Lompat ke isi

Sukadana, Sukadana, Ciamis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 13 September 2018 06.43 oleh JohnThorne (bicara | kontrib) (Perbaikan)
Desa Sukadana
Foto Bale Desa Sukadana
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenCiamis
KecamatanSukadana
Kode Kemendagri32.07.14.2001 Edit nilai pada Wikidata
Luas762 Ha
Jumlah penduduk4350
Kepadatan-


Sukadana adalah salah satu Desa di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dengan luas wilayah 762,620 Ha, yang didominasi oleh lahan persawahan (136 Ha) dan perkebunan/ladang/huma (62 Ha) menjadikan Desa Sukadana sebagai desa agraris yaitu sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani/pekebun. Jumlah penduduk desa Sukadana adalah sebanyak 4.350 jiwa yang terdiri atas 2.110 laki-laki dan 2.240 perempuan yang tersebar ke dalam 8 Dusun.

Wilayah administratif

Desa ini terbagi atas 8 Dusun, yaitu Dusun Desa, Pabrik, Ciilat, Cariu, Kedung, Sukamaju, Sukamulya, Sukamanah.

Budaya

Asmarandana

Nu Awit di gurit

Nu dianggit carita baheula

Nurun tina kitab kahot

Nu diturun tina lagu

Nu dipamrih rea nu suka

Ari Anu dicatur

Aya sahiji nagara Sukadana

Nagara gede teh teuing

Murah pikeun kahirupan

Etimologis

Kata Sukadana apabila dilihat dari arti yang mendalam Sukadana terdiri dari dua kata yaitu "Suka" dan "Dana" makna kata Suka berarti kemauan atau keinginan dan Dana berarti jaminan hidup baik itu duniawi ataupun ukhrowi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arti kata Sukadana adalah kemauan untuk memperoleh jaminan hidup baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.

Kondisi Geografis dan Demologis

Batas-batas Desa :

1.  Sebelah barat                      : Desa Salakaria

2.  Sebelah timur                      : Desa Margaharja

3.  Sebelah utara                      : Desa Margajaya

4.  Sebelah selatan                   : Desa Bunter dan Desa Salakaria

Secara keseluruhan keadaan alam Desa Sukadana cukup potensial, dengan komposisi tata guna lahan terdiri dari:

Daerah pemukiman                          : 34,77  Ha.

Daerah perkebunan/ladang/huma    : 62  Ha.

Daerah Persawahan                          : 136 Ha.

Daerah kolam/ empang                  : 42  Ha.

Daerah kehutanan                          : 81 Ha.

Jumlah penduduk Desa Sukadana sebanyak 4.350 jiwa dengan Kepala Keluarga (KK) sebanyak 1.643 yang terdiri dari: :

Laki-laki                          : 2.110 Jiwa

Perempuan                     : 2.240 Jiwa

Wilayah Desa Sukadana terbagi dalam 8 dusun, 19 RW, dan 40 RT yang terdiri dari

1.   Dusun Desa             : terdiri dari 2 RW / 5 RT

2.   Dusun Pabrik           : terdiri dari 3 RW / 6 RT

3.   Dusun Ciilat             : terdiri dari 2 RW / 4 RT

4.   Dusun Cariu             : terdiri dari 3 RW / 7 RT

5.   Dusun Kedung        : terdiri dari 2 RW / 4 RT

6.   Dusun Sukamaju    : terdiri dari 3 RW / 6 RT

7.   Dusun Sukamulya  : terdiri dari 2 RW / 4 RT

8.   Dusun Sukamanah : terdiri dari 2 RW / 4 RT

Secara geografis Desa Sukadana terletak pada sekitar 500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1.500 mm

Lahan Pesawahan di Desa Sukadana

Sarana dan prasarana peribadatan terdiri dari:

1.   Mesjid Jamie       : 9 buah

2.   Mesjid langgar    : 20 buah

3.   Madrasah          : 12 buah

Sarana dan prasarana pendidikan umum:

1.  TK/RA/PAUD       : 2 Buah

2.  SD Negeri            : 2 Buah

3.  SMP Negeri         : 1 Buah

Desa Sukadana yang memiliki luas wilayah 762,620 Ha merupakan salah satu desa di Kecamatan sukadana memiliki data infrastruktus sebagai berikut:

