Lompat ke isi

Legenda Ki Rangga Gading

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 1 Juni 2021 03.47 oleh Sgia.cas (bicara | kontrib) (Detailed information relevant to the legend of Ki Rangga Gading)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Asal-usul

Legenda Ki Rangga Gading adalah salah satu cerita rakyat Indonesia yang berasal dari Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat dan berlatar tempat di wilayah Kecamatan Karangnunggal.

Kabupaten Tasikmalaya terletak di daerah tenggara Priangan, sebuah wilayah bergunung-gunung di Jawa Barat yang didominasi oleh kebudayaan Sunda dan merupakan salah satu kabupaten besar di wilayah Priangan Timur.

Sipnosis

Rangga Gading merupakan pemuda yang sakti namun suka menggunakan kesaktiannya untuk hal-hal yang buruk seperti mencuri. Karena kesaktiannya itu juga ia menjadi orang yang sombong. Suatu hari, setelah mencuri, Rangga Gading tidak sengaja bertemu seorang kakek tua yang berhasil merubah hidupnya.

Cerita

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pemuda yang sangat sakti bernama Ki Rangga Gading. Sayangnya, karena banyak yang tidak mengetahui kesaktiannya, Rangga Gading suka menyalahgunakan kesaktiannya untuk hal-hal yang tidak baik seperti mencuri. Oleh karena ia bisa mengubah dirinya menjadi apapun yang dia inginkan, Rangga Gading tidak pernah ditangkap oleh siapapun ketika ia mencuri. Karena sering menggunakan ilmu saktinya, Rangga Gading menjadi semakin hebat dan akhirnya menjadi orang yang sombong. Bahkan, ia pernah sengaja mencuri lima kerbau di siang hari agar ia dapat memamerkan kesaktiannya pada warga. Setelah mencuri kerbau-kerbau tersebut, Rangga Gading membalikkan jejak telapak kaki kerbau-kerbau tersebut untuk mengelabui warga agar mereka mengejar ke arah yang salah.

Pada suatu hari, tersebar kabar bahwa terdapat tanah keramat yang mengandung emas di desa seberang yang bernama desa Karangmunggal. Rangga Gading yang mendengar kabar tersebut merasa tergoda untuk mencuri tanah tersebut sehingga ia naik ke atas pohon kelapa dan memotong pelepahnya kemudian menggunakan pelepah tersebut untuk terbang ke desa Karangmunggal. Sesampainya di sana, Rangga Gading menjelma menjadi kucing dan secara mudah lolos ke area tanah keramat yang dijaga ketat oleh pengawal negara. Ia menggali tanah keramat yang mengandung emas tersebut dan memasukkannya ke dalam karung. Setelah karungnya penuh, ia bergegas pulang.

Di tengah perjalanan pulangnya, Rangga Gading memutuskan untuk berjalan kaki. Ketika sampai di tempat yang sepi, ia beristirahat dan membuka hasil curiannya. Ia menaburkan segenggam tanah hasil curiannya di sana agar tempat tersebut menjadi keramat. Hingga kini, tempat tersebut dinamakan Salawu yang berasal dari kata sarawu atau segenggam. Setelah itu, Rangga Gading melanjutkan perjalanan pulangnya dan ketika ia merasa lelah lagi, ia menggantung karungnya pada dahan pohon. Tempat di mana ia menggantungkan karungnya hingga sekarang dikenal dengan nama Kampung Karanggantungan yang di mana berasal dari kata tanah Karangmunggal digantungkan. Saat Rangga Gading melanjutkan perjalanannya, ia berkeringat dengan deras. Ia melihat sebuah mata air dan memutuskan untuk mandi sejenak. Karungnya ia gantungkan lagi namun kali ini karung tersebut terus berayun-ayun dan tidak bisa diam sehingga tempat tersebut dinamakan Kampung Guntal Gantel yang berarti berayun-ayun.

Tanpa disadari, seorang kakek tua sakti yang juga merupakan seorang guru memerhatikan gerak-gerik Rangga Gading dari sebelum ia mandi hingga selesai. Kakek tersebut menghampiri Rangga Gading dan dengan ilmu kesaktiannya, Rangga Gading tahu bahwa kakek tersebut juga memiliki ilmu yang tinggi. Kakek tersebut dengan tersenyum bertanya mengapa Rangga Gading mencuri tanah tersebut namun Rangga Gading menjawab dengan penuh kesombongan bahwa ia tidak akan mengembalikan tanah tersebut dengan alasan bahwa ia sakti. Rangga Gading juga heran dan bertanya bagaimana kakek tersebut mengetahui namanya dan siapakah sosok kakek tersebut. Kakek tersebut pun bertanya kembali mengapa Rangga Gading menggunakan kesaktiannya untuk berbuat hal yang tidak baik dan Rangga Gading kembali merespon kakek tersebut dengan tidak acuh bahwa dia tidak peduli namun sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Rangga Gading terjatuh dan badannya lumpuh. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa pada sendinya jika ia mencoba menggerakkan tubuhnya. Rangga Gading meminta ampunan kepada kakek tersebut dan berjanji untuk tidak lagi menyalahgunakan kesaktiannya. Sebagai balasannya, kakek tersebut meminta Rangga Gading untuk menjadi muridnya agar ia dapat kembali meluruskan jalan Rangga Gading.

