Lompat ke isi

Wanita di peradaban Maya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penggambaran Ix Chel, sosok feminin dari dewi bulan dalam kepercayaan Maya.

Wanita Wanita di peradaban Maya merujuk pada catatan atau informasi mengenai aktivitas dan peran wanita pada periode Maya klasik (200-900 Masehi) di wilayah Mesoamerika. Sumber rujukan mengenai peran wanita dalam peradaban Maya klasik dapat berupa simbol-simbol atau hieroglif, lukisan, ritual-ritual, dan lain-lain.[1]

Di peradaban Maya klasik, wanita telah mendapatkan peran yang cukup beragam dalam masyarakat, bahkan pada zaman ini telah ditemukan beberapa wanita yang menjabat sebagai pemimpin kota dalam wilayah kekuasaan Bangsa Maya. Kajian lebih lanjut terhadap peran wanita Maya pada periode ini ditujukan untuk mendapatkan informasi spesifik mengenai aktivitas, peran, dan persepektif masyarakat Maya saat itu terhadap seorang wanita.[1][2][3]

Deskripsi singkat peradaban Maya

Bangsa Maya dikenal luas sebagai pembangun dari berbagai kota-kota kuno megah di wilayah Mesoamerika.[4][5] Bangsa ini berkuasa di wilayah Mesoamerika antara kurun tahun 200-900 Masehi, dan kemudian mengalami kemunduran.[6][5] Peradaban Maya terbentuk di wilayah yang saat ini dikenal dengan nama semenanjung Yukatan, tetapi peradaban ini tidak pernah bersatu membentuk suatu negara atau kerajaan utuh.[7][8] Alih-alih, peradaban ini tersusun atas kota-kota dengan otonominya tersendiri, seperti halnya pada masyarakat Yunani klasik.[4][5] Kota-kota ini diperintah oleh keluarga-keluarga bangsawan yang terkadang dapat memerintah dalam beberapa generasi, dan mereka juga dapat berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekuasaan tanpa henti. Keluarga-keluarga bangsawan ini terdiri dari kalangan aristokrat Maya, dimana kalangan pendeta juga berasal dari kalangan ini. Kalangan warga biasa termasuk didalamnya, pekerja seni, petani, pedagang dan budak.[7][8]

Kebanyakan kota-kota di peradaban Maya klasik secara penataan dapat dikatakan homogen. "Pusat" setiap kota memiliki struktur elegan dan megah berupa piramid-piramid berteras, perumahan, dan berbagai jenis kuil peribadatan.[7][5] Warga dalam jumlah besar dapat berkumpul di suatu lapangan di dalam kota tersebut yang dikelilingi oleh piramid-piramid dan kuil-kuil. Piramid dibuat untuk meniru gunung dan digunakan sebagai suatu podium sakral untuk melakukan kegiatan politik ataupun ritual-ritual keagamaan.[5]

Warga di setiap kota pun dapat berkumpul di suatu lapangan yang digunakan sebagai arena olahraga untuk menyaksikan pertandingan bola tradisional. Berbagai piramid, kuil, dan lapangan olahraga ini diletakan sedemikian rupa sehingga penataannya membentuk suatu bujur sangkar sesuai tradisi mereka. Umumnya, bangunan-bangunan kebudayaan Maya klasik dihiasi oleh ratusan patung batu yang merepresentasikan dewa-dewa, sosok manusia, ular yang meliak-liuk, dan juga simbol-simbol astronomis.[9][5]

Peradaban maya klasik telah ada dari abad ke-3 hingga abad ke-9 Masehi. Namun, kebanyakan peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan wanita diyakini berasal dari periode akhir peradaban ini, atau sering disebut sebagai Periode Klasik Akhir (800-900 Masehi).[9]

Citra ideal wanita di peradaban Maya klasik

Relief pada Stela peninggalan peradaban Maya klasik yang menggambarkan salah seorang putri bangsawan.