1.   Jalan  :

Panjang jalan Aspal                  : 2,08 Km

Panjang jalan tanah                  : 0,8   Km

Panjang jalan makadam           : 16,175 Km

2.   Jembatan

Jembatan beton                   : 3 buah

Jembatan kayu                     : 5 buah

Jembatan                              : 15 buah

3.   Saluran Irigasi

Panjang                                  : 11 Km

Areal yang diairi                      : 136,164 Ha

Masa Sebelum Berdirinya Desa

Dari sejarah yang mengungkap mengenai Galuh, baik sejak jaman kerajaan Galuh, hingga Kabupaten Ciamis, dapat dipastikan bahwa wilayah yang sekarang menjadi Desa Sukadana merupakan bagian dari Kerajaan Galuh. Namun tidak ada fakta yang konkret yang dapat menunjukkan sejak kapan Sukadana (wilayah Sukadana sekarang) mulai dihuni oleh kehidupan manusia, namun dilihat dari beberapa makam yang dianggap keramat oleh masyarakat, salah satunya makam Panghayaman, terlihat terdapat makam yang posisinya tidak seperti makam islam biasanya. Biasanya makam seorang muslim membujur dari utara ke selatan (ngaler) sedangkan salah satu makam yang terdapat di sekitar kompleks tabet makam Panghayaman Landeuh dan di Leuweung Kolot membujur dari barat ke timur, sehingga kuat dugaan bahwa itu bukan makam seorang muslim, sehingga ada kemungkinan wilayah Sukadana sudah mulai ditempati manusia sejak sebelum masuknya agama islam.

Dilihat dari ungkapan yang terdapat dalam buku “Sejarah Ciamis”, letak wilayah yang sekarang menjadi Desa Sukadana jelas termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Galuh, namun apakah (sekitar abad ke 16) sudah ada kehidupan manusia di wilayah Sukadana atau belum, masih sulit untuk dibuktikan secara konkret, karena dalam sejarah Ciamis, pada masa-masa itu (abad ke 16) hingga sekitar akhir abad ke 18 wilayah Sukadana atau Salakaria tidak pernah terungkap, entah karena wilayah itu masih belum berpenghuni ataupun penghuninya masih sedikit. Namun adanya manusia yang menghuni wilayah yang menjadi Sukadana sekarang dan sekitarnya kemungkinannya tetap ada, bahkan mungkin sudah ada sejak sekitar abad ke 16 ataupun sebelumnya, dan apabila mengingat kondisi geografisnya di sekitar wilayah ini terdapat beberapa sungai, diantaranya sungai Cisadap, Cikerta dan apabila melihat ciri manusia masa lampau adalah kehidupannya berada di sekitar aliran sungai.

Peta Desa Slakaria 1927 (Sukadana&Salakaria sekarang)

Dari hal itu dan dengan merujuk pada mitos yang beredar dari mulut ke mulut di masyarakat kemungkinan besar di wilayah ini sudah mulai dihuni oleh manusia pada sekitar masa peralihan agama dari Hindu dan Budha ke agama Islam, yang terjadi pada antara sekitar abad ke-16  sampai awal abad ke-17.

Masa Setelah Berdirinya Desa

1. Cigaruguy sebagai desa wiwitan

Kesimpulan mengenai awal keberadaan sebuah desa, bila dianalisis dari keterangan atas dasar nomor urut desa dalam peta yaitu berdiri setelah 1938, dan sebelum 1955, serta didukung keterangan berikutnya berdasarkan keberadaan pabrik nila atau indigo berdirinya sebuah desa terjadi antara 1833 sampai dengan tahun 1840, jika kita gabungkan dapat disimpulkan bahwa di wilayah yang sekarang menjadi Desa Sukadana, bahwa keberadaan desa atau berdirinya sebuah desa terjadi antara tahun 1838 – 1840. Namun hal yang belum dapat terungkap saat ini adalah nama desa yang digunakan, hanya saja kemungkinan namanya adalah Desa Tjigaroegoej (dibaca Cigaruguy), karena menurut beberapa tokoh masyarakat, nama Desa pertama kali di wilayah ini adalah Desa Tjigaroegoej, yang wilayahnya meliputi wilayah Desa Salakaria dan Desa Sukadana sekarang.

