Lompat ke isi

Dursasana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 8 Februari 2009 12.31 oleh BOTarate (bicara | kontrib) (bot Menambah: gu:દુશાસન)
Dursasana
Dursasana dalam bentuk wayang Jawa gaya Surakarta
Dursasana dalam bentuk wayang Jawa gaya Surakarta
Tokoh dalam mitologi Hindu
NamaDursasana
Nama lainDuhsasana; Dushasana
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru

Dursasana atau Duhsasana (ejaan Sansekerta: Duśśāsana) adalah nama seorang tokoh antagonis penting dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan adik nomor dua dari Duryodana, pemimpin para Korawa, atau putra Raja Dretarasta dengan Gandari. Dursasana memiliki tubuh yang gagah, mulutnya lebar dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lain.

Dalam pewayangan Jawa, Dursasana memiliki seorang istri bernama Dewi Saltani, dan seorang putra yang kesaktiannya melebihi dirinya, bernama Dursala.

Arti nama

Nama Duhsasana terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu duh dan śāsana. Secara harfiah, kata Dusśāsana memiliki arti "sulit untuk dikuasai" atau "sulit untuk diatasi".

Kelahiran

Dursasana lahir dari kandungan Gandari dalam keadaan tidak wajar. Saat itu Gandari iri kepada Kunti istri Pandu yang telah melahirkan seorang putra bernama Yudistira. Gandari pun memukul-mukul kandungannya sehingga lahir segumpal daging berwarna keabu-abuan. Daging tersebut kemudian membelah diri sampai berjumlah seratus potongan.

Resi Wyasa datang menolong Gandari. Ia menanam daging-daging tersebut pada sebuah pot di dalam tanah. Setahun kemudian salah satu potongan daging berubah menjadi bayi yang diberi nama Duryodana, bersamaan waktunya dengan kelahiran putra kedua Kunti yang bernama Bimasena.

Beberapa waktu kemudian, ada satu lagi potongan daging putra Gandari yang berubah menjadi bayi, yang diberi nama Dursasana. Kemunculan Dursasana ini bersamaan dengan kelahiran Arjuna, putra ketiga Kunti.

Daging-daging sisanya sebanyak 98 potongan kemudian menyusul berubah menjadi bayi normal, bersamaan dengan kelahiran Nakula dan Sahadewa, putra kembar Madri, istri kedua Pandu.

Sebanyak 100 orang putra Dretarsatra dan Gandari kemudian dikenal dengan sebutan Korawa, sedangkan kelima putra Pandu disebut Pandawa. Meskipun bersaudara sepupu, namun Korawa selalu memusuhi Pandawa akibat hasutan paman mereka, yaitu Sangkuni, saudara Gandari.

Pelecehan Dropadi

Berkas:DraupadiDhusasa.jpg
Dalam permainan dadu, Dursasana mencoba menelanjangi Dropadi. Namun kain yang dipakai putri itu hanya terulur-ulur terus tiada habis-habisnya berkat bantuan gaib dari Sri Kresna

Kecemburuan para Korawa terhadap Pandawa semakin memuncak ketika kelima sepupu mereka itu berhasil membangun sebuah istana yang sangat indah bernama Indraprastha. Berkat bantuan licik Sangkuni, para Korawa berhasil merebut Indraprastha melalui sebuah permainan dadu.

Saat Yudistira dan keempat adiknya kehilangan kemerdekaan, ia masih tetap dipaksa oleh Duryodana untuk mempertaruhkan Dropadi. Dropadi adalah putri Kerajaan Pancala yang dinikahi para Pandawa secara bersama-sama. Setelah Dropadi jatuh ke tangan Korawa, Duryodana pun menyuruh Dursasana untuk menyeret wanita itu dari kamarnya.

Dengan cara kasar, Dursasana menjambak Dropadi dan menyeretnya dari kamar menuju tempat perjudian. Duryodana kemudian memerintahkan agar Dursasana menelanjangi Dropadi di depan umum. Tidak seorang pun yang kuasa menolong Dropadi. Dalam keadaan tertekan, Dropadi berdoa memohon bantuan Tuhan. Sri Kresna pun mengirimkan bantuan gaib sehingga pakaian yang dikenakan Dropadi seolah-olah tidak ada habisnya, meskipun terus-menerus ditarik Dursasana. Akhirnya Dursasana sendiri yang jatuh kelelahan.

Setelah peristiwa itu, Dropadi bersumpah tidak akan menyanggul rambutnya sebelum keramas darah Dursasana, begitu juga Bimasena (Pandawa nomor dua) bersumpah akan memotong lengan Dursasana dan meminum darahnya.

