Bandeng
Bandeng
| |
---|---|
Chanos chanos | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 60324 |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Spesies | Chanos chanos Forsskål, 1775 |
Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara dan Oseania. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam suku Chanidae (bersama enam genus tambahan yang dilaporkan pernah ada namun sudah punah).[1] Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dalam Bahasa Tagalog sebagai bangus, dan dalam bahasa Inggris sebagai milkfish)
Mereka hidup di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dan cenderung berkawanan di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan terumbu karang. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut selama 2–3 minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau berair payau, dan kadang kala danau-danau berair asin. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak.
Ikan muda disebut nener (IPA : nənər ) dikumpulkan orang dari sungai-sungai dan dibesarkan di tambak-tambak. Di sana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan cepat. Setelah cukup besar (biasanya sekitar 25–30 cm) bandeng dijual dalam keadaan segar atau sudah dibekukan. Bandeng diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, dipindang, atau diasap.
Pemanfaatan
Bandeng disukai sebagai makanan karena rasanya gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Dari sisi harga, bandeng termasuk ikan kelas menengah ke atas. Dalam perayaan Tahun Baru Imlek, hidangan bandeng menjadi bagian tradisi wajib bagi warga Tionghoa asli Jakarta dan sekitarnya.[2] Ada dua hal yang kurang disukai orang dari ikan bandeng yaitu: dagingnya 'berduri' dan kadang-kadang berbau 'lumpur'/'tanah'.
- Duri bandeng
Duri bandeng sebenarnya adalah tulang. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya. Gangguan ini dapat diatasi dengan penggunaan panci bertekanan tinggi (presto atau autoklaf) dalam waktu tertentu, sehingga duri ini menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah.
- Bau lumpur
Bau lumpur pada bandeng banyak dijumpai pada bandeng yang diambil dari tambak. Bandeng yang dipelihara di karamba jarang yang berbau lumpur. Penyebab bau lumpur pada bandeng adalah bakteri Cyanobacteria, terutama dari genus Oscillatoria, Symloca, dan Lyngbia, yang menghasilkan geosmin.[3] Apabila ikan tinggal di tempat yang kaya geosmin atau memakan plankton ini, dagingnya akan memiliki cita rasa tanah.
Bau lumpur dapat diatasi paling tidak dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan memelihara ikan selama 7—14 hari dalam air mengalir bebas biosmin sebelum dijual.[3] Cara kedua adalah dengan perlakuan pemberian asam tertentu.[3]
Referensi
- ^ Grandea, T. (1995). "A cladistic analysis of fossil and living gonorynchiform ostariophysan fishes". Geobios. 28 (Supplement 2): 197–199. doi:10.1016/S0016-6995(95)80113-8. Diakses tanggal 2010-07-24. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Makan Bandeng saat Imlek Diyakini Nambah Rezeki[pranala nonaktif permanen]. jpnn.com Edisi Kamis, 19 Februari 2015. Diakses 19 Februari 2015.
- ^ a b c Erungan, A.C. (1997). "Geosmin sebagai penyebab cita rasa lumpur pada ikan serta kemungkinan penanggulangannya" (PDF). Bul. Teknol. Hasil Pertanian. 4 (2): THP–11—12. Diakses tanggal 2010-07-24.[pranala nonaktif permanen]
Pranala luar
- (Inggris) FishBase entry for milkfish
- (Inggris) SEAFDEC milkfish aquaculture info Diarsipkan 2006-04-15 di Wayback Machine.