2. Buyut Amsa (Desa Tjigaroegoej : Awal s/d Pertengahan Abad ke-19 )

Buyut Amsa adalah seorang pemimpin masyarakat, yang diangkat sebagai pimpinan oleh masyarakat karena berhasil membuat dua buah saluran irigasi yang bersumber dari sungai Cisadap. Kedua saluran ini hanya dibuat oleh Buyut Amsa dan dibantu oleh seorang pembantunya. Aliran irigasi ini yang kemudian sekarang dikenal dengan aliran Cisadap 1 dan Cisadap 2. Dengan adanya saluran air ini areal persawahan dan lahan yang berada di sekitar sungai Cisadap dapat teraliri air lebih lancar. Dengan keberhasilan Buyut Amsa membuat dua buah saluran air ini membuatnya menjadi seorang yang dianggap memiliki kelebihan, hingga diangkat penjadi pimpinan masyarakat, namun mungkin saat itu masih belum menjadi sebuah desa, sehingga pola masyarakatnya hanya lingkungan kemasyarakatan biasa yang mungkin lebih mirip sebuah suku. Meskipun demikian satu kesimpulan dari analisis tersebut adalah bahwa kemungkinan besar Buyut Amsa adalah Pemimpin yang pertama di wilayah ini yang pada masa itu bernama Desa Tjigaroegoej (dibaca Cigaruguy), yang didirikan sekitar tahun 1838-1840. Adapun letak balai desa terletak di sekitar sungai Cigaruguy (sekitar Desa Kolot sekarang).

Tidak diketahui kapan Buyut Amsa meninggal, dari hasil pengamatan pada nisan makam Buyut Amsa tidak ditemukan tahun wafatnya, hanya pada nisan isterinya yang letaknya bersebalahan tertulis bahwa isterinya wafat pada tahun 1327 Hijriah atau sekitar tahun ± 1909.

3. Kuwu Hardjasasmita / Kuwu Arga (Desa Salakaria Wetan : Pertengahan s/d Akhir Abad ke-19)

Dari hasil pengamatan dan wawancara, Hardjasasmita saat itu sudah dikenal dengan panggilan Kuwu. Sebagian masyarakat juga ada yang menyebutnya dengan sebutan Kuwu Arga, nama Arga ini mungkin adalah nama beliau sebelum menjadi Kepala Desa. Dari sebutan Kuwu pada masa Hardjasasmita, semakin pasti di wilayah ini sudah terdapat struktur pemerintahan desa yang jelas. Dari penelaahan sejarah, kemungkinan nama desa sudah berubah menjadi Desa Salakaria Wetan, setelah Desa Tjigaroegoej dipisahkan menjadi dua Desa yaitu Desa Salakaria Wetan dan Desa Salakaria Kulon. Desa Salakaria Wetan meliputi wilayah Desa Sukadana sekarang, sedangkan Desa Salakaria Kulon meliputi wilayah Desa Salakaria sekarang.

Pada masa itu kemungkinan sistem pergantian kepemimpinan di Desa Salakaria Wetan masih turun temurun, karena Kuwu Hardjasasmita kemudian digantikan oleh anaknya yaitu Mas Wiriasasmita. Menurut sebuah sumber wafatnya Kuwu Hardjasasmita bersamaan dengan menikahnya Ratu Belanda, Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau yaitu pada tanggal 7 Januari 1937.

4. Kuwu Mas Wiriasasmita / Kuwu Hormat (Salakaria Wetan s/d 1921)

Pada masanya kepeminpinan Kepala Desa Parma Wiriasasmita atau kemudian disebut juga Mas Wiriasasmita, (nama Parma adalah nama beliau sebelum menjadi Kepala Desa) pusat pemerintahannya berada di daerah Desa Kolot, dengan letak Balai Desa berada di sekitar Sungai Cigaruguy. Pada masa kepemimpinannya Mas Wiriasasmita dikenal dengan pelaksanaan administrasi pemerintahan yang rapi.