Kematian

Puncak permusuhan Pandawa dan Korawa meletus dalam sebuah pertempuran besar di Kurukshetra. Pada hari keenam belas, Dursasana bertarung melawan Bimasena. Dalam perkelahian tersebut Bimasena berhasil menarik lengan Dursasana sampai putus, kemudian merobek dada dan meminum darah sepupunya itu.

Bimasena kemudian menyisakan segenggam darah Dursasana untuk diusapkannya ke rambut Dropadi yang menunggu di tenda. Dendam istri Pandawa itu pun terbayar sudah.

Versi pewayangan Jawa

Dalam pewayangan Jawa, Dursasana memiliki tempat tinggal bernama Kasatrian Banjarjunut. Istrinya bernama Dewi Saltani, yang darinya lahir seorang putra sakti bernama Dursala. Namun Dursala tewas sebelum meletusnya perang Baratayuda di tangan Gatotkaca putra Bimasena.

Kisah kematian Dursasana dalam pewayangan lebih didramatisasi lagi. Dikisahkan setelah kematian putra Duryodana yang bernama Lesmana Mandrakumara pada hari ketiga belas, Dursasana diangkat sebagai putra mahkota yang baru. Namun Duryodana melarangnya ikut perang dan menyuruhnya pulang ke Hastina dengan alasan menjaga Banowati, istrinya.

Banowati merasa risih atas kedatangan Dursasana. Ia menghina adik iparnya itu sebagai seorang pengecut yang takut mati. Dursasana ganti membongkar perselingkuhan Banowati dengan Arjuna. Ia menuduh Banowati sebagai mata-mata Pandawa. Buktinya, Banowati lebih menyesali kematian Abimanyu putra Arjuna daripada kematian Lesmana, anaknya sendiri.

Karena terus-menerus dihina sebagai pengecut, Dursasana pun kembali ke medan perang dan bertempur melawan Bimasena. Dalam perkelahian itu ia kalah dan melarikan diri bersembunyi di dalam sungai Cingcing Gumuling. Bima hendak mencebur namun dicegah Kresna (penasihat Pandawa) karena sungai itu telah diberi mantra oleh Resi Drona. Jika Pandawa mencebur ke dalamnya pasti akan bernasib sial.

Dursasana kembali ke daratan dan mengejek nama Pandu. Bima marah dan mengejar. Namun Dursasana kembali mencebur ke dalam sungai. Hal ini berlangsung selama berkali-kali. Sampai akhirnya muncul arwah dua orang tukang perahu bernama Tarka dan Sarka yang dulu dibunuh Dursasana sebagai tumbal kemenangan Korawa.

Ketika Dursasana kembali ke daratan untuk mengejek nama Pandu sekali lagi, Tarka dan Sarka mulai beraksi. Ketika Dursasana hendak mencebur karena dikejar Bima, mereka pun menjegal kakinya sehingga Korawa nomor dua itu gagal mencapai sungai. Bima pun segera menjambak rambut Dursasana dan menyeretnya menjauhi sungai Cingcing Gumuling.

Melihat adiknya tersiksa, Duryodana muncul memohon agar Bima mengampuni Dursasana. Duryodana bahkan menjanjikan perang berakhir hari itu juga dengan Pandawa sebagai pemenang. Ia juga merelakan Kerajaan Hastina dan Indraprastha asalkan Dursasana dibebaskan.

Bima mulai bimbang. Namun Kresna mendesaknya supaya Dursasana jangan diampuni. Menurutnya, Pandawa sudah jelas menang tanpa harus membebaskan Dursasana. Kresna mengingatkan kembali kekejaman para Korawa membuat emosi Bima bangkit kembali. Bima pun menendang Duryodana hingga terpental jauh. Kemudian ia memutus kedua lengan Dursasana secara paksa.

Dalam keadaan buntung, tubuh Dursasana dirobek-robek dan diminum darahnya sampai habis oleh Bima. Belum puas juga, Bima menghancurkan mayat Dursasana dalam potongan-potongan kecil.

Pada saat itulah Dropadi muncul diantarkan Yudistira untuk menagih darah Dursasana. Bima pun memeras kumis dan janggutnya yang masih basah oleh darah musuhnya itu dan diusapkannya ke rambut Dropadi.

Setelah Korawa tertumpas habis, Kerajaan Hastina pun jatuh ke tangan para Pandawa. Bimasena menempati istana Dursasana, yaitu Banjarjunut sebagai tempat tinggalnya.

Lihat pula