Wanita ideal dalam persepektif kebudayaan Maya dapat ditelusuri melalui mitologi-mitologi yang tertulis di naskah kuno Bangsa Maya yaitu Popol Vuh. Pada naskah itu tertulis, dua orang saudara kembar secara ajaib membuat sebuah kebun dengan bantuan nenek mereka, Xmucane.[10] Untuk memenuhi kebun tersebut dengan manusia, "sosok manusia yang memiliki tubuh", Xmucane kemudian menanam jagung dan kemudian tepung dari olahan jagung tersebut dicampur air.[10][9] Mitologi ini kemudian menggambarkan bahwa proses pengolahan makanan merupakan inti dari identitas ideal seorang wanita. Sehingga menurut pandangan Bangsa Maya, suatu peradaban manusa berasal dari pengolahan makanan yang dilakukan oleh wanita.[9] Peradaban Maya klasik biasana menempatkan wanita pada posisi yang tinggi di bidang keagamaan, pada beberapa kasus, posisi wanita bahkan dapat menyamai posisi yang dapat diraih oleh seorang pria. Faktanya, kebudayaan Maya menggambarkan salah satu unsur dewa terpenting dalam keyakinan mereka yaitu dewa leluhur Totilmeiletic, sebagai sosok berkelamin ganda. Penggambaran ini mungkin dapat memberi kesimpulan bahwa dalam kepercayaan Maya, terdapat saling kebergantungan antara pria dan wanita.[9][10]

Bukti-bukti menunjukan bahwa kalangan aristokrat Bangsa maya melakukan rekonstruksi fisik yang rumit untuk mencapai suatu model ideal yang diterima masyarakat. Tidak seperti kebudayaan mengikat kaki pada wanita di Tiongkok, rekonstruksi yang mereka lakukan terhadap fisik mereka tidak mengganggu pergerakan mereka, dan banyak dari perubahan fisik tersebut juga dilakukan oleh laki-laki.[3][9] Sebagai contoh, para bangsawan memandang dahi yang miring dan bentuk mata yang menyilang sebagai parameter kecantikan dalam kebudayaan mereka, sehingga bayi yang baru lahir biasanya diikatkan papan pada dahi mereka untuk meratakan bentuknya, dan pada poni mereka juga digantungkan beban kecil supaya bentuk mata mereka menyilang.[9] Bangsawan wanita mentato tubuh mereka sendiri, mereka mencat badan mereka dengan warna merah, dan kemudian secara hati-hati menata rambut mereka untuk membentuk poni disekeliling dahi mereka yang rata.[11][9] Mereka juga menghiasi rambut mereka dengan hiasan-hiasan yang menyerupai tunas tanaman. Selain itu pada periode ini wanita dari kalangan bangsawan Maya telah menggunakan perhiasan leher dan telinga yang terbuat dari batu giok, kulit kerang, atau permata.[3][9] Beberapa dari mereka juga mengganti gigi mereka dengan material-material yang dianggap berharga seperti besi, emasi, batu obsidian, batu giok, ataupun kulit kerang. Fakta bahwa hampir semua perubahan fisik ini dilakukan juga oleh para pria mengindikasikan kesetaraan pandangan masyarakat Maya terhadap penampilan wanita dan pria yang jarang ditemukan di peradaban lainnya di periode waktu ini.[9]

Pertumbuhan dan perkembangan

Dari lahir hingga dewasa, tradisi kebudayaan Maya membentuk suatu tahapan-tahapan apa saja yang akan dilalui oleh wanita Maya secara umum. Ilmu arkeologi kemudian dapat membantu untuk menganalisis kehidupan wanita baik dari kalangan warga biasa maupun kalangan bangsawan.[12]

Masa kecil

Situs-situs pemakaman kuno mengindikasikan bahwa anak perempuan dalam masyarakat Maya umumnya mendapatkan makanan dengan nutrisi yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak laki-laki, ini terlihat dari kerangka wanita yang jauh lebih pendek dari pada pria.[9][13] Terlepas dari ketidaksetaraan ini, kedua jenis kelamin, baik anak laki-laki maupun anak-perempuan dipandang memiliki nilai yang setara, terlihat dari ritual-ritual yang menunjukan kesetaraan posisi ini. Sebagai contoh, ritual hetzmek dalam kebudayaan Maya dilakukan ketika seorang anak perempuan telah beruisa tiga bulan.[9] Selama ritual ini, keluarga anak tersebut menunjukan miniatur mesin tenun dan penggiling jagung sebagai alat kerja anak ini di masa depan. Pada umur 12 tahun, anak tersebut akan berpartisipasi dalam suatu ritual khusus yang menandakan bahwa ia telah memasuki masa remaja. Wanita yang berumur lebih tua yang ditunjuk juga sebagai nenek sang anak akan terlibat dalam ritual tersebut untuk membantu mengeluarkan ruh jahat dari tubuh mereka sehingga anak tersebut dapat beranjak sebagai wanita dewasa.[9]