Bagi masyarakat Desa Salakaria Wetan, Mas Wiriasasmita dikenal dengan sebutan Kuwu Hormat, menurut keterangan, sebutan Kuwu Hormat tersebut karena Mas Wiriasasmita berhenti atas dasar permintaan sendiri sehingga dianggap berhenti secara terhormat, namun sebagian keterangan menyebutkan bahwa julukan tersebut didasarkan atas kacakapannya dalam pengelolaan administrasi pemerintahan sehingga Mas Wiriasasmita selain dihormati masyarakat juga dihormati oleh pemerintah. Masa pemerintahannya berakhir pada tahun 1921.

Kuwu Hormat meninggal pada hari Sabtu tanggal 30 September 1972 dan dimakamkan di pemakaman keluarga di  Sada Pasir dusun Sukamanah.

5. Kuwu Mintaredja / Kuwu Bintang  (Desa Salakaria : 1921 s/d 1941)

Seiring berakhirna masa kepemimpinan Kuwu Hormat, berakhir pula eksistensii Desa Salakaria Wetan, karena pada tahun 1921 dua Desa yang menggunakan nama Salakaria yaitu Salakaria Wetan dan Salakaria Kulon (sekarang wilayah Desa Salakaria) digabungkan menjadi sebuah desa yang bernama Desa Salakaria. Satu hal yang menarik setelah penggabungan dua desa tersebut, hal itu adalah adanya pemilihan Kepala Desa yang dipilih langsung oleh masyarakat, meskipun hanya perangkat desa dan masyarakat yang memiliki pajak saja yang ikut memilih.

Minteredja banyak mendapatkan Bintang Penghargaan dari pemerintah. Bintang-bintang penghargaan tersebut diantaranya diperoleh dari pembangunannya membuat Jalan Potongan yaitu jalan yang menghubungkan dusun Pabrik ke arah Margaharja (Sekarang jalan Dusun Pabrik-Sukamaju). Selain dari pembangunan jalan, bintang penghargaan yang diperoleh Mintaredja adalah dari keberhasilan pemerintah Desa Salakaria dalam kelancaran pembayaran seba (Pajak) dari masyarakat kepada pemerintah. Selama pemerintahan Kuwu Bintang, pembangunan lain yang dilakukan diantaranya meluruskan aliran Sungai Cisadap. Semula aliran Cisadap dari sekitar kompleks sawah panghayaman hingga Karang Gantungan (saat itu namanya kompleks Gantoeng) bentuknya berkelok-kelok hingga menjadi lurus seperti sekarang ini.

Pada masa kepemempinan Kuwu Bintang juga dilakukan pemindahan Balai Desa yang semula berada di daerah Desa Kolot (sekitar sungai Cigaruguy) ke sekitar kompleks BP3K sekarangdan di sekitar Balai Desa juga dibangun mesjid.

Kepemimpinan Kuwu Bintang berakhir tahun 1941. kemungkinan Kuwu Bintang berhenti dari jabatannya sebagai Kepala Desa karena beliau meninggal dunia pada tanggal 26 Maret 1941. Hal tersebut diketahui dari hasil penelitian, dari nisan makam Kuwu Bintang, tertulis kalimat:

Poepoesna Koewoe Bintang  26 – 4 – 1941 M / 28 – 3 – 1369 H

Kuwu bintang dimakamkan di komplek makam Panghayaman Tonggoh, posisi makamnya terletak hanya beberapa mater dari makam Buyut Amsa.

6. Kuwu Mas Djajapermana ( 1941 s/d 1971)

Sepeninggal Kuwu Bintang, pada tahun 1941 kembali diadakan pemilihan Kepala Desa. Akhirnya Mas Djaiapermana yang menjadi Kepala Desa Salakaria menggantikan Kuwu Bintang. Sebetulnya Mas Djaiapermana sebelumnya sempat menjadi Kepala Desa di Daerah Ciakar Kawali (di Ciakar dikenal sebagai Kuwu Wardi), namun beliau pergi ke Salakaria karena berselisih dan menentang Pemerintah Hindia Belanda di Kawali.

