Lompat ke isi

Siti Hartinah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 9 Agustus 2019 08.11 oleh BONA TUMPUBOLON (bicara | kontrib) (→‎Jasa-Jasa Bagi Bangsa Indonesia: penambahan informasi dan pranala)
R. Ay. Hj.
Siti Hartinah
Berkas:Siti hartinah.jpg
Ibu Negara Indonesia ke-2
Masa jabatan
12 Maret 1967 – 28 April 1996
PresidenSoeharto
Wakil PresidenSri Sultan Hamengkubuwono IX
Adam Malik
Umar Wirahadikusumah
Sudharmono
Try Sutrisno
Informasi pribadi
Lahir(1923-08-23)23 Agustus 1923
Belanda Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia
Meninggal28 April 1996(1996-04-28) (umur 72)
Indonesia Jakarta, Indonesia
MakamIndonesia Astana Giribangun, Karanganyar, Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Suami/istriSoeharto
AnakSiti Hardijanti Rukmana (Tutut)
Sigit Harjojudanto (Sigit)
Bambang Trihatmodjo (Bambang)
Siti Hediati Hariyadi (Titiek)
Hutomo Mandala Putra (Tommy)
Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek)
Orang tuaK. P. H Soemoharjomo
K. R. Ay. Hatmanti Hatmohoedojo
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Ayu Siti Hartinah (23 Agustus 1923 – 28 April 1996) adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto. Siti Hartinah, yang sehari-hari dipanggil Ibu Tien Soeharto merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Siti kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.

Masa kecil dan pendidikan

Waktu kecil, hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas bapaknya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, tetapi karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asal.[1]

Terkait pendidikan, Siti Hardianti mengaku hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), tetapi sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada 1996.[1]

Peran dalam Karier Soeharto

Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan masukan keluarganya. Karena itu posisi Siti Hartinah sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting. Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan menjadi petani atau supir taksi pada saat itu. Ia memberikan saran,

“Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas,”.

[1]

Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan[2]

Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepadanya

"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto"

Ia juga mempengaruhi rencana sukses Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suaminya.[3] Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan. Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan Soeharto kembali dicalonkan [1]

Meninggal dunia

Siti Hartinah meninggal akibat penyakit jantung yang menimpanya pada Minggu, 28 April 1996, di RS Gatot Subroto, Jakarta. Berawal dari saat Siti Hartinah terbangun akibat sakit jantung yang menimpanya, lalu dilarikan ke RS Gatot Subroto. Namun tim dokter telah berusaha maksimal, takdir berkata lain. Siti Hartinah meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB. Soeharto sangat lama merasa terpukul atas kematian Siti.

Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah, pada 29 April 1996 sekitar pukul 14.30 WIB. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.

Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu.

Jasa-Jasa Bagi Bangsa Indonesia

Menemani sang suami Presiden RI ke-2 HM Soeharto, Ibu Tien banyak memberikan tauladan bagi bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan, juga bagi generasi penerus bangsa. Berbagai jasa dan peninggalan tersebut hingga kini masih ada dan menjadi khasanah kekayaan bangsa Indonesia. Baik itu dalam bidang emansipasi wanita, sosial kemasyarakatan, pelestarian budaya nasional maupun pendidikan. Beberapa peninggalan Ibu Tien Soeharto antara lain:


1) Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Indonesia terdiri dari 17.504 buah pulau, 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama. Keberadaan mereka bersama dengan budaya serta keanekaragamannya membuat Indonesia negeri yang indah dan kaya akan budaya, tidak kalah dengan negara lain. Ibu Tien terinspirasi untuk melestarikan budaya dan keindahan Indonesia dalam sebuah miniatur taman yang menyajikan keindahan budaya dan lingkungan alam Indonesia.

Gagasan ini merupakan cita-cita luhurnya akan rasa bangga dan kecintaan yang tinggi terhadap tanah air dan bangsa Indonesia. Semangat Ibu Tien makin makin menguat tatkala melakukan kunjungan ke Disneyland di Amerika Serikat dan taman budaya Timland di Thailand. Proyek miniatur Indonesia dan keragamannya pun akhirnya terwujud berupa pembangunan Taman Mini Indonesia Indah yang diresmikan pada tanggal 20 April 1975.

2) Perpustakaan Nasional

Ibu Tien memiliki keprihatinan dengan masih rendahnya pendidikan masyarakat di Indonesia setelah masa Orde Lama. Hal ini ditambah lagi dengan kondisi ekonomi masyarakat yang belum baik karena negara lagi berjuang memperbaiki perekonomian dan meratakan kemakmuran di seluruh penjuru negeri.

Ditambah lagi dengan minat baca yang kurang, hal ini menjadi ancaman bagi generasi penerus bangsa ke depan.

Hal ini mendorong Ibu Tien Soeharto menggagas untuk membangun perpustakaan nasional, agar masyarakat mudah mendapatkan informasi. Maka pada tanggal 8 Desember 1985 pembangunan gedung Perpustakaan Nasional dimulai dalam dua tahap. Pada tahap pertama diselesaikan pada Desember 1986 dan tahap kedua selesai Oktober 1988.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Masyarakat juga tersenyum karena memiliki gedung perpustakaan nasional yang membanggakan.

3) Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita

Perhatian Ibu Tien terhadap masalah kesehatan sangat besar. Hal ini karena Indonesia pada saat itu menghadapi permasalah yang besar yakni tingginya angka kelahiran namun juga disertai dengan tingginya tingkat kematian ibu-anak pada saat persalinan.

Hal ini membuat Ibu Tien tergerak untuk melakukan sesuatu agar kelahiran anak menjadi 'harapan baru' dan bukannya menjadi 'momok baru' bagi keluarga.

Ini membuat Ibu Tien mempelopori berdirinya rumah sakit khusus bagi ibu dan anak.

Pada tahun 1974 dimulailah langkah pembangunan Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB)[4] yang terletak di Jalan S Parman Jakarta. Peresmian RSAB juga dikemas sedemikian rupa dan diluncurkan tepat pada peringatan Hari Ibu tahun 1979.

4) Taman Buah Mekarsari

Taman Wisata Mekarsari adalah salah satu pusat pelestarian keanekaragaman hayati buah-buahan tropika terbesar di dunia. Khususnya jenis buah-buahan varietas unggul yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Taman ini sekaligus menjadi sarana penelitian budidaya (agronomi), pemuliaan (breeding) dan pembanyakan bibit unggul yang seterusnya untuk disebarluaskan ke petani dan masyarakat.

Taman Wisata Mekarsari ini digagas oleh Ibu Tien Soeharto yang memiliki kecintaan pada pelestarian alam serta keanekaragaman hayati di nusantara. Atas dasar itu taman ini mulai dibangun pada tahun 1990 dan resmi dibuka pada tahun 1995.

Pada awalnya, taman ini memiliki konsep hanya untuk konservasi tumbuhan, namun kemudian bertambah lengkap dengan menjadi areal konservasi, reboisasi, edukasi, dan rekreasi.

Dengan luas sekitar 264 hektar, Taman Wisata Mekarsari[5] memiliki 1.470 varietas tanaman buah dan 100.000 pohon. Di antaranya adalah tanaman rempah, biofarmaka, tanaman pangan, tanaman hias, tanaman sayur, tanaman industri, dan tanaman pelindung.

Terdapat pula laboratorium untuk persilangan beberapa varietas tumbuhan yang menghasilkan Barbados cherry, jambu air irung petruk, jambu air cengkih, nenas arnis, jambu air toon klow, serta persilangan buah cempedak dan nangka yang dinamakan pedakka, cempeka, dan nangkadak. Selain itu, juga untuk pelestarian aneka tanaman-tanaman langka seperti bunga bangkai, sawo kecik, kesemek, serta tanaman-tanaman tropis seperti salak, nangka, jeruk, rambutan, belimbing, melon, dan lain-lainnya.5) Menata Ulang Istana Negara

Seperti diketahui, Istana Negara adalah bangunan peninggalan kolonial Belanda, karenanya hiasan dan lukisan yang ada di Istana Negara mayoritas berasal dan bernuansa Belanda.

Ibu Tien lantas mengubah hiasan bangunan istana peninggalan zaman Belanda dan mengisinya dengan berbagai perangkat yang menonjolkan keindonesiaan. Seperti, ukiran jati Jepara dalam ukuran besar mengisi ruang-ruang istana juga lukisan dan warna merah untuk Istana Merdeka dan warna hijau untuk Istana Negara.

6) Cinta Tanah Air & Budaya Nusantara

Kecintaan Ibu Tien akan tanah air dan bangsa Indonesia terlihat salah satunya dari pemberian souvenir kepada tamu negara dan juga hidangan yang disediakan. Dalam jamuan makan tamu negara, menu akan diseimbangkan antara menu Indonesia dan menu dari asing.

Ibu Tien juga memutuskan agar cendera mata haruslah benda-benda hasil kerajinan asli Indonesia. Misalnya, ukiran Jepara, keris emas buatan Bali, liontin emas atau sendok garpu perak buatan Yogyakarta.

Begitupun dalam HUT kemerdekaan, pada awalnya dilakukan perayaan dengan melakukan pemotongan kue tart. Hal ini menurut Ibu Tien tidaklah sesuai dengan budaya Indonesia. Lantas diganti hal itu dengan pemotongan tumpeng, yang berlaku hingga saat ini.[6]


Referensi

  1. ^ a b c d Ibu Tien Sang Pilar Penopang Soeharto. dari situs berita Kumparan
  2. ^ Ibu Tien di Balik Larangan Poligami. dari situs Kumparan
  3. ^ Ibu Tien Tidak Ingin Suharto Maju di Pemilu 1996. dari situs berita Tribun
  4. ^ "Beranda - RSAB Harapan Kita". www.rsabhk.co.id. Diakses tanggal 2019-08-09. 
  5. ^ "Tentang Mekarsari | Mekarsari Taman Buah" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-09. 
  6. ^ i12f4n4ry4 (2013-09-19). "IBU TIEN SOEHARTO, SANG IBU NEGARA SEJATI…". KASKUS. Diakses tanggal 2019-08-09. 

Pranala luar

Gelar kehormatan
Didahului oleh:
Fatmawati Soekarno
Ibu Negara Republik Indonesia
1967—1996
Diteruskan oleh:
Hasri Ainun Habibie