Lompat ke isi

Tuak nira

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 16 Juni 2013 22.36 oleh Ennio morricone (bicara | kontrib) (menambah info awal)
Litografi pedagang keliling tuak nira dan prajurit pribumi di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) karya Auguste van Pers (1854).

Tuak nira adalah minuman beralkohol jenis tuak yang dibuat dari nira (getah) dari mayang berbagai jenis pohon palem seperti lontar (siwalan), kurma dan kelapa.[1] Minuman yang umumnya berkadar alkohol sekitar 4% ini sangat digemari di Nusantara (Indonesia), umumnya disebut hanya tuak di Sumatera Utara (suku Batak) dan juga daerah lain Indonesia, seperti ballo di Sulawesi Selatan (Tana Toraja), dan saguer di Sulawesi Utara.

Minuman ini biasa ditemukan di berbagai belahan Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, dan disebut berbagai nama. Di Asia Tenggara disebut goribon di Sabah (suku Rungus), Kalimantan, tuba di Filipina, Borneo (dan juga Meksiko); di Afrika disebut emu dan Oguro di Nigeria, nsamba di Republik Demokratik Kongo, nsafufuo di Ghana,[2], matango di Kamerun, mnazi di Mijikenda, Kenya; di Asia Selatan disebut kallu di India Selatan. Di Filipina, tuba mengacu baik untuk nira (getah) manis yang baru dipanen dan juga nira yang berpewarna merah dari kulit pohon lauan. Di Leyte, tuba merah disimpan sampai satu hingga dua tahun sehingga ketika wadah kaca diketuk akan bergema; jenis tuba jenis ini disebut bahalina. Tuak nira juga dikonsumsi di Sri Lanka dan Myanmar.

Di satu sisi, produksi tuak nira mungkin telah menyebabkan beberapa spesies palem terancam punah, seperti palem anggur Chili (Jubaea chilensis).[3] Namun di sisi lain, produksi tuak nira oleh produsen kecil dan petani independen dapat mempromosikan konservasinya karena pohon palem menjadi sumber pendapatan rumah tangga sehar-hari yang mungkin bernilai ekonomi lebih dari nilai penjualan kayu.[4]

Penyadapan

Litografi penyadap nira bekerja menyadap palem Cocos nucifera, karya Louis van Houtte (sekitar 1850-1851).

Nira (getah palem) diekstraksi dan dikumpulkan oleh sebuah penyadap. Biasanya nira ini dikumpulkan dari mayang (bunga) dari pohon palem yang dipotong. Sebuah wadah diikat ke tunggul bunga untuk mengambil nira. Cairan putih nira yang terkumpulkan awalnya cenderung sangat manis dan tidak mengandung alkohol sebelum difermentasi. Nira yang manis dan tidak mengandung alkohol ini biasanya dijual di Indonesia sebagai minuman jajanan tradisional legen yang disajikan dingin. Sebuah metode alternatif adalah penebangan seluruh pohon palem. Bila hal ini dipraktekkan, api kadang-kadang disulut di bagian yang dipotong untuk memfasilitasi pengambilan nira.

Seperti di Indonesia, di India, nira yang belum difermentasi disebut neera (padaneer di Tamil Nadu) yang didinginkan, disimpan dan didistribusikan oleh perusahaan semi pemerintah. Sedikit kapur tohor ditambahkan ke air nira untuk mencegah fermentasi. Neera dikatakan mengandung banyak nutrisi, termasuk kalium. Nira secara alami mulai mengalami proses fermentasi begitu dikumpulkan dari pohon, karena ragi alami dalam pori-pori pot dan udara (sering dikarenakan oleh ragi sisa yang tersisa di wadah pengumpulan). Dalam waktu dua jam, fermentasi menghasilkan tuak aromatik dengan kadar alkohol sampai 4%, sedikit memabukkan dan manis. Tuak ini bisa dibiarkan terfermentasi lebih lama, hingga satu hari, untuk menghasilkan rasa yang lebih kuat, lebih asam dan kecut, yang lebih disukai beberapa orang. Fermentasi yang lebih lama lagi akan menghasilkan cuka alih-alih tuak yang kuat.[5]