Pembangunan yang dilakukan oleh Mas Djaiapermana diantaranya adalah, pembangunan Talang saluran air di Kampung Pabrik, yang semula jalannya cukup menanjak kemudian ditugar dan dibangun talang saluran air diatasnya, dengan menggunakan galugu kawung (pohon enau), dibangunnya bendungan Cisadap I, rehab Balai Desa, serta pembangunan jembatan Cikerta dan Cisadap, pada setiap jembatan diatasnya menggunakan atap (saung balagbag) dan disediakan pula sebuah kursi untuk duduk Kepala Desa M. Djaiapermana.

Peristiwa Penting pada masa Mas Djajapermana :

a. Pada masa sebelum kemerdekaan, di Desa Salakaria terdapat markas tentara Belanda yang berada di sekitar perempatan Ciilat. Kehadiran tentara Belanda di Salakaria tak pelak menimbulkan keresahan bagi masyarakat termasuk Kepala Desa beserta perangkatnya. Karena itu Kepala Desa bersama perangkatnya serta keluarganya termasuk sebagian masyarakat seringkali mengungsi ke tempat yang lebih aman, diantaranya adalah ke daerah Ranca Jungjang dan Panyomean (Dusun Desa).

b. Pada tahun 1946 (Bupati Raden Veter Dendakusuma). Dalam menjabat tugasnya ia didampingi oleh Patih Dendadipura. Pada masa itu adalah masa gencar-gencarnya agresi Belanda terhadap pemerintah Republik sehingga Bupati pun diungsikan bersama rakyat Ciamis ke Gunung Syawal dan daerah Desa Salakaria. Pada saat itu kemudian wilayah Kabupaten Ciamis dibagi menjadi 2 wilayah dengan batas jalan Kawali, yaitu, Ciamis Barat berpusat di Nasol di pimpin oleh Bupati Raden Veter Dendakusuma, dan Ciamis Timur berpusat di Desa Salakaria dipimpin oleh Patih Dendadipura. Walaupun dalam keadaan demikian Bupati menyempatkan membangun sebuah pasar di sekitar daerah Salakaria yaitu Pasar Dongkal.

c. Pemberontakan DI/TII di Ciamis terjadi di beberapa tempat, Bahkan pada tahun 1950 sebagian pasukan TII memasuki daerah Salakaria setelah sebelumnya melewati daerah Cikangkareng. TII yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan gorombolan itu dipimpin oleh Amir Fatah. Kehadiran gorombolan TII tak pelak menimbulkan keresahan masyarakat Salakaria, bahkan sebagian masyarakat mulai mecari tempat yang aman untuk mengungsi, bahkan Kepala Desa Mas Djaiapermana dan juru tulis 1, Mas Gahara Andasasmita beserta keluarganya juga sebagian masyarakat mengungsi ke daerah Panyairan (sekitar bunter) masa pengungsian itu berlangsung hingga kurang lebih 1 bulan.

d. Pemberontakan PKI. PKI merupakan salah satu partai yang dianggap negatif oleh masyarakat Salakaria secara umum. Tidak sedikit masyarakat Salakaria yang menjadi kader PKI saat itu, dari data yang terdaftar di Kantor Desa terdapat 387 orang kader PKI, kebanyakan dari mereka tergabung dalam Barisan Tani Indonesia (BTI). Diantara pimpinan kader PKI tersebut seringkali melakukan kampanye terbuka di wilayah Salakaria dan sekitarnya pada akhir tahun 1965 banyak para kader PKI yang ditangkap oleh aparat pemerintah, termasuk beberapa kader PKI di Salakaria, kemudian dipenjara dan sebagian dibuang ke Pulau Buru di Maluku.

Mas Djaiapermana meninggal pada 12 Maret 1976 atau 12 Rabiul Awal 1396, beliau kemudian dimakamkan di makam keluarga di Dusun Desa yang letak pemakamannya berada di sebelah barat dari komplek pemakaman panghayaman landeuh.