Menikah

Pernikahan merupakan bagian penting dari kehidupan wanita dan pria dalam kebudayaan Maya, yang kemudian memungkinkan keduanya untuk terlibat secara penuh dalam kehidupan sosial masyarakat Maya secara umum.[9] Kebanyakan pernikahan merupakan hasil perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua mempelai, dan biasanya pernikahan dilangsungkan ketika mempelai pria berusia 17-18 tahun dan 14-15 tahun untuk mempelai wanita.[14][15] Kedua mempelai tetap membawa nama keluarga masing-masing setelah menikah. Setelah hidup biasanya kedua mempelai tinggal di rumah keluarga dari pengantin wanita. Perceraian merupakan suatu hal yang biasa dalam kebudayaan Maya, dan wanita memperoleh kebebasan untuk menceraikan suaminya. Bahkan setelah perceraian ini, wanita tetap dapat mengklaim hak milik dari suatu asetnya. Kalangan warga biasa dalam masyarakat Maya umumnya berumahtangga secara monogami. Namun, pada kalangan bangsawan adalah hal yang umum jika ditemukan praktik-praktik poligami.[12]

Wanita sebagai seorang ibu

Kebudayaan Maya klasik mendefinisikan masa-masa menjadi seorang ibu sebagai suatu proses reproduksi biologis, dan kehamilan serta penderitaan saat melahirkan dari seorang wanita Maya dipandang sebagai suatu pengorbanan yang suci.[16][12] Bahkan, masyarakat Maya klasik menggambarkan proses kelahiran sebagai pertempuran dimana seorang bayi dapat membunuh ibunya. Dalam masa-masa penderitaan tersebut, suatu benda yang melambangkan sosok Ix Chel, dewi kelahiran dalam kepercayaan Maya, ditempatkan di bawah tempat tidur dari ibu yang melahirkan. Ix Chel digambarkan sebagai seorang dukun bayi tua yang membantu sang ibu bayi yang tengah berjuang dalam pertempuran antara hidup dan mati.[12] "Penderitaan luar biasa dalam pertempuran" yang dialami ibu bayi dibuktikan oleh bukti-bukti arkeologis, banyak bukti-bukti dari hasil penggalian menunjukan bahwa angka harapan hidup wanita Maya pada periode ini lebih pendek dari laki-laki yaitu hanya 35 tahun jika dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki angka harapan hidup 45 tahun. Hal ini terjadi kemungkinan akibat usia pernikahan dan melahirkan yang relatif sangat muda. Kelahiran seorang anak kemudian dipandang membawa perubahan besar bagi keluarga mereka untuk berbagai alasan. Anak dipandang sebagai kekayaan dan nasib baik untuk ibu dan keluarganya.[17][18]

Pekerjaan

Benda seperti cobek yang digunakan wanita Maya untuk "menggiling" jagung.

Jika dibandingkan dengan peradaban di wilayah lain di dunia pada periode yang sama, posisi seorang wanita Maya memiliki posisi yang jauh lebih kuat di bidang ekonomi. Seorang anak perempuan dapat mewarisi kekayaan dan aset yang dimiliki keluarganya, meskipun anak laki-laki biasanya lebih diutamakan sebagai pewaris.[19] Hasil tenun yang dihasilkan oleh para wanita Maya juga membuat mereka mendapat posisi penting baik secara sosial maupun dalam pandangan pemerintah kota. Wanita Maya memiliki biasanya bekerja di rumahnya sendiri meskipun terkadang mereka juga dapat bekerja di ladang dan sebaliknya suaminya terkadang dapat juga bekerja di rumah.[20] Wanita yang berasal dari kalangan warga biasa memiliki tiga aktivitas utama dalam rumah tangganya selain membesarkan dan mengasuh anak.[18] Ketiga aktivitas tersebut yakni membuat pakaian, merawat kebun kecil, dan mengolah makanan.[2][21] Wanita dari kalangan bangsawan biasanya memiliki pekerjaan pada tingkat kepentingan yang berbeda-beda dalam kebudayaan Maya. Mereka dapat menjadi seorang mak comblang, seniman, pengrajin, atau penulis (kodeks). Dua sosok penulis yang dapat dijadikan contoh adalah Putri Penulis Langit dari Yaxchilan dan Putri Jaguar. Kedua putri ini telah memperoleh pendidikan dan pelatihan yang tinggi sehingga memiliki pengaruh yang besar di masyarakat. Seorang wanita yang berprofesi sebagai mak comblang juga harus memiliki hobi membaca dikarenakan mereka harus melihat data-data sejarah dari suatu keluarga untuk mencocokan dua orang dari anak mereka ke dalam suatu pernikahan. Hanya sedikit peradaban manusia yang didalamnya menyediakan pendidikan bagi kaum wanitanya bahkan untuk kalangan bangsawan seperti yang ditemui dalam kebudayaan Maya klasik ini.[18][2]

