Lompat ke isi

Bendera dan lambang Majapahit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Maret 2018 02.02 oleh Inayubhagya (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '200px|thumb|<!-- Rasio bendera 2:3 --> |al= '''Getih-Getah Samudra''' adalah sebutan bagi bendera kerajaan Majapahit. B...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Getih-Getah Samudra adalah sebutan bagi bendera kerajaan Majapahit. Bendera ini bercorak 5 garis merah dan 4 putih horizontal yang sama lebar, bermula dengan garis merah dan berakhir dengan garis merah yang melambangkan negara persekutuan (Nusantara) Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur. Bendera Getih-Getah Samudra merupakan warisan dari kerajaan Singhasari sebagai bendera armada militer Singhasari. Sampai sekarang bendera ini dikibarkan oleh TNI-AL dalam Kapal Republik Indonesia (KRI) sebagai bendera maritim, dengan nama panji "Ular-Ular Tempur".

Sejarah

Panji merah putih merupakan warisan dari kerajaan Singhasari. Jayakatwang dari Kadiri melakukan pemberontakan melawan Kerajaan Singhasari di bawah tampuk kekuasaan Kertanegara (raja Singhasari) sudah menggunakan bendera merah putih, tepatnya sekitar tahun 1292. Peristiwa tersebut ditulis dalam suatu piagam dengan nama Piagam Butak. Butak adalah nama gunung tempat ditemukannya piagam tersebut terletak di sebelah selatan Mojokerto. Pasukan Singhasari dipimpin oleh Raden Wijaya dan Ardaraja (anak Jayakatwang yang menjadi menantu Kertanegara). Raden Wijaya memperoleh hadiah sebidang tanah di Desa Tarik, 12 km sebelah timur Mojokerto. Berkibarlah warna merah – putih sebagai bendera pada tahun 1292 dalam Piagam Butak yang kemudian dikenal dengan piagam merah – putih, namun masih terdapat salinannya. Pada buku Paraton ditulis tentang runtuhnya Singhasari serta mulai dibukanya Kerajaan Majapahit sebagai penerus Kerajaan Singhasari

Demikian perkembangan selanjutnya pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, menunjukkan bahwa putri Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh tentara Pamelayu juga mangandung unsur warna merah dan putih (jingga:merah, dan perak:putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam, pada waktu itu keratonnya juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab tembok yang melingkari kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya diplester warna putih. Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama menceritakan tentang digunakannya warna merah – putih pada upacara kebesaran Raja Hayam Wuruk. Kereta pembesar – pembesar yang menghadiri pesta, banyak dihiasi merah – putih, seperti yang dikendarai oleh Putri raja Lasem. Kereta putri Daha digambari buah maja warna merah dengan dasar putih, maka dapat disimpulkan bahwa zaman Majapahit warna merah – putih sudah merupakan warna yang dianggap mulia dan diagungkan. Salah satu peninggalan Majapahit adalah cincin warna merah putih yang menurut ceritanya sabagai penghubung antara Majapahit dengan Mataram sebagai kelanjutan. Dalam Keraton Solo terdapat panji – panji peninggalan Kyai Ageng Tarub turunan Raja Brawijaya yaitu Raja Majapahit terakhir. Panji – panji tersebut berdasar kain putih dan bertuliskan arab jawa yang digaris atasnya warna merah.[1]

Bendera lainnya

  • Bendera yang serupa


Referensi