Di Afrika, nira yang digunakan untuk membuat tuak nira paling sering diambil dari pohon kurma liar seperti pohon kurma perak (Phoenix sylvestris), lontar, dan palem gula india (Caryota urens), atau dari pohon sawit seperti palem sawit Afrika (Elaeis guineense) atau dari palem rafia, palem kithul, atau palem nipah. Di India dan Asia Selatan, palem kelapa dan palem Palmyra seperti Arecaceae dan Borassus disukai. Di Afrika Selatan, tuak nira (ubusulu) diproduksi di Maputaland, daerah di selatan Mozambik di antara pegunungan Lobombo dan Samudera Hindia. Tuak nira ini diproduksi dari kelapa lala (Hyphaene coriacea) dengan memotong batang dan mengumpulkan nira. Di bagian tengah dan barat Republik Demokratik Kongo, tuak nira disebut malafu. Ada empat jenis tuak nira di pusat dan selatan Kongo, dari palem sawit dihasilkan ngasi, dibondo berasal dari palem rafia, cocoti dari palem kelapa, dan mahusu dari palem pendek yang tumbuh di daerah sabana di barat Provinsi Bandundu dan wilayah provinsi Kasai .

Di Tuvalu, proses pembuatan tuak nira dapat jelas dilihat dengan pohon-pohon palem sadapan yang membatasi Bandar Udara Internasional Funafuti.

Nira dikumpulkan, difermentasi dan disimpan dalam labu air di Provinsi Bandundu, Republik Demokratik Kongo.

Di beberapa daerah di India, tuak nira dievaporasi untuk menghasilkan gula india (yang mirip gula jawa).

Disuling

Penyadapan nira di Timor Timur.

Tuak nira dapat disuling untuk membuat minuman yang berkadar alkohol lebih kuat, yang disebut dengan nama yang berbeda tergantung pada daerah (misalnya, arak, village gin, charayam, dan country whiskey. Sepanjang Nigeria, tuak yang telah disuling biasa disebut ogogoro. Di bagian selatan Ghana tuak suling disebut akpeteshi atau burukutu. Di Togo dan Benin tuak suling disebut sodabe, di Filipina disebut lambanog, sementara di Tunisia disebut Lagmi.

Peran sosial

Indonesia

Di Indonesia, nira segar juga disajikan sebagai legen, minuman jajanan yang manis dan tidak mengandung alkohol, biasanya disajikan dingin. Minuman ini diproduksi dari nira palem siwalan.

Masyarakat Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat Batak menganggap bahwa tuak nira berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh. Hal yang sama dijumpai pada masyarakat suku Toraja di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, yang memiliki kebiasaan minum tuak nira. Selain untuk menghangatkan badan, tuak dari pohon enau di Toraja telah menjadi minuman pada ritual-ritual adat. Sehingga setiap pelaksanaan ritual adat sudah pasti tersedia tuak.

India

Di India, nira segar disajikan baik sebagai neera atau padaneer yang manis dan non-alkohol, atau sebagai Kallu, minuman asam yang terbuat dari nira terfermentasi, tetapi tidak sekuat tuak.[6] Kallu biasanya diminum segera setelah fermentasi pada akhir hari, karena menjadi lebih asam dan kecut bila terlalu lama dibiarkan. Minuman yang terasa seperti cuka ini, dianggap memiliki umur simpan yang pendek. Namun minuman ini dapat didinginkan untuk memperpanjang masanya. Rempah-rempah juga ditambahkan untuk menyeduh minuman dan memberikannya rasa yang berbeda.

Di Karnataka, India, tuak nira biasanya tersedia di kedai tuak (dikenal sebagai Kallu Kadai di Tamil, Kalitha Gadang dalam Tulu, Kallu Dukanam dalam Telugu, Kallu Angadi dalam bahasa Kannada atau "Liquor Shop" dalam bahasa Inggris). Di Tamil Nadu, minuman ini termasuk dilarang, meskipun legalitasnya berfluktuasi dengan politik. Dengan tidak adanya tuak legal, penyuling oplosan liar arak sering menjual alkohol yang terkontaminasi metanol, yang dapat mematikan bagi peminumnya. Untuk mencegah praktek ini, pemerintah India kemudian mendorong adanya "Indian Made Foreign Liquor" ("minuman keras asing produksi India") (IMFL), yang membuat cemas banyak produsen tuak nira.

Di negara bagian Andhra Pradesh (India), tuak nira adalah minuman populer di wilayah pedesaan. Kallu dikumpulkan, didistribusikan dan dijual oleh orang-orang dari kasta tertentu yang disebut "Settibalija", "Goud" atau "Gamalla" (Goundla). Tuak juga adalah bisnis besar di kota-kota dalam negara bagian tersebut. Di desa-desa negara bagian tersebut, orang biasanya juga meminum tuak nira setiap hari setelah bekerja.