7. Kepala Desa Kapten Polisi Eyo Soeria (1977 -  Pemekaran Desa 1979)

Setelah Mas Djaiapemana berhenti dari jabatannya sebagai kepala desa Salakaria, kembali diadakan Pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh banyak calon kepala desa, pada akhirnya Eyo Soeria yang lahir pada tanggal 1 Januari 1927  terpilih menjadi Kepala Desa Salakaria. Karena Eyo Soeria berdomisili di Salakaria sebelah barat (bekas wilayah Desa Salakaria Kulon), maka balai desa yang digunakan oleh Kepala Desa dan perangkatnya adalah bekas balai desa Salakaria Kulon yang terletak di Salakaria sebelah barat (sekarang Balai Desa Salakaria).

Pada tahun 1977 setelah ada kesepakatan pemekaran desa, balai desa yang berada di Salakaria sebelah timur kemudian dipindahkan, dan dibangun kembali di lokasi yang sekarang menjadi Balai Desa Sukadana. Balai desa ini dipersiapkan untuk menjadi balai desa Sukadana. Balai desa tersebut mulai dibangun pada tanggal 20 Agustus 1977

Setelah Desa Salakaria resmi dimekarkan menjadi dua desa yaitu Desa Salakaria dan Desa Sukadana, pada tahun 1979, Eyo Soeria masih menjadi Kepala Desa di Desa Salakaria yang dianggap sebagai Desa Induk, dan setelah masa jabatannya habis pada tahun 1979, ia kembali mencalonkan sebagai Kepala Desa di Desa Salakaria dan kemudian beliau kembali terpilih untuk menjadi Kepala Desa Salakaria pasca pemekaran hingga tahun 1991.

Berdirinya Desa Sukadana

Proses Pemekaran

Perumusan pamekaran Desa Salakaria menjadi Desa Sukadana dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal Lima Belas bulan Mei tahun Seribu Sembilan Ratus Tujuh Puluh Enam (15-05-1976) bertempat di Desa Salakaria. Yang dihadiri Bapak Camat Rajadesa Subagio, B.A, bahwa desa dibagi dua dengan batas Desa sepanjang sungai Cikerta dan Cisadap.

Nama Sukadana diambil dari salah satu blok tanah (wilayah dusun sukamaju) No. Persil 190, yang dituangkan di dalam Letter E Desa Salakaria,  tanggal 15 Mei 1976 Nomor 1/76, telah disyahkan dengan Surat Keputusan Bupati Ciamis, tanggal 25 Maret 1979 Nomor : 34/II/HUK/SK/1976 tentang Pamekaran Desa dalam Wilayah Kabupaten Ciamis. Pada tanggal 7 Maret 1979, Desa Sukadana baru masih dijabat oleh PJS Kepala Desa Yaitu Suparman dengan dibantu para Pamong Desa lainnya yang masih belum dilantik. Tanggal 5 April 1979 Bapak Usronatiwijaya selaku Wedana Penghubung Bupati Wilayah III Kawali meresmikan Desa Sukadana dan sekaligus para pamong desa lainnya bertempat di bale Desa Sukadana dengan diberi nomor Desa No.208.

Dari sejak peresmian dan pelantikan pemerintahan Desa Sukadana berdiri dan berjalan sesuai dengan roda pemerintahan.

Pada tanggal 13 maret 1980 Pemerintahan Desa Sukadana melaksanakan pemilihan kepala desa pertama setelah terbentuknya desa sukadana, yang mendapatkan suara terbanyak dimenangkan oleh Saudara Suparman.

1. Maman Suparman Andasasmita (Tahun 1982 s/d 1990)

Setelah resmi menjadi sebuah desa baru langkah awal yang harus dilengkapi adalah struktur pemerintahan, sejak berdirinya desa Sukadana M.S Andasasmita yang sebelumnya menjadi Juru Tulis 1 di Desa Salakaria diangkat menjadi Pejabat Sementara Kepala Desa Sukadana hingga tahun 1989, meskipun pada tanggal 13 Maret 1980 telah diadakan Pemilihan Kepala Desa yang dimenangkan oleh M.S Andasasmita sendiri.