Hasil tenun suku Maya di era modern.
Produksi tekstil

Menenun merupakan aktivitas utama dari wanita dan bahkan digambarkan sebagai salah satu simbol utama dalam kosmologi kebudayaan Maya. Sosok dewi tenun (juga merupakan dewi bulan dan dewi persalinan) dalam kepercayaan Maya digambarkan membawa gelendong benang pada hiasan di kepalanya. Ketika seorang wanita menenun, mereka digambarkan tengah mengikuti arahan dari dewi bulan, yang merupakan penemu dari teknik menenun sekaligus sebagai dewi pelindung utama wanita.[2][18] Wanita yang berasal dari kalangan warga biasa umumnya menenun pakaian mereka dari serat-serat tumbuhan yang disebut maguey, yang mana proses ini memakan waktu yang relatif panjang. Pertama-tama, sekelompok wanita melembutkan daun tumbuhan tersebut dengan menggunakan panas, dan kemudian mereka mencacah dan memukul dedaunan tersebut untuk memisahkan serat dan daging daun. Wanita dalam hal menenun, berperan dalam pemrosesan daun tersebut dan juga pembuatan alat tenun.[2][18]

Pakaian dari serat kapas hanya dibuat dan dipakai oleh kalangan bangsawan dan merupakan bagian penting dari kehidupan sosial, religius, dan politik masyarakat Maya.[22] Penggunaan kapas dalam ritual-ritual bervariasi mulai dari menggunakannya pada kostum-kostum upacara, sebagai persembahan untuk para dewa, atau membungkus benda-benda yang dianggap sakral.[22][2] Kain dari serat kapas juga dipandang sebagai unsur penting dari hadiah yang akan diberikan kepada penguasa kota lainnya atau sebagai komoditas ekspor dalam perdagangan, sehingga tenun serat kapas kemudian menjadi komponen penting dari kesejahteraan ekonomi suatu pemerintahan kota.[2]

Wanita Maya yang lebih kaya dapat membeli dan mengerjakan bahan tenun yang bervariasi seperti bulu-bulu burung, mutiara atau manik-manik, dan juga menambahkan pewarna yang mahal. Wanita dari kasta yang tinggi mungkin juga bertugas mengatur dan mengawasi kualitas dari komoditas tekstil yang dihasilkan oleh bangsa Maya.[22][2]

Pekerjaan lainnya

Pekerjaan lainnya yang juga umum dilakukan wanita Maya adalah menyediakan dan mengolah makanan, bertani, dan membuat keramik.[3] Posisi penting wanita Maya dalam mengolah dan menyediakan makanan pada kebudayaan Maya kemungkinan menjadi salah satu alasan utama mengapa wanita Maya memiliki posisi yang kuat dalam peradaban mereka. Wanita-wanita Maya dikaitkan dengan produksi tepung, pemeliharaan kebun kecil, dan memelihara rusa untuk diambil dagingnya.[3][22]