Ada dua jenis utama kallu di Andhra Pradesh, yaitu "Thadi Kallu" (dari nira pohon Palmyra) dan "Eetha Kallu" (dari pohon kurma perak). "Eetha Kallu" sangat manis dan kurang memabukkan, sedangkan "Thati Kallu" lebih kuat (manis di pagi hari, menjadi asam ke pahit-asam di malam hari) dan sangat memabukkan. Orang biasa menikmati Kallu tepat di sekitar pohon-pohon di mana ia disadap. Mereka minum dari daun ke mulut sementara orang Goud menuangkan Kallu dari Binki (wadah Kallu). Ada berbagai jenis tuak nira (kallu) menurut musim: Poddathadu, Parpudthadu, Pandudthadu, dan Mogadthadu.

Afrika

Tuak nira memainkan peran penting dalam banyak upacara adat di bagian Nigeria seperti dalam masyarat Igbo (atau Ibo), dan di tempat lain di Afrika tengah dan barat. Para tamu di pesta perkawinan, perayaan kelahiran, maupun pemakaman akan dilayani dengan jumlah yang murah hati. Tuak nira sering ditambahi dengan tanaman obat untuk mengobati berbagai keluhan sakit badan. Sebagai tanda penghormatan kepada leluhur, banyak acara minum dimulai dengan sedikit tuak nira ditumpahkan di tanah (Kulosa malafu dalam Kikongo ya Leta). Tuak nira dinikmati oleh pria dan wanita, meskipun wanita biasanya meminumnya di acara-acara yang lebih sepi.

Di beberapa bagian dari Nigeria Timur, Igbo Land, tuak nira disebut "Nkwu Elu" atau "Mmanya Ocha" (minuman putih). Misalnya, dalam "Urualla" dan kota lainnya, minuman ini digunakan untuk perkawinan tradisional. Seorang pria muda yang pergi untuk perkenalan pertama dengan calon mertuanya diwajibkan untuk datang dengan tuak nira. Ada jumlah spesifik tuak nira dalam hitungan galon yang diperlukan. Hal ini tergantung pada kebiasaan dari berbagai kota di beberapa bagian Igbo Land.

Penggunaan dalam kuliner

Di negara bagian Kerala di India, tuak nira digunakan dalam adonan (sebagai pengganti ragi) kue cemilan kue yang disebut Appam Vellai. Tuak nira dicampur dengan adonan beras dan ditinggalkan satu malam untuk membantu dalam fermentasi dan melebarkan adonan, menyebabkan adonan mengembang satu malam tersebut, dan membuat roti lembut saat disiapkan. Di Kerala, tuak nira dijual di bawah lisensi yang dikeluarkan oleh departemen cukai dan ini adalah industri yang memiliki lebih dari 50.000 karyawan dengan pengawas kesejahteraan di bawah departemen tenaga kerja. Tuak nira juga digunakan dalam pembuatan berbagai hidangan Sanna yang lembut, yang terkenal di bagian Karnataka dan Goa di India.

Konsumsi oleh fauna

Beberapa mamalia kecil yang membantu penyerbukan mengkonsumsi nira yang terfermentasi sebagai bagian dari diet mereka, terutama tupai ekor-sikat Asia Tenggara. Perbungaan dari palem bertam mengandung ragi yang memfermentasi nira di dalam mayang hingga 3,8% alkohol (rata-rata: 0,6%). Tupai ekor-sikat memetabolisme alkohol dengan sangat efisien dan tidak menjadi mabuk oleh nira yang terfermentasi tersebut.[7]

Dalam literatur fiksi

Penyadapan tuak nira disebutkan dalam novel Things Fall Apart oleh penulis Nigeria Chinua Achebe dan merupakan bagian penting dalam plot novel terobosan The Palm Wine Drinkard karya penulis Nigeria Amos Tutuola.

