Lompat ke isi

Pelang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 25 Desember 2019 10.47 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)
Pelang kecil (panjang 5 m) dengan kayu triplek laut untuk papan sisinya.

Pelang atau pilang adalah perahu tradisional dari Indonesia dan Malaysia. Ia dapat merujuk pada beberapa jenis perahu yang berbeda di Nusantara, tetapi umumnya mereka merujuk pada kano bercadik. Fungsi mereka berbeda dari tempat mereka digunakan, dari mengangkut orang, memancing, hingga berdagang. Pilang telah dikenal setidaknya sejak abad ke-14.[1]

Etimologi

Nama "pelang" dapat ditelusuri dari kata pelang bahasa Jawa Kuno yang berarti perahu barang atau sejenis perahu dagang kuno.[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskannya sebagai "perahu dagang".[3]:1039 Menurut M. Rafiek, pelang adalah perahu yang agak besar yang digunakan untuk berlayar melalui laut Jawa.[4]

Pelang dengan mesin tempel sebagai penggerak utamanya.

Di Sulawesi utara, ia awalnya merupakan istilah untuk perahu berbasis mahera (mahera berarti dasar dugout - lunas dasar yang terbuat dari potongan kayu yang dilubangi), tetapi dengan masuknya teknologi Filipina (lihat vinta), kemudian perahu yang terbuat dari triplek tahan air juga bisa disebut sebagai pelang.[5]

Deskripsi

Di bagian barat Nusantara, ia merujuk ke perahu mirip kano yang besar dengan 1 tiang, yang dipasang dengan layar lug yang dibuat dari kain. Biasanya perahu ini terbuat dari kayu giam. H. Warington Smyth mencatat dimensi dari sebuah pilang: sekitar 42 kaki (12,8 m) panjangnya, lebar 5 kaki (1.5 m), kedalaman 2 kaki 3 inci (69 cm), dengan 1 kaki (30 cm) lambung bebas. Kapasitasnya adalah sebesar 1 koyan (2.419 metrik ton). Tiang layarnya sendiri tingginya 40 kaki (12.2 m).[6]

Di bagian timur Nusantara, namanya mengacu pada perahu cadik kecil mirip kano. Di pantai utara Sulawesi, pelang mengacu pada perahu nelayan bercadik. Maheranya (bagian dasar perahu kayu) tidak memiliki ketinggian yang cukup untuk digunakan sebagai perahu. Dengan demikian, maheranya berbentuk lunas kayu datar dengan sedikit kelengkungan. Untuk meningkatkan kelayakan laut, papan samping tambahan ditambahkan. Papan samping terbuat dari kayu triplek laut dengan beberapa konstruksi rangka dan balok samping sebagai penguat. Pelang modern Sulawesi Utara dilengkapi dengan mesin tempel. Mesin itu secara bertahap menggantikan layar pada 1970-an.[5]

Sebuah pelang yang telah dilengkapi dengan lampu dan generator untuk pemancingan cahaya.

Ada juga pelang yang dilengkapi dengan lampu dan generator listrik untuk pemancingan cahaya. Lampu digunakan untuk menarik perhatian ikan untuk meningkatkan kuantitas hasil tangkapan. Bahan bakunya adalah kayu triplek laut dengan panjang sekitar 7 m.[5]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hikayat Banjar, 1.2: Maka Ampu Djatmaka pun berlayar-layar dengan perahu yang sama mengikutkan itu. Kapal dan pilang itu tiada sama lajunya seperti Si Prabayaksa itu; besarnya dan panjangnya serta rupanya terlebih Si Prabayaksa itu.
  2. ^ Petrus Josephus Zoetmulder, 1982, Old Javanese – English Dictionary, The Hague: Martinus Nijhoff. 2 v. (xxxi, 2368 p.) In collaboration with S.O. Robson.
  3. ^ Departemen Pendidikan Nasional (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 
  4. ^ Rafiek, M. (December 2011). "Ships and Boats in the Story of King Banjar: Semantic Studies". Borneo Research Journal. 5: 187–200. 
  5. ^ a b c Salam, Aziz (2018). "Technological Adaptation in Traditional Fisheries: Way to Survive". IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. 139. 
  6. ^ Smyth, H. Warington (16 May 1902). "Boats and Boat Building in the Malay Peninsula". The Journal of the Society of Arts. 50: 577.