Pengolahan bulir jagung kering untuk membuat tepung jagung membutuhkan ketekunan dan kesabaran dan merupakan salah satu keseharian dari kehidupan wanita Maya yang berasal dari kalangan biasa.[3][22] Akibat dari mengerjakan aktivitas ini selama bertahun-tahun, kalangan wanita pemroduksi tepung jagung ini memiliki lutut yang menonjol, tulang jari yang mengalami pengapuran dan lengan yang kuat, dikarenakan selama proses ini wanita Maya berjongkok serta memutar penggiling jagung dalam waktu yang lama. Wanita Maya telah sejak kecil diperkenalkan terhadap proses pengolahan jagung, diindikasikan dengan ditemukannya mainan anak berbentuk gilingan jagung yang diyakini dibuat untuk dimainkan anak perempuan.[22] Setiap harinya, wanita yang bekerja sebagai pembuat tepung pertamakali akan mencuci dan merebus bulir-bulir jagung menggunakan perasan jeruk nipis untuk menghilangkan kulit dari bulir tersebut dan mengeluarkan nutrisi yang ada. Kemudian, setelah itu, mereka menggilingnya dengan menggunakan penggilingan yang terbuat dari batu.[3][22]

Wanita Maya juga bertugas merawat kebun kecil yang dimilikinya, dimana mereka menumbuhkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan seperti kacang-kacangan, kakao, dan berbagai jenis tanaman obat lainnya. Untuk protein hewani, wanita Maya juga memelihara berbagai jenis binatang, tetapi rusa merupakan hewan peliharaan yang paling penting pada umumnya.[3][22] Wanita Maya bertugas untuk menjinakan anak rusa dan kemudian membawanya ke rumah untuk dibesarkan, dan di berbagai kota peradaban Maya, bukti sejarah menunjukan dibandingkan keseluruhan jenis daging hewan, daging rusa memiliki porsi konsumsi sebesar 90%.[23][24] Tertulis di naskah kuno Bangsa Maya yaitu Popol Vuh bahwa rusa merupakan salah satu ciptaan pertama dari sang "Ibu Semesta", sebelum jaguar dan manusia diciptakan.[24] Di berbagai komunitas suku Maya, saat meninggal, wanita setengah badannya akan dikubur dengan tulang-tulang rusia, menunjukan kaitan penting antara wanita dengan kegiatan beternak rusa pada masyarakat ini.[25][24]

Peran wanita Maya dalam pertanian kemudian berubah setelah kurun tahun 700 Masehi ketika intensifikasi pertanian terjadi di berbagai wilayah peradaban Maya.[26] Pada komunitas-komunitas suku Maya di periode awal, pembuatan peralatan dan penyediaan makanan dilakukan sama di luar ruangan. Wanita melakukan aktivitas memasak di dalam periuk terbuka yang besar untuk menyiapkan berbagai sup dan bubur, yang mana bukanlah merupakan makanan yang dibuat dengan menhabiskan banyak waktu.[24][26] Akibatnya, pria, wanita, dan anak-anak dapat berpartisipasi dan memainkan perannya masing-masing di berbagai aspek dalam aktivitas bertani. Setela tahun 700 Masehi, produktivitas pertanian semakin meningkat, sehingga pada akhirnya wanita Maya menemukan cara baru untuk mengolah makanan mereka, termasuk di dalamnya pembuatan tortila (kulit adonan dari tepung jagung), yang mana pembuatannya memakan waktu yang lebih lama jika dibandingkan pembuatan bubur jagung di periode sebelumnya.[24]

Wanita Maya dan politik

Bangsawan wanita memainkan peran yang penting dalam aktivitas politik yang terjadi di kota-kota peradaban Maya.[21] Wanita ini dapat memberi pengaruhnya melalui pernikahan, penyelenggaraan ritual, atau bahkan sebagai pemimpin langsung, meskipun untuk kasus terakhir hal ini jarang ditemukan. Posisi politik wanita pada periode klasik ini, dapat dikatakan sangat kuat. Ini ditunjukan oleh banyaknya peninggalan patung-patung dan simbol-simbol yang menunjukan kepemimpinan seorang wanita dan dihasilkan pada era ini.[21] Beberapa pemimpin wanita yang terkenal diantaranya Putri Tikal,Putri Yohl Ik'nal, Putri Muwaan Mat, Putri Enam Langit, Putri Ik' Skull. Umumnya wanita menjabat sebagai penguasa sementara sebelum putranya atau putra mahkota lainnya cukup besar untuk naik tahta.[27]

Beberapa pemimpin wanita di peradaban Maya

Putri Tikal
Simbol Maya untuk Putri Tikal.

