerangan.[4]
Gugur dalam tugas
Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda di Sumatra pada tahun 1948, Halim Perdanakusuma dan Marsma Iswahyudi ditugaskan membeli perlengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang multifungsi Avro Anson RI-003.[6] Pesawat terbang itu dipenuhi dengan berbagai senjata api, diantaranya karabin, stun gun, pistol dan bom tangan.
Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh. Tidak diketahui penyebabnya, namun diduga karena cuaca buruk atau karena ditembak (disabotase). Bangkai pesawat terbang tersebut ditemukan di sebuah hutan berdekatan dengan kota Lumut, Perak, Malaysia (ketika itu masih bernama Uni Malaya). Namun tim penyelamat hanya menemukan jasad Halim, sementara jasad Iswahyudi tidak diketemukan dan tidak diketahui nasibnya hingga sekarang. Begitu juga dengan berbagai perlengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui kemana rimbanya.
Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh dari Gopeng, Perak, Malaysia. Pusat data Tokoh Indonesia mencatat, di daerah Gunung Mesah itu banyak bermukim penduduk keturunan Sumatra. Beberapa tahun kemudian, kuburan Halim digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Ketika Perjanjian Haadyai antara Malaysia dengan Partai Komunis Malaya diadakan pada tahun 1989, seorang Indonesia turut muncul dalam gencatan senjata tersebut. Seorang penulis nasionalis Malaysia, Ishak Haji Muhammad (Pak Sako), menduga komunis warga Indonesia tersebut ialah Iswahyudi.
Penghormatan
Pemerintah Indonesia memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan Halim, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan mengabadikan namanya pada Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta. Pemerintah juga mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim Perdanakusuma.
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b Sudarmanto 1996, hlm. 245.
- ^ Komandoko 2006, hlm. 1.
- ^ Sudarmanto 1996, hlm. 246.
- ^ a b Komandoko 2006, hlm. 2.
- ^ Damayanti 2010, hlm. 121.
- ^ http://fineartamerica.com/images-medium/anderson-and-yeager-scott-alcorn.jpg/
Daftar pustaka
- Sudarmanto, J.B. (2007). Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo. ISBN 978-979-759-716-0.
- Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan & Pejuang Nusantara. Pustaka Widyatama. ISBN 978-979-661-090-7.
- Damayanti, Ajisaka Arya (2010). Mengenal Pahlawan Indonesia. Kawan Pustaka. ISBN 978-979-757-430-7.