Peristiwa penting yang terjadi :

  1. Pada bulan Juni 1980 Desa Sukadana menjadi perwakilan Kabupaten Ciamis untuk Penilaian Lomba Desa Swadaya tingkat Propinsi Jawa Barat, setelah sebelumnya menjadi juara 1 lomba Desa Swadaya tingkat Kabupaten, dan hasilnya Desa Sukadana menjadi juara 3 Lomba Desa Swadaya tingkat Propinsi.
  2. Pada tahun 1982, salah satu kampung yaitu Kampung Pabrik dimekarkan menjadi dua kampung, yaitu menjadi Kampung Pabrik dan Kampung Sukamaju.
  3. Pada tahun 1983, kembali diadakan pemekaran kampung, yaitu pemekaran Kampung Desa menjadi Kampung Desa dan Kampung Sukamulya.
  4. Pada tahun 1986 kembali memekarkan salah satu kampung yang dianggap memliki wilayah yang terlalu luas, yaitu Kampung Ciilat. Kampung Ciilat dibagi menjadi dua Kampung yaitu Kampung Ciilat dan Kampung Sukamanah. Dengan demikian sejak tahun 1986 hingga sekarang, kampung yang ada di Desa Sukadana berjumlah 8 kampung
  5. Suatu peristiwa yang menjadi  kebanggaan besar bagi masyarakat Desa Sukadana adalah adanya kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Emil Salim pada tahun 1984, tokoh nasional tersebut mengunjungi Desa Sukadana untuk mengadakan penelitian, untuk menjadikan Desa Sukadana sebagai Percontohan Pilot Projek mengenai Lingkungan Hidup
  6. Selain dari pihak dalam negeri, Desa Sukadana sempat dikunjungi oleh beberapa utusan dari World Health Organzation (WHO) salah satu lembaga PBB yang bergerak dalam bidang kesehatan, dan juga International Labour Organization (ILO) juga merupakan lembaga PBB dalam bidang perburuhan dunia untuk meneliti kondisi perburuhan di Desa Sukadana. Perwakilan dari ILO tersebut diantaranya, James Steam, Athold Killgord, dan lain-lain.
  7. Terjun Payung yang di adakan oleh Federasi Airsport Seluruh Indonesia (FASI) pada tahun 1982. landasan penerjunan dilakukan di lapangan SD Salakaria 4 (Sekarang SD 1 Sukadana). Dalam acara Terjun Payung, diikuti juga dengan pendaratan Helikopter di lapangan tersebut, yang kemudian masyarakat diperbolehkan menumpang helikopter tersebut dan berkeliling di udara di sekitar Desa Sukadana dengan membayar uang sebesar Rp 5.000,-. Selain itu masyarakat juga dipungut biaya tiket untuk menonton peristiwa tersebut, dan hasil dari pendapatan tiket tersebut digunakan untuk pembangunan mesjid desa (sekarang Mesjid Al-Kautsar).

2. Yoyo Wahyo (1990 s/d 1999)

Yoyo wahyo menjdi kepala Desa Sukadana setelah berhasil unggul dalam pemilihan Kepala Desa pada tahun 1989. Pada masa kepemimpinan Yoyo Wahyo sebagai Kepala Desa, pembangunan lebih mengarah hanya pada program-program pemerintah daerah atau kabupaten, pembangunan yang dilaksanakan diantaranya beberapa perbaikan sarana masyarakat seperti Bendungan Cisadap 2, Pembuatan Bendungan Cisadap 4 (Dusun Kedungwatu), Rehabiltasi Mesjid dan Rehabilitasi Balai Desa Sukadana.

Yoyo Wahyo memimpin Desa Sukadana selama 8 tahun, akan tetapi setelah habis masa jabatannya pada tahun 1997, kembali menjadi pejabat sementara selama 2 tahun hingga diadakan pemilihan Kepala Desa Sukadana yang baru pada tahun 1999.

3. Elon Sahlan Saputra (1999 s/d 2007)

Pemilihan Kepala Desa seharusnya dilakukan pada tahun 1998 namun karena kondisi Negara tidak stabil, karena terjadi krisis moneter dan aksi menuntut reformasi, maka pemilihan kepala desa ditunda hingga tahun 1999. Dari hasil pemilihan tersebut Elon Sahlan Saputra terpilih menjadi Kepala Desa Sukadana.