Putri Tikal—putri yang memerintah di wilayah Tikal, diyakini memulai kepemimpinanya pada umur 6 tahun tetapi tidak memerintah sendiri.[28][29] Ia dibantu orang lain yang bernama Kaloomte' Bahlam.[29] Posisinya sebagai pemimpin dapat ditemukan di berbagai Stelae peninggalan bangsa Maya di wilayah ini. Terdapat simbol yang mengaitkan putri ini dengan simbol Cakar Burung yang juga diyakini sebagai sosok berpengaruh di masa itu.[30] Nama Putri Tikal dapat juga merujuk pada Putri Enam Langit yang lahir pada tahun 682 Masehi, tetapi Putri Tikal yang dimaksud disini adalah Putri Tikal pertama yang pada bulan September 504 Masehi.[31]

Simbol Maya untuk Putri Yohl Ik'nal
Putri Yohl Ik'nal

Putri Yohl Ik'nal berkuasa di wilayah Palenque pada tahun 23 Desember 583 M hingga kematiannya pada 4 November 604.[32] Yohl Ik'nal berkuasa karena pemimpin sebelumnya tidak meninggalkan ahli waris. Hubungan antara putri ini dengan penguasa sebelumnya masih belum diketahui, meskipun terdapat bukti yang mengindikasikan ia merupakan putri atau saudara perempuan dari penguasa sebelumnya.[32] Putri Yohl Ik'nal berkuasa selama hampir 20 tahun dan memliki keseluruhan gelar bangsawan, yang mana merupakan hal yang langka terjadi pada wanita.[32][33] Berdasarkan bukti pada sarkofagus K'inich Janaab' Pakal, Yohl Ik'nal merupakan ibu dari Putri Sak K'uk', dan membuat Yohl Ik'nal menjadi nenek dari K'inich Janaab' Pakal.[32]

Lukisan Sak K'uk'.
Putri Muwaan Mat

Putri Muwaan Mat atau dikenal juga sebagai Putri Sak K'uk' memerintah dalam periode yang singkat yaitu dari Oktober 612 M hingga 615 M, sebelum akhirnya K'inich Janaab' Pakal naik tahta sebagai raja.[34][35] Terdapat gambaran di mana Putri Sak K'uk memberikan suatu benda yang menggambarkan mahkota kepada K'inich Janaab' Pakal pada ritual kenaikan tahtanya. [35]

Putri Enam Langit

Putri Enam Langit atau yang dikenal juga sebagai Putri Wac Chanil Ahau berkuasa di wilayah Dos Pilas—salah satu kota paling penting dan berpengaruh saat itu di wilayah peradaban Maya— sejak tahun 682 hingga tahun 741 Masehi.[36][37] Pada tahun 687 ia melahirkan puteranya K'ak' Tiliw Chan Chaak yang sebenarnya akan menjadi ahli waris.[37] Setelah usia puteranya dianggak cukup besar untuk naik tahta, Putri Enam Langit kemudian mengundurkan diri dan menjabat sebagai wakil penguasa. Meskipun sebagai wakil, Putri Enam Langit diberi kehormatan oleh puteranya untuk memimpin berbagai ritual sakral hingga kematiannya di tahun 741.[37][38]

Putri Ik' Skull

Putri Ik' Skull dikenal juga sebagai Putri Bintang Malam, datang ke wilayah Yaaxchilan dari Calakmul. Ia merupakan istri kedua dari raja Itzamnaaj Bahlam III.[39][40] Meskipun hanya sebagai istri kedua, Putri Ik' Skull diyakini memerintah selama periode singkat dalam sejarah Yaxchilan sebelum putranya Burung Jaguar IV telah cukup tua untuk menduduki tahta.[39]

Wanita dalam ritual dan kepercayaan Maya

Patung yang melambangkan Dewi Ix Chel.

