Lompat ke isi

Agama asli Nusantara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 Maret 2020 01.04 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Agama asli Nusantara adalah agama-agama suku (agama bersahaja atau etnis) pribumi yang telah ada sebelum agama-agama asing masuk ke Nusantara.[catatan 1]

Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.

Keterangan utama

Agama-agama asli Nusantara adalah agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).[1]

Aksara lontara Sureq Galigo, wiracarita suci Bugis Tolotang.
Bissu, kaum pendeta Bugis Tolotang.

Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.

Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.[2]

Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll.[3] Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia[4] tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.

Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.

Daftar agama

Berikut yalah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:[catatan 2]

Kaharingan

Panaturan, kitab suci Kaharingan.

Agama asli Dayak di Kalimantan, teristimewa di Kalimantan Tengah, terhadap Tuhan Ranying Hatalla Langit. Kitab suci yalah Panaturan.[10]

Pada tahun 1980 umat agama ini berintegrasi dengan agama Hindu sebagai bagiannya (Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan, MBAHK). Akan tetapi, sebagian kecil mereka menentang integrasi dan berpaham Kaharingan sebagai agama mandiri (Majelis Agama Kaharingan Republik Indonesia, MAKRI).[22]

Kejawen

Disebut juga Kebatinan, merupakan agama Jawa sinkretis dari kepercayaan asli, agama Hindu Jawa, ajaran Siwa-Buddha, dan Sufisme.[11][12]

Parmalim

Sunda Wiwitan

Catatan

  1. ^ Gagasan "Nusantara" melingkupi wilayah Indonesia, Timor Leste, Brunei, Singapura, dan Malaysia Timur.
  2. ^ Daftar agama kuno ini tak mencakupi aliran kepercayaan baru.

Catatan kaki

  1. ^ Subagya 1969; Popov 2017, hlm. 96.
  2. ^ Rasjidi 1967; Geertz 1982; Romdon 1993; Simuh 1995; Schlehe 1998; Popov 2017, hlm. 96.
  3. ^ Catatan singkat tentang organisasi penghayat kepercayaan 1997; Ensiklopedi Kepercayaan 2010; Kroef 1961, hlm. 18–25; Stange 2009.
  4. ^ Subagya 1973, hlm. 76; Ensiklopedi Kepercayaan 2010, hlm. 43.
  5. ^ Ensiklopedi Kepercayaan 2010, hlm. 72–74.
  6. ^ Nooy-Palm 1979; Nooy-Palm 1986; Nooy-Palm 1987, hlm. 565–67.
  7. ^ "Aluk Todolo, Agama Lokal Toraja yang Hampir Punah". Tribun Timur. Diakses tanggal 08-04-2019. 
  8. ^ Belo 1960; Geertz 1973; Lansing 1987, hlm. 45–49.
  9. ^ Hefner 1989; Suparyanto 2019.
  10. ^ a b Schärer 1963; Metcalf 1987, hlm. 290–92; Rousseau 1998.
  11. ^ a b Beatty 1999; Epton 1974; Geels 1997; Geertz 1982; Ilyas & Imam 1988; Imam 2005; Kartapradja 1985; Koentjaraningrat 1987, hlm. 559–63; Mulder 1980; Mulder 2005.
  12. ^ a b Popov 2017, hlm. 99–103; Rasjidi 1967; Romdon 1993; Schlehe 1998; Simuh 1995; Stange 2007; Stange 2009.
  13. ^ Maria & Limbeng 2007; Popov 2017, hlm. 98–99.
  14. ^ Ensiklopedi Kepercayaan 2010, hlm. 266–67.
  15. ^ Popov 2017, hlm. 77–78.
  16. ^ Rodgers 1987, hlm. 81–83; Popov 2017, hlm. 98.
  17. ^ Rodgers 1987, hlm. 81–83.
  18. ^ Sucipto & Limbeng 2007; Popov 2017, hlm. 96–98.
  19. ^ "Buhun. Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 08-04-2019. 
  20. ^ Matthes 1872; Pelras 1987, hlm. 560–61.
  21. ^ Ensiklopedi Kepercayaan 2010, hlm. 382–83.
  22. ^ Popov 2017, hlm. 76–77.

Kepustakaan

dalam bahasa Indonesia
dalam bahasa Inggris
dalam bahasa lain
  • Matthes, Benjamin F. (1872). Over de bissoe’s of heidensche priesters en priesteessen der Boeginezen [Tentang bissu atau pendeta pagan Bugis] (dalam bahasa Belanda). Amsterdam. 
  • Schlehe, Judith (1998). Die Meereskönigin des Südens, Ratu Kidul. Geisterpolitik im javanischen Alltag [Ratu Laut Selatan, Ratu Kidul. Politik Roh dalam Kehidupan Sehari-hari Jawa] (dalam bahasa Jerman). Berlin: Dietrich Reimer. ISBN 3-496-02657-X.