Pada masa itu Kepala Desa E. Sahlan Saputra seringkali menghadiri pertemuan-pertemuan kepala desa di beberapa daerah diantaranya di Kabupaten Garut untuk memperjuangkan adanya Dana Perimbangan bagi Desa. Beberapa pembangunan yang dilakukan diantaranya adalah rehab mesjid desa, perbaikan-perbaikan jalan desa, rehab balai desa dll.

Pada masa ini, berdasarkan Undang-Undang dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menjadi Ketua BPD yang pertama kali adalah Sujud H Djajapermana (anak Kuwu M Djajapermana), namun kemudian mengundurkan diri dan diganti oleh Nandi Sukmayadi.

Struktur Pemerintahan pada staff desa masa kepemimpinan Elon Sahlan yaitu :

Sekretaris Desa          : Kamil

Kaur Pemerintahan   : M. Fardiansyah

Kaur Kesra                  : A. Jana

Kaur Umum                : Waryo

Kaur Keuangan         : Yaya Heryana

Kaur Ekbang              : Abas

Dusun Desa               : Tiswa

Dusun Pabrik             : Etom

Dusun Ciillat              : Sutarman

Dusun Cariu              : Nahdi

Dusun  Kedung         : Ahdi

Dusun Sukamaju      : Kalsum

Dusun Sukamulya    : Sali

Dusun Sukamanah   : Warto

4. Sujud Herjana Djajapermana (2007 s/d 2013)

Pada tanggal 9 Agustus 2007, di Desa Sukadana kembali diadakan pemiliha Kepala Desa. Akhirnya pada pemilihan kepala desa tanggal 9 Agustus 2007, Sujud Herjana Djajapermana yang merupakan putra dari mantan Kepala Desa Salakaria M. Djaiapermana terpilih untuk menjadi Kepala Desa Sukadana periode 2007-2013.

Hingga saat ini, beberapa pembangunan yang dilakukan pemerintah Desa Sukadana diantaranya, perehaban Saluran Air, perbaikan jalan raya, Perehaban Jembatan Cisadap, Pembangunan Kantor Desa, Pembangunan Talang Air, dll.

Sujud H Djajapermana

Struktur Pemerintahan pada staff desa masa kepemimpinan Sujud H Djajapermana yaitu :

Sekretaris Desa          : Kamil

Kaur Pemerintahan   : M. Fardiansyah

Kaur Kesra                  : Maman Sutriaman

Kaur Umum                : Deni Nurjaman

Kaur Keuangan         : Atin Rustini

Kaur Ekbang              : Tatang Koswara

Dusun Desa               : Mimin S

Dusun Pabrik             : Maman Badruzaman

Dusun Ciillat              : Sutarman

Dusun Cariu              : Eli

Dusun  Kedung         : Sunarlis

Dusun Sukamaju      : Umar

Dusun Sukamulya    : Sali

Dusun Sukamanah   : I. Carli

5. Etom 2013 s/d sekarang

Struktur Pemerintahan pada staff desa masa kepemimpinan Etom yaitu :

Sekretaris Desa          : Muhamad Fardiansah

Kasi Pemerintahan   : Anton Purwanto

Kasi Kesejahteraan     : Maman Sutriaman, S.IP

Kasi Pelayanan         : Maman Badrulzaman

Kaur Tata Usaha & Umum                : Deni Nurjaman

Kaur Perencanaan & Keuangan       : Atin Rustini

Bendahara : Ahmad Rizky Fauzi

Dusun Desa               : Mimin Sutarsih, S.Pd

Dusun Pabrik                : Mimin Komala

Dusun Ciillat                 : Sutaryat

Dusun Cariu                 : Diding

Dusun  Kedung            : Ente Sunarlis

Dusun Sukamaju         : Dede Kusdiana

Dusun Sukamulya       : Miswan

Dusun Sukamanah      : Rukman

Sukadana terdiri dari 8 Dusun:Desa kolot,Pabrik,Sukamulya,Sukamaju,Sukamanah,Kedung Watu,Ciilat dan Cariu