Berbagai ritual-ritual yang hanya dapat dipimpin atau dilakukan oleh wanita, posisi penting dewi-dewi dalam mitologi kebudayaan Maya, dan penggambaran sakral dari kesuburan, membuat wanita Maya mendapatkan posisi yang tinggi dalam sistem kepercayaan masyarakat Maya di periode klasik.[41][4][21] Di peradaban Maya klasik, terdapat banyak dewi-dewi dalam kepercayaan masyarakatnya, dan mereka digambarkan sebagai "ibu" atau "nenek", yang menunjukan penghormatan suci terhadap kekuatan dari kesuburan wanita, serta kebijaksanaan dari wanita berumur.[41] Dua dewi utama dalam kepercayaan masyarakat Maya diantaranya : dewi yang berkaitan dengan menenun, kesuburan, dan bulan, yaitu dewi Ix Chel, dan dewi lainnya yang melambangkan kemudaan yaitu dewi Ix Tab.[41][42] Masyarakat Maya memuja bulan dan menghubungkannya dengan menstruasi pada wanita dan juga penanaman jagung, sehingga kedua kaitan ini membuat posisi Ix Chel menjadi penting dalam kepercayaan masyarakat Maya.[41][42] Posisi Ix Chel bahkan masuk dalam trinitas fisis dalam kepercayaan bangsa Maya yang terdiri dari bumi, bulan, dan matahari, dan juga dijuluki sebagai "Ibu Kami". Dewi-dewi dalam kepercayaan Maya tidak hanya memberikan dikaitkan dengan kekuatan cinta dan welas asih yang mana dapat dijadikan petunjuk ketika dibutuhkan, tetapi sosok dewi-dewi ini juga terpersonifikasi dalam kekacauan dan situasi berbahaya yang berhubungan dengan kematian.[41]

Penggambaran Dewa Jagung dalam kepercayaan Maya.

Dalam ritual-ritual kepercayan mereka, para raja dan ratu Maya berperan sebagai kombinasi kekuatan pria dan wanita di alam semesta. Disini para raja dan ratu bersama-sama berperan sebagai salah satu dewa paling penting, yaitu dewa jagung, dalam suatu ritual khusus untuk memperingati kelahiran, pengorbanan, kematian, penguburan, dan kebangkitannya.[41] Hal ini menunjukan bagaimana pentingnya pengaruh wanita dalam peradaban Maya. Dewa jagung digambarkan sebagai sosok yang memiliki dua jenis kelamin. Ia merupakan ayah pertama, tetapi ia juga memakai suatu rok berjaring-jaring, walaupun rok ini bukan gaya berpakaian yang selalu diidentikan dengan perempuan bangsa Maya.[41] Di dagunya tertulis hieroglif "Il" variasi dari "Ix" yang berarti dewi. Ia juga memakai kulit kerang yang melambangkan kesuburan. Bangsa Maya mungkin saja telah memahami tumbuh kembang dari tanaman jagung itu sendiri—jagung adalah tanaman yang memiliki dua "kelamin" sehingga dapat melakukan penyerbukan sendiri dalam satu batangnya.[41] Di wilayah Copan, Raja 18 Kelinci memakai rok berjaring untuk melaksanakan ritual pertumpahan darahnya dan kemudian menggabungkan kekuatan pria dan wanita. Melukai penis agar berdarah dipandang sebagai peniruan siklus menstruasi yang terjadi pada perempuan. Dari ritual ini ia kemudian mendapatkan suatu simbol kesuburan pada wanita untuk menguatkan kekuasaannya.[43][41] Penguasa wanita juga dalam ritual-ritualnya dapat memposisikan diri sebagai seorang pria atau sosok dewa maskulin. Di wilayah Palenque, ratu Zac K'uk terkadang memakai gaya rambut pria dan hanya menggunakan celana dalam saat memerankan dewi bulan.[41] Menggabungkan jenis kelamin menandakan bahwa penguasa tersebut, terutama bagi penguasa wanita, dapat mendobrak batasan dari masyarakat biasa untuk menjadi bagian dari dewa-dewi yang memiliki kekuatan super.[44]

Terdapat banyak ritual dan perayaan di berbagai kota yang memerlukan para wanita untuk ikut berpartisipasi. Untuk beberapa peristiwa wanita ditugaskan untuk ritual kepercayaan khusus.[4][45] Sebagai contoh, beberapa wanita dipercaya dapat menurunkan hujan pada saat musim kemarau. Berbagai ukiran dan artefak menunjukan bahwa para wanita Maya berperan di berbagai ritual dalam banyak cara. Perayaan-perayaan seperti, penghormatan terhadap dewa, berdoa, dan saat membakar copal. Para wanita juga membantu para pria dalam mengonsumsi zat-zat yang mengacaukan pikiran (memabukan) seperti peyote.[45]