Bersama kakek tersebut, Rangga Gading belajar dengan tekun di perguruannya. Ia tidak hanya diajarkan mengenai ilmu kesaktiannya, namun ia juga mempelajari ilmu akhlak sehingga ia dapat menggunakan kesaktiannya untuk hal-hal yang baik. Kakek sakti bangga dan senang dengan perubahan Rangga Gading dan ketika kakek tersebut wafat, ia berpesan kepada Rangga Gading agar menggantikan posisinya sebagai pemimpin di perguruan tersebut. Rangga Gading pun menjadi pemimpin yang berhasil membuat nama perguruan tersebut terkenal dan menerima lebih banyak murid. Rangga Gading yang semulanya dikenal sebagai pencuri sekarang dikenal sebagai orang sakti yang suka membantu.

Konon, perguruan tersebut dikenal dengan nama Pesantren Guntal-Gantel dan suatu hari pesantren tersebut tertimbun tanah longsor akibat gempa bumi ketika para ulama dan santri sedang tidur. Mereka pun menjadi kodok dan tempat tersebut dinamakan Bangkongrarang yang berasal dari kata tanah yang dibawa dari karang dan loba bangkong, yang berarti banyak katak. Bangkongrarang juga dikenal angker. Sekarang, Guntal-Gantel dan Bangkongrarang dapat dilihat hanya sebagai tumpukan pasir di tengah sawah yang luas. Lahan tersebut pun menjadi tempat terlarang yang tidak boleh dimasuki. Banyak orang yang percaya bahwa jika ada burung yang terbang melintasi lahan tersebut, maka burung tersebut akan jatuh dan mati. Bahkan, saat bulan puasa tiba, bunyi bedug yang berasal dari lahan tersebut dapat terdengar di tengah malam dan orang-orang percaya bahwa itu merupakan bunyi bedug yang dipukul oleh para santri Pesantren Guntal-Gantel yang dipimpin oleh Rangga Gading.[1][2][3]

Analisis karakter

Rangga Gading

Sombong

Rangga Gading merupakan orang yang sombong karena begitu dia tahu bahwa dia memiliki kelebihan yaitu kesaktiannya yang hebat, dia sengaja memamerkannya kepada orang-orang bahkan mengelabui mereka. Dia juga merasa bahwa karena ia orang yang sakti, dia memandang rendah orang lain seperti saat dia bertemu kakek tua sakti.

Serakah

Begitu mendengar berita tanah keramat yang mengandung emas, Rangga Gading langsung tertarik untuk mencurinya meskipun dia sudah mencuri banyak hal dari orang lain seperti kerbau. Maka dari itu, Rangga Gading merupakan orang yang serakah yang tidak pernah puas dengan apa yang dia miliki.

Licik

Rangga Gading memiliki banyak akal untuk mencuri hal yang dia incar seperti menggunakan kesaktiannya agar ia dapat berubah menjadi makhluk lain.

Bernyali besar

Meskipun Rangga Gading awalnya merupakan orang yang berakhlak buruk, dia akhirnya berani untuk mengakui kesalahannya dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik ketika dia bertemu kakek tua sakti sehingga Rangga Gading merupakan sosok yang bernyali besar.

Kakek Tua Sakti

Bijak

Kakek tua sakti tidak memarahi Rangga Gading ketika ia bertemu dengannya, malahan, ia menegurnya dengan halus dan kata-kata yang tidak menyakitkan. Kakek tua tersebut juga tidak melaporkan Rangga Gading ke polisi melainkan langsung mengajak Rangga Gading untuk kembali ke jalan yang benar.

Berjiwa pemimpin

Kakek tua sakti tersebut merupakan seorang pemimpin di perguruannya dan dia juga berhasil menjadi sosok pemimpin untuk Rangga Gading karena Rangga Gading yang semulanya berakhlak buruk menjadi sosok yang baik hati dan bahkan dipercayai oleh kakek tua sakti sendiri untuk memimpin perguruannya ketika ia wafat.

Amanat

  • Kita sebagai manusia pasti memiliki kesalahan dan kesempatan selalu ada bagi kita untuk merubah kesalahan tersebut dengan berbuat kebaikan.
  • Kita tidak boleh sombong dengan kemampuan yang kita miliki karena kesombongan dapat menjatuhkan kita di masa depan.
  • Kita sebagai manusia harus saling mengingatkan sesama manusia untuk tidak berbuat kejahatan sebelum mereka menerima akibatnya.

Referensi

  1. ^ Mutaqqin, Ali (20 Januari 2009). "Cerita Rakyat Nusantara Jawa Barat". ceritarakyatnusantara.com. Diakses tanggal 28 Mei 2021. 
  2. ^ Tresnobudi, Aditya (5 Agustus 2018). "Legenda Rangga Gading". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 28 Mei 2021. 
  3. ^ Mutaqqin, Ali (5 Juli 2018). "Dongeng dari Jawa Barat: Legenda Ki Rangga Gading". dongengceritarakyat.com. Diakses tanggal 28 Mei 2021.