Nama-nama lain

Ada berbagai nama daerah untuk tuak nira, seperti:

Negara / Wilayah Nama yang digunakan
 Aljazair /  Tunisia lāgmi [ˈlaːɡmi], baik untuk yang mengandung alkohol maupun tidak.
 Bangladesh তাড়ি taṛi, তাড়ু taṛu, tuak[8]
 Kamboja Tuk tnout choo[9]
 Kamerun mimbo,[10] matango, mbuh
 Tiongkok 棕榈酒 (diucapkan "zōng lǘ jiǔ")[11]
 Republik Demokratik Kongo malafu ya ngasi (Kikongo), masanga ya mbila (Lingala), vin de palme
 Gabon toutou
 Gambia singer
 Ghana doka, nsafufuo, palm wine, yabra, dεha (diucapkan "der 'ha")
 Guam tuba
 India (Tamil -கள்ளு-kallu) Kallu(കള്ള് - Kerala ), kali (daerah Karnataka dan Kerala berbahasa Tulu ), kaLLu-ಕಳ್ಳು(Karnataka), Thati kallu తాటి కల్లు (Andhra Pradesh), Tadi (Bihar and Assam), Tãḍi (ତାଡ଼ି) (Odisha), Taadi (Marathi), toddy, tuak,[8] Tari, neera, তাড়ি/তাড়ু taṛi/taṛu (Bengal Barat), Tadi (Charwada)
 Indonesia arak (tuak yang telah didistilasi),[8] tuak di Indonesia, khususnya Suku Batak, Sumatra Utara, di mana kedai tuak disebut lapo tuak. Di Sulawesi Selatan (khususnya Tana Toraja) disebut ballo', dan di Sulawesi Utara saguer.
 Kenya Mnazi
 Kiribati Karawe
 Libya lāgbi [ˈlaːɡbi]. Digunakan baik untuk yang mengandung alkohol maupun tidak.
 Mali bandji, sibiji, chimichama
 Malaysia kallu (கள்ளு), tuak[8] (Sarawak), toddy (Inggris), bahar (Kadazan/Dsun), goribon (Rungus)
 Maladewa Dhoaraa, Rukuraa, Meeraa
 Myanmar htan yay
 Meksiko tuba (ditaburi kacang), berasal dari Filipina
 Namibia omulunga, palm-wine
 Nigeria Palm-wine, Palmy, Ukọt nsuñ, Mmin efik, Emu, Oguro, Tombo liquor, Mmanya ngwo, Nkwu enu, Nkwu Ocha.
 Papua Nugini segero, tuak
 Filipina tubâ,soom,[8] lambanog (tubâ yang didistilasi), bahal (Visaya)
 Afrika Selatan ubusulu
 Seychelles kalou
 Sierra Leone poyo
 Sri Lanka Raa (Sinhala), kallu (Tamil), panam culloo[8]
 Timor Leste tuaka, tua mutin, (jenis brendi-nya disebut tua sabu)
 Tuvalu kaleve (belum fermentasi), kao (terfermentasi), atau dalam Bahasa Inggris, toddy (belum fermentasi), sour toddy (terfermentasi)
 Vietnam rượu dừa;[8] ruou dua, coconut wine (Inggris)

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Rundel, Philip W. The Chilean Wine Palm in the Mildred E. Mathias Botanical Garden Newsletter, Fall 2002, Volume 5(4). Retrieved 2008-08-31
  2. ^ Toddy and Palm Wine – Practical Answers on the Practical Action website. Retrieved 2008-08-31
  3. ^ C. Michael Hogan. 2008. Chilean Wine Palm: Jubaea chilensis, GlobalTwitcher.com, ed. N. Stromberg
  4. ^ Confirel:Sugar Palm Tree - Conservation of natural heritage diakses 15 April 2012
  5. ^ Fermented and vegetables. A global perspective. Chapter 4
  6. ^ Toddy/Kallu and Neera/Padhaneer
  7. ^ Frank Wiens, Annette Zitzmann, Marc-André Lachance, Michel Yegles, Fritz Pragst, Friedrich M. Wurst, Dietrich von Holst, Saw Leng Guan, and Rainer Spanagel. Chronic intake of fermented floral nectar by wild treeshrews Proceedings of the National Academy of Sciences. Published online before print 2008-07-28. Retrieved 2008-08-25
  8. ^ Gnarfgnarf:Palm wine, rice wine, grape wine, beers and other drinks and beverages of Cambodia, 9 April 2012, diakses 15 April 2012
  9. ^ Anchimbe - Creating New Names for Common Things in Cameroon English (I-TESL-J)
  10. ^ "English-Chinese Translation of "palm wine"". Websaru Dictionary. Diakses tanggal 20 Januari 2012.