Baca juga

Referensi

  1. ^ a b Clay et. al,. 2002, hlm. 125-127.
  2. ^ a b c d e f g h Hendon, Julia A. (2016-08-11). "Textile production as craft in Mesoamerica". Journal of Social Archaeology (dalam bahasa Inggris). 6 (3): 354–378. doi:10.1177/1469605306067841.  Hlm. 357-365
  3. ^ a b c d e f g h Perego, Elisa (2007-11-15). "Women's Voices in a Male World: Actions, Bodies, and Spaces Among the Ancient Maya". Papers from the Institute of Archaeology. 18 (0). doi:10.5334/pia.303. ISSN 2041-9015. 
  4. ^ a b c d "Maya Civilization". Ancient History Encyclopedia. Diakses tanggal 2017-12-15. 
  5. ^ a b c d e f Clay et. al,. 2002, hlm. 126.
  6. ^ Kelley 2005, hlm. 353-355.
  7. ^ a b c Magli 2009, hlm. 170-173.
  8. ^ a b Clay et. al,. 2002, hlm. 126-127.
  9. ^ a b c d e f g h i j k l m n Clay et. al,. 2002, hlm. 127.
  10. ^ a b c Ardren 2002, hlm. 40.
  11. ^ Ardren 2002, hlm. 85.
  12. ^ a b c d Clay et. al,. 2002, hlm. 128.
  13. ^ Ardren 2002, hlm. 74.
  14. ^ "Marriage – The Maya Empire for Kids". mayas.mrdonn.org. Diakses tanggal 2017-12-14. 
  15. ^ "Maya Marriage | Yucatan Today". yucatantoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-14. 
  16. ^ Ardren 2002, hlm. 239.
  17. ^ Ardren 2002, hlm. 240.
  18. ^ a b c d e Clay et. al,. 2002, hlm. 129.
  19. ^ Ruggles 2014, hlm. 715-716.
  20. ^ Ardren 2002, hlm. 31-40.
  21. ^ a b c d Stockett, Miranda K. (2005-12-01). "On the importance of difference: re-envisioning sex and gender in ancient Mesoamerica". World Archaeology. 37 (4): 566–578. doi:10.1080/00438240500404375. ISSN 0043-8243. 
  22. ^ a b c d e f g h Clay et. al,. 2002, hlm. 130.
  23. ^ Ardren 2002, hlm. 80.
  24. ^ a b c d e Clay et. al,. 2002, hlm. 131.
  25. ^ Ardren 2002, hlm. 78.
  26. ^ a b Ardren 2002, hlm. xii-xiii.
  27. ^ Ardren 2002, hlm. 118.
  28. ^ "Lady of Tikal". Mesoweb Encyclopedia. Diakses tanggal 2017-12-14. 
  29. ^ a b Martin & Grube 2008, hlm. 38.
  30. ^ Martin & Grube 2008, hlm. 39.
  31. ^ Martin & Grube 2008, hlm. 74.
  32. ^ a b c d "Lady Yohl Ik'nal". Mesoweb Encyclopedia. Diakses tanggal 2017-12-14. 
  33. ^ Martin & Grube 2008, hlm. 159.
  34. ^ Skidmore, Joel (2010). The Rulers of Palenque (PDF) (edisi ke-Fifth). Mesoweb Publications. hlm. 67. Diakses tanggal 12 October 2015. 
  35. ^ a b Martin & Grube 2008, hlm. 161.
  36. ^ Clay et. al,. 2002, hlm. 131-132.
  37. ^ a b c "Mesoweb Encyclopedia". www.mesoweb.com. Diakses tanggal 2017-12-15. 
  38. ^ Martin & Grube 2008, hlm. 74-75.
  39. ^ a b "Lady Ik' Skull". Mesoweb Encyclopedia. Diakses tanggal 2017-12-15. 
  40. ^ Martin & Grube 2008, hlm. 122.
  41. ^ a b c d e f g h i j Clay et. al,. 2002, hlm. 134.
  42. ^ a b Ardren 2002, hlm. 101.
  43. ^ Ardren 2002, hlm. 90-96.
  44. ^ Clay et. al,. 2002, hlm. 134-135.
  45. ^ a b Clay et. al,. 2002, hlm. 135.

Daftar pustaka

Buku
Jurnal Ilmiah
Sumber internet

Pranala luar